You are on page 1of 108

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN NANOEMULSI GEL

VITAMIN E (ALFA TOKOFEROL) SEBAGAI


SKIN ANTI-AGING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universita
s Sumatera Utara

OLEH:
NITA TIRMIARA
NIM 131501125

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN NANOEMULSI GEL
VITAMIN E (ALFA TOKOFEROL) SEBAGAI
SKIN ANTI-AGING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
i salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Fa
OLEH:
NITA TIRMIARA
NIM 131501125

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

2
Universitas Sumatera Utara
3
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Pujidan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia kepada penulis, sehingga dapat meyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul “Formulasi dan Evaluasi Sediaan Nanoemulsi Gel Vitamin E (Alfa

Tokoferol) sebagai Skin Anti-Aging”.Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Vitamin E (alfa tokoferol) merupakan salah satu antioksidan yang dapat

membantu tubuh melawan radikal bebas. Vitamin E memiliki banyak manfaat

untuk kulit, salah satunya yaitu membantu melembabkan kulit. Untuk

memudahkan pengaplikasiannya dibutuhkan sistem penghantaran yang efektif

yaitu dalam bentuk sediaan nanoemulsi gel. Penelitian ini bertujuan untuk

memformulasikan vitamin E dalam sediaan nanoemulsi gel dan mengetahui

stabilitas sediaan selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar serta untuk

mengetahui aktivitas anti-aging sediaan nanoemulsi gel Vitamin E. Hasil yang

diperoleh yaitu vitamin E dapat diformulasikan sebagai sediaan nanoemulsi gel

dan stabil selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar serta memiliki

aktivitas anti-aging yang lebih baik. Diharapkan sediaan nanoemulsi gel ini dapat

dijadikan sebagai alternatif dalam formulasi sediaan farmasi lainnya.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Anayanti Arianto, M.Si.,

Apt., dan BapakProf. Dr. Hakim Bangun, Apt., selaku dosen pembimbing yang

telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan skripsi ini berlangsung.

iv
Universitas Sumatera Utara
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Nazliniwaty,

M.Si., Apt. dan Ibu Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah

memberikanmasukan dalampenyusunan skripsi ini dan kepada Prof. Dr. Masfria,

M.S.,Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan serta Bapak dan Ibu

staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama

perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan

tak terhingga kepada keluarga tercinta, Ayahanda Alm. Drs. Musran, M.Kes.,

Apt., Ibunda Arina, S.Pd dan Abangda Dian Musara, S.Farm., Apt serta adik -

adikku Fakhri Temasmi, Baihaqi Bayakku, dan Ipak Sinantin yang tiada hentinya

mendoakan, memberikan semangat, dukungan dan berkorban dengan tulus ikhlas

bagi kesuksesan penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mifza

Wahyu Perdana, sahabat-sahabatku Senoca (Ulva, Utria, Rahmadiah, Fani, Adel,

Nanda), sahabat seperjuangan penelitian, sahabat Aslab. Farmasetika Dasar dan

Nurul Anisha Hakim serta teman-teman STF stambuk 2013 yang selalu

membantu dan tiada hentinya memberikandoronganselama penulis melakukan

penelitian.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Medan, 7 Desember 2017


Penulis,

Nita Tirmiara
NIM 131501125

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Nita Tirmiara
Nomor Induk Mahasiswa : 131501125
Program Studi : S-1 Reguler
Judul Skripsi : Formulasi dan Evaluasi Sediaan Nanoemulsi Gel
Vitamin E (Alfa Tokoferol) sebagai Sediaan Skin
Anti-aging

dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dan hasil
pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan orang lain untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena
kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi
ini ditemukan plagiat akibat kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima
sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat
digunakan jika diperlukan sebagai mana mestinya.

Medan, 22 Desember 2017


Yang Membuat Pernyataan

Nita Tirmiara
NIM 131501125

vi
Universitas Sumatera Utara
FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN NANOEMULSI GEL
VITAMIN E (ALFA TOKOFEROL) SEBAGAI
SKIN ANTI-AGING

ABSTRAK

Latar belakang:Saat ini penggunaan sediaan skin anti-agingpada produk


kosmetika dalam bentuk krim, lotion, emulsi dan gel banyak ditemukan di
pasaran, maka perlu dikembangkan sediaanskinanti-aging dalam bentuk sediaan
nanoemulsi gel yang mengandung vitamin E(alfa tokoferol). Nanoemulsi gel
sangat bermanfaat dalam pemakaian karena memiliki kestabilan yang tinggi
dengan ukuran partikel yang kecil.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan vitamin E (alfa
tokoferol) dalam sediaan nanoemulsi gel dan mengetahui stabilitas sediaan selama
penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar serta untuk mengetahui aktivitas anti-
aging sediaan nanoemulsi gel Vitamin E dan membandingkannya dengan sediaan
emulsi gel Vitamin E.
Metode: Pembuatan nanoemulsi gel menggunakan teknik emulsifikasi spontan.
Formula pembuatan nanoemulsi gel terdiri dari variasi konsentrasi vitamin E 1%,
3%, dan 5%, minyak zaitun 5%, tween 80 36%, sorbitol 24%, dan basis gel
karbopol 940. Evaluasi stabilitas sediaan nanoemulsi gel meliputi uji sentrifugasi,
homogenitas, penentuan bobot jenis, tegangan permukaan, tipe emulsi pada awal
pembuatan. Evaluasi viskositas, pH,pengamatan organoleptis (bau, warna,
kejernihan, pemisahan fase), dan pengukuran ukuran partikel menggunakan alat
PSA (Particle Size Analyzer) selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar
dan evaluasi aktivitas anti-aging sediaan nanoemulsi gel Vitamin E 5% dan
sediaan emulsi gel Vitamin E 5% menggunakan alat Skin Analyzer.
Hasil:Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sediaan nanoemulsi gel
berwarna kuning transparan, berbau khas, stabil selama penyimpanan 12 minggu
pada suhu kamar dan ukuran partikel yang kecil 129,90 nm – 421,88 nm. Sediaan
nanoemulsi gel Vitamin E 5% memiliki ukuran partikel yang paling kecil yaitu
129,90 nm. Sedangkan sediaan emulsi gel berwarna putih susu (milky), berbau
khas tetapi setelah penyimpanan 9 minggu bau menjadi tengik dan bentuk
menjadi encer setelah penyimpanan 7 minggu dengan ukuran partikel 1.197,02
nm. Hasil aktivitas anti-aging sediaan nanoemulsi gel Vitamin E 5% lebih baik
dibandingkan sediaan emulsi gel vitamin E 5% berdasarkan pada peningkatan
kadar air, pengecilan pori, noda, dan jumlah keriput pada kulit.
Kesimpulan: Vitamin E dapat diformulasikan sebagai sediaan nanoemulsi gel
dan stabil selama penyimpanan 12 minggu. Nanoemulsi gel Vitamin E 5%
memiliki aktivitas anti-agingyang lebih baik dibandingkan dengan sediaan emulsi
gel Vitamin E 5%.

Kata kunci: Formulasi, Vitamin E, Nanoemulsi gel, Anti-aging

vii
Universitas Sumatera Utara
FORMULATION ANDEVALUATION OF VITAMIN E (ALFA
TOCOPHEROL) NANOEMULSION GEL AS
SKIN ANTI-AGING

ABSTRACT

Background:Nowadays, skinanti-agingis used as cosmetic productsuch as cream,


lotion, emulsion, and gel that can be found in the markets.Therefore, it is needed
to be develoved askinanti-agingwhich contains vitamin E (alfa tocopherol) in
form of nanoemulsion gel. It is very usefull and effective in making cosmetic
because it has a high stability with small particle size.
Purpose: The study was aimed to formulate vitamin E (alfa tocopherol) as an
active substance in nanoemulsion gel and to know stability during 12 weeks
storage at room temperature and to compare anti-aging in nanoemulsion gel from
activity with the emulsion gel using skin analyzer.
Method: The nanoemulsion gel preparation using spontaneous emulsification
technique. The formula used for nanoemulsion gel consists of 1, 3, and 5%
vitamin E (alfa tocopherol) concentrations variation, 5% Virgin olive oil, 36%
Tween 80, 24% sorbitol, and Carbopol 940. The stability evaluation of this
nanoemulsion gel consists of sentrifugation test, homogeneity test, density test,
surface tention test, emulsion type, viscosity test,pH test, organoleptic monitoring
(smell, colour, transparency, phase separation), and measurement of the particle
size using PSA (Particle Size Analyzer) for 12 weeks in a room temperature and
determining the activity comparison of anti-aging in 5% vitamin E nanoemulsion
gel and the 5% vitamin E emulsion gel.
Results: The result showed that all nanoemulsion gel were transparent yellow,
distinctive smell, stable for 12 weeks storage at room temperature and the particle
size was 129.90 – 421.88 nm. The 5% vitamin E nanoemulsions gel had smallest
average size of particle 129.90 nm. while emulsion gel were milky, has specific
smell but as long as the storage becomes rancid and the shape was dilute with the
average size of particle was 1197.02 nm. The result of the anti-aging activity in
5% itamin E nanoemulsion gel was better than the 5% vitamin E emulsion gel
based on moisture, pore, melanin, and wrinkle on skin.
Conclusion: Vitamin E (alfa tocopherol) can be formulated as nanoemulsion gel
and stable during 12 weeks. Vitamin E 5% nanoemulsion gel has better anti-aging
activity compared with the 5% vitamin E emulsion gel.

Keywords: Formulation, Vitamin E, nanoemulsion gel, anti-aging

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................ iv

SURAT PERNYATAAN ....................................................................... vi

ABSTRAK .............................................................................................. vii

ABSTRACT ............................................................................................ viii

DAFTAR ISI ........................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN. ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................ 2

1.3 Hipotesa ............................................................................. 3

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................ 3

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 4

2.1 Kulit ................................................................................... 4

2.1.1 Struktur Kulit ........................................................... 4

2.1.2 Fungsi Kulit ............................................................. 6

2.2 Penuaan Dini ...................................................................... 6

2.2.1 Perubahan pada Kulit ............................................... 7

ix
Universitas Sumatera Utara
2.3Anti-aging ........................................................................... 10

2.4 Antioksidan sebagai Bahan Aktif pada Produk Anti-Aging 11

2.5 Nanoemulsi ....................................................................... 11

2.5.1 Metode Pembentukan Nanoemulsi .......................... 13

2.5.2 Komponen Nanoemulsi .......................................... 16

2.6 Emulsi Gel ......................................................................... 17

2.7 Komponen Nanoemulsi Gel ............................................... 18

2.7.1 Vitamin E ................................................................ 18

2.7.2 Minyak Zaitun ......................................................... 19

2.7.3 Tween 80 ................................................................ 19

2.7.4 Sorbitol ................................................................... 20

2.7.5 Propil Paraben .......................................................... 21

2.7.6 Metil Paraben ........................................................... 21

2.7.7 Karbopol 940 ........................................................... 21

2.8 Skin Analyzer ..................................................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 23

3.1 Alat ..................................................................................... 23

3.2 Bahan ................................................................................. 23

2.3Sukarelawan ......................................................................... 24

3.4 Formulasi Sediaan Nanoemulsi Gel .................................. 24

3.4.1 Pembuatan Sediaan Nanoemulsi............................... 24

3.4.2 Pembuatan Basis Gel.......................................................... 26

3.4.3 Pembuatan Sediaan Nanoemulsi Gel ........................ 26

3.5 Formulasi Sediaan Emulsi Gel ........................................... 28

x
Universitas Sumatera Utara
3.6 Evaluasi Mutu terhadap Sediaan......................................... 30

3.6.1 Pengamatan Stabilitas Sediaan ................................. 30

3.6.2 Pemeriksaan Homogenitas ....................................... 30

3.6.3Pengukuran pH Sediaan ............................................ 30

3.6.4 Penentuan Bobot Jenis ...................................................... 31

3.6.5 Penentuan Viskositas ................................................ 31

3.6.6 Uji Sentrifugasi ......................................................... 31

3.6.7 Pengukuran Tegangan Permukaan ........................... 32

3.6.8 Penentuan Ukuran Partikel Nanoemulsi Gel ............ 32

3.7Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ............................... 33

3.8Pengujian Efektivitas .......................................................... 33

3.9Analisis Data ........................................................................ 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ............................................... 35

4.1 Hasil Formulasi Sediaan ..................................................... 35

4.1.1 Formulasi Nanoemulsi Gel ....................................... 35

4.1.2 Formulasi Emulsi Gel ............................................... 35

4.2Hasil Evaluasi Sediaan ......................................................... 36

4.2.1 Hasil Pengamatan Stabilitas Sediaan ........................ 36

4.2.2 Hasil Uji Sentrifugasi ............................................... 40

4.2.3 Hasil Pemeriksaan Homogenitas .............................. 40

4.2.4 Hasil Pengukuran pH Sediaan .................................. 40

4.2.5 Hasil Penentuan Tipe Emulsi Sediaan ...................... 42

4.2.6 Hasil Penentuan Bobot Jenis .................................... 43

4.2.7 Hasil Penentuan Viskositas....................................... 44

xi
Universitas Sumatera Utara
4.2.8 Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan .................. 46

4.2.9 Hasil Penentuan Ukuran Partikel Nanoemulsi Gel ... 47

4.3Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ..................... 48

4.4Hasil Penentuan Aktivitas Anti-aging terhadap sukarelawan 49

4.4.1 Kadar air (moisture) ................................................. 50

4.4.2Pori (pore) ................................................................. 54

4.4.3Noda (spot) ............................................................... 57

4.4.4Keriput (wrinkle) ...................................................... 61

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 66

5.1 Kesimpulan ......................................................................... 66

5.2 Saran ................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 67

LAMPIRAN. ........................................................................................... 71

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman

3.1 Persentase komposisi bahan dalam nanoemulsi pada penelitian


Anisha (2017) .............................................................................. 22

3.2 Persentase komposisi bahan dalam nanoemulsi yang telah


Dimodifikasi ............................................................................... 23

3.3 Presentase komposisi bahan dalam nanoemulsi gel vitamin E .. 24

3.4 Persentase komposisi bahan dalam sediaan emulsi gel .............. 26

4.1 Data pengamatan stabilitas nanoemulsi gel pada penyimpanan


12 minggu.................................................................................... 35

4.2 Data pengamatan stabilitas emulsi gel pada penyimpanan


12 minggu.................................................................................... 36

4.3 Data uji sentrifugasi nanoemulsi gel ........................................... 37

4.4 Data pengukuran pH nanoemulsi gel pada penyimpanan selama


12 minggu.................................................................................... 39

4.5 Data pengukuran pH emulsi gel pada penyimpanan selama


12 minggu.................................................................................... 39

4.6 Data pengukuran bobot jenis nanoemulsi gel dan emulsi gel .... 42

4.7 Data uji viskositas nanoemulsi gel (dalam Cp) .......................... 42

4.8 Data uji viskositas emulsi gel (dalam cP) .................................. 43

4.9 Data pengukuran tegangan permukaan nanoemulsi gel dan emulsi


Gel .............................................................................................. 44

4.10 Data penentuan distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel ......... 45

4.11 Data penentuan rata-rata ukuran partikel nanoemulsi gel ........... 45

4.12 Data uji iritasi sediaan nanoemulsi gel F3 terhadap sukarelawan 47

4.13 Data uji iritasi sediaan emulsi gel terhadap sukarelawan ........... 47

4.14 Hasil pengukuran kadar air pada kulit wajah ............................. 48

4.15 Hasil pengukuran pori pada kulit wajah ..................................... 52

xiii
Universitas Sumatera Utara
4.16 Hasil pengukuran melanin pada kulit wajah .............................. 56

4.17 Hasil pengukuran kerutan pada kulit wajah ............................... 60

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Anatomi kulit ............................................................................. 4

2.2 Struktur Vitamin E ..................................................................... 17

2.1 Rumus Bangun Tween 80 .......................................................... 18

2.2 Rumus Bangun Sorbitol ............................................................. 18

4.1 Sediaan nanoemulsi gel dan emulsi gel pada awal pembuatan ... 34

4.2 Sediaan nanoemulsi gel dan emulsi gel setelah penyimpanan


12 minggu ................................................................................... 34
4.3 Hasil sentrifugasi nanoemulsi gel dan emulsi gel ....................... 37

4.4 Hasil uji homogenitas nanoemulsi geldan emulsi gel ................ 38

4.5 Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH nanoemulsi gel ....... 39

4.6 Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH emulsi gel ............... 40

4.7 Hasil Penentuan Tipe Emulsi Sediaan ....................................... 41

4.8 Pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas nanoemulsi gel 43

4.9 Pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas emulsi gel .... 44

4.10 Pengaruh lama penyimpanan terhadap ukuran partikel nanoemulsi


Gel .............................................................................................. 46

3.11 Grafik hasil pengukuran kadar air selama 4 minggu ................. 48

3.12 Hasil Pengukuran kadar air pada alat skin analyzer ................... 50

3.13 Grafik hasil pengukuran pori selama 4 minggu ......................... 52

3.14 Hasil Pengukuran pori pada alat skin analyzer .......................... 54

3.15 Grafik hasil pengukuran noda selama 4 minggu ......................... 56

3.16 Hasil Pengukuran melanin pada alat skin analyzer .................... 50

3.17 Grafik hasil pengukuran kerutan selama 4 minggu ..................... 60

3.18 Hasil Pengukuran kerutan pada alat skin analyzer ..................... 62

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Gambar alat dan bahan ......................................................... 71

2. Bagan alir pembuatan nanoemulsi vitamin E....................... 74

3 Bagan alir pembuatan nanoemulsi gel vitamin E................. 75

4 Bagan alir pembuatan emulsi vitamin E .............................. 76

5 Bagan alir pembuatan emulsi gel vitamin E ........................ 78

6 Sertifikat analisis vitamin E ................................................. 79

7 Surat pernyataan persetujuan (informed consent) ................ 80

8 Gambar uji iritasi sediaan nanoemulsi gel dan emulsi gel


pada sukarelawan ................................................................. 81

9 Distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel vitamin E........... 82

10 Data hasil uji statistik ........................................................... 85

11 Hasil Skin Analyzer ............................................................. 89

xvi
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua merupakan akumulasi semua perubahan yang terjadi dengan

berlalunya waktu. Menjadi tua merupakan proses normal yang terjadi pada setiap

manusia, namun akan menjadi masalah apabila terjadi lebih cepat dari waktunya

atau umumnya yang disebut penuaan dini (Jaelani, 2009).

Anti-aging merupakan suatu sediaan atau produk yang berguna untuk

mencegah atau memperlambat efek penuaan sehingga terlihat segar, lebih cantik,

dan awet muda. Terapi anti-aging akan lebih baik apabila dilakukan sedini

mungkin, yakni disaat seluruh fungsi sel-sel tubuh masih sehat dan berfungsi

dengan baik (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

Vitamin E (alfa tokoferol) merupakan salah satu antioksidan yang dapat

membantu tubuh melawan radikal bebas. Vitamin E memiliki banyak manfaat

untuk kulit antara lain melindungi tubuh dan kulit dari berbagai kerusakan yang

disebabkan oleh radikal bebas, membantu melembabkan kulit, memperbaiki

elastisitas kulit, dan mengurangi munculnya keriput (Achroni, 2012). Menurut

Salvador dan Chisvert (2007), Vitamin E juga dapat membantu menghaluskan

kulit dan mengurangi kondisi kulit yang kering.

Sediaan nanoemulsi merupakan sediaan yang lebih stabil karena dengan

ukuran globul yang sangat kecil dapat mencegah terjadinya creaming,

sedimentasi, koalesens, dan membuat nanoemulsi semakin unik, mendekati

stabilitas termodinamik dan lebih menarik dalam hal penampilan fisik karena

penampilannya yang jernih dan transparan tidak seperti emulsi biasa. Selain itu

1 Universitas Sumatera Utara


nanoemulsi memiliki efektivitas yang tinggi dalam menembus stratum corneum

pada kulit juga dapat mengurangi penyebab penuaan dalam tubuh atau lebih

dikenal sebagai anti-aging (Panjaitan, 2015).

Pada penelitian sebelumnya mengenai formulasi menggunakan minyak

zaitun 5% dalam pembuatan sediaan nanoemulsi terhadap aktivitas anti-aging,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak zaitun yang diformulasi dalam

sediaan nanoemulsi ditemukan lebih efektif dari sediaan emulsi (Anisha, 2017).

Pembuatan sediaan nanoemulsi gel serupa dengan pembuatan nanoemulsi hanya

saja ditambahkan kedalamnya basis gel untuk menambah kekentalan dan

meningkatkan kenyamanan pada aplikasinya melalui kulit.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang formulasi dan evaluasi sediaan nanoemulsi gel yang mengandung vitamin

E (alfa tokoferol) sebagai sediaan anti-aging.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah vitamin E (alfa tokoferol) dapat diformulasikan dalam sediaan

nanoemulsi gel dan stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar ?

2. Apakah sediaan nanoemulsi gel yang mengandung vitamin E (alfa

tokoferol) memiliki aktivitas anti-aging ?

2 Universitas Sumatera Utara


1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka yang menjadi hipotesis

dalam penelitian ini adalah:

1. Vitamin E (alfa tokoferol) dapat diformulasikan dalam sediaan nanoemulsi

gel dan stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar.

2. Sediaan nanoemulsi gel yang mengandung vitamin E (alfa tokoferol)

memiliki aktivitas anti-aging.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah vitamin E (alfa tokoferol) dapat diformulasikan

dalam sediaan nanoemulsi gel dan stabil dalam penyimpanan pada suhu

kamar.

2. Untuk mengetahui apakah sediaan nanoemulsi gel yang mengandung

vitamin E (alfa tokoferol) memiliki aktivitas anti-aging.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

tentang aktivitas anti-aging dari sediaan nanoemulsi gel vitamin E (alfa

tokoferol) terhadap proses penuaan kulit.

3 Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta

merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis

dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh.

Kulit menyokong penampilan dan kepribadian seseorang dan menjadi ciri

berbagai tanda kehidupan (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.1 Struktur kulit

Gambar 2.1 Anatomi kulit (Burns, dkk., 2004).

Kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan hipodermis (subkutan).

Lapisan epidermis merupakan lapisan kulit sebelah luar. Lapisan epidermis terdiri

atas lima lapisan, yaitu stratum korneum (lapisan tanduk) merupakan lapisan

paling luar di permukaan kulit, stratum lusidum yang terdapat langsung di bawah

lapisan korneum, stratum granulosum terdiri atas sel-sel bergranula yang lama

kelamaan akan mati, kemudian terdorong ke atas menjadi bagian lapisan tanduk,

stratum spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar, dan stratum basale

4 Universitas Sumatera Utara


(stratum germinativum) merupakan lapisan yang mengandung sel-sel yang aktif

membelah diri untuk membentuk sel-sel kulit baru, menggantikan sel-sel mati

pada lapisan korneum dan lapisan ini terdapat pigmen melanin. Pigmen inilah

yang menentukan warna kulit seseorang dan melindungi jaringan kulit dari bahaya

sinar ultraviolet (Achroni, 2012).

Lapisan dermis merupakan lapisan kulit yang terletak di bawah lapisan

epidermis. Lapisan dermis dikenal pula sebagai kulit jangat (Achroni, 2012). Pada

lapisan ini, serabut kolagen dan elastin yang paralel membentuk struktur

penunjang pada kerangka dasar kulit. Protein tersebut berperan terhadap

kekencangan, kekenyalan, dan kelenturan kulit. Di dalam dermis juga terdapat

jaringan saraf dan sitem pembuluh darah atau kapiler yang sangat banyak.

Pembuluh darah ini akan mensuplai nutrisi penting ke sel dan membuat kulit

tampak berkilau merona (Bentley, 2006).

Lapisan hipodermis atau jaringan subkutis, terdiri atas jaringan ikat

longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar,

dengan inti terdesak dipinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel

ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh

trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi

sebagai cadangan makanan. Dilapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,

pembuluh darah, dan saluran getah bening (Wasitaatmadja, 1997).

Dari sudut kosmetik, epidermis merupakan bagian kulit yang menarik

karena kosmetik dipakai pada epidermis itu. Meskipun ada beberapa jenis

kosmetik yang digunakan sampai ke dermis, namun tetap penampilan epidermis

yang menjadi tujuan utama (Tranggono dan Latifah, 2007).

5 Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Fungsi Kulit

Fungsi kulit adalah sebagai sawar utama antara tubuh dan lingkungan

hidup yang terdiri atas berbagai macam agen, baik fisik maupun kimia seperti

tekanan, tarikan, goresan, kelembaban, panas, dingin, zat kimia, jasad renik, dan

lainnya yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan kulit. Radiasi solar

adalah agen fisik utama yang dapat membahayakan kulit kita. Kerusakan kulit

tersebut terjadi akibat adanya komponen sinar ultraviolet dari sinar matahari yang

mencapai bumi kita (Wasitaatmadja, 1997).

Ada dua macam komponen sinar ultraviolet yang mencapai bumi, yaitu

UVA (320-400 nm) dan UVB (290-320 nm). UVB merupakan komponen yang

mempunyai daya rusak tinggi pada kulit, sedangkan UVA lebih condong dapat

merusak kulit dengan bantuan fotosinsitizer kimia baik alami maupun sintesis

yang terdapat pada kulit (Wasitaatmadja, 1997).

2.2 Penuaan Dini

Penuaan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari oleh semua

makhluk hidup. Penuaan dapat terjadi pada semua bagian tubuh, mulai dari

pembuluh darah, organ tubuh serta kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). Proses

penuaan kulit yang lebih cepat dari waktunya bisa terjadi saat umur kita

memasuki usia 20–30 tahun. Pada usia muda, regenerasi kulit terjadi setiap 28 –

30 hari. Memasuki usia 50 tahun, regenerasi kulit terjadi setiap 37 hari.

Regenerasi semakin melambat seiring dengan bertambahnya usia

(Noormindhawati, 2013).

Proses penuaan dini ditandai dengan menurunnya produksi kelenjar

keringat kulit, yang lalu diikuti dengan kelembaban dan kekenyalan kulit menurun

6 Universitas Sumatera Utara


karena daya elastisitas kulit dan kemampuan kulit untuk menahan air sudah

berkurang, proses pigmentasi kulit semakin meningkat. Pada wajah biasanya

terlihat kerut/keriput, kulit kering dan kasar, bercak penuaan/pigmentasi dan

kekenyalan kulit menurun. Biasanya bukan hanya garis tawa yang merupakan

tanda alami dari penuaan yang terlihat tetapi garis-garis lain seperti di sekitar

sudut mata, kerut antara hidung dan bibir bagian atas yang disebabkan serat elastis

dalam kulit berkurang sehingga menyebabkan kulit mengendur dan melipat

menjadi kerut/keriput. Pada orang yang mengalami penuaan dini akan lebih

mudah mengidap penyakit degeneratif, kanker dan gangguan pernapasan (Ardhi,

2011).

2.2.1 Perubahan pada kulit

Wajah, pangkal leher serta punggung tangan merupakan bagian tubuh

yang paling banyak terpapar sinar matahari sehingga kulit pada bagian ini mudah

menjadi kering, kasar dan mengkerut. Perubahan yang timbul akan bervariasi

pada setiap individu. Kulit yang terus menerus terpapar sinar matahari dan dalam

jangka panjang akan menunjukkan perubahan karakteristik (Kligman, 1986).

Penuaan kulit pada orang tua (bukan karena pemaparan sinar matahari)

adalah berbeda struktur internalnya dibandingkan dengan kulit yang terkena sinar

matahari pada orang yang sama (Kligman, 1986).

a. Perubahan internal

Pada photoaging, faktor-faktor yang turut mempengaruhi adalah gaya

hidup, frekuensi dan durasi terkena sinar matahari, jenis sediaan perawatan kulit

wajah. Sedangkan pada intrinsic aging, yang mempengaruhi adalah faktor genetik

7 Universitas Sumatera Utara


dan usia (Kligman, 1986). Perubahan karakteristik dalam photoaging dan intrinsic

aging yang timbul pada epidermis dan dermis.

b. Perubahan eksternal

Selain perubahan yang tidak langsung tampak terdapat beberapa

perubahan yang jelas pada permukaan kulit (perubahan eksternal) yang meliputi:

1. Kulit Kering

Dengan bertambahnya usia, kulit akan menjadi lebih kering. Kulit kering

ini terjadi disebabkan karena penurunan secara bertahap aktivitas kelenjar

sebaseus pada seluruh permukaan kulit terutama wajah. Penurunan ini terjadi pada

wanita setelah menopause dan pada pria usia lanjut.

Kering dan kasar juga merupakan tanda umum yang dialami saat kita

mengalami penuaan dini. Ketika kulit terlalu sering terpapar matahari, kolagen

dan elastin yang berada dalam lapisan kulit akan rusak (Bogadenta, 2012).

Rusaknya kolagen dan elastin akibat paparan sinar matahari membuat kulit kering

dan kasar (Noormindhawati, 2013).

2. Pembesaran pori-pori kulit

Dengan terjadinya proses penuaan, permukaan kulit akan berubah secara

visual maupun dari dalam. Perubahan disebabkan oleh karena sebagian sel-sel

telah lambat bekerja. Kulit akan membentuk garis-garis yang halus, yang

kemudian akan menjadi lengkungan dan menyambung terus menerus dan pada

akhirnya bertambah dalam. Garis-garis dalam tersebut akan timbul ke sembarang

arah secara tidak beraturan dan menyebabkan terjadinya pembesaran pori-pori

kulit (Barel, dkk., 2009).

8 Universitas Sumatera Utara


Pembesaran pori-pori juga terkait dengan penuaan dini. Seiring dengan

bertambahnya usia, pori-pori tumbuh lebih besar karena penumpukan sel kulit

mati di sekitar pori-pori. Pembesaran pori-pori dapat dikurangi dengan

pengelupasan kulit secara teratur. Namun jika sering terkena sinar matahari secara

terus-menerus, bisa membuat pori-pori membesar, karena sel-sel kulit mati

menumpuk (Bogadenta, 2012).

3. Pigmentasi dan perubahan warna kulit

Dengan bertambahnya usia menyebabkan penurunan jumlah melanosit

pada kulit, sehingga produksi melanin mengalami penurunan yang mengakibatkan

berkurangnya fungsi kulit sebagai pelindung dari radiasi sinar matahari. Selain itu

kulit yang terkena sinar matahari akan mengalami proliferasi melanosit sehingga

timbul noda hitam pada kulit (Putra, 2012).

Terbentuknya flek hitam atau hiperpigmentasi merupakan kondisi

menggelapnya warna kulit karena terjadi penumpukan melanin yang tidak teratur

dalam sel epidermis. Melanin dihasilkan oleh melanosit di lapisan bawah kulit dan

sintesisnya akan ditingkatkan oleh adanya sinar matahari (Putra, 2012).

4. Keriput

Munculnya keriput disebabkan oleh menurunnya fungsi kolagen dan

elastin pada kulit, sehingga kulit terlihat mengendur dan kehilangan elastisitasnya.

Faktor utama terjadinya keriput sebelum waktunya adalah sinar ultraviolet.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 80 persen tanda-tanda

penuaan kulit pada orang dewasa adalah hasil akumulasi sinar ultraviolet pada

saat masa remaja, sebelum usia 18 tahun. Sinar ultraviolet dalam waktu panjang

akan menimbulkan efek kerusakan kulit, kulit mulai mengendur, merenggang dan

9 Universitas Sumatera Utara


kehilangan kemampuannya untuk kembali ke tempatnya setelah perenggangan

(Darmawan, 2013).

Keriput dapat timbul pada seluruh bagian tubuh seperti pada wajah,

terutama pada bagian dahi, area di sekitar mata serta mulut, dapat juga timbul

pada bagian leher, siku, ketiak, tangan serta kaki. Timbulnya keriput merupakan

hasil dari menurunnya kekuatan dan elastisitas kulit yang disebabkan oleh

berkurangnya kandungan air, penebalan stratum korneum, epidermis yang

membesar, perubahan jumlah kualitas dari kolagen, perubahan struktur tiga

dimensi dari dermis dan perubahan lain akibat faktor eksternal dan internal (Barel,

dkk., 2009).

2.3 Anti-aging

Anti-aging atau anti penuaan adalah bentuk sediaan atau produk yang

dapat memperlambat atau mencegah proses penuaan dini (Prianto, 2014). Dalam

hal ini, proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada kulit seperti timbulnya

keriput, kelembutan kulit berkurang, menurunnya elastisitas kulit, tekstur kulit

menjadi kasar, hiperpigmentasi, serta kulit berwarna gelap (Ardhi, 2011).

Penggunaan produk anti-aging dimaksudkan tidak hanya untuk

memperlambat proses penuaan, membersihkan, melembabkan, dan memperindah

penampilan tetapi juga dapat memperbaiki struktur dasar kulit yang rusak,

melindungi, serta mempertahankan integritas kulit (Prianto, 2014).

Fungsi dari produk anti-aging, yaitu:

1. Mensuplai antioksidan bagi jaringan kulit.

2. Menstimulasi proses regenerasi sel-sel kulit.

3. Menjaga kelembapan dan elastisitas kulit.

10 Universitas Sumatera Utara


4. Merangsang produksi kolagen dan glikosaminoglikan.

5. Melindungi kulit dari radiasi ultraviolet (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.4 Antioksidan sebagai bahan aktif pada produk skin anti-aging

Antioksidan adalah senyawa penting yang sangat bermanfaat bagi

kesehatan kulit. Zat ini berfungsi untuk menangkal radikal bebas yang dapat

merusak jaringan kulit. Radikal bebas juga disinyalir sebagai penyebab penuaan

dini pada kulit, karena serangan radikal bebas pada jaringan dapat merusak asam

lemak dan menghilangkan elastisitas, sehingga kulit menjadi kering dan keriput.

Antioksidan berperan aktif menetralkan radikal bebas. Oleh karena itu, produk-

produk perawatan kulit selalu mengandung senyawa antioksidan sebagai salah

satu bahan aktif. Termasuk produk-produk anti-aging, yang juga mengandalkan

antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang menjadi

salah satu faktor penyebab penuaan dini (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang dapat membantu tubuh

melawan radikal bebas. Vitamin E memiliki banyak manfaat untuk kulit antara

lain, melindungi tubuh dan kulit dari berbagai kerusakan yang disebabkan oleh

radikal bebas, membantu melembabkan kulit, memperbaiki elastisitas kulit, dan

mengurangi munculnya keriput (Achroni, 2012). Vitamin E juga disebut dengan

vitamin pelindung dan digunakan dalam industri kosmetika sebagai antioksidan

untuk kulit ataupun formulasi. Vitamin E juga dapat membantu menghaluskan

kulit dan mengurangi kondisi kulit yang kering (Salvador dan Chisvert, 2007).

2.5 Nanoemulsi

Nanoemulsi adalah sistem emulsi yang transparan, tembus cahaya dan

merupakan dispersi minyak air yang distabilkan oleh lapisan film dari surfaktan

11 Universitas Sumatera Utara


atau molekul surfaktan yang memiliki ukuran droplet 50-500 nm (Shakeel et al.,

2008). Nanoemulsi memiliki bentuk fisik yang transparan atau translucent.

Nanoemulsi memiliki beberapa keuntungan antara lain memiliki luas permukaan

yang lebih besar dan bebas energi. Nanoemulsi tidak menunjukkan masalah dalam

ketidakstabilan seperti pada makroemulsi yaitu creaming, flokulasi, koalesens,

dan sedimentasi. Nanoemulsi juga dapat dibentuk dengan formulasi yang

bervariasi seperti krim, gel cairan, spray, foam. Selain itu, nanoemulsi juga tidak

toksik, dan tidak mengiritasi, oleh karena itu dapat diaplikasikan dengan mudah

melalui kulit maupun membran mukosa (Shah, et al., 2010). Nanoemulsi juga

dapat meningkatkan absorbsi, meningkatkan bioavailabilitas obat, membantu

mensolubilisasikan zat aktif yang bersifat hidrofob, serta memiliki efisiensi dan

penetrasi yang cepat pada sebagian obat (Devarjan dan Ravichandran, 2011).

Jenis dan konsentrasi surfaktan dalam fase air dipilih untuk memberikan

stabilitas yang baik untuk mencegah koalesen. Surfaktan non ionik umumnya

digunakan karena memiliki toksisitas yang rendah dibandingkan dengan surfaktan

ionik. Penggunaan surfaktan saja tidak cukup untuk mengurangi tegangan

antarmuka antara minyak-air, sehingga perlu kosurfaktan untuk membantu

menurunkan tegangan antamuka. Kosurfaktan juga dapat meningkatkan mobilitas

ekor hidrokarbon sehingga penetrasi minyak pada bagian ekor menjadi lebih besar

(Gupta, et al., 2010).

Pembentukan nanoemulsi memerlukan pemasukkan energi. Energi

tersebut diperoleh dari peralatan mekanik ataupun potensi kimiawi yang terdapat

dalam komponen (Solans, 2005). Menurut Gupta, et al., (2010), emulsi akan

terbentuk secara spontan pada penambahan minyak dan surfaktan ke dalam air

12 Universitas Sumatera Utara


karena tegangan antar muka yang rendah akibat jumlah surfaktan yang besar.

Sistem yang terbentuk secara spontan merupakan sistem yang stabil secara

termodinamika.

2.5.1 Metode pembentukan nanoemulsi

Pada beberapa kasus, pembuatan nanoemulsi membutuhkan aplikasi

teknik khusus. Nanoemulsi ini dapat dibuat dengan teknis mekanikal yang

berbeda. Salah satu metode pembuatan nanoemulsi adalah teknik energi tinggi

seperti ultrasonikasi, mikrofluidisasi, dan homogenizer bertekanan tinggi.

Pembuatan nanoemulsi dengan energi tinggi ini bergantung pada pembentukan

ukuran globul yang kecil dengan adanya surfaktan atau campuran surfaktan

dengan masukan energi yang tinggi. Selama pembuatan, beberapa parameter

seperti tekanan homogenizer, jumlah siklus homogenizer, dan suhu homogenizer

dapat berubah yang nantinya akan mempengaruhi ukuran globul nanoemulsi yang

sangat penting dalam stabilitas fisik sistem tersebut (Gupta, et al., 2010).

Proses pembuatan suatu nanoemulsi membutuhkan energi eksternal untuk

dapat menyatukan semua bahan menjadi suatu sistem dispersi koloid

(McClements, 2012). Metode pembuatan nano krim terdiri dari metode

emulsifikasi energi tinggi dan metode emulsifikasi energi rendah. Metode

emulsifikasi energi tinggi meliputi high-shear stirring, emulsifikasi ultrasonik,

homogenisasi bertekanan tinggi, mikrofluidisasi, dan emulsifikasi membran.

Sedangkan metode emulsifikasi energi rendah meliputi metode phase inversion

temperature (PIT), emulsion inversion point (EIP), dan emulsifikasi spontan

(Koroleva dan Yurtov, 2012)

13 Universitas Sumatera Utara


1) Metode emulsifikasi energi tinggi

Pembuatan nanoemulsi menggunakan metode emulsifikasi energi tinggi

memerlukan konsumsi energi yang tinggi untuk pembentukan dispersi, terutama

jika nanoemulsi yang dibuat memiliki viskositas yang tinggi. Ukuran droplet yang

terbentuk bergantung pada jumlah surfaktan yang digunakan karena surfaktan

adalah bahan yang berfungsi untuk menurunkan tegangan antar muka fase dispersi

agar dapat terdispersi dalam medium dispersi, kurangnya surfaktan akan membuat

ukuran droplet menjadi lebih besar karena terjadinya koalesens (Gupta et al.,

2010).

a. High-shear stirring

Alat yang digunakan dalam high-shear stirring adalah alat yang memiliki

sistem rotor-stator, salah satunya adalah mixer. Penurunan ukuran droplet terjadi

seiring dengan peningkatan intensitas pengadukan (mixing). Ketika media emulsi

yang akan dibuat sangat kental, efisiensi dari sistem high-shear stirring akan

menurun dan ukuran droplet emulsi yang dihasilkan dapat mencapai lebih dari

satu micrometer (Koroleva dan Yurtov, 2012).

b. Emulsifikasi ultrasonik

Pembentukan droplet berukuran nanometer terjadi melalui proses sonikasi.

Pada proses sonikasi terjadi pembentukan gelembung udara dari aliran

nanoemulsi (kavitasi) akibat dari pelepasan sejumlah energi secara lokal (Gupta,

et al., 2010).

c. Homogenisasi bertekanan tinggi

Sistem ini merupakan sistem yang paling sering digunakan dalam

membuat emulsi yang memiliki viskositas rendah hingga sedang. Pembentukan

14 Universitas Sumatera Utara


droplet terjadi karena adanya shear forces, turbulensi, dan kavitasi. Hal yang

mempengaruhi besar ukuran droplet tergantung dari desain alat, viskositas, dan

tekanan yang dihasilkan oleh alat (Gadhave, 2014).

d. Mikrofluidisasi

Mekanisme emulsifikasi pada sistem ini terjadi karena adanya tumbukan

antar cairan yang tidak saling campur di dalam microchannels yang bertekanan

tinggi (Gupta, et al., 2010)

e. Emulsifikasi membran

Pada sistem ini, pembentukan droplet terjadi dengan cara ekstrusi atau

pendorongan keluar fase dispersi melalui pori atau microchannels pada membran.

Ukuran droplet yang terbentuk bergantung pada ukuran pori yang terdapat pada

membran (Schultz, et al., 2004).

2) Metode emulsifikasi energi rendah

Teknologi emulsifikasi energi rendah berdasar pada inversi fase pada

emulsi yang terjadi karena adanya perubahan komposisi dan suhu (Koroleva dan

Yurtov, 2012).

a. Phase inversion temperatur (PIT)

Metode emulsifikasi PIT bergantung pada sifat surfaktan yang digunakan.

Surfaktan yang digunakan biasanya adalah surfaktan nonionik ethoxylated yang

dapat merubah afinitas air dan minyak berdasarkan suhu. Surfaktan nonionik

ethoxylated akan bersifat lipofob (larut dalam air) di suhu rendah karena adanya

hidrasi dari gugus polar, dan akan membentuk lapisan Monolayer dan

menghasilkan emulsi O/W. Peningkatan suhu akan membuat gugus ehoxylated

15 Universitas Sumatera Utara


pada surfaktan berubah menjadi bersifat lipofil, dan akan membentuk emulsi

dengan jenis W/O (Gadhave, 2014).

b. Emulsion inversion point (EIP)

Pada metode ini proses emulsifikasi bergantung pada perubahan substansi

yang memicu terjadinya perubahan nilai HLB pada sistem pada suhu yang tetap.

Metode EIP juga sering disebut dengan metode phase inversion composition

(PIC) atau terkadang disebut dengan metode titrasi. Nanoemulsi O/W akan

terbentuk ketika jumlah air yang ditambahkan telah melebihi batas titik perubahan

tipe nanoemulsi (Koroleva dan Yurtov, 2012).

c. Nanoemulsifikasi spontan

Nanoemulsifikasi spontan terjadi dengan melakukan pengadukan

berkelanjutan terhadap fase minyak yang telah bercampur dengan surfaktan ke

dalam fase air (Gullota, et al., 2014).

2.5.2 Komponen nanoemulsi

Umumnya sediaan nanoemulsi memiliki komponen yang digunakan

seperti minyak, surfaktan, dan kosurfaktan. Pemilihan eksipien dalam nanoemulsi

tidak boleh mengiritasi dan sensitif terhadap kulit khususnya. Minyak merupakan

komponen penting dalam formulasi nanoemulsi karena dapat melarutkan bahan

aktif lipofilik. Surfaktan non ionik umumnya digunakan karena memiliki

toksisitas yang rendah dibandingkan dengan surfaktan ionik. Dalam kebanyakan

kasus, penggunaan surfaktan saja tidak cukup mampu mengurangi tegangan antar

muka antara minyak dengan air, sehingga dibutuhkan kosurfaktan untuk

membantu menurunkan tegangan antar muka. Penambahan kosurfaktan selain

dapat menurunkan tegangan antar muka minyak dengan air, juga dapat

16 Universitas Sumatera Utara


meningkatkan fluiditas pada antar muka sehingga dapat meningkatkan entropi

sistem. Kosurfaktan juga dapat meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon

sehingga penetrasi minyak pada bagian ekor menjadi lebih besar (Gupta et al,

2010).

Konsep HLB (Hydrophilic-Lypophilic Balance) ditemukan oleh Griffin

untuk surfaktan non-ionik. Griffin menyusun setiap surfaktan ke dalam harga

bilangan tanpa dimensi yang dihitung dari perbandingan stoikiometri bagian

lipofil dan hidrofil surfaktan sehingga harga HLB berisi informasi keseimbangan

hidrofil-lipofil yang dihasilkan dari ukuran dan kekuatan gugus hidrofil dan

lipofil. Griffin telah mengemukakan skala ukuran HLB surfaktan. Dari skala

tersebut dapat disusun daerah efisiensi HLB optimum untuk masing-masing

golongan surfaktan. Makin tinggi harga HLB suatu surfaktan maka akan bersifat

polar (Martin, 1999).

2.6 Emulsi Gel

Emulsi gel merupakan salah satu sistem penghantaran bagi obat yang

bersifat hidrofobik. Dimana dalam sistem ini menggunakan kombinasi antara gel

dan emulsi. Gelling agent yang terdapat dalam system emulsi ini memungkinkan

formulasi menjadi stabil, dengan menurunkan tegangan permukaannya. Emulgel

merupakan campuran emulsi dan gel. Pada kenyataannya keberadaan bahan

pembentuk gel pada fase air mengubah emulsi sederhana menjadi emulgel.

Sistem minyak dalam air dalam emulgel digunakan untuk menjerat obat lipofilik

sedangkan obat hidrofilik dikemas pada sistem air dalam minyak (Haneefa, et al.,

2013).

17 Universitas Sumatera Utara


Suatu emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik

yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu

diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Sistem dibuat

stabil dengan adanya suatu zat pengemulsi. Baik fase terdispers atau fase kontinu

bisa berkisar dalam konsistensi dari suatu cairan sampai suatu massa setengah

padat (semisolid). Diameter partikel dari fase terdispersi umumnya berkisar dari

0,1-10 μm, walaupun partikel sekecil 0,01 μm dan sebesar 100 μm bukan tidak

biasa dalam beberapa sediaan (Martin, dkk., 1999).

2.7 Komponen Nanoemulsi Gel

2.7.1 Vitamin E

Secara fisik vitamin E larut dalam lemak. Vitamin ini tidak dapat disintesa

oleh tubuh sehingga harus dikonsumsi dari makanan dan suplemen. Di alam

diketemukan 8 jenis senyawa yang mengandung aktifitas vitamin E yaitu alfa-

tokoferol, beta-tokoferol, gama-tokoferol, delta-tokoferol, alfa-tokotrienol, beta-

tokotrienol, gama-tokotrienol, dan delta-tokotrienol. Diantara jenis-jenis tersebut,

d alfa tokoferol mempunyai biopotensi yang terbesar dan menunjukkan aktifitas

biologis vitamin E yang asli (Rangarajan, 1999).

Vitamin E adalah bentuk dari alfa tokoferol (C29H50O2) dengan nama

kimia dl-5,7,8-Trimethyltoco. Praktis tidak berbau, tidak berasa, berupa minyak

kental jernih, warna kuning atau kuning kehijauan. Alfa tokoferol dapat berbentuk

padat pada suhu dingin. Golongan alfa tokoferol tidak stabil terhadap udara dan

cahaya (Ditjen POM, 2014). Gambar rumus bangun Vitamin E (alfa tokoferol)

dapat dilihat pada Gambar 2.2

18 Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2 Struktur Vitamin E (Rangarajan, 1999).

2.7.2 Minyak Zaitun

Minyak zaitun adalah minyak lemak yang diperoleh dari buah masak Olea

europaea Linne (Familia Oleaceae). Berbentuk minyak kuning pucat atau kuning

kehijauan terang; bau dan rasa khas. Minyak zaitun memiliki bobot jenis antara

0,910 sampai 0,915 (Ditjen POM, 2014).

Tanaman zaitun berasal dari Timur Tengah dan banyak tumbuh di Asia.

Buah dan minyak hasil ektraksinya memiliki kegunaan sebagai obat dan makanan.

Secara luas tanaman zaitun banyak digunakan sebagai pelembut, laksatif, sedatif,

dan tonik. Minyak yang berasal dari buah zaitun dikenal dengan minyak zaitun.

Selain digunakan sebagai antikanker, minyak zaitun juga dapat digunakan sebagai

bahan yang dapat melembutkan kulit (Mikhania, 2016).

2.7.3 Tween 80

Tween 80 atau polisorbat 80 merupakan surfaktan nonionik yang memiliki

toksisitas rendah sehingga dapat digunakan untuk penggunaan oral dan parenteral.

Tween 80 berbentuk cairan berwarna kuning dan berbau khas lemah. Tween 80

memiliki bobot jenis 1,08g/cm3 dan nilai HLB 15. Tween 80 larut dalam etanol

dan air. Selain itu, tidak larut dalam minyak mineral dan minyak nabati. Dalam

sediaan farmasetik tween 80 digunakan sebagai agen pengemulsi, solubilisator,

pembasah, dan agen pensuspensi atau pendispersi. Dosis tween 80 yang dapat

digunakan di dalam tubuh selama sehari (acceptable daily intake) yaitu 25

19 Universitas Sumatera Utara


mg/kgbb (Rowe, et al., 2009). Gambar rumus bangun Tween 80 dapat dilihat pada

Gambar 2.5.

Polyoxyethylene sorbitan monoester


Gambar 2.3 Rumus bangun Tween 80 (Rowe, et al., 2009)
2.7.4 Sorbitol

Sorbitol atau D-Glucitol merupakan isomer dari manitol. Sorbitol tidak

berbau, putih atau hampir tidak berwarna, berbentuk krital hablur, serbuk

higroskopis. Sorbitol dengan empat bentuk kristal plimorf dan sebuah kristal

amorf diketahui terdapat sedikit perbedaan pada karakteristik fisik, misalnya titik

leleh. Sorbitol tersedia dalam berbagai macam tingkat dan bentuk polimorf seperti

granul, serpihan atau butiran yang lebih dapat mengurangi caking daripada bentuk

serbuk. Sorbitol mempunyai bau yang sedap, rasa menyegarkan dan rasa yang

manis serta memiliki lebih kurang 50-60% dari tingkat kemanisan sukrosa (Rowe,

et al., 2009). Gambar rumus bangun Sorbitol dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.4 Rumus bangun Sorbitol (Rowe, et al., 2009).

2.7.5 Propil paraben

20 Universitas Sumatera Utara


Propil paraben digunakan sebagai bahan pengawet. Aktivitas antimikroba

ditunjukkan pada pH antara 4-8. Bahan ini secara luas digunakan sebagai bahan

pengawet dalam kosmetik, makanan, dan produk farmasetika. Penggunaan

kombinasi paraben dapat meningkatkan aktivitas antimikroba. Bahan ini sangat

larut dalam aseton, eter, dan minyak; mudah larut dalam etanol dan metanol;

sangat sedikit larut dalam air. Dalam sediaan topikal, konsentrasi yang umum

digunakan adalah 0,01-0,6% (Rowe, et al., 2009).

2.7.6 Metil paraben

Metil paraben dalam formulasi farmasetika, produk makanan, dan

terutama dalam kosmetika biasanya digunakan sebagai bahan pengawet. Bahan ini

dapat digunakan sendiri maupun dikombinasi dengan jenis paraben lain.

Efektifitas pengawet ini pada rentang pH 4-8. Dalam sediaan topikal, konsentrasi

yang umum digunakan adalah 0,02-0,3%. Bahan ini larut dalam air panas 800C

(1:30), etanol 95%, eter (1:10), dan metanol (Rowe, et al., 2009).

2.7.7 Karbopol 940

Karbomer atau yang biasa disebut dengan karbopol merupakan salah satu

gelling agent yang digunakan dalam aplikasi farmasetika. Karbomer dapat

digunakan juga sebagai agen pengemulsi, pensuspensi, pengisi tablet, atau

peningkat viskositas. Karbomer sebagai gelling agent biasanya digunakan dalam

konsentrasi berkisar antara 0,5 – 2%. Bahan ini merupakan bahan yang

higroskopik, berwarna putih, bersifat asam (pH 2,7 – 3,5 dalam 0,5% b/v air, dan

pH 2,5 – 3 dalam 1% b/v dispersi air). Karbopol 940 merupakan grade yang

memiliki viskositas tertinggi yaitu 40.000 – 60.000 sehingga digunakan sebagai

gelling agent yang baik (Pharmaceutical Association, 1994)

21 Universitas Sumatera Utara


2.8 Skin Analyzer

Perawatan kulit sedini mungkin dapat mencegah efek penuaan, pada

analisa konvensional diagnose dilakukan dengan mengandalkan kemampuan

pengamatan semata. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi

analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan

yang mudah dipahami (Aramo, 2012).

Menurut Aramo (2012) pengukuran yang dapat dilakukan menggunakan

skin analyzer yaitu moisture (kadar air), evenness (kehalusan), pore (pori), spot

(noda), wrinkle (keriput), kedalaman keriput juga terdeteksi dengan alat ini.

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

mendiagnosa keadaan pada kulit. Skin analyzer dapat mendukung diagnosa dokter

yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas namun mampu memperlihatkan sisi

lebih dalam dari lapisan kulit, dengan menggunakan mode pengukuran normal

dan polarisasi, dilengkapi dengan rangkaian sensor kamera pada skin analyzer

menyebabkan alat ini dapat menampilkan hasil lebih cepat dan akurat (Aramo,

2012).

22 Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang meliputi

formulasi sediaan nanoemulsi, nanoemulsi gel dan emulsi gel, evaluasi sediaan

meliputi pemeriksaan homogenitas, uji sentrifugasi, pengamatan stabilitas,

penentuan pH, penentuan viskositas, penentuan bobot jenis, pengukuran tegangan

permukaan, penentuan ukuran partikel, uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, dan

penentuan efektivitas anti-aging. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Farmasi Fisik Fakultas Farmasi, Laboratorium Kosmetologi Fakultas Farmasi,

Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi dan Laboratorium Terpadu Fisika

Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik

(Ohrus), magnetic stirrer (BOECO Germany), sonikator (Branson), viskometer

Brookfield DV-E, pH meter (Hanna Instrument), alat sentrifugasi (Hitachi CF 16

R X II), piknometer (Pyrex), tensiometer Du Nouy, Vascoγ particle size analyzer,

skin analyzer (Aram), lumpang dan alu, dan alat-alat gelas laboratorium.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Vitamin E, minyak

zaitun, tween 80, sorbitol, metil paraben, propil paraben, karbopol 940, TEA, aqua

destilata, span 80, propilen glikol, Gliserin, CMC Na, dapar pH asam 4,01 (Hanna

Instrument), dapar pH netral 7,01 (Hanna Instrument).

23 Universitas Sumatera Utara


3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan anti-aging sediaan

berjumlah 6 orang dari kriteria sebagai berikut :

1. Wanita berkulit sehat

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi saat pengujian

4. Bersedia menjadi sukarelawan (Ditjen POM, 1985).

3.4 Formulasi Sediaan Nanoemulsi Gel

Pembuatan sediaan nanoemulsi gel diawali dengan pembuatan nanoemulsi,

kemudian ditambahkan ke dalamnya basis gel untuk menambah kekentalan dan

meningkatkan kenyamanan pada aplikasinya melalui kulit.

3.4.1 Pembuatan Sediaan Nanoemulsi

Pada pembuatan sediaan nanoemulsi, persentase komposisi bahan dalam

nanoemulsi dimodifikasi dari formula nanoemulsi yang telah dilakukan pada

penelitian Anisha (2017). Persentase komposisi bahan yang digunakan dalam

penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Persentase komposisi bahan nanoemulsi pada penelitian Anisha (2017)
Formula I Formula II Formula III
Bahan
(gram) (gram) (gram)
Minyak Zaitun Ekstra Murni 5 5 5
Tween 80 24 25 26
Sorbitol 36 35 34
Metil Paraben 0,1 0,1 0,1
Propil paraben 0,02 0,02 0,02
Aquadest ad 100 100 100
Keterangan :
F1 : Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (24 %), konsentrasi Sorbitol (36%)
F2 : Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (25 %), konsentrasi Sorbitol (35%)
F3 : Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (26 %), konsentrasi Sorbitol (34%)

24 Universitas Sumatera Utara


Pada penelitian ini, adapun persentase komposisi bahan dalam nanoemulsi

berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dimodifikasi variasi perbandingan

konsentrasi surfaktan dan kosurfaktannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Persentase komposisi bahan dalam nanoemulsi yang telah dimodifikasi

Formula I Formula II Formula III


Bahan
(gram) (gram) (gram)
Vitamin E 5 5 5
Minyak Zaitun 5 5 5
Tween 80 35 36 40
Sorbitol 25 24 20
Metil Paraben 0,1 0,1 0,1
Propil paraben 0,02 0,02 0,02
Aquadest ad 100 100 100
Keterangan :
F1 : Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (35 %), konsentrasi Sorbitol (25%)
F2 : Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (36 %), konsentrasi Sorbitol (24%)
F3 : Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (40 %), konsentrasi Sorbitol (20%)

Pembuatan nanoemulsi melewati beberapa tahap percobaan pendahuluan

untuk mendapatkan formulasi yang tepat dalam membentuk sediaan yang stabil.

Variasi perbandingan konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan yang digunakan yaitu

35:25, 36:24, dan 40:20, sehingga di dapatkan perbandingan konsentrasi

penggunaan surfaktan dan kosurfaktan yang tepat yaitu 36:24 dimana membentuk

sediaan nanoemulsi yang paling stabil (tidak terjadi pemisahan fase).

Pada proses pembuatan nanoemulsi menggunakan teknik emulsifikasi

spontan. Sistem emulsi terdiri fase minyak dan fase air. Teknik emulsifikasi

spontan dilakukan dengan menambahkan fase minyak ke dalam fase air melalui

penetesan (tetes demi tetes). Pada saat penetesan, fase air diaduk dengan

menggunakan pengaduk magnetik (Diba, 2014).

25 Universitas Sumatera Utara


3.4.2 Pembuatan Basis Gel

Karbopol 940 ditambahkan dengan sebagian jumlah aquadest hingga

terdispersi seluruhnya dan dihomogenkan di dalam lumpang hingga membentuk

basis gel yang transparan. Kemudian ditetesi sedikit demi sedikit TEA untuk

menetralkan basis gel, juga untuk meningkatkan kekentalan dari gel itu sendiri.

Kemudian campuran ini dihomogenkan kembali di dalam lumpang

3.4.3 Pembuatan Nanoemulsi Gel

Tabel 3.3 Persentase komposisi bahan nanoemulsi gel vitamin E


Bahan Gel Formula (gram)
Karbopol 940 5
TEA 2
Aquadest ad 100
Formula I Formula II Formula III
Bahan Nanoemulsi
(gram) (gram) (gram)
Vitamin E 1 3 5
Minyak Zaitun 5 5 5
Tween 80 36 36 36
Sorbitol 24 24 24
Metil Paraben 0,1 0,1 0,1
Propil paraben 0,02 0,02 0,02
Aquadest ad 100 100 100
Keterangan :
F1 : Nanoemulsi gel konsentrasi vitamin E 1%
F2 : Nanoemulsi gel konsentrasi vitamin E 3%
F3 : Nanoemulsi gel konsentrasi vitamin E 5%

Pembuatan nanoemulsi gel dengan mencampurkan sediaan nanoemulsi

dan basis gel dengan perbandingan tertentu. Pada percobaan pendahuluan

dilakukan pembuatan sediaan dengan perbandingan basis gel dan nanoemulsi 1:1,

1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5. Kemudian di dapat perbandingan yang paling sesuai dari

tampilan fisik dan kekentalannya yaitu pada perbandingan 1:4 yaitu masih

berwarna kuning transparan dan mudah mengalir.

Prosedur pembuatan nanoemulsi gel sebagai berikut :

26 Universitas Sumatera Utara


1. Karbopol 940 ditambahkan dengan sebagian jumlah aquadest hingga

terdispersi seluruhnya dan dihomogenkan di dalam lumpang hingga

membentuk basis gel yang transparan. Kemudian ditetesi sedikit demi

sedikit TEA untuk menetralkan basis gel, juga untuk meningkatkan

kekentalan dari gel itu sendiri. Kemudian campuran ini dihomogenkan

kembali di dalam lumpang (massa 1).

2. Fase minyak : dilarutkan vitamin E dalam minyak zaitun lalu dicampurkan

dalam sorbitol.

3. Fase air : dimasukkan metil paraben dan propil paraben dalam aqua

destilata kemudian dipanaskan di atas waterbath hingga larut sempurna,

setelah itu larutan didinginkan dan kemudian Tween 80 dicampurkan

kedalam larutan metil paraben dan propil paraben. Fase air diaduk secara

manual dengan menggunakan batang pengaduk hingga terbentuk massa

yang kental berwarna putih dan selanjutnya fase air diaduk dengan

menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 3000-4000 rpm.

4. Fase minyak ditambahkan ke dalam fase air dengan cara meneteskannya

sedikit demi sedikit selama 30 menit dengan menggunakan pipet tetes,

kemudian dihomogenkan dengan magnetic stirer pada kecepatan 4000

rpm selama ±8 jam pada suhu kamar hingga homogen dan terbentuk

nanoemulsi yang jernih dan transparan

5. Kemudian sediaan nanoemulsi yang telah terbentuk disonikasi selama 30

menit (massa 2).

6. Massa 2 (nanoemulsi) dimasukkan ke dalam massa 1 (basis gel) dengan

rasio 4:1, kemudian dihomogenkan dengan magnetic stirer pada kecepatan

27 Universitas Sumatera Utara


3000-4000 rpm selama ±8 jam pada suhu kamar hingga homogen dan

terbentuk nanoemulsi gel yang jernih dan transparan. Kemudian disonikasi

selama 60 menit.

3.5 Formulasi Sediaan Emulsi gel

Sediaan emulsi gel dibuat untuk membandingkan stabilitas dan aktivitas

anti-aging terhadap sediaan nanoemulsi gel. Pembuatan emulsi gel, emulsi dan

basis gel dibuat terpisah terlebih dahulu kemudian dicampurkan dan

dihomogenkan di dalam lumpang. Dalam hal ini, emulsi yang dibuat memiliki

komposisi yang berbeda dari komposisi nanoemulsi dan cara pembuatannya juga

berbeda. Pembuatan emulsi menggunakan pemanasan hingga kedua fase yaitu

fase minyak dan fase air memiliki suhu yang cukup tinggi yaitu 600C.

Pada penelitian ini, adapun persentase komposisi bahan dalam sediaan

emulsi gel adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Presentase komposisi bahan dalam emulsi gel

Bahan gel Formula (gram)


Karbopol 940 1
TEA 0,4
Aquadest ad 100
Bahan emulsi Formula (gram)
Vitamin E 5
Minyak Zaitun 5
Tween 80 1,26
Span 80 3,73
Metil Paraben 0,1
Propil Paraben 0,02
Propilen Glikol 10
Gliserin 15

28 Universitas Sumatera Utara


CMC Na 1
Aquadest ad (g) 100

Pada proses pembuatan emulsi gel, dibuat terlebih dahulu masing-masing

komponen gel dan emulsi, selanjutnya kedua komponen tersebut dicampurkan

dengan perbandingan sama banyak 1:1 (Preeti dan Gnanaranjan, 2013). Prosedur

pembuatan emulsi gel sebagai berikut :

1. Karbopol 940 ditambahkan dengan sebagian jumlah aquadest hingga

terdispersi seluruhnya dan dihomogenkan di dalam lumpang hingga

membentuk basis gel yang bening. Kemudian ditetesi TEA untuk

menetralkan basis gel. Kemudian campuran ini dihomogenkan kembali di

dalam lumpang dalam suhu ruang dan terbentuk masssa gel (massa 1)

2. Fase minyak: vitamin E dicampurkan dalam minyak zaitun dan Span 80

yang telah ditimbang ke dalam gelas beaker dan diaduk homogen,

selanjutnya dipanaskan fase minyak pada suhu 600C.

3. Fase air: dicampurkan metil paraben, propil paraben, propilen glikol, yang

telah ditimbang ke dalam gelas beaker dan diaduk homogen. Selanjutnya

dimasukkan Tween 80 yang telah ditimbang kedalam fase air dan diaduk

homogen, dimasukkan gliserin yang telah ditimbang ke dalam fase air.

Selanjutnya fase air dipanaskan pada suhu 600C hingga larut.

4. Dimasukkan fase minyak yang telah dipanaskan ke dalam lumpang yang

berisi larutan CMC Na kemudian dihomogenkan.

29 Universitas Sumatera Utara


5. Dimasukkan fase air yang telah dipanaskan sedikit demi sedikit ke dalam

lumpang sambil digerus cepat hingga terbentuk massa emulsi yang kental

(massa 2)

6. Massa 2 dimasukkan ke dalam massa 1 dengan rasio 1:1 dan digerus

homogen hingga membentuk emulsi gel.

3.6 Evaluasi Mutu Terhadap Sediaan

3.6.1 Pengamatan Stabilitas Sediaan

Pengamatan stabilitas sediaan dilakukan melalui pengamatan organoleptis

secara visual. Masing-masing formula dilakukan pengamatan secara visual

terhadap warna, bau, bentuk, dan pemisahan fase selama 12 minggu dengan

pengamatan setiap 1 minggu sekali. Pengamatan ini dilakukan pada nanoemulsi

gel dan emulsi gel yang disimpan pada suhu kamar.

3.6.2 Pemeriksaan Homogenitas

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak terlihat adanya butiran kasar ( Ditjen POM, 1979).

3.6.3 Pengukuran pH Sediaan

Penentuan pH sediaan nanoemulsi gel dilakukan dengan menggunakan

pH meter. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar pH

netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam pH (pH 4,01) hingga alat

menunjukkan harga pH terebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu

ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 99 ml air suling. Kemudian

elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga

pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan

30 Universitas Sumatera Utara


(Rawlins, 2002). Penentuan pH dilakukan pada pada suhu kamar pada minggu ke-

0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12.

3.6.4 Penentuan Bobot Jenis

Penentuan bobot jenis sediaan dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat

dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Bobot jenis diukur dengan menggunakan

Piknometer pada suhu kamar. Piknometer yang bersih dan kering ditimbang (A

g). Kemudian diisi dengan air sampai penuh dan ditimbang (A1 g). Air

dikeluarkan dari piknometer dan piknometer dibersihkan. Sediaan nanoemulsi gel

diisikan dalam piknometer sampai penuh dan ditimbang (A2 g). Bobot jenis diukur

dengan perhitungan sebagai berikut :

Bobot jenis =

3.6.5 Penentuan Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan cara sediaan dimasukkan ke

dalam beaker glass 100 ml dan dipilih nomor spindle yang sesuai. Pengukuran ini

dilakukan dengan tiga kali pengulangan dengan menggunakan viskometer

Brookfield DV-E. Penentuan viskositas sediaan dilakukan pada suhu kamar pada

minggu ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12.

3.6.6 Uji Sentrifugasi

Uji sentrifugasi dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat dengan

pengukuran sebanyak 1 kali. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi

kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm selama 5 jam

(Lachman, 1994).

31 Universitas Sumatera Utara


3.6.7 Pengukuran Tegangan Permukaan

Pengukuran tegangan permukaan sediaan dilakukan pada awal setelah

sediaan dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Tegangan permukaan diukur

dengan menggunakan Tensiometer Du Nouy pada suhu kamar. Sampel diisi ke

dalam cawan gelas kira-kira 50% nya. Kalibrasikan alat Tensiometer

menggunakan akuades. Jika Tensiometer sudah siap, bersihkan cincin Du Nouy

dengan cara memanaskan cincin tersebut pada nyala api bunsen selama 10 – 15

detik. Gantung cincin tersebut pada pengait kemudian set posisi jarum pada nol.

Turunkan cincin Du Nouy ke dalam sampel hingga kedalaman 2-3 mm dari

permukaan cairan. Selanjutnya angkat pelan-pelan hingga lepas dari cairan

sampel. Angka yang ditunjukkan saat cincin lepas dicatat sebagai nilai tegangan

permukaan sampel tersebut (Sudarmaji, 2012).

3.6.8 Penentuan Ukuran Partikel Nanoemulsi Gel

Penentuan ukuran partikel dilakukan di Laboratorium Terpadu Fisika

USU Medan menggunakan alat Vascoγ CORDOUAN Technologies Particle Size

Analyzer pada suhu kamar. Penentuan partikel dari masing masing formula

nanoemulsi gel dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada awal setelah pembuatan

sediaan, minggu ke-6 dan pada minggu ke-12.

Prosedur penentuan ukuran partikel pada nanoemulsi gel dengan cara

mengencerkan sediaan nanoemulsi gel terlebih dahulu dengan akuades sebanyak 1

ml ke dalam 5 gram sediaan nanoemulsi gel. Kemudian diambil sebanyak 1 ml

sediaan untuk diuji ukuran partikelnya dalam suhu ruang.

32 Universitas Sumatera Utara


3.7 Uji Iritasi terhadap Kulit Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan nanoemulsi gel yang stabil dengan

ukuran partikel yang paling kecil dan sediaan emulsi gel dengan maksud untuk

mengetahui bahwa sediaan yang dibuat dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau

tidak. Iritasi dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu iritasi primer yang akan segera

timbul sesaat setelah terjadi pelekatan atau penyentuhan pada kulit dan iritasi

sekunder yang reaksinya baru timbul beberapa jam setelah penyentuhan dan

pelekatan pada kulit (Ditjen POM RI, 1985).

Sukarelawan yang akan menggunakan kosmetika baru dapat dilakukan

uji tempel preventif (patch test), yaitu dengan memakai kosmetik tersebut di

tempat lain, misalnya dibagian lengan bawah atau di belakang daun telinga.

Setelah dibiarkan selama 24-48 jam tidak terjadi reaksi kulit yang diinginkan,

maka kosmetik tersebut dapat digunakan (Wasiatatmadja, 1997). Uji pada

penelitian ini dilakukan dengan mengoleskan sediaan nanoemulsi gel dan emulsi

gel pada bagian belakang daun telinga sebelah kanan dan sebelah kiri.

3.8 Pengujian Efektivitas

Pengujian efektivitas dilakukan terhadap sukarelawan sebanyak 6

orang yaitu: 6 sukarelawan untuk nanoemulsi gel (pemakaian pada wajah bagian

kanan) dan emulsi gel (pemakaian pada wajah bagian kiri).

Semua sukarelawan diukur kondisi awal kulit pada area uji yang telah

ditandai yang meliputi kadar air (moisture), pori (pore), noda (melanin) dan

kerutan (wrinkle) dengan menggunakan skin analyzer. Perawatan mulai dilakukan

dengan mengaplikasi sediaan nanoemulsi gel Vitamin E pada wajah, diaplikasikan

sebanyak 2 kali yaitu pagi dan malam selama 30 menit setiap hari. Perubahan

33 Universitas Sumatera Utara


kondisi kulit diukur saat sebelum dan setelah aplikasi nanoemulsi gel setiap

minggu selama 4 minggu dengan menggunakan alat skin analyzer.

3.9 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS (Statistical

Product and Service Solution) 21. Data terlebih dahulu dianalisis distribusinya

menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test. Selanjutnya data dianalisis

menggunakan Two Way Anova untuk menganalisis pengaruh formula terhadap

kondisi kulit selama empat minggu perawatan.

34 Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Formulasi Sediaan

4.1.1 Formulasi Nanoemulsi Gel

Pada penelitian ini dihasilkan sediaan nanoemulsi yang paling stabil

dengan perbandingan konsentrasi surfaktan (Tween 80) dan kosurfaktan (sorbitol)

36 : 24. Nanoemulsi gel vitamin E dengan variasi konsentrasi 1%, 3%, dan 5%

menghasilkan sediaan yang berwarna kuning transparan dan berbau khas, dapat

dilihat pada Gambar 4.1. Formulasi sediaan nanoemulsi gel ini terdiri dari

Vitamin E, minyak zaitun, Tween 80, sorbitol, metil paraben, propil paraben,

karbopol 940, TEA, dan akuades. Vitamin E pada formulasi ini digunakan sebagai

bahan anti-aging. Minyak zaitun digunakan sebagai fase minyak dan pelarut

vitamin E. Tween 80 sebagai surfaktan. Sorbitol berfungsi sebagai kosurfaktan

dan basis gel yang dipakai yaitu karbopol 940.

4.1.2 Formulasi Emulsi gel

Pada pembuatan sediaan emulsi gel dibutuhkan surfaktan dan

kosurfaktan yang konsentrasinya lebih rendah dari konsentrasi surfaktan dan

kosurfaktan pada sediaan nanoemulsi gel. Pada penelitian ini dihasilkan sediaan

emulsi gel yang berwarna putih dan berbau khas, dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Pada formulasi ini fase minyak terdiri dari vitamin E, minyak zaitun, dan Span 80,

sedangkan fase air terdiri dari metil paraben, propil paraben, propilen glikol,

Tween 80, gliserin, dan fase gel terdiri dari karbopol 940, TEA dan akuades.

Vitamin E dalam formulasi ini berfungsi sebagai bahan anti-aging, Minyak zaitun

sebagai pelarut vitamin E, Karbopol 940 sebagai basis gel, CMC Na sebagai

35 Universitas Sumatera Utara


bahan pengental, Span 80 dan Tween 80 sebagai bahan surfaktan serta propilen

glikol dengan gliserin berfungsi sebagai kosurfaktan.

F1 F2 F3 F4
Nanoemulsi gel Nanoemulsi gel Nanoemulsi gel Emulsi gel
vitamin E 1 % vitamin E 3 % vitamin E 5 % vitamin E 5 %

Gambar 4.1 Sediaan nanoemulsi gel dan emulsi gel pada awal pembuatan

F1 F2 F3 F4
Nanoemulsi gel Nanoemulsi gel Nanoemulsi gel Emulsi gel
vitamin E 1 % vitamin E 3 % vitamin E 5 % vitamin E 5 %

Gambar 4.2 Sediaan nanoemulsi gel dan emulsi gel setelah 12 minggu
penyimpanan

4.2 Hasil Evaluasi Sediaan

4.2.1 Hasil Pengamatan Stabilitas Sediaan

Evaluasi data pengamatan organoleptis sediaan dilakukan selama

penyimpanan 12 minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu, sediaan

nanoemulsi gel dan emulsi gel disimpan pada suhu kamar dan diamati perubahan

warna, bau, bentuk, pembentukan creaming dan pemisahan fase. Hasil evaluasi

stabilitas sediaan nanoemulsi gel dapat dilihat pada tabel 4.1 dan sediaan emulsi

gel dapat dilihat pada tabel 4.2

36 Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.1 Data pengamatan stabilitas nanoemulsi gel penyimpanan 12 minggu
Organoleptis
Lama
Pemisahan
penyimpanan Warna Bau Bentuk Creaming
Fase
(minggu)
F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3
0 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
1 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
2 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
3 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
4 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
5 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
6 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
7 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
8 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
9 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
10 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
11 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
12 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -

Keterangan:
F1 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 1%
F2 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 3%
F3 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 5%
J : Jernih Kr : Keruh
- : Tidak terdapat K : Kuning
+ : Terdapat Kh : Khas

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa nanoemulsi gel F1, F2 dan F3 yang

disimpan pada suhu kamar bentuknya tetap jernih, warna dan baunya tidak

berubah sejak awal pengamatan hingga penyimpanan selama 12 minggu. Hal ini

menunjukkan nanoemulsi gel F1, F2 dan F3 stabil secara makroskopik.

37 Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2 Data pengamatan stabilitas emulsi gel pada penyimpanan 12 minggu

Organoleptis
Lama
Pemisahan
penyimpanan Warna Bau Bentuk Creaming
Fase
(minggu)
F4 F4 F4 F4 F4
0 Putih Kh Kental - -
1 Putih Kh Kental - -
2 Putih Kh Kental - -
3 Putih Kh Kental - -
4 Putih Kh Kental - -
5 Putih Kh Kental - -
6 Putih Kh Kental - -
7 Putih Kh Kental - -
8 Putih Kh Encer - -
9 Putih Kh Encer - -
10 Putih Te Encer - -
11 Putih Te Encer - -
12 Putih Te Encer + -

Keterangan:
F4 : Emulsi gel vitamin E konsentrasi 5%
- : Tidak terdapat Kh : Khas
+ : Terdapat Te : Tengik
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa emulsi gel yang disimpan pada suhu kamar

berwarna putih hingga minggu ke-12, tetapi terdapat perubahan bau pada minggu

ke-10, perubahan fase menjadi encer pada minggu ke-8, dan creaming pada

minggu ke-12. Hal ini menunjukkan sediaan emulsi gel relatif kurang stabil jika

dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi gel.

Suatu sediaan menjadi tidak stabil akibat dari bersatunya globul-globul

dari fase terdispersi. Rusak atau tidaknya suatu sediaan dapat diamati dengan

adanya perubahan bau, bentuk dan perubahan warna.

4.2.2 Hasil Uji Sentrifugasi

Uji sentrifugasi dilakukan untuk mengetahui kestabilan nanoemulsi gel

dan emulsi gel. Uji sentrifugasi dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat

dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung

38 Universitas Sumatera Utara


sentrifugasi kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm selama 5

jam (Lachman, 1994). Data hasil uji sentrifigasi nanoemulsi gel dapat dilihat pada

Tabel 4.3 dan Gambar 4.3.

Tabel 4.3 Data Uji Sentrifugasi nanoemulsi gel


Sentrifugasi
Formula
Memisah Mengendap Keruh
F1 (nanoemulsi gel) - - -
F2 (nanoemulsi gel) - - -
F3 (nanoemulsi gel) - - -
F4 (emulsi gel) + - -
Keterangan : F1 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 1%
F2 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 3%
F3 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 5%
F4 : Emulsi gel vitamin E konsentrasi 5%

+ : Terjadi pemisahan fase


- : Tidak terjadi perubahan

F4

Gambar 4.3 Hasil sentrifugasi nanoemulsi gel dan emulsi gel

Keterangan : F1 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 1%


F2 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 3%
F3 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 5%
F4 : Emulsi gel vitamin E konsentrasi 5%

Setelah dilakukan uji sentrifugasi, sediaan nanoemulsi gel F1, F2 dan F3

menunjukkan tidak adanya pemisahan. Hal ini menunjukkan bahwa formula

nanoemulsi gel F1, F2, dan F3 ini stabil selama satu tahun karna adanya pengaruh

39 Universitas Sumatera Utara


gravitasi, sedangkan pada formula emulsi gel terjadi pemisahan fase. Hal ini

menunjukkan formula emulsi gel ini tidak stabil dalam satu tahun.

4.2.3 Hasil Pemeriksaan Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada sekeping

kaca atau bahan transparan lain, lalu diratakan, jika tidak ada butiran-butiran maka

sediaan dapat dikatakan homogen (Ditjen POM, 1979). Data hasil uji homogenitas

emulsi gel dan nanoemulsi gel dapat dilihat pada gambar 4.4

Emulsi gel F1 F2 F3

Gambar 4.4 Hasil uji homogenitas emulsi gel dan nanoemulsi gel

Pada sediaan nanoemulsi gel dan emulsi gel yang diformulasikan tidak

ditemukan adanya butiran kasar dari berbagai konsentrasi. Dapat disimpulkan

bahwa sediaan nanoemulsi gel dan emulsi gel vitamin E adalah homogen.

4.2.4 Hasil Pengukuran pH Sediaan

Penentuan pH sediaan emulsi gel dan nanoemulsi gel dilakukan dengan

menggunakan pH meter. Penentuan pH dilakukan pada suhu kamar pada minggu

ke-0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12.

40 Universitas Sumatera Utara


Data hasil penentuan pH dan grafik pengaruh lama penyimpanan terhadap

pH nanoemulsi gel dan emulsi gel dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.5

dan perubahan pH emulsi gel dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.6

Tabel 4.4 Data pengukuran pH nanoemulsi gel penyimpanan selama 12 minggu


waktu (minggu)
Formula
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
F1 7,0 7,0 6,8 6,7 6,7 6,7 6,6 6,6 6,5 6,5 6,3 6,2 6
F2 6,8 6,8 6,8 6,7 6,7 6,6 6,6 6,5 6,5 6,4 6,3 6,3 6,2
F3 6,8 6,8 6,8 6,8 6,7 6,7 6,6 6,5 6,5 6,5 6,4 6,3 6,3
Keterangan : F1 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 1%
F2 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 3%
F3 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 5%

F1 (Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 1%)


F2 Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 3%
F3 Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 5%
7.5

7
pH
6.5

5.5
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Waktu (minggu)

Gambar 4.5 Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH nanoemulsi gel

Tabel 4.5 Data pengukuran pH emulsi gel pada penyimpanan selama 12 minggu
waktu (minggu)
Formula
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
F4 7,0 6,9 6,8 6,8 6,6 6,5 6,4 6,3 6,1 6,1 6,0 5,9 5,9

Keterangan: F4: Emulsi gel vitamin E 5%

41 Universitas Sumatera Utara


7.2
7
6.8
6.6
6.4
pH 6.2
6
5.8
5.6
5.4
5.2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Wa ktu (minggu)

Gambar 4.6 Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH emulsi gel

Pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa selama penyimpanan

semua formula dari sediaan baik nanoemulsi gel maupun emulsi gel yang

disimpan pada suhu kamar selama 12 minggu menunjukkan sedikit penurunan

pH, namun pH sediaan masih sesuai dengan pH kulit yaitu antara 4,5-7,0 sehingga

aman digunakan dan tidak menyebabkan iritasi pada kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Penurunan pH pada sediaan nanoemulsi gel maupun sediaan emulsi gel

selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar menurut Rowe, Sheskey dan

Quin (2009), pada Tween mengandung ester asam oleat dari tween 80 sensitif

terhadap oksidasi. Sehingga reaksi oksidasi yang terjadi pada ester asam oleat dari

tween 80 selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar memungkinkan untuk

dapat terjadi, dan reaksi oksidasi yang terjadi tersebut akan menurunkan pH dari

sediaan selama penyimpanan.

4.2.5 Hasil Penentuan Tipe Emulsi Sediaan

Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan penambahan sedikit demi

sedikt biru metilen ke dalam sediaan, jika larut sewaktu diaduk, maka emulsi

42 Universitas Sumatera Utara


tersebut adalah tipe minyak dalam air (Ditjen POM, 1985). Hasil penentuan tipe

emulsi sediaan nanoemulsi gel dapat dilihat pada Gambar 4.7

F1 F2 F3 Emulsi
gel
Gambar 4.7 Tipe emulsi sediaan nanoemulsi gel dan emulsi gel

Pada Gambar 4.7 penambahan biru metilen ke dalam sediaan

menunjukkan bahwa biru metilen terdispersi merata dalam sediaan. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa tipe dari sediaan nanoemulsi gel dan emulsi gel adalah

minyak dalam air (m/a). Hal ini disebabkan sebagaian besar dari komponen yang

terdapat di dalam formula bersifat hidrofilik atau polar sehingga walaupun

terdapat komponen yang bersifat hidrofob, tipe nanoemulsi gel dan emulsi gel

bersifat minyak dalam air (m/a).

4.2.6 Hasil Penentuan Bobot Jenis

Penentuan bobot jenis sediaan dilakukan pada awal setelah sediaan

dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Bobot jenis diukur dengan

menggunakan Piknometer pada suhu kamar. Data hasil penentuan bobot jenis

nanoemulsi gel dan emulsi gel dapat dilihat pada Tabel 4.6

43 Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.6 Data Penentuan bobot jenis nanoemulsi gel dan emulsi gel
Formula Bobot Jenis (gram/ml)
F1 (Nanoemulsi gel) 1,1308
F2 (Nanoemulsi gel) 1,1385
F3 (Nanoemulsi gel) 1,1403
F4 (emulsi gel) 1,0673
Keterangan : F1 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 1%
F2 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 3%
F3 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 5%
F4 : Emulsi gel vitamin E konsentrasi 5%

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap bobot jenis diperoleh bobot jenis

nanoemulsi gel yaitu F1 adalah 1,1403 gram/ml, F2 adalah 1,1385 gram/ml, dan

F3 adalah 1,1308 gram/ml. Terjadi peningkatan bobot jenis yang cukup besar

pada F3 bila dibandingkan dengan F1 dan F2. Sedangkan bobot jenis emulsi gel

yaitu F4 adalah 1,0673 gram/ml.

4.2.7 Hasil Penentuan Viskositas

Penentuan viskositas sediaan dilakukan dengan menggunakan viskometer

Brookfield DV-E dengan nomor spindle yang sesuai pada suhu kamar pada

minggu ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12

Data hasil uji viskositas dan grafik perubahan viskositas nanoemulsi gel

dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.8. Perubahan viskositas emulsi gel

dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.9.

Tabel 4.7 Data uji viskositas nanoemulsi gel (dalam cP)

Lama penyimpanan (minggu)


Formula
0 2 4 6 8 10 12
F1 2300 2000 1900 1600 1500 1000 900
F2 2000 2000 1900 1600 1600 1300 1000
F3 1800 1800 1800 1600 1600 1500 1300
Keterangan F1 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 1%
F2 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 3%
F3 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 5%

44 Universitas Sumatera Utara


F1 (Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 1%)
F2 Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 3%)
F3 (Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 5%)

2500
Viskositas (cP)

2000

1500

1000

500

0
0 2 4 6 8 10 12

Waktu (minggu)

Gambar 4.8 Pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas nanoemulsi gel

Berdasarkan hasil uji viskositas pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.8 disimpulkan

bahwa seiring lamanya penyimpanan menyebabkan viskositas menurun.

Tabel 4.8 Data uji viskositas emulsi gel

Formula Lama penyimpanan Viskositas (cP)


(minggu)
F4 0 14500
F4 2 10750
4 10500
6 10250
8 10000
10 6250
12 6000

Keterangan: F4: Emulsi gel vitamin E konsentrasi 5%

45 Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.9 Pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas emulsi gel

Berdasarkan hasil uji viskositas pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.9

disimpulkan bahwa terjadinya penurunan viskositas sediaan seiring lamanya

penyimpanan.

4.2.8 Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan

Pengukuran tegangan permukaan sediaan dilakukan pada awal setelah

sediaan dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Tegangan permukaan diukur

dengan menggunakan Tensiometer Du Nouy pada suhu kamar. Data hasil

pengukuran tegangan permukaan Nanoemulsi gel dan emulsi gel dapat dilihat

pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Data pengukuran tegangan permukaan nanoemulsi gel dan emulsi gel

Formula Tegangan Permukaan (dyne/cm)


F1 65,98
F2 62,48
F3 61,41
F4 67,60
Keterangan : F1 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 1%
F2 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 3%
F3 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 5%
F4 : Emulsi gel vitamin E konsentrasi 5%

46 Universitas Sumatera Utara


Tegangan permukaan diukur menggunakan Tensiometer Du Nouy.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap tegangan permukaan nanoemulsi gel

diperoleh tegangan permukaan antara 61,41 dyne/cm sampai 65,98 dyne/cm dan

tegangan permukan emulsi gel adalah 67,60 dyne/cm. Tegangan permukaan

nanoemulsi gel yang rendah dihasilkan karena adanya surfaktan dan kosurfaktan

yang dapat menurunkan tegangan antarmuka minyak dan air. Kestabilan

nanoemulsi gel makin baik bila nanoemulsi gel tersebut tegangan permukaannya

lebih kecil dari air yaitu 72 dyne/cm (Martin, 1993).

4.2.9 Hasil Penentuan Ukuran Partikel Nanoemulsi gel

Penentuan ukuran partikel dilakukan menggunakan alat Vascoγ

CORDOUAN Technologies Particle Size Analyzer pada suhu kamar. Data hasil

penentuan distribusi dan rata-rata ukuran partikel serta grafik perubahan ukuran

partikel nanoemulsi gel dapat dilihat pada Tabel 4.10, Tabel 4.11 dan Gambar

4.10.

Tabel 4.10 Data penentuan distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel

Distribusi ukuran partikel (nm)


Formula Minggu 0 Minggu 6 Minggu 12
F1 93,35 – 813,05 109,87 – 1175,21 245,54 – 1669,69
F2 74,15 – 537,17 134,88 – 1200,80 177,88 – 1349,32
F3 44,65 – 295,20 83,35 – 813,05 169,87 – 1071,80

Tabel 4.11 Data penentuan rata-rata ukuran partikel nanoemulsi gel

Rata-rata ukuran Partikel (nm)


Formula Minggu 0 Minggu 6 Minggu 12
F1 421,88 500,96 699.,92
F2 256,29 481,83 577,89
F3 129,90 321,88 492,93
Keterangan : F1 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 1%
F2 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 3%
F3 : Nanoemulsi gel vitamin E konsentrasi 5%

47 Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.10 Pengaruh lama penyimpanan terhadap ukuran partikel
nanoemulsi gel
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa sediaan nanoemulsi gel F3 mempunyai

ukuran partikel yang lebih kecil bila dibandingkan dengan F1 dan F2 dan seiring

penyimpanan ukuran partikel dari semua formula sediaan nanoemulsi gel

menunjukkan adanya peningkatan ukuran partikel.

4.3 Hasil Uji Iritasi terhadap Kulit Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan nanoemulsi gel yang stabil dengan

ukuran partikel yang paling kecil dan emulsi gel vitamin E dengan maksud untuk

mengetahui bahwa sediaan yang dibuat dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau

tidak. Pada uji iritasi ini dilakukan untuk sediaan nanoemulsi gel vitamin E 5%

dan sediaan emulsi gel vitamin E 5%.

Data hasil uji iritasi terhadap sukarelawan pada sediaan nanoemulsi gel

dan emulsi gel dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13.

48 Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.12 Data uji iritasisediaan nanoemulsi gel F3 terhadap sukarelawan

Sukarelawan
Pernyataan
1 2 3 4 5 6
Kemerahan - - - - - -
Gatal - - - - - -
Pengkasaran Kulit - - - - - -

Tabel 4.13 Data uji iritasi sediaan emulsi gel terhadap sukarelawan

Sukarelawan
Pernyataan
1 2 3 4 5 6
Kemerahan - - - - - -
Gatal - - - - - -
Pengkasaran Kulit - - - - - -
Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan yang dilakukan pada

sediaan nanoemulsi gel dan emulsi gel dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan 4.13

tidak terlihat adanya reaksi iritasi seperti kemerahan, gatal, dan pengkasaran pada

kulit oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa formula nanoemulsi gel dan emulsi

gel tidak menyebabkan iritasi pada kulit dan dapat dikatakan bahwa keseluruhan

sediaan nanoemulsi gel dan emulsi gel aman digunakan.

4.4 Hasil Penentuan Aktivitas Anti-aging Terhadap Sukarelawan

Pengujian aktivitas sediaan anti-aging menggunakan skin analyzer Aram,

parameter uji meliputi pengukuran kadar air (moisture), besar pori (pore),

banyaknya noda (melanin), dan keriput (wrinkle) pengukuran aktivitas anti-aging

dimulai dengan dengan mengukur kondisi awal kulit sukarelawan yang

mempunyai tujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh sediaan nanoemulsi gel

vitamin E 5% dan sediaan emulsi gel vitamin E 5% dalam memulihkan kulit yang

mengalami penuaan dini. Data yang diperoleh pada setiap parameter anti-aging

akan dianalaisis dengan menggunakan program statistik dengan metode Uji

Kolmogorov-smirnov lalu dilanjutkan dengan uji Two Way Anova dilakukan untuk

49 Universitas Sumatera Utara


melihat formula mana yang memiliki perbedaan signifikan dari kedua formula

terhadap sukarelawan . pengujian Two Way Anova dilakukan untuk melihat efek

sama atau berbeda dan efek yang terkecil sampai tebesar dari kedua formula.

Pengujian ini dilakukan dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4.

4.4.1 Kadar air (Moisture)

Kadar air diukur pada bagian wajah sukarelawan dan diukur menggunakan

skin analyzer Aram. Data hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah

sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Gambar 4.11

Tabel 4.13 Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah sukarelawan

Formula Lama pemakaian sediaan (minggu)


0 1 2 3 4
Nanoemulsi 26 31 33 37 40
Gel 29 33 35 36 40
F2 35 37 41 44 46
(Nanoemulsi) 25 28 31 33 37
28 31 33 35 39
33 36 39 41 45
Rata-rata 29,3 32,6 35,3 37,5 41,2
26 28 31 35 36
Emulsi Gel 28 31 33 36 38
33 35 36 39 41
Emulsi
26 28 31 33 35
28 29 33 36 37
31 33 37 39 40
Rata –rata 28,7 30,6 33,5 36,3 37,8
Keterangan:
Dry/Low < 36, Dry/Normal 37-39, Normal/Normal > 39

F3 (Nanoemulsi gel Vitamin E 5%) Emulsi Gel Vitamin E 5%


50
Rata-rata pori

40
30
20
10
0
0 1 2 3 4
Waktu (minggu)

Gambar 4.11 Grafik hasil pengukuran kadar air selama 4 minggu

50 Universitas Sumatera Utara


Pengujian aktivitas anti-aging sediaan nanoemulsi gel dan emulsi gel

- Kadar air (moisture)

Kondisi awal sebelum pemakaian

Gambar 4.12.1a Nanoemulsi gel Gambar 4.12.1b Emulsi gel


-Kadar air yang diperoleh 26% -Kadar air yang diperoleh 26%
-Kadar air seharusnya 55% -Kadar air seharusnya 55%

Pemakaian setelah 1 minggu

Gambar 4.12.2a Nanoemulsi gel


-Kadar air yang diperoleh 31% Gambar 4.12.2b Emulsi gel
-Kadar air seharusnya 55% -Kadar air yang diperoleh 28%
Pemakaian setelah 2 minggu -Kadar air seharusnya 55%

Gambar 4.12.3a Nanoemulsi gel Gambar 4.12.3b Emulsi gel


-Kadar air yang diperoleh 33% -Kadar air yang diperoleh 31%
-Kadar air seharusnya 55% -Kadar air seharusnya 55%

51 Universitas Sumatera Utara


Pemakaian setelah 3 minggu

Gambar 4.12.4a Nanoemulsi gel Gambar 4.12.4b Emulsi gel


-Kadar air yang diperoleh 37% -Kadar air yang diperoleh 33%
-Kadar air seharusnya 55% -Kadar air seharusnya 55%

Pemakaian setelah 4 minggu

Gambar 4.12.5a Nanoemulsi gel Gambar 4.12.5b Emulsi gel


-Kadar air yang diperoleh 40% -Kadar air yang diperoleh 35%
-Kadar air seharusnya 55% -Kadar air seharusnya 55%

Gambar 4.12 Hasil pengukuran kadar air pada alat skin analyzer

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 4.13 dan Gambar 4.11 dapat

dilihat terjadinya kenaikan kadar air pada masing-masing formula untuk tiap

minggunya. Pada kedua formula terlihat nanoemulsi gel dan emulsi gel sama-

sama menaikkan kadar air pada kulit wajah sukarelawan, namun sediaan

nanoemulsi gel lebih banyak menaikkan kadar air pada kulit wajah dibandingkan

sediaan emulsi gel. Hal ini dikarenakan sediaan mengandung vitamin E yang

52 Universitas Sumatera Utara


mana riset membuktikan bahwa vitamin E memberikan perlawanan terhadap

kekeringan dan membantu memberikan pelembab natural pada kulit (IOM, 2000)

dan ukuran partikel nanoemulsi gel lebih kecil sehingga mudah terpenetrasi

kedalam kulit.

Selain itu, menurut Loden dan Maibach (2006), bahwa peningkatan

kadar air kulit dipengaruhi oleh kemampuan vitamin E dalam melindungi

degradasi oksidatif terhadap asam hialuronat. Asam hialuronat berfungi sebagai

zat yang mempertahankan kelembapan di dalam kulit. Sedangkan menurut

Tranggono, Iswari dan Latifah (2007), vitamin E sebagai pelembab yang dapat

mempertahankan ikatan air di dalam kulit.

Berdasarkan hasil analisa statistik yang menggunakan Two Way Anova.

Hasil analisis statistik dari pengukuran kadar air menunjukkan adanya perbedaan

yang signifikan (p ≤ 0,05) antar formula setelah pemakaian sediaan nanoemulsi

gel dan emulsi gel setiap minggu selama 4 minggu. Hasil analisis statistik setelah

4 minggu pemakaian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kadar

air yang signifikan (p ≤ 0,05) antara emulsi gel dengan nanoemulsi gel.

Teknologi nanoemulsi gel ini juga merupakan metode yang efektif untuk

pelepasan vitamin E dan minyak zaitun sebagai bahan aktif dikarenakan ukuran

droplet yang kecil, nanoemulsi gel dapat dengan mudah berpenetrasi melewati

lapisan kulit dan dapat meningkatkan penetrasi bahan aktif, sehingga aktivitas

kerja minyak zaitun dalam meningkatkan kadar air dalam kulit menjadi lebih

efektif.

53 Universitas Sumatera Utara


3.4.2 Pori (Pore)

Besar pori pada kulit wajah sukarelawan diukur menggunakan perangkat

skin analyzer yang sama. pada waktu melakukan analisa kehalusan kulit, secara

otomatis analisa besar pori ikut terbaca. Data hasil pengukuran pori (pore) pada

kulit wajah sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 3.14 dan Gambar 4.13

Tabel 4.14 Hasil pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan

Formula Lama pemakaian sediaan (minggu)


0 1 2 3 4
40 38 31 26 24
32 30 27 25 24
F2
29 27 26 25 23
(Nanoemulsi
Nanoemulsi
gel gel) 41 37 32 28 25
35 31 29 26 24
30 29 26 24 23
Rata-rata 34,5 32 28,5 25,7 23,8
40 38 34 31 29
Emulsi 34 31 30 29 28
gel 31 30 29 27 25
Emulsi gel
40 37 32 30 29
36 35 32 29 27
30 29 28 28 26
Rata –rata 35,2 33,3 30,8 29 27,3

Keterangan:
*Perawatan intensif, **Perawatan intensif, ***Membutuhkan perawatan,
****Baik(20-40), *****Baik (< 20)

F3 (Nanoemulsi gel) Emulsi gel


40
Jumlah Rata-rata pori

30

20

10

Gambar
0 4.13 Grafik hasil pengukuran pori (Pore) selama 4 minggu
0 1 2 3 4
Waktu (minggu)

Kondisi awal sebelum pemakaian

54 Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.14.1a Nanoemulsi gel Gambar 4.14.1b Emulsi gel
-Jumlah pori yang diperoleh 40 -Jumlah pori yang diperoleh 40
-Jumlah pori seharusnya 20 -Jumlah pori seharusnya 20
Pemakaian setelah 1 minggu

Gambar 4.14.2a Nanoemulsi gel Gambar 4.14.2b Eemulsi gel


-Jumlah pori yang diperoleh 38 -Jumlah pori yang diperoleh 38
-Jumlah pori seharusnya 20 -Jumlah pori seharusnya 20
Pemakaian setelah 2 minggu

Gambar 4.14.3a Nanoemulsi gel Gambar 4.14.3b Emulsi gel


-Jumlah pori yang diperoleh 31 -Jumlah pori yang diperoleh 34
-Jumlah pori seharusnya 20 -Jumlah pori seharusnya 20

55 Universitas Sumatera Utara


Pemakaian setelah 3 minggu

Gambar 4.14.4a Nanoemulsi gel Gambar 4.14.4b Emulsi gel


-Jumlah pori yang diperoleh 26 -Jumlah pori yang diperoleh 31
-Jumlah pori seharusnya 20 -Jumlah pori seharusnya 20

Pemakaian setelah 4 minggu

Gambar 4.14.5a Nanoemulsi gel Gambar 4.14.5b Emulsi gel


-Jumlah pori yang diperoleh 24 -Jumlah pori yang diperoleh 29
-Jumlah pori seharusnya 20 -Jumlah pori seharusnya 20

Gambar 4.14 Hasil pengukuran pori pada alat skin analyzer

Berdasarkan hasil pengukuran pori seperti yang terlihat pada Tabel 4.14

dan Gambar 4.13 menunjukkan bahwa pada formula nanoemulsi gel terjadi

perubahan kondisi pori kulit dari kondisi pori yang besar (rata-rata 34,5) menjadi

sedikit kecil (rata-rata 23,8) setelah 4 minggu pemakaian sediaan nanoemulsi gel.

Sedangkan hasil pengukuran pori untuk sediaan emulsi gel dapat dilihat bahwa

terjadi perubahan kondisi pori kulit dari kondisi pori yang besar (rata-rata 35,2)

56 Universitas Sumatera Utara


menjadi beberapa besar (rata-rata 27,3) setelah 4 minggu pemakaian sediaan

emulsi gel.

Berdasarkan hasil analisa statistik yang menggunakan Two Way Anova.

Hasil analisis statistik dari pengukuran pori menunjukkan adanya perbedaan yang

signifikan (p ≤ 0,05) antar formula setelah pemakaian sediaan nanoemulsi gel dan

emulsi gel setiap minggu selama 4 minggu. Hasil analisis statistik setelah 4

minggu pemakaian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengecilan ukuran

pori yang signifikan (p ≤ 0,05) antara emulsi gel dengan nanoemulsi gel.

Ukuran pori-pori berhubungan erat erat dengan kehalusan pada kulit.

Semakin kecil ukuran pori-pori pada kulit menunjukkan semakin halus kulit

tersebut, sebaliknya semakin besar ukuran pori-pori menunjukkan semakin kasar

kulit tersebut. Menurut Mulyawan dan Suriana (2013); Dreyfuss (2015), pori-pori

dapat membesar apabila terkena sinar matahari yang terlalu terik, peningkatan

suhu menyebabkan rusaknya kolagen dalam waktu bersamaan sehingga

menyebabkan penurunan elastisitas dinding kanal pori dan perbesaran pori,

sehingga penumpukan sel kulit mati (kotoran) dapat memicu timbulnya jerawat

serta mempengaruhi ukuran pori yang mengakibatkan pori-pori kulit membesar.

Vitamin E yang terdapat pada minyak zaitun dapat melepaskan sel kulit mati dan

merangsang pembentukan sel baru serta dapat menangkap radikal bebas yang

merusak kulit, sehingga dapat mengecilkan pori-pori kulit.

4.4.3 Noda (Melanin)

Noda pada kulit wajah sukarelawan diukur menggunakan perangkat skin

analyzer. Data hasil pengukuran noda (melanin) pada kulit wajah sukarelawan

dapat dilihat pada Tabel 4.15 dan Gambar 4.15

57 Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.15 Hasil pengukuran noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan

Formula Lama pemakaian sediaan (minggu)


0 1 2 3 4
41 38 34 30 28
39 37 31 28 25
F2
Nanoemulsi
gel 36 33 27 23 20
(Nanoemulsi
41 39 35 31 29
gel)
40 35 32 27 23
38 34 30 25 22
Rata-rata 39,2 36 31,7 27,3 24,5
41 39 34 31 29
Emulsi 39 35 31 29 28
gel 37 34 30 26 24
Emulsi gel
40 40 37 35 32
39 36 33 28 25
38 35 33 28 24
Rata –rata 39 36,5 33 29,5 27

Keterangan:
*Perawatan intensif, **Perawatan intensif, ***membutuhkan perawatan (41),
****Baik(24-40), *****Baik (<18)
F3 (Nanoemulsi gel) Emulsi gel

45
Jumlah Rata-Rata Noda

40
35
30
25
20
15
10
5
Gambar
0 4.15 Grafik hasil pengukuran noda (Melanin) selama 4 minggu
0 1 2 3 4
Waktu (minggu)

58 Universitas Sumatera Utara


Kondisi awal sebelum pemakaian

Gambar 4.16.1a Nanoemulsi gel Gambar 4.16.1b Emulsi gel


-Jumlah noda yang diperoleh 41 -Jumlah noda yang diperoleh 40
-Jumlah noda seharusnya 18 -Jumlah noda seharusnya 18

Pemakaian setelah 1 minggu

Gambar 4.16.2a Nanoemulsi gel Gambar 4.16.2b Emulsi gel


-Jumlah noda yang diperoleh 39 -Jumlah noda yang diperoleh 40
-Jumlah noda seharusnya 18 -Jumlah noda seharusnya 18

Pemakaian setelah 2 minggu

Gambar 4.16.3a Nanoemulsi gel Gambar 4.16.3b Emulsi gel


-Jumlah noda yang diperoleh 35 -Jumlah noda yang diperoleh 37
-Jumlah noda seharusnya 18 -Jumlah noda seharusnya 18

59 Universitas Sumatera Utara


Pemakaian setelah 3 minggu

Gambar 4.16.4b Emulsi gel


Gambar 4.16.4a Nanoemulsi gel -Jumlah noda yang diperoleh 35
-Jumlah noda yang diperoleh 31 -Jumlah noda seharusnya 18
-Jumlah noda seharusnya 18

Pemakaian setelah 4 minggu

Gambar 4.16.5a Nanoemulsi gel Gambar 4.16.5b Emulsi gel


-Jumlah noda yang diperoleh 29 -Jumlah noda yang diperoleh 32
-Jumlah noda seharusnya 18 -Jumlah noda seharusnya 18

Gambar 4.16 Hasil pengukuran melanin pada alat skin analyzer

Berdasarkan hasil pengukuran noda kulit seperti yang terlihat pada Tabel

4.15 dan Gambar 4.13 menunjukkan bahwa pada formula nanoemulsi gel terjadi

perubahan kondisi noda kulit dari kondisi banyak noda (rata-rata 39,2) menjadi

beberapa noda (rata-rata 24,5) setelah 4 minggu pemakaian sediaan nanoemulsi

gel. Sedangkan pada formula emulsi gel terjadi perubahan kondisi kulit dari

60 Universitas Sumatera Utara


kondisi banyak noda (rata-rata 39,0) dan menjadi beberapa noda (rata-rata 27)

setelah 4 minggu pemakaian sediaan emulsi gel.

Berdasarkan hasil analisa statistik yang menggunakan Two Way Anova.

Hasil analisis statistik dari pengukuran noda menunjukkan adanya perbedaan yang

signifikan (p ≤ 0,05) antar formula setelah pemakaian sediaan nanoemulsi gel dan

emulsi gel setiap minggu selama 4 minggu. Hasil analisis statistik setelah 4

minggu pemakaian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah noda yang

signifikan (p ≤ 0,05) antara emulsi gel dengan nanoemulsi gel.

Sel utama kedua epidermis (setelah keratinosit) adalah melanosit yang

ditemukan dalam lapisan basal. Di dalam melanosit disintesa granula-granula

pigmen yang disebut melanosom. Melanosom mengandung biokroma coklat yang

disebut melanin. Jumlah melanin dalam keratinosit dalam kulit menentukan warna

kulit seseorang. Melanosit melindungi kulit dari pengaruh-pengaruh sinar

matahari yang merugikan. Sebaliknya, sinar matahari yang berlebihan juga dapat

meningkatkan pembentukan melanosom dan melanin. Semakin banyak sinar

matahari yang terkena kulit menyebabkan semakin aktif pembentukan melanin

dan menimbulkan pembentukan bintik-bintik noda berwarna coklat pada kulit

(Fitzpatrick, dkk., 1983).

4.4.4 Kerutan (Wrinkle)

Keriput atau kerutan pada kulit mata bagian lateral sukarelawan diukur

dengan menggunakan perangkat skin analyzer. Data hasil pengukuran Kerutan

(Wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 3.17 dan Gambar

3.17

61 Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.16 Hasil pengukuran kerutan (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan

Lama pemakaian sediaan (minggu)


Formula 0 1 2 3 4
31 29 25 22 19
29 25 20 18 12
F2
26 22 19 13 10
(Nanoemulsi
32 29 26 23 21
gel)
29 27 23 18 14
28 24 19 14 10
Rata-rata 29,2 26 22 18 12,8
31 30 26 22 19
28 26 23 20 19
25 22 19 17 16
Emulsi gel
31 29 28 26 24
29 27 24 21 18
25 22 19 17 16
Rata-rata 28,2 26 23,2 20,5 18,7

Keterangan:
*Perawatan intensif, **Perawatan intensif, ***Membutuhkan perawatan (26-40) ,
****Baik(11-25), ***** Baik (<10)

F3 (Nanoemulsi gel) Emulsi gel

35
Jumlah Rata-rata keriput

30

25

20

15

10

0
0 1 2 3 4

Waktu (minggu)

Gambar 4.17 Grafik hasil pengukuran kerutan (wrinkle) selama 4 minggu

62 Universitas Sumatera Utara


Kondisi awal sebelum pemakaian

Gambar 4.18.1a Nanoemulsi gel Gambar 4.18.1b Emulsi gel


-Banyaknya kerutan yang diperoleh 29 -Banyaknya kerutan yang diperoleh 31
-Banyaknya kerutan seharusnya 8 -Banyaknya kerutan seharusnya 8

Pemakaian setelah 1 minggu

Gambar 4.18.2a Nanoemulsi gel Gambar 4.18.2b Emulsi gel


-Banyaknya kerutan yang diperoleh 25 -Banyaknya kerutan yang diperoleh 29
-Banyaknya kerutan seharusnya 8 -Banyaknya kerutan seharusnya 8
Pemakaian setelah 2 minggu

63 Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.18.3a Nanoemulsi gel Gambar 4.18.3b Emulsi gel
-Banyaknya kerutan yang diperoleh 20 -Banyaknya kerutan yang diperoleh 28
Pemakaian setelahkerutan
-Banyaknya 3 minggu
seharusnya 8 -Banyaknya kerutan seharusnya 8

Gambar 4.18.4a Nanoemulsi gel Gambar 4.18.4b Emulsi gel


-Banyaknya kerutan yang diperoleh 18 -Banyaknya kerutan yang diperoleh 26
-Banyaknya kerutan seharusnya 8 -Banyaknya kerutan seharusnya 8
- Pemakaian setelah 4 minggu

Gambar 4.18.5a Nanoemulsi gel Gambar 4.18.5b Emulsi gel


-Banyaknya kerutan yang diperoleh 12 -Banyaknya kerutan yang diperoleh 24
-Banyaknya kerutan seharusnya 8 -Banyaknya kerutan seharusnya 8

Gambar 4.18 Hasil pengukuran keriput pada alat skin analyzer

Berdasarkan hasil pengukuran kerutan kulit seperti yang terlihat pada

Tabel 4.16 dan Gambar 4.17 menunjukkan bahwa pada formula nanoemulsi gel

terjadi perubahan kondisi kerutan atau keriput pada kulit dari kondisi berkeriput

64 Universitas Sumatera Utara


(rata-rata 29,2) menjadi tak berkeriput (rata-rata 12,8) setelah 4 minggu

pemakaian sediaan. Sedangkan pada formula emulsi gel terjadi perubahan kondisi

kerutan atau keriput pada kulit dari kondisi berkeriput (rata-rata 28,2) dan menjadi

tak berkeriput (rata-rata 18,7) setelah 4 minggu pemakaian sediaan emulsi gel.

Kulit merupakan organ tubuh yang secara langsung terpapar sinar UV dari

matahari. Sinar UV dapat menyebabkan penurunan sintesis kolagen. Kolagen

merupakan penyusun lapisan dermis juga berperan dalam proses regenerasi kulit.

Seiring bertambahnya usia, kolagen kulit mulai pecah dan kaku sehingga kulit

kehilangan elastisitasnya. Akibatnya, kulit tampak berkerut dan mengendur

(Noormindhawati, 2013).

65 Universitas Sumatera Utara


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Vitamin E dapat diformulasikan sebagai sediaan nanoemulsi gel dan stabil

selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar.

- Sediaan nanoemulsi gel vitamin E dengan konsentrasi 5% memiliki

aktivitas anti-aging yang lebih baik daripada sediaan emulsi gel vitamin E

5%.

5.2 Saran

- Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan sediaan

nanoemulsi gel yang mengandung zat aktif Gamma oryzanol dengan

menggunakan kombinasikan Tween 80 dan Span 80 sebagai surfaktan

untuk mendapatkan stabilitas sediaan nanoemulsi gel yang lebih baik.

66 Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Achroni, K. (2012). Semua Rahasia Kulit Cantik & Sehat Ada di Sini. Jogjakarta:
Javalitera. Halaman 13-17, 89, 95-96.

Anisha, N. (2017). Formulasi dan Evaluasi Sediaan Nanoemulsi Dari Extra


Virgin Olive Oil (Minyak Zaitun Ekstra Murni) sebagai anti-aging.
Skripsi. Halaman 25, 26, 28, 33, 34.

Aramo. (2012). Skin and Hair Diagnosis System. Sungnam: Aram Huvis Korea
Ltd. Halaman 1 - 10.

Ardhie, M. A. (2011). Radikal Bebas dan Peran Antioksidan dalam Mencegah


Penuaan. Jakarta. Scientific Journal of Pharmaceutical Development and
Medical Application. Vol. 24(1): 4.

Barel, A.O., Paye, M., dan Howard I.M. (2009). Handbook of Cosmetic Science
and Technology. Edisi Ketiga. New York: Informa Healthcare. Halaman
473, 514, 774-775.

Bentley, V. (2006). Siasat Jitu Awet Muda. Jakarta: Erlangga. Halaman 14.

Bogandenta, A. (2012). Antisipasi Gejala Penuaan Dini dengan Kesaktian


Ramuan Herbal. Jogjakarta: Buku Biru. Halaman 15, 17, 19, 25 - 27, 43.

Burns, T., Breathnach, S., Cox, N., dan Griffiths, C. (2004). Rook’s Textbook of
Dermatology. London: Blackwell Science Ltd. Halaman 47.

Date, A. A., Nagarsenker, M. S. (2008) Parenteral Mikroemulsion: An Overview.


International Journal of Pharmaceutics. 355: 19-30.

Darmawan, A.B. (2013). Anti-aging. Yogyakarta: Media Pressindo. Halaman 38-


39, 41, 42.

Devarjan, V and Ravichandran, V. (2011). Nanoemulsion: As Modified Drug


Delivery Tool. Internasional Journal of Comprehensive Pharmacy. 4(01).

Diba, R.F., Yasni, S., Yuliani, S. (2004). Nanoemulsifikasi spontan Ekstrak Jintan
Hitam Dan Karakteristik Produk Enkapsulasinya. J. Teknol Dan Industri
Pangan. 25(2): 135.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 8, 649,659.

Ditjen POM. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi kelima. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 77, 882.

67 Universitas Sumatera Utara


Ditjen POM RI. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 29.

Fauzi, A.R., dan Nurmalina, R. (2012). Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta: PT
Alex Media Komputindo. Halaman 60, 171-173.

Fitzpatrick, T.B., Eisen, A.Z., Wolff, K., Freedberg, I.M., dan Austen, K.F.
(1983). Dermatology in General Medicine. Chicago: Mc Graw-Hill Inc.
Halaman 8-9.
Gadhave, A. D., (2014). Nanoemulsions: Formation, Stabilityand Applications,
IJRSAT, 2(3), 38-4353 Schultz, S., Wagner, G., Urban, K., and Ulrich, J.,
2004, High- Pressure Homogenization as a Process for Emulsion
Formation, Chem. Eng. Technol., 27 (4): 361-368.

Gupta, P.K., Pandit, J.K., Kumar, A., Swaroop, P., and Gupta S. (2010).
Pharmaceutical Nanothecnology Novel Nanoemulsion-High Energy
Emulsifying Preparation, Evaluation, and Aplication the Pharmacy
Research. . Ph. Res., 3 : 117-138.

Gullota, A., Saberi, A. H., Nicoli, M. C., and McClements, D. J., (2014).
Nanoemulsion-Based Delivery Systems for Polyunsaturated (ω-3) Oils:
Formation Using a Spontaneous Emulsification Method, J. Agric. Food
Chem., 62, 1720-1725.

Haneefa, K.P.M., Easo, S., Hafsa, P.V., Mohanta, G.P., dan Nayar, C. (2013).
Emulgel : An Advanced Review. Journal of Pharmaceutical Sciences
and Research. 5(12): 255.

Iskandar, B., Karsono., Silalahi, J. (2016). Preparation of Spray Nanoemulsion


and Cream Containing Vitamin E as Anti-aging Product Tested in Vitro
and in Vivo Method. International Journal PharmaTech Research.
9(6): 307-308.

Jaelani. (2009). Aroma Terapi. Jakarta : Pustaka Populer Obor. Halaman 12

Koroleva, M.Y., and Yurtov, E.V. (2012). Nanoemulsions: the properties,


methods of preparation and promising applications. Russian
Chemical Reviews, 81(1): 21-43.

Kligman, A.M. (1986). Aging and the Skin. Tokyo: Fujishoin. Halaman 63.

Lachman, L., Lieberman, Herbert, A., Kanig, Joseph, L. (1994). Teori dan
Praktek Industri Farmasi 1. Edisi III. Terjemahan dari The Theory and
Practise of Industrial Pharmacy, oleh Suyatmi,Siti. Jakarta. UI Press.
Halaman 1081-1083.

Loden, M. (2009). Hydrating Substance in Handbook of Cosmetic Science and


Technology 3rd Edition. New York : Informa Healthcare USA.107.

68 Universitas Sumatera Utara


Martin, A. J., Swarbrick, Cammarata, A. (1993). Farmasi Fisik. Alih bahasa
Yoshita dan Iis Aisyah. Edisi Ketiga. Jakarta: Unversitas Indonesia Press.
Halaman 940-1010.

Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammaranta, A. (1999). Farmasi Fisik Jilid II
(Joshita Djajadisastra, Penerjemah). Jakarta: UI-Press. Halaman 925, 939-
941, 983-984, 1014, 1082, 1100-1101, 1144-1145.

McClements, D.J. (2012). Nanoemulsions versus Microemulsions: Terminology,


Differences,and Similarities, Soft Matter, 8: 1719-1729.

Mikhania, C.E. (2016). Pengaruh Variasi Konsentrasi Minyak Zaitun (Olive Oil)
terhadap Kelembutan Sabun Cair. Jurnal Ilmiah Kesehatan Akademi
Farmasi Jember (1) : 19-22.

Myers D. (2006). Surfactant Science and Technology. 3th Edition. New Jersey:
John Wiley and Sons Inc. Halaman 186-189.

Muliyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo. Halaman 21-22.

Noormindhawati, L. (2013). Jurus Ampuh Melawan Penuaan Dini. Jakarta:


Kompas Gramedia. Halaman 2, 11, 24, 84.

Panjaitan, D.T., Budi, P., dan Leenawaty, L. (2008). Peranan Karotenoid Alami
Dalam Menangkal Radikal Bebas di Dalam Tubuh. e-USU Repository.
Halaman 80.

Preeti, B., dan Gnanaranjan, G. (2013). Emulgels : A Novel Formulation


Approach For Topical Delivery Of Hydrophobic Drug. International
Research Journal of Pharmacy. 4(2): 12-16.

Prianto. (2014). Panduan Lengkap Merawat Kulit Wajah. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama. Halaman 15.

Putra, S.R. (2012). Optimalkan Kesehatan Wajah dan Kulit dengan Bengkoang.
Jogjakarta: Diva Press. Halaman 7 - 17.

Rangarajan, M. (1999). Skin Delivery of Vitamin E. J. Cosmet. Sci., 50, 249-279.

Rawlins, E.A. (2002). Bentley‟s Textbook of Pharmacetical. Edisi Delapan belas.


London: Bailierre Tindall. Halaman 22, 355.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Quinn, M. E. (2009). Hanbook of


Pharmaceutical Exipients. 6th edition. Washington D. C :
Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association.
Halaman 540-553.

69 Universitas Sumatera Utara


Schultz, S., Wagner, G., Urban, K., and Ulrich, J. (2004). High Pressure
Homogenization as a Process for Emulsion Formation. Chem, Eng.
Technol., 27(4): 361-368.

Shah, P.,Bhalodia D., Shelat P. (2010). Nanoemulsion: A Pharmaceutical Review,


Sys Rev Pharm: India. 1(1):25-26.

Shakeel, F., Baboota, S., Ahuja, A., Ali, J., Aqil, M., and Shafiq, S. (2008).
Stability evaluation of celecoxib nanoemulsion containing tween 80. Thai
Journal Pharm. Sci. 32, 49.

Solans, C. (2005). Nanoemulsions. Current Opinion in Colloid and Interface


Science. 102, 110.

Sudarmadji. (2012). Mempelajari Pengaruh Jenis Inisoator, Jenis Surfaktan dan


Waktu Feeding Monomer terhadap Kinerja Pressure Sensitive Adhesive
Berbasis Air. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Jurusan Ilmu Material.
Halaman 25.

Tranggono, R. I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan


Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal.11-13, 46.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit


UI- Press. Halaman 111-120.

70 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Gambar alat dan bahan
1. Alat

Alat-alat gelas dan Magnetic Stirer Neraca Analitik


magnetic bar

Neraca Analitik

Lumpang dan alu Penangas Air Sonikator

Viskometer Brookfield pH meter Piknometer


DV-E

71 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. (Lanjutan)

Alat sentrifugasi Particle size analyzer

Tensiometer Du-Nouy Skin Analyzer (Aram)

2. Bahan

Vitamin E Tween 80
Lampiran 1. (Lanjutan) Minyak Zaitun

72 Universitas Sumatera Utara


Sorbitol Metil Paraben Karbopol
940

Span Propilen Gliserin


80 Glikol

Indikator pH asam Indikator pH basa Metilen Blue

73 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Bagan alir pembuatan nanoemulsi Vitamin E

Vitamin E
Aqua destilata

Ditimbang Ditimbang
Dilarutkan ke dalam minyak Dilarutkan metil paraben
Zaitun yang telah ditimbang dan propil paraben dalam
kedalam gleas beaker aqua destilata, kemudian
Diaduk homogen dipanaskan di atas
waterbath hingga larut
sempurna
Didinginkan larutan, ke-
mudian ke dalam larutan
ditambahkan tween 80
Diaduk campuran,
kemudian ditambahkan
sorbitol dan diaduk
secara manual dengan
batang pengaduk hingga
terbentuk masa kental
berwarna putih
Diaduk massa kental de-
ngan magnetic stirrer pa-
da 3000-4000 rpm
Fase minyak
Fase air

Ditambahkan fase minyak ke dalam fase air dengan


cara
meneteskannya sedikit-demi sedikit dengan mengguna-
kan pipet tetes
Dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer
Pada kecepatan 3000-4000 rpm selama 8 jam pada suhu-
kamar hingga homogen dan terbentuk nanoemulsi yang
jernih dan transparan
Disonikasi nanoemulsi yang terbentuk selama 30 menit

Nanoemulsi Vitamin E

74 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3. Bagan alir pembuatan nanoemulsi gel Vitamin E

Karbopol 940

Ditimbang
Ditambahkan dengan
sejumlah aquadest hingga
terdispersi seluruhnya Nanoemulsi Vitamin E
Dihomogenkan dalam
lumpang hingga membentuk
basis gel yang transparan
Ditetesi sedikit demi sedikit
TEA untuk menetralkan
basis gel
Dihomgenkan kembali
didalam lumpang

Basis gel

Didalam beaker glass dimasukkan 20gr basis gel


Dihomogenkan dengan menggunakan magnetic
stirrer
Ditambahkan nanoemulsi vitamin e kedalam basis
gel sedikit demi sedikit sambil dihomogenkan
dengan magnetic stirer
Setelah semuanya bercampur, Dihomogenkan
dengan menggunakan magnetic stirrer pada
kecepatan 3000-4000 rpm selama 8 jam pada suhu
kamar hingga homogen dan terbentuk nanoemulsi
gel yang jernih dan transparan
Disonikasi nanoemulsi gel yang terbentuk selama
60 menit

Nanoemulsi Gel Vitamin


E

75 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. Bagan alir pembuatan emulsi Vitamin E 5%

CMC Na

Ditimbang massa CMC Na

Dipanaskan aqua destilata sebanyak 20 kali massa CMC

Na

Dipanaskan lumpang

Dimasukkan aqua destilata yang telah dipanaskan ke

dalam lumpang yang telah dipanaskan

Dikembangkan massa CMC Na di dalam lumpang yang

berisi aqua destilata yang telah dipanaskan dengan cara

menaburkan CMC Na sedikit demi sedikit di atas

aqua destilata panas hingga terbentuk massa yang kental

dan transparan

Massa kental dan


transparan CMC Na

76 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. (Lanjutan)
Vitamin E Aqua destilata

Ditimbang Ditimbang
Dilarutkan dalam minyak zaitun
Dicampurkan dengan span 80 Dicampurkan Aqua desti-
yang telah ditimbang ke da- lata, metil paraben, propil
lam gleas beaker paraben, dan propilen gli-
Diaduk homogen dan dipanas kol yang telah ditimbang
kan pada 600C ke dalam gelas beaker
dan
diaduk homogen
Ditambahkan tween 80 ke
dalam fase air dan diaduk
` homogen
Ditambahkan gliserin ke-
dalam fase air
Fase minyak Dipanaskan fase air pada
600C hingga larut
Fase air

Ditambahkan fase minyak ke dalam lumpang yang berisi


larutan CMC Na yang kental dan transparan, dan dihomo
genkan
Ditambahkan fase air yang telah dipanaskan sedikit-demi
sedikit ke dalam lumpang sambil digerus cepat hingga ter
bentuk massa emulsi yang kental

Emulsi Vitamin E

77 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Bagan alir pembuatan Emulsi gel Vitamin E

Karbopol 940

Ditimbang
Ditambahkan dengan
sejumlah aquadest hingga
terdispersi seluruhnya Emulsi Vitamin E
Dihomogenkan dalam
lumpang hingga membentuk
basis gel yang transparan
Ditetesi sedikit demi sedikit
TEA untuk menetralkan
basis gel
Dihomgenkan kembali
didalam lumpang

Basis gel

Ditambahkan emulsi ke dalam lumpang yang berisi


Basis gel yang kental dan transparan
Dihomogenkan di dalam lumpang sambil digerus hingga
terbentuk massa emulsi gel yang kental

Emulsi gel Vitamin E

78 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6. Sertifikat analisis vitamin E

79 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7. Surat penyataan persetujuan (informed consent)
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Rahmadiah Fitri
Umur : 21 tahun
Alamat : Jl. Jamin Ginting, Komplek Pamen No.30, Medan
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti mengenai prosedur dan manfaat
dari penelitian ini, maka saya menyatakan SETUJU untuk ikut serta dalam
penelitian dari Nita Tirmiara dengan judul “Formulasi dan Evaluasi Sediaan
Nanoemulsi Gel Vitamin E (Alfa Tokoferol) Sebagai skin anti-Aging” sebagai
upaya untuk mengetahui apakah sediaan nanoemulsi gel vitamin E yang
dihasilkan mampu memberikan efek anti penuaan dini. Saya menyatakan sukarela
dan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian yang telah ditetapkan.
Persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari
pihak manapun. Demikianlah surat pernyataan ini dibuat untuk dapat digunakan
sebagaimana mestinya.

Medan, 25 September 2017


Peneliti, Sukarelawan,

Nita Tirmiara Rahmadiah Fitri

80 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8. Gambar uji iritasi sediaan emulsi gel dan nanoemulsi gel pada
sukarelawan
1. uji iritasi Sediaan emulsi gel

2. Uji iritasi sediaan nanoemulsi gel

81 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel Vitamin E
1. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel F1 penyimpanan 0 minggu pada
suhu kamar

2. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel F1 penyimpanan 6 minggu pada


suhu kamar

3. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel F1 penyimpanan 12 minggu pada


suhu kamar

82 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9. (Lanjutan)
4. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel F2 penyimpanan 0 minggu pada
suhu kamar

5. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel F2 penyimpanan 6 minggu pada


suhu kamar

6. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel F2 penyimpanan 12 minggu pada


suhu kamar

83 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9. (Lanjutan)
7. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel F3 penyimpanan 0 minggu pada
suhu kamar

8. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel F3 penyimpanan 6 minggu pada


suhu kamar

9. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F3 penyimpanan 12 minggu pada


suhu kamar

84 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. Data hasil uji statistik
a. Kadar air (moisture)
UJI NORMALITAS

Tests of Normality
F Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

K
Nanoemulsi Gel ,096 30 ,200* ,972 30 ,581
aVitamin E 5%
d ,115 30 ,200* ,961 30 ,335
a
rEmulsi Gel Vitamin E
A
5%
i
r

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

UJI TWO WAY ANOVA


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: KadarAir

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 969,683a 9 107,743 10,193 ,000


Intercept 70932,817 1 70932,817 6710,768 ,000
Formula 58,017 1 58,017 5,489 ,023
Waktu 886,933 4 221,733 20,978 ,000
Formula * Waktu 24,733 4 6,183 ,585 ,675
Error 528,500 50 10,570
Total 72431,000 60
Corrected Total 1498,183 59
a. R Squared = ,647 (Adjusted R Squared = ,584)

85 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. (Lanjutan)
b. Pori (Pore)

UJI NORMALITAS
Tests of Normality
Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PNanoemulsi Gel ,151 30 ,081 ,890 30 ,005


oVitamin E 5%
rEmulsi Gel Vitamin ,180 30 ,054 ,914 30 ,019
iE 5%

a. Lilliefors Significance Correction

UJI TWO WAY ANOVA


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Pori

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 779,483a 9 86,609 8,847 ,000


Intercept 54060,017 1 54060,017 5521,963 ,000
Formula 74,817 1 74,817 7,642 ,008
Waktu 686,400 4 171,600 17,528 ,000
Formula * Waktu 18,267 4 4,567 ,466 ,760
Error 489,500 50 9,790
Total 55329,000 60
Corrected Total 1268,983 59

a. R Squared = ,614 (Adjusted R Squared = ,545)

86 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. (Lanjutan)
c. Melanin (Noda)

UJI NORMALITAS
Tests of Normality
Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

M
nanoemulsi gel ,084 30 ,200* ,963 30 ,374
eVitamin E 5%
l ,086 30 ,200* ,955 30 ,225
a
Emulsi Gel
n
Vitamin E 5%
i
n

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

UJI TWO WAY ANOVA


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Melanin

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 1475,483a 9 163,943 22,386 ,000


Intercept 62791,350 1 62791,350 8574,149 ,000
Formula 25,350 1 25,350 3,462 ,069
Waktu 1435,067 4 358,767 48,990 ,000
Formula * Waktu 15,067 4 3,767 ,514 ,725
Error 366,167 50 7,323
Total 64633,000 60
Corrected Total 1841,650 59

a. R Squared = ,801 (Adjusted R Squared = ,765)

87 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. (Lanjutan)
d. Wrinkle (Kerutan)

UJI NORMALITAS
Tests of Normality
Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kNanoemulsi Gel ,107 30 ,200* ,947 30 ,144


eVitamin E 5%
r ,123 30 ,200* ,951 30 ,183
u
Emulsi Gel Vitamin
t
E 5%
a
n

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

UJI TWO WAY ANOVA


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: kerutan

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 1405,083a 9 156,120 14,968 ,000


Intercept 30150,417 1 30150,417 2890,740 ,000
Formula 46,817 1 46,817 4,489 ,039
Waktu 1277,167 4 319,292 30,613 ,000
Formula * Waktu 81,100 4 20,275 1,944 ,118
Error 521,500 50 10,430
Total 32077,000 60
Corrected Total 1926,583 59

a. R Squared = ,729 (Adjusted R Squared = ,681)

88 Universitas Sumatera Utara


Lampiran 11. Hasil pengukuran kadar air pada alat skin Analyzer
1. Sukarelawan 1
a. Kadar air pada sukarelawan 1

Kondisi awal sebelum pemakaian

Pemakaian setelah 1 minggu

Pemakaian setelah 2 minggu

Pemakaian setelah 3 minggu

89 Universitas Sumatera Utara


Pemakaian setelah 4 minggu

b. Jumlah pori pada sukarelawan 1

Kondisi awal sebelum pemakaian

Pemakaian setelah 1 minggu

Pemakaian setelah 2 minggu

Pemakaian setelah 3 minggu

90 Universitas Sumatera Utara


Pemakaian setelah 4 minggu

c. Jumlah melanin pada sukarelawan 1

Kondisi awal sebelum pemakaian

Pemakaian setelah 1 minggu

Pemakaian setelah 2 minggu

Pemakaian setelah 3 minggu

91 Universitas Sumatera Utara


Pemakaian setelah 4 minggu

d. Jumlah kerutan pada sukarelawan 1

Kondisi awal sebelum pemakaian

Pemakaian setelah 1 minggu

Pemakaian setelah 2 minggu

Pemakaian setelah 3 minggu

Pemakaian setelah 4 minggu

92 Universitas Sumatera Utara

You might also like