Professional Documents
Culture Documents
“KEJANG DEMAM”
i
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 4
BAB II LAPORAN KASUS...................................................................... 5
BAB III PEMBAHASAN............................................................................ 13
Definisi........................................................................................... 13
Etiologi........................................................................................... 13
Patofisiologi................................................................................... 14
Manifestasi Klinik.......................................................................... 16
Diagnosis....................................................................................... 17
Penatalaksanaan............................................................................. 20
Prognosis........................................................................................ 24
BAB IV KESIMPULAN.............................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 26
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Bilal
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tgl. Lahir/Usia : 14-01-2019/ 3 thn 2 bln
Tanggal/Jam Masuk : 15-03-2022 / 18.15 WITA
Nama Wali : Irwanto
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kayumalue Ngapa, Tawaeli
Ruangan : Catelya
ANAMNESIS
Keluhan utama : Kejang disertai demam
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien anak laki-laki usia 3 tahun 2 bln datang
dengan keluhan kejang. Kejang berlangsung 1
jam SMRS. Durasi kejang ± 15 menit. Kejang
dialami satu sisi dan tubuh, sebelah kiri dan
tidak ada penurunan kesadaran. Sebelumnya
pasien mengalami demam dengan pola demam
naik turun pada sore hari. Pasien mengalami
sakit kepala. Pasien tdk mengalami batuk, flu,
sesak nafas dan nyeri dada. Pasien mengalami
muntah setelah diberi ASI.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami kejang sebanyak 4×
sejak usia 1 tahun. Kejang terakhir dialami
pasien sebelum usia 3 tahun. Riwayat Asfiksia
5
saat lahir dan mendapatkan rawat inap selama 7
hari di RS.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit
yang sama.
Riwayat Sosial-Ekonomi : Ekonomi menengah.
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan : Pasien tinggal di lingkungan yang bersih.
Pasien tinggal di daerah yang berdekatan
dengan kebun kosong.
Kemampuan dan Kepandaian Anak : Pada usianya sekarang pasien belum bisa
berbicara lancar.
Anamnesis Makanan : Pasien diberikan ASI sejak dari 0 – 6 bulan.
MPASI mulai diberikan sejak usia 6 bulan.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan : Ibu pasien memiliki riwayat terjatuh saat
mengandung UK 3 Bulan. Lahir cukup bulan
secara SC di RS Undata dibantu oleh Dokter.
Berat badan lahir 2.700 gram dengan ketuban
berwarna hijau.
Riwayat Imunisasi : BCG, Polio 1 2 3 4, DPT-HB-Hib 1 2 3,
Campak
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
2. TTV
Suhu : 38,10C
Nadi : 120x/menit kuat angkat, reguler
RR : 28x/menit
SpO2 : 98%
6
3. Antropometri
BB : 10 kg TB/PB : 77 cm
Lingkar Kepala : 41 cm LLA : 11,5 cm
Lingkar dada : 52 cm Lingkar Perut : 51 cm
Status Gizi
- BB/U : <-3 SD (Gizi Buruk)
- PB/U : <-3 SD (Sangat Pendek)
- BB/PB : 2 – (-2) SD (Normal)
4. Kulit
Hangat : (+)
Ruam : (-)
Turgor : (+)
5. Kepala
Bentuk : Mikrocephali
Bentuk : Ubun-ubun tertutup (+)
Mata : Ikterik (-/-); Anemis (-/-); cekung (-/-)
Hidung : Deformitas (-) Rhinorrhea (-)
Mulut : Sianosis (-) Bibir Kering (-), Gusi Berdarah (-)
Tonsil : T1/T1
6. Leher
Kelenjar Getah Bening : Pembesaran (-)
Kelenjar Tiroid : Pembesaran (-)
7. Paru-Paru
Inspeksi : Simetris Bilateral (+/+)
Palpasi : Vocal Premitus (+/+)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+)
8. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
7
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal (+)
Auskultasi : bunyi jantung S1/S2 murni regular (+), bising jantung (-)
9. Abdomen
Inspeksi : datar (+)
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal, bising usus (-)
Perkusi : tympani (+)
Palpasi : nyeri tekan abdomen (-), organomegali (-)
10. Punggung
Tidak ada deformitas
11. Genitalia
Dalam batas normal
12. Anggota gerak
Ekstremitas atas : akral hangat (+/+)
Ekstremitas bawah : akral hangat (+/+)
13. Refleks
Fisiologis Patologis
8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah Rutin
Jenis Nilai Keterangan
WBC 13,1 x 103/ul Normal
RBC 4,91 x 106/ul Normal
HGB 11,1 g/dl Normal
HCT 34,3 % Normal
PLT 387 x 103/ul Normal
MCV 69,9 fl Normal
MCH 22,6 pg Normal
MCHC 32,4 g/dl Normal
RESUME
Pasien anak laki-laki usia 3 tahun 2 bln datang dengan keluhan kejang. Kejang
berlangsung 1 jam SMRS. Durasi kejang ± 15 menit. Kejang dialami satu sisi dan
tubuh, sebelah kiri dan tidak ada penurunan kesadaran. Sebelumnya pasien
mengalami demam dengan pola demam naik turun pada sore hari. Pasien mengalami
sakit kepala. Pasien tidak mengalami batuk, flu, sesak nafas dan nyeri dada. Pasien
mengalami muntah setelah diberi ASI.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : Sakit sedang, kesadaran :
composmentis, RR : 28x/menit, N : 120x/menit, Suhu : 38,10C, SpO2: 98%. Pada
pemeriksaan antropometri BB : 10 kg TB/PB : 77 cm untuk status gizi Kurang.
Pemeriksaan kepala didapatkan Mikrocephali.
DIAGNOSA
Kejang Demam Sederhana
Mikrocephali
DIAGNOSIS BANDING:
9
Kejang Demam Kompleks
TERAPI
1. IVFD RL 8 tpm
2. Paracetamol 4x1 cth
3. Diazepam 3x1,5 mg
4. Inj Ceftriaxone 2x350mg
ANJURAN PEMERIKSA
1. CT SCAN KEPALA
PEMANTAUAN
TANGGAL S O A P
16/03/2022 Pesien KU : Sakit Kejang Terapi pagi ini
mengalami Sedang Demam - Diazepam puyer
1,5 mg/oral
sakit kepala GCS : E4M6V5 Sederhana
(+), batuk S: 36oC Mikrochepali
(-), flu (-), N:116x/m
sesak nafas R: 30x/m
(+), nyeri SpO2 : 98%
dada (+),
pasien
mengalami
muntah
setelah
diberi ASI
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada suhu rektal diatas
380C yang disebabkan oleh proses ekstrakranial tanpa adanya gangguan elektrolit
atau riwayat kejang tanpa demam sebelumnya, umumnya terjadi pada usia 6
bulan sampai 5 tahun dan setelah kejang pasien sadar (Ismet, 2017).
3.2 Klasifikasi
Secara klinis, klasifikasi kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks (Janet dkk., 2013).
3.2 Etiologi
Adapun menurut IDAI, (2013) penyebab terjadinya kejang demam, antara
lain: obat-obatan, ketidakseimbangan kimiawi seperti hiperkalemia, hipoglikemia
dan asidosis, demam, patologis otak, eklampsia (ibu yang mengalami hipertensi
prenatal, toksimea gravidarum). Sejalan menurut Airlangga Universty Press
11
(AUP), (2015) dimana kejang demam (febris convulsion/stuip/step) yaitu kejang
yang timbul pada waktu demam yang tidak disebabkan oleh proses di dalam
kepala (otak: seperti meningitis atau radang selaput otak, ensifilitis atau radang
otak) tetapi diluar kepala misalnya karena ada nya infeksi di saluran pernapasan,
telinga atau infeksi di saluran pencernaan. Biasanya dialami anak usia 6 bulan
sampai 5 tahun.
3.3 Patofisiologi
Pada demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang
anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik.
dengan bantuan ”neurotransmitter”, perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini
dapat menimbulkan kejang. (Ngastiyah,2005)
3.4 Mefestasi Klinis
Kebanyakan kejang demam sederhana berlangsung singkat, bilateral,
serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
adanya kelainan saraf (Paul R.dkk., 2010).
Menurut Behrman (1996), kejang demam terkait dengan kenaikan suhu
yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39 derajat
Celcius atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tonik klonik
lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap lebih dari 15
menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu
juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan
serta gerakan sentakan terulang.
12
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D).
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu
pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level II-2,
rekomendasi E).
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun, atau kejang demam fokal.
13
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
3.6 Penatalaksanan
Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien dating
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20
mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal
adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam
rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg
untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang demam).
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena
dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
14
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti
maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya.
15
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye
terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan (level III, rekomendasi E).
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C (level I,
rekomendasi A).
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi
yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam (level II rekomendasi E)
Pemberian obat rumat
Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
• Kejang demam > 4 kali per tahun
Penjelasan:
• Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit
merupakan indikasi pengobatan rumat
16
• Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan
ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat
• Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang (level I).
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (rekomendasi
D).
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan
ganguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
17
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan
Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.
18
BAB IV
DISKUSI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5
tahun.
Pada kasus ini pasien An. B laki-laki usia 3 tahun 2 bln datang dengan
keluhan kejang yang sebelumnya pasien mengalami demam dengan pola
demam naik turun pada sore hari SMRS, dan didapatkan pada
pemeriksaan fisik suhu badan 38,10C.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
19
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak
diketahui atau enselofati toksik sepintas.
Spesialis anak, Prof. Darto Saharso SpA (K) mengatakan. Kejang bisa
terjadi pada bayi yang baru lahir dan pada anak-anak. Pada bayi yang baru lahir,
kejang bisa terjadi karena cedera saat persalinan, kekurangan oksigen, dan bayi
kuning. Sedang pada anak-anak, kejang bisa terjadi karena infeksi otak, trauma
20
kepala, kekurangan cairan karena diare atau muntaber, epilepsi atau ayan serta
febris konvulsi atau kejang demam.
Pengobatan yang dapat di berikan pada anak yang masih kejang saat di
rumah sakit yaitu, anak memerlukan stabilisasi darurat dengan pendekatan
ABCDE (jalan napas, pernapasan, sirkulasi, kecacatan, dan
paparan/pemeriksaan, ditambah pemeriksaan glukosa darah) dan kejang harus
dihentikan dengan obat antiepilepsi sesegera mungkin (lihat manajemen). Setelah
stabilisasi, tanda-tanda vital harus dicatat: suhu, detak jantung dan pernapasan,
waktu pengisian kapiler, dan glukosa darah.
21
1. IVFD RL 8 tpm
2. Paracetamol 4x1 cth
3. Diazepam 3x1,5 mg
4. Inj Ceftriaxone 2x350mg
Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik
22
KESIMPULAN
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi
SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Klasifikasi Kejang demam dibedakan menjadi 2, kejang demam sederhana
(Simple febrile seizure) dan kejang demam kompleks (Complex febrile seizure).
Kejang demam sederhana, kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang
demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam
kompleks, kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
23
DAFTAR PUSTAKA
Ismael S. KPPIK-XI, 1983; Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak 1999
AAP, Provisional Committee on Quality Improvement. Pediatrics 1996; 97:769-74.
Gerber dan Berliner. The child with a simple febrile seizure. Appropriate diagnostic
evaluation. Arch Dis Child 1981; 135:431-3.
Baumer JH. Evidence based guideline for post-seizure management in children
presenting acutely to secondary care. Arch Dis Child 2004; 89:278-280.
Millichap JG. Management of febrile seizures: current concepts and
recommendations for Phenobarbital and electroencephalogram. Clin
Electroencephalogr 1991; 22:5-10.
Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion. HK J
Paediatr 2002;7:143-151
Ellenberg JH dan Nelson KB. Febrile seizures and later intellectual performance.
Arch Neurol 1978; 35:17-21.
National Institutes of Health. Febrile seizure: consensus development conference
Summary. Vol. 3, no. 2, Bethesda.
Maytal dan Shinnar S. Febrile status epilepticus. Pediatr 1990; 86:611-7.
Janet L. et al., 2013. Febrile Seizures. Pediatric Annals 42(12): 249-54.
Irdawati, 2009. KEJANG DEMAM DAN PENATALAKSANAANNYA.
American Acdemy of Pediatrics, 2011. Clinical Practical Guideline – Febrile
Seizures: Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child With a
Simple Febrile Seizure.
IDAI. (2013). Kejang Demam Anak, (Online). Http:www.idai.or.id/main.php.pdf>
(diakses pada tanggal 29 Juni 2018).
Behrman, Kliegman, Arvin, 1996. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, Vol. 3,
W.B. Saunders Company, Philadelphia, Pennysylvania. Hal 2059-2060
Ngastiyah, 2014. Perawatan Anak Sakit / Ngastiyah ; editor, Setiawan – Jakarta :
EGC.
Paul R. Carney & James D. Geyer, 2010. Pediatric Practice Neurology. United States:
The McGraw-Hill Companies. Hal 41-45.
24
ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34: 592-8.
Berg AT, dkk. Predictors of recurrent febrile seizure: a prospective study of the
circumstances surrounding the initial febrile seizure, NEJM 1992; 327:1122-7.
Annegers JF, dkk. Reccurrence of febrile convulsion in a population based cohort.
Epilepsy Res 1990; 66:1009-14.
Knudsen FU. Recurrence risk after first febrile seizure and effect short term diazepam
prophylaxis Arch Dis Child 1996; 17:33-8.
Knudsen FU. Rectal administration of diazepamin solution in the acute treatment of
convulsion In infants and children. Arch Dis Child 1979; 54:855-7.
Dieckman J. Rectal diazepam for prehospital status epilepticus. An Emerg Med 1994;
23:216-24
Knudsen FU. Practical management approaches to simple and complex febrile
seizures.
Dalam: Baram TZ, Shinnar S, eds, Febrile seizures. San Diego: Academic Press
2002. h. 1-20.
25
LAMPIRAN
Tingkat evidens
I. Evidens yang didapat dari minimal satu randomized controlled trials.
II-1. Evidens yang didapat dari non-randomized controlled trials.
II-2. Evidens yang didapat dari penelitian cohort atau case control, terutama
yang diperoleh lebih dari satu pusat atau kelompok penelitian.
II-3. Evidens yang diperoleh dari perbandingan tempat atau waktu dengan atau
tanpa intervensi. Contoh: uji yang tidak terkontrol yang menghasilkan
hasil yang cukup mengejutkan seperti hasil pengobatan dengan penicillin
pada tahun 1940 dapat dimasukkan dalam kategori ini.
III. Konsensus, penelitian deskriptif, pengamalan klinis.
Kualitas rekomendasi
A. Terdapat fakta yang bagus kualitasnya (good) untuk mendukung
rekomendasi bahwa intervensi tersebut dapat diterapkan.
B. Terdapat fakta yang cukup berkualitas (fair) untuk mendukung rekomendasi
bahwa intervensi tersebut dapat diterapkan.
C. Terdapat fakta yang tidak berkualitas (poor) dalam hal nilai atau harm dari
intervensi, rekomendasi dapat dilakukan pada bidang lain.
D. Terdapat fakta cukup berkualitas (fair) untuk mendukung rekomendasi
bahwa intervensi tersebut tidak dapat diterapkan.
E. Terdapat fakta yang bagus kualitasnya (good) untuk mendukung
rekomendasi bahwa intervensi tersebut tidak dapat diterapkan.
26