You are on page 1of 21

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS TETANUS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 11

SRI RAHAYU SALENG

POLTEKKES KEMENKES PALU

PRODI DIII KEPERAWATAN TOLITOLI

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongannya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami mengucap syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatnya baik itu berupa
sehat fisik maupun pikiran, sehingga kami mampu menyelesaikan pembuatan makalah
sebagai tugas Kperewatan Medikal Bedah II.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta
saran supaya makalah ini nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada Ibu
Ns.Sova Evie Darame, S.Kep., M.Kep selaku dosen pengampun mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II yang telah membimbing dalam penulisan makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Tolitoli,23 Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar............................... 1

1.2 Rumusan Masalah….…………………………………………………. 2

1.3 Tujuan

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

2.2 Epidemiologi ……………………………………………………………….. 4

2.3 Etiologi ……………………………………………………. 5

2.4 Patofisiologi ………………………………………………………….. 5

2.5 Manifestasi Klinis ………………………………………………………….. 7

2.6 Klasifikasi …………………………………………………………… 7

2.7 Komplikasi

2.8 Penatalaksanaan …………………………………………………….. 7

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan ……………………………………………..

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………… 48

3.2 Saran …………………………………………………………………… 48

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tetanus merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Clostridium Tetani
yang menyebabkan kejang otot dan diikuti oleh kekakuan seluruh badan (Muttaqin, 2008).
Toksin tetanus (Tetanospasmin) masuk dan menyebar ke sistem saraf pusat menghambat
pelepasan asetikolin, kondisi ini memicu spasme otot sehingga terjadi resiko cedera (Nurarif &
Kusuma, 2015). Pasien beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan
seseorang tidak dalam sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik (SDKI, 2016). Jika masalah
resiko cedera tidak segera ditangani akan menyebabkan penyakit yang serius dan mengancam
jiwa (Zulkarnain, 2011).
Penyakit tetanus masih sering ditemui di seluruh dunia dan merupakan penyakit
endemik di negara berkembang dengan angka kejadian 1.000.000 pasien setiap tahunnya di
dunia. Di Indonesia, insiden penyakit tetanus menurut WHO (2020) sebayak 391 kasus dan 17
diantaranya menderita tetanus neonatal data terakhir diperbarui 15 Juli 2020. Berdasarkan data
dari Kemenkes RI di provinsi Jawa Timur jumlah kasus tetanus dan faktor risiko yakni
berjumlah 0 kasus (Profil Kesehatan Indinesia, 2017).
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman C. Tetani yang .
menyebabkan kejang otot dan diikuti oleh kekakuan seluruh tubuh (Muttaqin, 2008). Kuman
masuk melalui luka (luka tusuk, jaringan nekrotik, luka yang terinfeksi) sebagai Port d’entreee
yang lebih beresiko menimbulkan tetanus. Pada luka tersebut tercipta kondisi anaerob yang
kemudian menjadi lingkungan optimal bagi proses germinasi (spora dengan bentuk vegetatif)
dan memproduksi tetanospasmin dan tetanolisin. Toksin tetanus (Tetanospasmin) kemudian
masuk dan menyebar ke sistem saraf pusat menghambat pelepasan asetikolin, kondisi ini
memicu spasme otot sehingga terjadi resiko cedera (Nurarif & Kusuma, 2015). Apabila resiko
cedera dibiarkan tanpa penanganan bisa menyebabkan penyakit yang serius dan mengancam
jiwa (Zulkarnain, 2011)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas maka dapat di rumuskan
masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien tetanus?”.

1.3 Tujuan
 TujuanUmum

1. Untuk mengetahu definisi tetanus


2. Untuk mengetahui Epidemiologi tetanus
3. Utnuk mengetahui Etiologi tetanus
4. Untuk mengetahui Patofisiologi tetanus
5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis tetanus
6. Untuk mengetahui Klasifikasi tetanus
7. Untuk mengetahui Komplikasi tetanus
8. Untuk menegtahui Penatalaksanaan tetanus
9. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada penyakit tetanus
 Tujuan Khusus
Agar kita sebagai mahasiswa atau akademik lebih mendalami tentang penyakit
tetanus. Dan juga untuk memenuhi tugas Makalah Keperawatan Medikal Bedah II .
BAB II
TINJAUN TEORI

2.1 Definisi
Tetanus adalah gangguan neorologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan
spasme yang disebabkan oleh tetanos pasmin yaitu suatu toksin protein yang kuat yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2007).
Tetanus merupakan penyakit yang akut dan seringkali fatal, penyakit ini disebabkan
oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit menyerang sistem saraf
pusat yang terintoksikasi oleh Clostridium tetani, suatu kuman basil gram positif yang
memproduksi neurotoksin spesifik. Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos, yang
diambil dari kata teinein yang berarti teregang. Tetanus dikarakteristikkan dengan kekakuan
umum dan kejang kompulsif pada otot-otot rangka. Kekakuan otot biasanya dimulai pada
rahang (lockjaw) dan leher dan kemudian menjadi umum. Penyakit ini merupakan penyakit
yang serius, namun dapat dicegah kejadiannya pada manusia (Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit
infeksi dan gangguan neorologis yang diakibatkan oleh toksin protein tetanospasmin dari
kuman Clostridium tetani yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme.

2.2 Epidemiologi

Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat, tetanus sudah sangat jarang
dijumpai, karena imunisasi aktif telah dilaksanakan dengan baik di samping sanitasi
lingkungan yang bersih, akan tetapi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia
penyakit ini masih banyak dijumpai. Hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih
sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka kurang diperhatikan, kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus.

Tetanus terjadi secara luas di seluruh dunia namun paling sering pada derah dengan
populasi padat, pada iklim hangat dan lembab dan terutama pada daerah risiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah. Organisme penyebab ditemukan secara primer pada
tanah dan saluran cerna hewan dan manusia. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan
kering dapat bertebaran di mana-mana. Transmisi secara primer terjadi melalui luka yang
terkontaminasi. Luka dapat berukuran besar atau kecil. Pada tahun-tahun terakhir ini, tetanus
sering terjadi melalui luka- luka yang kecil. Tetanus juga dapat menyertai setelah luka operasi
elektif, luka bakar, luka tusuk yang dalam, luka robek, otitis media, infeksi gigi, gigitan
binatang, aborsi dan kehamilan.

Penyakit tetanus lebih banyak terjadi pada laki-laki. Dengan tidak membedakan jenis
kelamin, didapatkan usia pasien tetanus paling banyak adalah 40-53 tahun. Pada pasien dengan
adanya luka luar sebagai port the entry Clostridium tetani paling banyak ditemukan. Selain itu
didapatkan adanya hubungan antara kematian tetanus dengan luka luar dengan hasil penelitian
yang bermakna. Sedangkan jenis kelamin dan usia pasien tidak berpengaruh terhadap kematian
tetanus.

2.3 Etiologi

Penyakit tetanus ini disebabkan oleh Clostridium tetani yang merupakan basil gram
positif obligat anaerobik yang dapat ditemukan pada permukaan tanah yang gembur dan
lembab dan pada usus halus dan feses hewan. Mempunyai spora yang mudah bergerak dan
spora ini merupakan bentuk vegetatif. Kuman ini bisa masuk melalui luka di kulit. Spora yang
ada tersebar secara luas pada tanah dan karpet, serta dapat diisolasi pada banyak feses binatang
pada kuda, domba, sapi, anjing, kucing, marmot dan ayam. Tanah yang dipupuk dengan pupuk
kandang mungkin mengandung sejumlah besar spora. Di daerah pertanian, jumlah yang
signifikan pada manusia dewasa mungkin mengandung organisme ini. Spora juga dapat
ditemukan pada permukaan kulit dan heroin yang terkontaminasi. Spora ini akan menjadi
bentuk aktif kembali ketika masuk ke dalam luka dan kemudian berproliferasi jika potensial
reduksi jaringan rendah. Spora ini sulit diwarnai dengan pewarnaan gram, dan dapat bertahan
hidup bertahun-tahun jika tidak terkena sinar matahari. Bentuk vegetatif ini akan mudah mati
dengan pemanasan 120oC selama 15-20 menit tapi dapat bertahan hidup terhadap antiseptik
fenol, kresol.

Kuman ini juga menghasilkan 2 macam eksotoksin yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
Fungsi tetanolisin belum diketahui secara pasti, namun diketahui dapat menyebabkan
kerusakan jaringan yang sehat pada luka terinfeksi, menurunkan potensial reduksi dan
meningkatkan pertumbuhan organisme anaerob. Tetanolisin ini diketahui dapat merusak
membran sel lebih dari satu mekanisme. Tetanospasmin (toksin spasmogenik) ini merupakan
neurotoksin potensial yang menyebabkan penyakit. Tetanospasmin merupakan suatu toksin
yang poten yang dikenal berdasarkan beratnya. Toksin ini disintesis sebagai suatu rantai
tunggal asam amino polipeptida 151-kD 1315 yang dikodekan pada plasmid 75 kb.
Tetanospasmin ini mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran neurotransmiter glisin dan
GABA pada terminal inhibisi daerah presinaps sehingga pelepasan neurotransmiter inhibisi
dihambat dan menyebabkan relaksasi otot terhambat. Batas dosis terkecil tetanospasmin yang
dapat menyebabkan kematian pada manusia adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan
atau 175 nanogram untuk manusia dengan berat badan 75 kg. (Anonim, 2009)

Tetanus biasanya mengikuti luka-luka yang dikenali. Kontaminasi benda tajam dengan
tanah, pupuk atau besi yang berkarat dapat menyebabkan tetanus. Penyakit ini juga dapat
sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus, gangren, gigitan ular yang telah nekrotik, infeksi
telinga tengah, aborsi, kelahiran, injeksi intramuskular dan pembedahan
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :

1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.

2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik.

3. OMP, caries gigi.

4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.

5. Penjahitan luka robek yang tidak steril

2.4 Patofisiologi

Biasanya penyakit ini terjadi setelah luka tusuk yang dalam misalnya luka yang
disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut
menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor luka bakar dan
patah tulang yang terbuka juga akan mngakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk
pertumbuhan clostridium tetani.

Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh, memperbanyak diri dan
menghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-reduksi rendah (Eh) tempat jejas yang
terinfeksi. Plasmid membawa gen toksin. Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel
vegetative yang mati dan selanjutnya lisis. Toksin tetanus (dan toksin batolinium) di gabung
oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan kemudian
diendositosis oleh saraf motoris,sesudah ia mengalami ia mengalami pengangkutan akson
retrograt kesitoplasminmotoneuron-alfa. Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis
dan selanjutnya masuk interneuron penghambat spinal. Dimana toksi ini menghalangi
pelepasan neurotransmitter. toksin tetanus dengan demikian meblokade hambatan normal otot
antagonis yang merupakan dasar gerakan yang disengaja yang di koordinasi, akibatnya otot
yang terkena mempertahankan kontraksi maksimalnya, sistem saraf otonom juga dibuat tidak
stabil pada tetanus.

Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini
terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan
akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra
axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang
axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf
walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel
saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal
inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory
transmitter dan menimbulkan kekakuan

2.5 Manifestasi Klinis

Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul

1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut

(trismus)

2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:

a. Otot leher

b. Ptot dada

c. Merambat ke otot perut

d. Otot lengan dan paha

e. Otot punggung, seringnya epistotonus

3. Tetanik seizures (nyeri,kontraksi otot yang kuat)

4. Iritabilitas

5. Demam

Gejala penyerta lainnya:

1. Keringat berlebih

2. Sakit menelan

a. Spasme lengan dan kaki

3. Produksi air liur

4. BAB dan BAK tidak terkontrol

5. Terganggunya pernafasan karena otot laring terserang

2.6 Klasifikasi

 Menurut Derajat Keparahan


Terdapat beberapa sistem pembagian derajat keparahan (Phillips, Dakar, Udwadia) yang
dilaporkan. Sistem yang dilaporkan oleh Ablett merupakan sistem yang paling sering
dipakai. Klasifikasi beratnya tetanus oleh Ablett :
a. Derajat I (ringan) : Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa gangguan
pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.

b. Derajat II (sedang) : Trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan
sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari
30 disfagia ringan.

c. Derajat III (berat) : Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks berkepanjangan,
frekuensi pernafasan lebih dari 40, serangan apnea, disfalgia berat dan takikardia lebih dari
120.
d. Derajat IV (sangat berat) : Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan
sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan
hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap. (Aru W. Sudoyo, 2006 : 1801)

 Berdasarkan pada temuan klinis


terdapat 4 bentuk tetanus yang telah dideskripsikan yaitu:
a. Tetanus generalisata

Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling umum dari tetanus yang
ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme generalisata. Maka inkubasi
bervariasi, tergantung pada lokasi luka dan lebih singkat pada tetanus berat, median onset
setelah trauma adalah 7 hari,15% kasus terjadi dalam 3 hari dan 10% kasus terjadi setelah
14 hari.
Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila berat disfungsi
otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan untuk membuka mulut, sering
merupakan gejala awal tetanus. Spasme otot massester menyebabkan trismus atau
“rahang terkunci”. Spasme secara progresif meluas ke otot-otot wajah yang
menyebabkan ekspresi wajah yang khas, “risus sardonicus” dan meluas ke otot-otot untuk
menelan yang menyebabkan disfalgia. Spasme ini dipicu oleh stimulus internal dan
eksternal dapat berlangsung selama beberapa menit dan dirasakan nyeri. Rigiditas otot
leher menyebabkan retraksi kepala. Rigiditas tubuh menyebabkan opistotonus dan
gangguan respirasi dengan menurunnya kelenturan dinding dada. Refleks tendon dalam
meningkat. Pasien dapat demam, walaupun banyak yang tidak, sedangkan kesadaran
tidak terpengaruh.

b. Tetanus neonatorum
Tetanus neonatorum biasanya terjadi dalam bentuk generalisata dan biasanya fatal
apabila tidak diterapi. Tetanus neonatorum terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari
ibu yang tidak diimunisasi secara adekuat terutama setelah perawatan bekas potongan tali
pusat yang tidak steril. Resiko infeksi tergantung pada panjang tali pusat, kebersihan
lingkungan dan kebersihan saat mengikat dan memotong umbilikus. Onset biasanya
dalam 2 minggu pertama kehidupan. Rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas dan spasme
merupakan gambaran khas tetanus neonatorum. Diantara neonatonus yang terinfeksi,
90% meninggal dan retardasi mental terjadi pada yang bertahan hidup.

c. Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk yang jarang dimana manifestasi klinisnya terbatas
hanya pada otot-otot disekitar luka. Kelemahan otot dapat terjadi akibat peran toksin pada
tempat hubungan neuromuskuler. Gejala-gejalanya bersifat ringan dan dapat bertahan
sampai berbulan- bulan. Progresif ke tetanus generalisata dapat terjadi. Namun
demikian secara umum prognosisnya baik.

d. Tetanus sefalik

Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang terjadi setelah
trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya 1-2 hari. Dijumpai trismus dan
disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang tersering adalah saraf ke-7. Disfagia dan
paralisis otot ekstraokular dapat terjadi. Mortalitasnya tinggi. (Aru W. Sudoyo, 2006 :
1799)

2.6 Komplikasi

a. Patah tulang (Fraktur)


Kejang otot berulang-ulang dan kejang-kejang yang disebabkan oleh infeksi tetanus dapat
menyebabkan patah tulang belakang,dan juga di tulang lainnya. Patah tulang kadang-
kadang dapat menyebabkan kondisi yang disebut myositis circumscripta ossoficant, yang
mana tulang mulai terbentuk dalam jaringan lunak, sering di sekitar sendi.
b. Aspirasi pneumonia
Jika memiliki infeksi tetanus, rigiditas otot dapat membuat batuk dan menelan sulir. Hal ini
dapat menyebabkan pneumonia aspirasi untuk berkembang. Aspirasi pneumonia terjadi
sebagai akibat menghirup sekresi atau isi perut, yang dapat menyebabkan infeksi saluran
pernafasan bawah.
c. Atelektasis karena obstruksi oleh secret. Hal ini dapat terjadi karena seseorang dengan
tetanus akan mengalami trismus (mulut terkunci) sehingga klien tidak dapat
mengeluarkan sekret yang menumpuk di tenggorokan ataupun menelannya.
d. Gagal ginjal akut
Kejang otot parah yang berhubungan dengan infeksi tetanus dapat menyebabkan kondisi
yang dikenal sebangai rhabdomyolysis. Rhabdomyolysis adalah tempat otot rangka dengan
cepat hancur, sehingga mioglobin (protein otot) bocor ke dalamurin. Hal ini dapat
menyebabkan gagal ginjal akut

2.7 Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan Umum

Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,
mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan
tersebut dapat diperinci sbb :

a. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: membersihkan luka, irigasi


luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka
serta kompres dengan H202, dalam hal ini penatalaksanaan, terhadap luka tersebut
dilakukan 1-2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.

b. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut
dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
c. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita

d. Pemberian oksigen bila terjadi dispnea, asfiksia dan sianosis, pernafasan buatan dan
tracheostomi bila perlu.
e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

f. Hiperbarik, diberikan oksigen murni pada tekanan 5 atm

 Obat-obatan

1. Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus
pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secara IM
diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan
preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2
gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat
digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk
toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad
spektrum dapat dilakukan.
2. Antitoksin

Antitoksin yang dapat digunakan yaitu Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan
dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara
intravena karena TIG mengandung "anti-complementary aggregates of globulin", yang
mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan
untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U,
dengan cara pemberiannya adalah: 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200cc
cairan NaCl fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan
dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM
pada daerah pada sebelah luar.
3. Tetanus Toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan pemberian
antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian
dilakukan secara IM. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap
tetanus selesai.
4. Antikonvulsan

Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat,
muscular dan laryngeal spasm beserta komplikasinya. Dengan penggunaan obat-obatan
sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan

2.8.1 Pengkajian
a. Identitas pasien

Meliputi nama, umur, usia, jenis kelamin, agama, suku, alamat, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk rumah sakit, dan No. RM

Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum perna medapatkan
imunisasi DPT dan pada umumnya terdapat pada anak dari keuarga yang belum mengerti
pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan seperti kebersihan lingkungan dan
perorangan.
b. Identitas penanggung jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, alamat, dan hubungan
dengan pasien.

c. Status kesehatan saat ini

1) Keluhan utama

Kasus tersering alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah demim tinggi,kejang,dan penurunan tingkat kesadaran

2) Alasan masuk RS

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan denggan


toksin tetanus yang menginflamasi jaringan otak.keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,dapat terjadi letergi, tidak
responsive,dan koma

3) Riwayat penyakit sekarang

Faktor riwayat sangat penting diketahui karena untuk mengetahui predisposisi


penyebab sumber luka. Biasanya pasien tetanus sering menimbulkan kejang, dan harus
diberikan tindakan untuk menurunkan keluhan kejang tersebut

4) Riwayat penyakit dahulu

a) Riwayat penyakit sebelumnya

Penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi klien mengalami tubuh terluka dan
luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku,pecahan kaca, terkena kaleng atau
luka yang menjadi kotor: karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau
kecelakaan dan timbul luka dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga luka
bakar dan patah tulang terbuka.

b) Riwayat pengobatan

Biasanya pasien tetanus menggunakan obat-obatan diazepam sebagai terapy


spasme tetanik dan kejang tetanik.

5) Riwayat psikososial

Psikologi pasien tetanus biasanya timbul ketakutan akan kecacatan,rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandanga terhadap
dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Karena klieh harus menjalani rawat inap
maka apakah keadaan ini member dampak pada status ekonomi klien, karena biaya
perawatan dan pengobatan memerlukan dana yan tidak sedikit

6) Pemeriksaan fisik

a) Kesadaran

Kesadaran klien biasanya composmentis,pada keadaan lanjud tingkat kesadaran


klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat letergi,stupor,dan semikomatosa.

b) Tanda-tanda vital

- Tekanan darah : biasanya tekana darah pada pasien tetanus biasanya normal

- Nadi : penurunah denyut nadi

- RR : frekuensi pernapasan pada pasien tetanus meningkat karena berhubungan


dengan peningatan laju metabolism umum

- Suhu tubuh : pada pasien tetanus biasanya peningkatan suhu tubuh lenih dari
normal 38-40 c

7) Body System

a) B1 (Breath) / pengkajian organ pernafasan

Inspeksi : klien batuk,produksi sputum bgaimana, pengembangan dada


simetris, penggunaan otot bantu pernafasan (+), pernafasan caping
hidung (-), irama nafas cepat (takipnea), RR diatas batas normal
(>16-20 x/menit). Klien dengan tetanus akan mengalami
peningkatan RR akibat suplai O2 ke jaringan untuk memenuhi
kebutuhan tubuh tidak adekuat, sehingga klien akan melakukan
upaya kompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernafasan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh

Palpasi : tidak teraba massa atau benjolan di daerah dada, vocal fremitus
teraba jelas di lapang paru kanan-kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru : ICS ke-1 hingga ICS ke-6 di seluruh
lobus paru

Auskultasi : ada bunyi napas tambahanronchi di akhir pernafasan sebagai


komplikasi dari tetanus akibat kemampuan batuk klien menurun

b) B2 (Blood) / jantung dan pembuluh darah

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan shoy hipovelemik yang sering


terjadi pada klien tetanus. TD biasanya normal, peningkatan heart rate, adanya
anemis karena adanya hancurnya eritrosit

c) B3 (Brain) / kesadaran dan fungsi sensori

- Kesadaran Klien Biasanya kompos Mentis. Pada keadaan lajut tingkat


kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS
sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
monitoring pemberian asuhan.

- Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktifitas motorik yang pada
klien tetanus tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan

- Pemeriksaan saraf kranal

 Saraf I,biasanya pada pasien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan
 Saraf II tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal

 Saraf III,IV,VI dengan alasan yang tidak diketahui, klien tetanus mengeluh
mengalami fotpfebia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.

 Saraf V, reflex masester meningkat. Mulut mencucu seperti mulut ikan


(ini adalah gejala khas pada tetanus)

 Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris

 Saraf VIII tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi

 Saraf IX dan X. kemampuan menelah kurang baik, kesukaran membuka


mulut (trismus)

 Saraf XI didapatkan kaku kuduk, ketegagan ototrahang dan leher


(mendadak)

 Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
pasikulasi, indra pengecapan normal

- Kekuatan otot

Kekuatan otot menurun,kontrol keseimbangan dan kordinasi pada tetanus


tahap lanjut mengalami perubahan

- Gerakan involunter

Pada keadaan tertentu klien mengalami kejang umum, terutama pada anak
yang tetanus disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi

d) B4 (Bledder) / uroligi atau saluran kemih

Adanya retensi urine karena kejang. Pada klien yang sering kejang sebaiknya
pengeluaran urine dengan menggunakan kateter

e) B5 (Bowel) / pencernaan

Biasanya terjadi mual mintah, pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun
karena anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut ( perut papan ) merupakan
tanda khas dari tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan kesulitan BAB

f) B6 (Bone) / musculoskeletal atau sistem tubuh

Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan menurunkan


aktivitas sehari-hari. Perlu di kaji apabila klien mengalami patah tulang terbuka
yang memungkinkan menjadi port de entrée kuman Clostridium tetani, sehingga
memerlukan perawatanlika yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko
fraktur pertibra pada bayi, ketegangan dan spasme otot pada abdomen
2.8.2 Diagnosa yang mungkin muncul
1) Hipetermia berhubungan dengan proses penyakit (PPNI-SDKI,HAL.284-D.0130)
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis. (PPNI-SDKI-HAL172-
D.0077)

2.8.3 Intervensi

NO DIAGNOSA INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


KEPERAWATAN
a. Observasi
1 Intervensi utama ( halm : 468)
 Manejemen hipertemia -untuk mengetahui
Hipertermi
penyebab hipertermi
berhubungan ( halm : 181)
dengan proses a. Observasi -untuk memantau keadaan
penyakit( hal : - Identifikasi penyebab suhu tubuh paien
284 ) hipertemia
-untuk mengetahui adanya
- Monitor suhu tubuh
ketidakseimbangan
- Monitor kadar
elektrolit ditubuh
elektrolit
- Monitor pengeluaran -melihat perubahan pola

urine eliminasi klien

- Monitor komplikasi -mengetahui adanya


akibat hipertemia komolikasi dari hipertermi
b. Terapeutik
b. terapeutik
- Sediakan lingkungan
yang dingin -irigasi pendingin

- Longgarkan atau pemajanan permukaan kulit

lepeskan pakaian keudara mungkin untuk

- Basahi dan kipasi menurunkan suhu

permukaan tubuh - proses konveksi akan


- Berikan cairan oral terhalang oleh pakaian yang
- Lakukan pendinginan ketat dan tidak menyerap
eksternal keringat
- Hindari pemberian
-mempercepat dalam
aspirin
penurunan produksi panas
- Berikan oksigen,jika
perlu - mencegah terjadinya
c. Edukasi dehidrasi
- Anjurkan klien baring
-membantu menurunkan
d. Kolaborasi pemberian
suhu tubuh
cairan dan elektrolit
intravena,jia perlu -aspirin dapat menimbulkan
sakit maag

-memberikan tambahan
oksigen
c. Edukasi
-meminimalisir produksi
panas yang diproduksi
oleh tubuh
d.–membantu dalam
penurunan panas
a. Observasi
2 Intervensi utama : ( halm : 485 )
- Untuk mengetahui
Nyeri akut  Manejemen nyeri ( halm :
penyebab nyeri dan
berhubungan 201 )
manajemennya.
dengan agen a. Observasi
- Membantu dalam
cedera fisik ( hal : - Identifikasi lokasi,
menentukan intervensi.
172 ) karakteristik ,durasi,
- Untuk mengetahui
frekuensi,kualitas,inte
seberapa beratnya nyeri
nsitas nyeri
yang dirasakan klien.
- Identifikasi skala nyeri
- Agar supaya klien
- Identifikasi respon
memahami tentang
nyeri non verbal
nyeri.
- Identifikasi
- Untuk mencegah
pengetahuan dan
terjadinya
keyakinan tentang
kesalahpahaman
nyeri
mengenai dengan
- Identifikasi pengaruh
budaya.
budaya terhadap
- Agar klien lebih
respon nyeri
memperhatikan
- Identifikasi pengaruh kesehatannya.
nyeri pada kualitas - Untuk mengetahui
hidup perkembangan klien.
- Monitor keberhasilan - Untuk mencegah
terapi komplementer terjadinya alegi pada
yang sudah diberikan klien.
- Monitor efek samping
penggunaan anelgetik b.Terapeutik
b. Terapeutik - Untuk mengetahui
- Berikan teknik seberapa jauh klien
nonfarmakologis mengontrol rasa nyeri.
untuk mengurangi rasa - Agar supaya klien
nyeri memahami dan berhati-

- Kontrol lingkungan hati dalam melakukan

yang memperberat kegiatannya.

rasa nyeri - Membuat klien bisa

- Fasilitasi istirahat dan beristirahat.

tidur c. Edukasi

c. edukasi - Agar klien mampu


memonitor nyerinya
- Anjurkan memonitor
secara mandiri
nyeri secara mandiri.
d. Untuk mengurangi rasa
- Anjurkan
nyeri yang dirasakan
menggunakan
klien.
analgetik secara tepat.

d. Kaloborasi pemberian
analgetik jika perlu

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Tetanus adalah gangguan neorologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan
spasme yang disebabkan oleh tetanos pasmin yaitu suatu toksin protein yang kuat yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2007).
Tetanus merupakan penyakit yang akut dan seringkali fatal, penyakit ini disebabkan
oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit menyerang sistem saraf
pusat yang terintoksikasi oleh Clostridium tetani, suatu kuman basil gram positif yang
memproduksi neurotoksin spesifik. Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos, yang
diambil dari kata teinein yang berarti teregang. Tetanus dikarakteristikkan dengan kekakuan
umum dan kejang kompulsif pada otot-otot rangka. Kekakuan otot biasanya dimulai pada
rahang (lockjaw) dan leher dan kemudian menjadi umum. Penyakit ini merupakan penyakit
yang serius, namun dapat dicegah kejadiannya pada manusia (Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, 2007).
3.2 Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Kami berharap
para pembaca memberikan saran dan kritik kepada penulis untuk memperbaiki makalah
selanjutnya, semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada
umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
ZZ

You might also like