You are on page 1of 10

WUJUD KEBUDAYAAN SUKU BUGIS

DISUSUN OLEH:
M. FADLI FIRDAUS
XI IPS 3 / 24

JL. BASUKI RAHMAT NO. 26 TELP/FAX: 0331-332282


HTTP:SMAN3-JEMBER.SCH.ID
SMAN 3 JEMBER
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH SWT,atas berkat rahmad dan
hidayah-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ Wujud
Kebudayaan Suku Bugis “.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kekeliruan,baik segi penulisan,tata bahasa,serta penyusunan.Oleh karena itu,kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun,guna menjadi bekal pengalaman
kami untuk menjadi lebih baik dimasa yang akan datang.Akhir kata saya ucapkan terima
kasih.

Penulis

M. fadli Firdaus

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTA ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
PEMBAHASAN ............................................................................................................ iv
1. Wujud Kebudayaan Suku Bugis .............................................................................. iv
2. Aktifitas/Tindakan Suku Bugis ............................................................................... v
3. Artefak/Benda yang Digunakan Suku Bugis .......................................................... vii

iii
PEMBAHASAN

1. Wujud Kebudayaan Suku Bugis


Suku Bugis merupakan suku yang berasal dari Sulawesi Selatan. Suku ini
tergolong ke dalam suku – suku Deutero Melayau (Melayu Muda). Dalam situs
Dinas komunikasi Informatika dan Statistik Kabupaten Wajo, Kata Bugis berasal
dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penenaman Ugi merujuk pada raja
pertama kerajaan China yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo, yaitu La
Sattumpugi. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau pengikut La
Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan
Batara Lattu, ayah dari Sawerigading. Sawerigading adalah suami dari We Cudai
dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra
terbesar di dunia. Beberapa kerajaan Bugis klasik seperti Luwu, Bone, Wajo,
Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng, dan Rappang. Suku Bugis tersebar dalam
beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai,
dan Barru. Masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir.
Kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata
pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah berdagang. Selain itu
masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang
pendidikan. Suku Bugis juga dikenal piawai merantau mengarungi samudra.
Wilayah perantauan mereka hingga ke Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand,
Australia, Madagaskar, dan Afrika Selatan. Penyebab merantau disebutkan antara
lain karena konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik sesama
kerajaan Bugis pada abad ke-16, 17, 18, dan 19. Hal ini menyebabkan banyaknya
orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain itu budaya merantau juga
didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Suku Bugis juga merantau ke
Kalimantan Selatan. Pada abad ke-17 datanglah seorang pemimpin suku Bugis
menghadap raja Banjar yang berkedudukan di Kayu Tangi (Martapura) untuk
diizinkan mendirikan pemukiman di Pagatan, Tanah Bumbu. Raja Banjar
memberikan gelar Kapitan Laut Pulo kepadanya yang kemudian menjadi raja
Pagatan. Kini sebagian besar suku Bugis tinggal di daerah pesisir timur Kalimantan
Selatan yaitu Tanah Bumbu dan Kota Baru.

iv
2. Aktivitas atau Tindakan Suku Bugis
a. Sigajang Leleng Lipa

Sigajang Laleng Lipa, merupakan tradisi yang dijalani kaum lelaki


Bugis saat menyelesaikan masalah. Tradisi tersebut berupa pertarungan
antar dua laki-laki, namun dilakukan di dalam sarung. Tradisi ini dilakukan
pada masa kerajaan Bugis dahulu, dan ini merupakan upaya terakhir
menyelesaikan suatu masalah adat yang tidak bisa diselesaikan. Walaupun
nyawa yang menjadi taruhannya, suku Bugis tetap memiliki cara-cara
khusus untuk menyelesaikan permasalahan dengan bijak. Sebagaimana
dalam pepatah Bugis Makassar yang kira-kira maknanya “ketika badik telah
keluar dari sarungnya pantang diselip dipinggang sebelum terhujam ditubuh
lawan”. Makna filosofinya mengingatkan agar suatu masalah selalu dicari
solusi terbaik tanpa badik. Hal ini biasanya dilakukan dengan musyawarah
melibatkan dua belah pihak bermasalah serta dewan adat.

b. Tradisi Pindah Rumah

Biasanya saat orang akan pindah rumah mereka akan disibukkan


dengan mengemasi barang untuk memindahkannya ke rumah yang baru dari
rumah lama. Kegiatan tersebut tidak terjadi pada masyarakat suku Bugis.
Ya, mereka memiliki tradisi sendiri dalam pindahan rumah dengan benar-
benar memindahkan rumah yang sebenarnya tanpa membongkar. Tradisi ini
disebut Mappalette Bola. Tradisi ini melibatkan puluhan bahkan ratusan
warga kampung untuk membantu memindahkan rumah ke lokasi yang baru.

v
c. Massallo Kawali

Atraksi budaya dari tanah Bugis yang berasal dari kabupaten Bone
yakni MASSALLO KAWALI atau bermain asing-asing/gobak sodor
menggunakan kawali/badik. Badik yang digunakan oleh para pemain adalah
badik asli bukan imitasi. Sebelum melaksanakan atraksi ini dilakukan ritual-
ritual khusus untuk menghindarkan peserta & penonton dari hal-hal yang
tidak diinginkan. Atraksi MASSALLO KAWALI ini juga menyimbolkan
semangat para pemuda Bugis untuk melindungi atau mempertahankan harga
diri & tanah kelahiran dari rongrongan musuh atau penjajah.

d. Tarian Maggiri atau Mabbisu

Tari maggiri merupakan tarian yang dipertunjukkan oleh seorang


atau beberapa orang bissu. Bissu adalah seorang wanita pria (waria) dalam
kepercayaan Bugis yang dipercayakan menjadi penghubung antara dewa di
langit dengan manusia biasa. Tari Maggiri ini, diperkirakan telah ada sejak
zaman pemerintahan Raja Bone ke 1, yang bergelar To Manurung Ri
Matajang yang memerintah sekitar tahun 1326-1358, dan menjadi salah
satu tarian yang berkembang di dalam istana kerajaan Bone.

vi
e. Angngaru

Pada catatan sejarah, Angngaru’ sesungguhnya merupakan ikrar


kesetiaan rakyat atau prajurit kepada raja yang bersifat pemimpin. Raja
yang bersifat pengayom disenangi rakyatnya. Saat genderan perang ditabuh
oleh sang Raja, maka rakyat serta merta menyodorkan diri, rela
mengobarkan jiwa raganya untuk tunaikan titah sang Raja.

3. Artevak atau Benda Yang Di Gunakan Suku Bugis


1. Rumah Adat Suku Bugis
A. Rumah Saroraja

Rumah Souraja merupakan salah satu warisan budaya rumah


adat Suku Kaili Sulawesi Tengah. Rumah Souraja adalah rumah
panggung seluas 368 meter persegi yang konstruksinya terbuat
dari kayu.Rumah Souraja disebut juga dengan Banua Oge atau
Banua Mbaso dan didirikan oleh Raja Palu Jodjokodi sekitar tahun
1892. Rumah Souraja dibangun sebagai tempat tinggal Raja dan
keluarganya, juga sebagai pusat pemerintahan dan juga
musyawarah adat Suku Kaili, sehingga tidak bisa dihuni oleh
sembarang orang. Rumah Souraja Suku Kaili dibangun dengan
pengaruh arsitektur bugis dengan atap berbentuk seperti piramida
segitiga. Dilansir dari Wisata Sulawesi Tengah, atapnya dihiasi

vii
dengan papan kayu berukiran (panapiri) dan juga mahkota
(bangko-bangko) yang juga diukir dengan ukiran khas Suku Kaili.
Lantainya terbuat dari papan yang dilapisi dengan tikar. Pada
bagian depan terdapat dua buah tangga dibagian kanan dan kiri
yang menghubungkan tanah dengan selasar rumah. Anak tangga
rumah Souraja selalu berjumlah ganjil, biasanya berjumlah
Sembilan buah. Bagian depan rumah dilengkapi oleh selasar atau
teras yang disebut dengan gandaria. Lonta Karavana merupakan
ruangan yang digunakan untuk menerima tamu dan upacara adat.
Lonta Tatagana merupakan ruangan bagi keluarga dan
musyawarah adat serta kamar tidur raja dan Lonta Raragana
digunakan sebagai ruang makan dan kamar putri. Sedangkan dapur
dan kamar mandi terletak terpisah dengan rumah, biasanya di
bagian belakang rumah.

B. Rumah Bola

Sebenarnya untuk struktur dan juga pemaknaan filosofis


yang digunakan dalam pembangunan dari rumah adat adalah sama.
Hanya saja bentuk dari luas dan juga tiang penyangganya menjadi
satu pembeda untuk menunjukkan status dari orang yang tinggal di
dalamnya. Karena pada dasarnya semua menggunakan konsep
rumah panggung dari material kayu. Karakteristik dari rumah Bola
yaitu terlihat dari siapa yang membuat dan menempatinya dimana
orang tersebut adalah bagian dari rakyat biasa. Bentuk ukurannya
juga lebih kecil dengan ruangan yang tidak banyak. Sedangkan
pada tiangnya menggunakan bentuk seperti segi empat dengan
jumlah yang lebih sedikit.

2. Senjata Suku Bugis


A. Bessing

Bessing merupakan senjata tradisional berupa tombak yang dibuat


dari besi mauapun logam. Penggunaan dari bessing sendiri mirip dengan
lembing, di mana senjata ini akan dipasang pada sebuah atau sebatang
gagang kayu yang cukup panjang.Senjata bessing tidak hanya dimiliki
viii
oleh Suku Bugis karena dapat ditemukan di wilayah lain yang ada di
Provinsi Sulawesi Selatan.
B. Tappi

Senjata tradisional tappi adalah keris yang terbuat dari besi yang
bentuknya akan semakin kecil sehingga akan menghasilkan ujung yang
runcing. Tappi juga biasa disebut dengan gajang. Meski keris
merupakan senjata tradisional yang tersebar hampir di seluruh wilayah
nusantara, namun motif dan ragam hias keris dari masing-masing daerah
akan berbeda, termasuk juga tappi yang berasal dari Sulawesi Selatan.
C. Pantu

Pantu’ merupakan senjata berupa tongkat yang terbuat dari kayu


bulat dengan besi yang ada di pangkalnya. Senjata ini digunakan untuk
memukul maupun menyodok. Saat ini, pantu’ sudah tidak ditemukan,
meskipun masyarakat memilikinya, namun fungsinya bukan lagi
merupakan sebuah senjata.
D. Kanna
Senjata tradisional Sulawesi selanjutnya adalah Kanna. Senjata ini
merupakan senjata yang biasa digunakan untuk perlindungan diri dari
serangan musuh. Diceritakan bahwa Kanna sudah ada sejak zaman
kejayaan kerajaan lokal di kalangan masyarakat Bugis.Di dalam cerita
rakyat berjudul Pau-Paunna Sawerigading, senjata ini telah ada dan
digunakan oleh Sawerigading dan laskarnya dari Luwu, serta laskar
kerajaan Cina yang berpusat di Latanete. Pada umumnya, senjata ini
berbentuk bulat dan dihiasi dengan emas, perak, dan logam lainnya

ix
merupakan senjata digunakan oleh kaum bangsawan. Sedangkan, Kanna
yang tidak dihiasi apa pun merupakan perisai yang digunakan prajurit
tentara kerajaan atau rakyat biasa.

E. Tado
Senjata tradisional Sulawesi Selatan bernama tado ini merupakan
tali penjerat yang digunakan Suku Bugis untuk menangkap binatang
buruan mereka. Tado terbuat dari tali yang disimpulkan sedimikian rupa
sehingga dapat langsung menjerat hewan dengan sendirinya apabila
tersentuh. Tado merupakan senjata yang berupa tali penjerat. Tapi ini
digunakan Suku Bugis untuk menangkap binatang buruan di hutan.
Senjata ini dibuat dari tali yang disimpulkan dengan teknik tertentu
sehingga dapat menjerat hewan buruan seketika.

You might also like