Professional Documents
Culture Documents
Ekonomi Islam
Ekonomi Islam
Para ulama, khususnya yang berfaham ahlusunnah wal jama’ah bersepakat bahwa
sumber hukum dalam islam adalah Al Qur’an, as-Sunnah, ijma’ dan qiyas. Menurut Khallaf
(1996) selain bersepakat dalam menetapkan Al Qur’an, As-Sunnah, ijma’ dan qiyas sebagai
sumber hukum , jumhur ulama juga bersepakat mengenai penggunaan dalil tersebu secara
kronlogis, dengan susunan seperti tersebut di atas.
Dasar penggunaan lima dalil tersebut terdapat dalam Al Qur’an dan Al Hadits.
Landasan dalam Al Qur’an terdapat dalam surat An Nisa ayat 59, yaitu : “ Hai orang orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-Nya, dan ulil Amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah ( Al
Qur’an ) dan rasul ( as-Sunnah ) , jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian , yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Dalil dalam Al Hadits, yaitu berdasarkan riwayat tentang kisah pembicaraan Nabi dan
Muadz bin jabbal sewaktu diangkat menjadi gubernur Yaman , Rasulullah bersabda,
“Bagaimana caranya kamu memutus masalah apabila kepadamu dihadapkan suatu perkara? “
Muadz menjawab , “saya akan memutuskan berdasarkan apa yang terdapat dalam Al
Qur’an”. Nabi bertanya lagi “ jika kamu tidak menemukan pemecahannya dalam Al-Qur’an?
“ Muadz menjawab, “saya memutuskan berdasarkan apa yang saya temukan dalam as-
Sunnah “.
AL QUR’AN
1. Wahyu (surat) yang turun di Mekkah disebut juga Makiyyah. Pada umumnya
berisi persoalan persoalan keyakinan ( aqidah), dan hubungan manusia dengan
khaliqnya (Allah). Ayat ayat yang berkaitan hukum syariah belum banyak turun
dalam periode ini.
2. Wahyu (surat) yang turun di Madinah disebut juga Madaniyyah. Pada umumnya
berisi persoalan persoalan hubungan kemanusiaan seperti akhlak, muamalah, dan
muasyarah.
2 . Fungsinya Al - Qur’an
Dilihat dari isinya, Al – Qur’an mempunyai berbagai fungsi (multifungsi), namun dari
fungsi fungsi tersebut dapat dirangkum menjadi dua fungsi (Syarifuddin. 1997). Pertama,
sebagai “rahmat” yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia bila mereka menerima dan
mengamalkan keseluruhan isi Al-Qur’an , maka akan menapatkan kehidupan yang bahagia di
dunia dan kesenangan hidup di akhirat.
Kedua, sebagai “hudan” atau petunjuk. Kata petunjuk ini mengandung arti luas. Ia
dapat berarti petunjuk bagi manusia untuk mengenal rasul dan membuktikan kebenaran serta
sekaligus menjadi tanda atau identitas kerasulan. Juga menjadi petunjuk akan kebenaran
rasul, karena dalam Al - Qur’an terdapat daya mukjizat yang menunjukkan bahwa pembawa
Al-qur’an itu adalah betul betul seorang Rasul . Al Qur’an itu bukan ciptaannya sendiri, tetapi
ciptaan Allah, sedangkan Rasul hanya menyampaikan firman Allah tersebut.
3 . Kandungan Al Qur’an
Kedudukan Al Qur’an Sebagai Sumber utama dan pertama bagi penetapan hukum,
maka apabila seseorang ingin menemukan hukum untuk menjadi suatu kejadian, maka
tindakan pertama yang harus ia lakukan adalah mencari penyelesaiannya dari Al – Qur’an.
Selama hukumnya dapat diselesakan dengan Al- Qur’an, maka ia tidak boleh mencari
jawaban lain di luar Al- Qur’an .
Demikian juga sebagai dengan kedudukan Al- Qur’an sebagai sumber utama atau
pokok hukum islam, Berarti Al Qur’an itu menjadi sumber dari segala sumber hukum. Oleh
karena itu, jika akan menggunakan sumber hukum lain di luar Al – Qur’an maka harus sesuai
dengan petunjuk al Qur’an dan tdak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al
Qur’an. Hal ini berarti bahwa sumber sumber hukum selain Al Qur’an tidak bleh menyalahi
apa pun yang telah ditetapkan Al Qur’an .
AS SUNNAH
1. Pengertian As Sunnah
2. Macam As Sunnah
Sunnah menurut pemahaman ulama ushul fiqih dibagi menjadi tiga macam :
a. Sunnah Qauliyah, adalah ucapan lisan Nabi Muhammad SAW yang di dengar
dan dinukilkan oleh sahabatnya, namun yang diucapkan Nabi itu bukan wahyu
Al-Qur’an. Al Qur’an juga lahir dari lisan nabi SAW yang juga didengar oleh
sahabat r.a dan disiarkan kepada orang lain sehingga kemudian diketahui
orang banyak.
b. Sunnah Fi’liyah, adalah semua perbuatan dan tingkah laku Nabi SAW yang
dilihat, diperhatikan oleh sahabat radhiallahu anhum. Kemudian
disebarluaskan oleh orang yang mengetahuinya.
c. Sunnah Taqririyah, yaitu apabila seseorang sahabat r.a melakukan sesuatu
operbuatan atau mengemukakan suatu ucapan di hadapan nabi atau pada masa
nabi, dimana Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan Nabi
mendiamkannya atau tidak menyanggahnya. Dengan bahasa lain diamnya nabi
SAW berarti menyetujui perbuatannya.
Ijma’ adalah suatu prinsip penetapan hukum yang muncul sebagai akibat dari
penalaran yang dilakukan atas suatu peristiwa hukum yang berkembang dengan
cepat akibat perubahan fenomena masyarakat. Sehingga , suatu masyarakat islam
yang tetap ingin mengikuti perkembangan dunia modern harus memberikan
bentuk atau landasan hukum kepada ijma’ . Namun demikian kedudukan dan
kehujjahan ijma’ menurut pendapat para ulama, bahwa ijma’ tersebut terletak di
bawah deretan Al Qur’an dan As Sunnah, dan ijma’ tidak boleh menyalahi nash
yang qath’i.
2. Jenis Ijma’
Jenis ijma’ antara lain:
1. Ijma Bayani
Ijma bayani suatu pendapatan dari para ahli hukum (fikih) yang mengeluarkan
pendapatannya untuk menentukan suatu masalah. Semua pendapat ini sama atau
disepakati (ijmali). Ijma ini dilakukan dengan itjihad, yaitu berpikir sungguh
sungguh dengan menggunakan intelektual atau akal. Hal ini dilakukan dengan
cara mempelajari sumber hukum islam yang asli (murni), yaitu Al Qur’an dan
hadits rasul kemudian mengalirkan garis hukum baru, daripadanya (Ramulyo,
2004).
2. Ijma’ Sukuti
Ijma Sukuti adalah suatu pendapat dari seorang atau beberapa para ahli
hukum, tetapi ahli ahli hukum lainnya tidak membantah (Ramulyo , 2004).
Misalnya semasa hidpnya Nabi Muhammad SAW melakukan shalat tarawih
sebanyak delapan rakaat, di zaman Umar r.a menjadi 2o rakaat dan para sahabat
tidak membantah, maka shalat tarawih dengan ijma sukuti.
QIYAS
1. Pengertian Qiyas
Pengertian Qiyas menurut bahasa berarti mengukur dan menyamakan sesuatu
hal dengan hal lain yang sudah ada. Sedangkan secara istilah, qiyas artinya
menyamakan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketentuann hukumnya dalam
Al Qur’an dan Al Hadits karena adanya persamaan penyebab. Misalnya dalam Al
Qur’an tidak disebutkan hkum menggunakan narkoba ( narkotika dan obat obat
terlarang ), tetapi hal tersebut haram karena disamakan dengan kharm. Sedangkan
qiyas, menurut mannan (1993) adalah memperluas hukum hukum ayat kepada
persoalan yang tidak ternasuk dalam bidang syarat syaratnya.