You are on page 1of 4

I.

4 Manfaat
I.4.1 Bagi Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan serta wawasan yang berhubungan dengan ilmu kedokteran
forensik mengenai amfetamin (sabu)
b. Menambah pengetahuan mengenai obat-obatan terlarang pada umumnya, dan
amfetamin (sabu) secara khusus

I.4.2 Bagi Masyarakat


Menambah pengetahuan mengenai amfetamin (sabu) sebagai salah satu jenis
golongan dari narlotika yang dapat menyebabkan kematian pada penggunaan yang
salah.
Mekanisme Kerja Reseptor Sabu
Obat yang termasuk golongan ini pada umumnya ada dua mekanisme yaitu:
Memblokade system penghambatan dan meninggikan perangsangan synapsis. Obat
stimulansia ini bekerja pada system saraf dengan meningkatkan transmisi yang
menuju atau meninggalkan otak. Stimulan tersebut dapat menyebabkan orang
merasa tidak dapat tidur, selalu siaga dan penuh percaya diri. Stimulan dapat
meningkatkan denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah. Pengaruh fisik
lainnya adalah menurunkan nafsu makan, pupil dilatasi, banyak bicara, agitasi dan
gangguan tidur. Bila pemberian stimulant berlebihan dapat menyebabkan
kegelisahan, panic, sakit kepala, kejang perut, agresif dan paranoid. Bila pemberian
berlanjut dan dalam waktu lama dapat terjadi gejala tersebut diatas dalam waktu
lama pula.
Sabu atau amfetamin ini akan me modulasi beberapa neurotransmitter dalam tubuh
seperti dopamine, serotonin, dan norephinefrin. Sistem saraf pusat yang telah
dipengaruhi oleh sabu akan mempunyai peningkatan yang signifikan pada
neurotransmitter dopamine pada mesolimbic dan mesocortical pathway. Secara
anatomi sabu akan banyak berpengaruh pada daerah striatum, nucleus accumbens,
dan ventral striatum.Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan
efek secara anatomi pada pemadat sabu.

DOPAMINE
Pada penelitian lebih lanjut terhadap sabu didapatkan efek yang paling besar, yang
diterima oleh sistem saraf pusat adalah meningkatnya konsentrasi dopamine baik
secara sistemik dalam darah maupun lokal pada celah synapse yang terdapat di post
synaptic neuron.
Meningkatnya dopamine secara sistemik ini, akan menimbulkan neurotoxicity, yang
akan merangsang stress oksidatif pada syaraf, dan terjadi degradasi pada dendrits
dan axon selubung saraf.
SEROTONIN
Pada neurotransmitter serotonin, sabu bekerja untuk menginhibisi serotonin yang
bekerja pada sistem saraf pusat. Pada penelitian neurotransmitter serotonin dapat
ditemukan pada mesocorticolimbic projection berjalan menyusuri ventral tegmental
area ke arah pre-frontal cortex, dimana serotonin ini bekerja untuk menginhibisi
dopamine yang meningkat. Ada penelitian yang mengatakan bahwa proses adiksi
adalah karena meningkatnya konsentrasi dopamine yang tidak terinhibisi oleh
neurotransmitter serotonin. Sehingga pemakaian sabu baik hanya sekali dapat
memicu adiksi.
NOREPHINEPRIN
Neurotransmitter lain yang terpengaruh terhadap konsumsi sabu adalah
norephineprin dari golongan adrenalin dimana, neurotransmitter ini tersebar pada
bagian sistem saraf pusat mulai dari nucleus accumbens, striatum, pre-frontal
cortex. Sehingga gejala-gejala sistemik seperti tidak dapat tidur, selalu siaga dan
penuh percaya diri. Stimulan dapat meningkatkan denyut jantung, suhu tubuh dan
tekanan darah yang meningkat.
PHARMAKOKINETICS
Sabu atau amphetamine 90% dimetabolisme di liver dan di ekskresi sekitar 70%
melawati ginjal, pada metabolisme di liver enzyme yang bekerja adalah CYP450
(cytochrom) detoksifikasi system. Maka untuk pemeriksaan laboratorium yang
paling berpengaruh adalah tes urine, dimana jika dalam urine ditemukan konsentrasi
amphetamin, pemeriksaan urine paling baik di lakukan <24 jam, karena jika lewat
dari waktu tersebut maka konsentrasi sabu dalam urin telah habis, tetapi pada
pemakai sabu yang sudah lama tidak dipengaruhi oleh waktu, karena konsrntrasi
pada sabu pada urine bersifat kumulatif.
Tatalaksana Intoksikasi Sabu
 Pasien dengan intosikasi sabu datang tanpa adanya kegawat daruratan harus di
monitor tanda-tanda vital dan bila perlu diberikan sedativa maupun neuroleptics.
 Lakukan observasi pada airway maupun breathing dari pasien yang di duga
intoksikasi sabu, mencegah terjadinya komplikasi paling sering dari intoksikasi
sabu berupa depresi sistem pernapasan.
 Lakukan resusitasi cairan (fluid balance) karena pasien dengan intoksikasi sabu
biasanya mempunyai gizi yang buruk.
 Pemasangan foley catheter untuk menghindari terjadi retensi cairan yang berlebihan
yang dapat menimbulkan edema pulmoner.
 Jika timbul agitasi dan kejang pada pasien dengan intoksikasi sabu,maka perlu
diberikan benzodiazephine secara titrasi,hindari kontak fisik untuk mengurangi
trauma,
 Berikan obat-obat jantung seperti anti-aritmia,beta-blocker, dan diuretics.
 Jika ditemukan luka akibat trauma maka harus segera di tata laksana,untuk
menghindari gangguan pada sistem sirkulasi.

Daftar Pustaka
1. ^ Miranda-G E, Sordo M, Salazar AM (2007). "Determination of amphetaminoe,
methamphetamine, and hydroxyamphetamine derivatives in urine by gas
chromatography-mass spectrometry and its relation to CYP2D6 phenotype of drug
users"

PMID 17389081 . 2. ^ Craig Medical Distribution. "Drug Test FAQ | Craig Medical
Distribution, Inc" . Craigmedical.com. Retrieved 8 May 2012. 3. ^ Trevor AJ, Katzung
BG, Kruidering-Hall MM, Masters SB. Chapter 32. Drugs of Abuse. In: Trevor AJ,
Katzung BG, Kruidering-Hall MM, Masters SB, eds. Katzung & Trevor's
Pharmacology: Examination & Board Review. 10th ed. New York: McGraw-Hill; 2013.
http://www.accesspharmacy.com/content.aspx?aID=56982610

4. ^ a b Berman, SM.; Kuczenski, R.; McCracken, JT.; London, ED. (Feb 2009).
"Potential adverse effects of amphetamine treatment on brain and behavior: a review.".
Mol Psychiatry 14 (2): 123–42. doi:10.1038/mp.2008.90 . PMID 18698321

You might also like