You are on page 1of 17

AUDIT SEKTOR PRIVAT 1

“Materialitas dan salah saji”

Oleh:
KELOMPOK 4

Desi Kartika Sari (061640511641)


Iis Novalina (061640511969)
Suci Amalia (061640511982)

Kelas 5 Ap. A

Dosen : Dr. L. Vera Riama P, S.E., M.Si., M.Ak., CA

JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2018
MATERIALITAS DAN SALAH SAJI

a. Pengertian materialitas
Materialitas adalah dasar untuk penilaian risiko (risk assessments) dan penentu luasnya
prosedur audit. Menentukan materialitas merupakan latihan dalam kearifan profesionalan
.Materialitas didasarkan pada persepsi auditor mengenai kebutuahan iinformasi keuangan
secara menyeluruh dari pemakaian laporan keuangan sebagai satu kelompok. Istilah
materialitas secara menyeluruh (overall materiality) digunakan dalam buku ( Audit Berbasis
ISA) ini merujuk pada materialitas yang diterapkan dalam laporan keuangan secara
keseluruhan. Jika salah saji dalam laporan keuangan melebihi jumlah yang secara umum
diperkirakan wajar dan dapat memengaruhi keputusan ekonomis pemakai laporan , maka
jumlah tersebut (secara menyeluruh) adalah material.
Jadi, Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan perubahan atas
suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi
itu, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
Sebagai contoh sederhana, pengeluaran sepuluh sen di atas kertas umumnya tidak material,
dan, jika itu terlupakan atau dicatat dengan tidak benar, maka tidak ada perbedaan praktis yang
akan dihasilkan, bahkan untuk bisnis yang sangat kecil. Namun, transaksi jutaan dolar hampir
selalu material, dan jika itu terlupakan atau dicatat dengan tidak benar, maka manajer
keuangan, investor , dan pihak lain akan membuat keputusan yang salah sebagai akibat dari
kesalahan ini. Penilaian apa yang material - di mana menarik garis antara transaksi yang cukup
besar untuk materi atau cukup kecil untuk menjadi tidak material - tergantung pada faktor-
faktor seperti ukuran pendapatan dan pengeluaran organisasi, dan pada akhirnya adalah
masalah penilaian profesional .
Tingkat Materialitas
Empat konsep Materialitas
“Overall” materiality Overall materiality didasarkan atas apa yang layaknya
diharapkan berdampak terhadap keputusan yang dibuat laporan
keuangan.
“Overall” performance Performance materiality ditetapkan lebih rendah dari Overall
materiality materiality. Performance materiality memungkinkan auditor
menanggapi penilaian risiko tertentu (tanpa mengubah Overall
materiality)
“Specific” materiality Specific materiality untuk jenis transaksi , saldo akun
atau disclosure tertentu dimana jumlah salah sajinya akan lebuh
rendah dari Overall materiality
“Specific” performance Specific performance materiality ditetapkan lebih rendah
materiality dari Specific materiality. Hal ini memungkinkan auditor
menanggapi penilaian tertentu, dan memperhitungkan
kemungkinan adanya salah saji yang tidak terdeteksi dan salah
saji yang tidak material, yang secara agregat dapat
berjumlah materiality

b. Konsep Salah Saji


Sifat Salah Saji
Situasi yang terkait dengan salah saji, dapat menyebabkan auditor mengevaluasi salah
saji itu sebagai material sekalipun besarnya (atau angka salah saji) di bawah materialitas.
Contoh, kasus perbuatan melawan hukum, ketidakpatuhan terhadap ketentuan dalam perjanjian
kredit atau perikatan lainnya, dan ketidak patuhan terhadap ketentuan statute dan pelaporan
yang ditetapkan regulator. Namun, memang tidak praktis merancang prosedur audit untuk
mendeteksi salah saji semata-mata atas dasar sifat atau nature dari salah saji tersebut.
Salah saji yang lazim ditemukan antara lain:
a. Kesalahan (errors) dan kecurangan (fraud) dalam pembuatan laporan keuangan.
b. Penyimpangan terhadap kerangka pelaporan keuangan yang digunakan (departures
from the applicable financial reporting framework).
c. Kecurangan yang dilakukan karyawan atau manajemen.
d. Kesalahan manajemen (management error).
e. Pembuatan estimasi yang tidak akurat atau tidak tepat (inacurate or inappropriate
estimates) atau;
f. Penjelasan yang keliru, tidak tepat atau tidak lengkap mengenai kebijakan akuntansi
atau hal lain dalam catatan atas laporan keuangan
Sumber-Sumber Salah Saji
SUMBER SALAH SAJI PENJELASAN
Tidak akurat atau Kesalahan dapat dibuat oleh pegawai dalam mengumpulkan atau
kecurangan memproses data untuk membuat laporan keuangan. Kesalahan
ini bisa melputi kekeliruan pisah-batas (cut off)pada akhir
periode. Sebagai tambahan terhadap penentuan salah saji
tertentu, auditor juga dapat:
 Mengkuantifikasi kesalahan dalam population tertentu
(misalnya penjualan) melalui monetary sampling. Besarnya
salah saji yang mungkin terjadi dapat diproyeksikan jika
sampel yang benar-benar mewakili (representative sample)
yang digunakan; dan
 Perhatikan sifat salah saji yang ditemukan. Jika sejumlah
salah saji berdampak pada saldo atau lokasi bisnis
tertentu,ini merupakan indikasi risiko salah saji yang
material karena kecurangan.
Kealpaan atau Beberapa transaksi mungkin tidak dicatat, karena kealpaan atau
kecurangan kesengajaan (yang sangat mungkin merupakan kecurangan).
Transaksi signifikan Tidak adanya alasan bisnis yang masuk akal untuk transaksi
yang signifikan (luar biasa atau di luar jalur bisnis yang normal)
mungkin disengaja untuk memanipulasi laporan keuangan atau
menyembunyikan penjarahan aset.
Journal entries Pencatatan dijurnal secara keliru atau tanpa otorisasi mungkin
terjadi selama atau pada akhir periode berjalan. Ini dapat
digunakan untuk memanipulasi angka-angka dalam laporan
keuangan.
Kekeliruan estimasi Dalam membuat taksiran manajemen mungkin salah
menghitung, mengabaikan atau salah menafsirkan fakta tertentu,
menggunakan asumsi yang salah, atau mengandung bias jika
estimasi entitas berada di luar rentang yang dapat diterima
entitas. Estimasi juga dapat disalahsajikan dengan sengaja untuk
memanipulasi hasil-hasil laporan keuangan.
Kekeliruan dalam nilai Mungkin ada perbedaan pendapat dengan manajemen berkenaan
wajar (fair values) dengan nilai wajar aset, kewajiban dan unsur ekuitas tertentu
(yang harus diukur dan diungkapkan dalam laporan keuangan
dengan nilai wajar).
Pemilihan penerapan Mungkin ada perbedaan pendapat dengan manajemen berkenaan
kebijan akuntansi dengan pemilihan dan penerapan kebijan akuntansi
Salah saji yang tidak Salah saji yang tidak dikoreksi yang berasal dari periode yang
dikoreksi dalam ekuitas lalu, akan tercermin dalam saldo awal ekuitas. Jika tidak
awal. disesuaikan (not adjusted), akan menjadi salah saji dalam
laporan keuangan di tahun berjalan.
Pengakuan Pendapatan Pendapatan dinyatakan terlalu tinggi (overstated) atau terlalu
rendah(understated) melalui pengakuan pendapatan yang
prematur (premature revenue recognition), pencatatan
pendapatan fiktif, atau penggeseran pendapatan ke periode lain.
Kelemahan pengendalian Salah saji dapat disebabkan kelemahan dalam pengendalian
intern intern secara tidak terduga (Unexpected deficiencies in internal
control). Hal ini dibahas dengan atau dilaporkan kepada
manjemen. Pertimbangan melaksanakan pekerjaan tambahan
untuk mengidentifikasi salah saji lainnya yang mungkin ada.
Penyajian atau Pengungkapan-pengungkapan tertentu yang wajib dimasukkan
pengungkapan dalam dalam laporan keuangan, diabaikan atau terabaikan.
laporan keuangan

Tindak Lanjut atas Salah Saji yang Ditemukan


Evaluasi kembali angka Telaah apakah auditor perlu mervisi overall materiality sebelum
materialitas ia mengevaluasi dampak salah saji yang tidak dikoreksi.
Telaahan ini dibuat berdasarkan hasil keuangan yang sebenarnya
(actual financial results).
Pelajari mengapa salah Pelajari alasan terjadinya salah saji yang ditemukan selama
saji terjadi, dan audit. Misalnya:
dampaknya terhadap  Apakah ini indikasi adanya kecurangan?
rencana audit  Masih ada kemungkinan terdapatnya salah saji yang lain?
 Apakah ada resiko tak terduga (undefined risk)?
Dengan mengetahui jawaban atas pertanyaan di atas, tentukan
apakah overall audit strategy dan audit plan perlu direvisi.
Revisi diperlukan jika:
 Ada kemungkinan terdapatnya salah saji yang lain, yang
jika digabungkan dengan salah saji yang sudah
ditemukan, bisa material;atau
 Gabungan salah saji yang sudah ditemukan selama audit,
mendekati angka materialitas.
Minta manajemen Minta manajemen mengoreksi semua salah saji yang ditemukan,
mengoreksi salah saji kecuali salah saji yang jumlahnya jelas-jelas sepele.
Minta manajemen Jika jumlah saji dalam populasi tidak diketahui secara tepat
melakukan prosedur (misalnya dalam projection atau ekstrapolasi berdasarkan audit
tambahan sample), minta manajemen melakukan prosedur untuk
menentukan jumlah salah saji yang sebenarnya, dan kemudian
buat koreksi yang tepat terhadap angka-angka dalam laporan
keuangan. Jika manajemen sepakat dengan usulan itu, auditor
perlu melakukan prosedur tambahan untuk menentukan apakah
salah saji masih ada.
Manajemen menolak Jika manajemen menolak mengoreksi sebagian atau seluruh
mengoreksi sebagian salah saji:
atau seluruh salah saji  Pahami alasan penolakan manajemen. Pertimbangkan
hal ini dalam menilai apakah laporan keuangan
mengandung salah saji yang material;
 Komunikasikan salah saji yang tidak dikoreksi kepada
TCWG. Komunikasikan dampak penolakan ini terhadap
pendapat auditor (kecuali jika dilarang oleh ketentuan
perundang-undangan);dan
 Minta TCWG mengoreksi salah saji yang tidak dikoreksi
manajemen.

Contoh Salah Saji yang bisa Dievaluasi sebagai Material


Salah Saji yang bisa Penjelasan
Dievaluasi sebagai
Material

Mempengaruhi Salah saji justru mencerminkan ketidakpatuhan terhadap


kepatuhan ketentuan (misalnya ketentuan mengenai kecukupan modal
perbankan atau CAR), kewajiban utang (debt convenants) yang
mengatur rasio tertentu yang harus di pelihara, atau syarat-syarat
kontrak lainnya.
Menyembunyikan Contoh, perubahan dalam penghasilan (earnings), persentase
perubahan laba kotor (gross profit margin) atau tren lainnya, khususnya
dalam konteks kondisi perekonomian dan industri. Salah saji
sengaja dilalukan untuk menutup-nutupi perubahan yang
dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif.
Meningkatkan imbalan Salah saji yang disengaja untuk memenuhi persyaratan bagi
manajemen manajemen untuk mendapat bonus atau imbalan lain.
Berdampak pada pihak Salah saji bisa berdampak pada pihak lain sepert supplier,
lain pembeli besar, atau pihak lain dengan hubungan pihak berelasi
(related parties).
Berdampak pada Menghilangkan informasi yang dalam judgement auditor sangat
pemahaman pembaca perlu dimasukkan bagi pemahaman pembaca atau pengguna
laporan keuangan laporan keuangan. Misalnya pemahaman mengenai posisi
keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas entitas yang
bersangkutan.
Tidak material pada saat Pemilihan atau penerapan kebijakan akuntansi yang keliru, yang
ini, namun bisa dampaknya tidak material dalam periode ini tapi bisa material di
signifikan di kemudian kemudian hari.
hari
“Menyiasati” ketentuan Jumlah yang relatif kecil bisa berdampak sangat material bagi
dalam perjanjian dengan entitas jika berdampak melanggar ketentuan atau perjanjian
bank (bank convenants) dengan bank.
Berdampak pada rasio Salah saji dapat menguabah posisi keuangan, hasil usaha, atau
kinerja (performance arus kas, dan menghasilkan rasio yang lebih bagus dari rasio
ratios) sebenarnya.

c. Materialitas dalam Proses Audit


Auditor harus menggunakan materialitas ketika menentukan sifat, waktu pelaksanaan,
dan luasnya prosedur audit. Gunakan materialitas untuk:
a) Mengidentifikasi prosedur audit selanjutnya (futher audit procedures);
b) Menetukan item mana yang harus dipilih untuk sampling atau testing, dan apakh
harus menggunakan teknik sampling;
c) Membantu menentukan banyaknya sampel;
d) Mengevaluasi representative sampling errors (RSE) untuk menentukan salah
saji yang mungkin ada (“likely” misstatements). RSE adalah salah sampling
yang mewakili seluruh populasi (population). “Salah saji yang mungkin ada”
ini ditentukan dengan mengekstrapolasikan RSE ke seluruh popoulasi;
e) Mengevaluasi gabungan seluruh kesalahan (agregat of totall errors) pada
tingkat akun sampai ke tingkat laporan keuangan;
f) Mengevaluasi gabungan seluruh kesalahan, termasuk dampak neto dari salah
saji yang tidak dikoreksi (uncorrected misstatements) yang ada dalam saldo
awal retained earniings;
g) Menilai hasil prosedur audit.

d. Materialitas dalam Pelaporan


Berikut ini terjemahan alinea 11 dan 12 dari ISA 450
ISA 450. 11
Auditor wajib menetukan apakah salah saji yang tidak dikoreksi adalah material, sendiri-
sendiri atau jika digabungkan. Dalam menentukan hal ini auditor wajib mempertimbangkan:
a) Besar dan sifat salah saji, dalam hubungannya dengan jenis transaksi, saldo akun, atau
pengungkapan tertentu, maupun dalam hubungan dengan laporan keuangan secara
keseluruhan, serta situasi di mana salah saji itu terjadi, dan (lihat alinea A13-A17, A19-
A20)
b) Dampak salah saji yang tidak dikoreksi dalam hubungannya dengan jenis transaksi,
saldo akun, atau pengungkapan terkait, serta laporan keuangan secara keseluruhan
tahun lalu. (lihat alinea A18).

ISA 450. 12
Auditor wajib mengomunikasikan dengan TCWG mengenai salah saji yang tidak
dikoresi dan dampaknya, sendiri-sendiri atau jika digabungkan, terhadap pendapat auditor,
kecuali jika dilarang oleh ketentuan perundang-undangan. Komunikasi auditor wajib
mengidentifikasi masing-masing salah saji material yang tidak dikoreksi. Auditor wajib
meminta salah saji yang belum dikoreksi, agar dikoreksi.
Sebelum menerbitkan opini auditor harus:
a) Menegaskan kembali materialitas yang ditetapkan untuk laporan keuangan secara
keseluruhan;
b) Mengevaluasi sifat dan jumlah agregat salah saji yang tidak dikoreksi yang ditemukan
auditor; dan
c) Membuat penilaian menyeluruh mengenai apakah laporan keuangan disalahsajikan
secara material.
Auditor menggunakan materialitas untuk:
a) Mengevaluasi gabungan seluruh kesalahan pada tingkat akun sampai ke tingkat laopran
keuangan;
b) Mengevaluasi gabungan seluruh kesalahan, termasuk dampak neto dari salah saji yang
tidak dikoreksi yang ada dalam saldo awal retained earnings;
c) Menetukan apakah prosedur audit tambahan harus dilaksanakan ketika gabungan salah
saji mendekati overall materiality atau specific materiality;
d) Meminta manajemen mengoreksi semua slaah saji yang ditemukan;
e) Mempertimbangkan untuk memeriksa kembali area dengan salah saji terbanyak;
f) Memberikan pandangan mengenai sifat dan sensivitas salah saji yang ditemukan, dan
juga besarannya;
g) Menentukan apakah laporan audoitor harus dimodifikasi (artinya apakah auditor harus
memberi opini ayang bukan WTP) karena salah saji yang tidak dikoreksidi mana
jumlah atau sifatnya material.
Salah saji gabungan atau agregat (aggregate of misstatements) terdiri atas :
a) Salah saji yang secara spesifik ditemukan auditor, yang merupakan hasil dari prosedur
pengujiannya; dan
b) Taksiran saji lainnya yang ditaksir atau diperkirakan.

e. Cara Menentukan Materialitas

Overall Materiality dan Specific Materiality

Overall Materiality
Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan didasarkan pada kearifan
professional auditor mengenai jumlah terbesar salah saji dalam laporan keuangan tanpa
memengaruhi keputusan ekonomis pemakai laporan keuangan. Jika jumlah salah saji yang
tidak dikoreksi, terpisah atau digabungkam, lebih besar dari overall materiality yang ditetapkan
untuk penugasan tersebut maka laporan keuangan disalah sajikan secara material.
Overall Materiality didasarkan pada persepsi auditor mengenai kebutuhan informasi
keuangan secara umum dari pemakai laporan keuangan berbagai pemakai sebagai satu
kelompok. Oleh karena itu, dampak salah saji untuk seorang pemakai tertentu (specific
individual users), yang kebutuhannya bisa berbeda, tidak menjadi pertimbangan auditor dalam
menetapkan materialitas secara keseluruhan (overall materiality).
Angka overall materiality menjadi salah satu faktor yang pada akhirnya menjadi ukuran yang
dipakai untuk menilai sukses atau gagalnya audit. Misalnya overall materiality ditetapkan
sebesar 250 juta. maka Jika sesudah dilaksanakannya proses audit terdapat hal-hal sebagai
berikut :
a. Tidak ada salah saji, auditor benar dalam memberikan pendapat WTP
b. Beberapa salah saji yang kecil-kecil (immaterial) ditemukan auditor, dan auditor masih
dapat memberikan pendapat WTP.
c. Salah saji melebihi angka materialitas (250 juta), manajemen tidak bersedia
mengoreksinya, Auditor keliru jika pendapat WTP
d. Ada salah saji melampaui angka materialitas (250 juta) didalam laporan keuangan,
auditor tidak menemukannya, Dalam hal ini auditor keliru.
Auditor kadang-kadang tergoda untuk menurunkan angka overall materiality ketika resiko
salah saji yang material dinilai tinggi. Hal tersebut tidaklah benar. Karena overall materiality
menjawab kebutuhan pemakai laporan keuangan, dan bukan tingkat risiko audit risk.
Oleh karena overall materiality ditetapkan sehubungan dengan kebutuhan pemakai laporan
keuangan, angka overall materiality tidak diubah sebagai akibat temuan audit dan perubahan
dalam risiko yang dinilai (assessed risk). Overall materiality harus dimutakhirkan ketika
auditor mengetahui adanya informasi yang menyebabkan penetapan angka materialitas
seharusnya berbeda dari apa yang ditetapkan semula.
Pada penyelesaian audit, overall materiality akan digunakan untuk mengevaluasi dampak
salah saji yang tidak teridentifikasi dalam laporan keuangan dan tepatnya pendapat auditor.
Overall Materiality Didasarkan atas persepsi auditor mengenai kebutuhan pemakai laporan
keuangan. Auditor dapat mengasumsikan hal-hal berikut mengenai pemakai laporan keuangan:
a) Mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bisnis, kegiatan ekonomis, dan
akuntansi.
b) Mempunyai keinginan untuk mempelajari informasi dalam laporan kuangan dengan
cukup cermat.
c) Memahami bahwa laporan keuangan dibuat dan diaudit pada tingkat materialitas (dan
mengabaikan yang tidak material).
d) Menerima ketidakpastian yang inheren dalam penggunaan estimasi, judgement, dan
pertimbangan mengenai peristiwa di kemudian hari.
e) Membuat keputusan ekonomis yang wajar atas dasar informasi dalam laporan
keuangan.
Sebagai langkah awal menentukan angka materialitas, auditor biasanya mrnggunakan
suatu acuan, ambang batas, threshold atau benchmark. Sifat dari acuan ini dan besarnya
persentase didasarkan pada kearifan professional. Sebagai contoh, dalam bisnis yang dikelola
oleh pemiliknya, pemilik mengambil sebagian besar dari keuntungan perusahaan sebagai
remunerasinya. Oleh karena itu, masuk akal jika auditor menggunakan laba sebelum
remunerasi dan pajak sebagai acuan atau benchmark.
Performance Materiality
Performance materiality memungkinkan auditor menangani risiko salah saji dalam
jenis transaksi, saldo akun atau disclosures tanpa harus mengubah overall materiality.
Performance materiality memungkinkan auditor menetapkan angka materialitas berdasarkan
overall materiality, tetapi lebih rendah dari overall materiality untuk mencerminkan detection
risk (resiko tidak terdeteksinya salah saji) dan untuk mencerminkan penilaian risiko. Angka
yang lebih rendah berfungsi sebagai penyangga (buffer) antara performance materiality (yang
digunakan untuk menentukan sifat dan luasnya prosedur audit yang harus dilaksanakan)
dengan overall materiality (materialitas menyeluruh).
Contoh, overall materiality Rp200 juta. Prosedur audit direncanakan untuk mendeteksi
semua kesalahan sebesar Rp200 juta atau lebih. Salah saji sebesar Rp80 juta tidak terdeteksi.
Salah saji yang terdeteksi Rp130 juta. Jika overall materiality yang menjadi patokan, maka
jumlah salah saji yang diketahui auditor (Rp130 juta), dianggapnya tidak material. Dengan
penetapan performance materiality di bawah overall materiality, misalnya sebesar Rp100 uta,
auditor akan lebih mungkin mendeteksi salah saji sebesar Rp80 juta.
Menetapkan angka performance materiality yang tepat memerlukan kearifan professional
(professional judgment), dan bukan sekedar hitung-hitungan sederhana atau penerapan table-
tabel. Kearifan professional memperhitungkan hal-hal dalam menangani risiko audit, seperti :
1. Pemahaman auditor mengenai entitas dan industrinya;
2. Hasil pelaksanaan prosedur risk assessment;
3. Sifat dan luasnya salah saji yang terungkap dalam audit terdahulu.
4. Ekspektasi mengenai salah saji dalam tahun berjalan.
Performance materiality(materialitas yang digunakan dalam pelaksanaan audit, atau
disingkat, “materialitas pelaksanaan”) digunakan auditor untuk menekan risiko sampai ke titik
rendah yang dapat diterima. Yang ditekan adalah risiko besarnya salah saji melampaui angka
materialitas.Dalam hal ini salah saji yang dimaksud adalah akumulasi salah saji yang tidak
dikoreksi entitas dan salah saji yang tidak teridentifikasi oleh auditor.
Performance materiality sengaja diterapkan pada angka atau jumlah yang lebih rendah
dari overall atau specific materiality. Tujuannya adalah melaksanakan lebih banyak pekerjaan
audit untuk:
a. Memastikan salah saji yang lebih kecil dari overall materiality atau specific materiality
dapat dideteksi; dan
b. Menyediakan suatu margin atau penyangga (buffer) untuk salah saji yang tidak
terdeteksi. Penyangga ini adalah selisih antara gabungan seluruh salah saji yang
terdeteksi tetapi tidak dikoreksi dan overall materiality atau specific materiality.
Performance Materiality, Overall materiality dan specific materiality diterapkan dalam
hubungan dengan kebutuhan pemakai laporan keuangan. Performance materiality ditetapkan
dalam jumlah yang lebih rendah. Akibatnya, auditor melaksanakan lebih banyak pekerjaan
audit (salah saji yang lebih kecil akan teridentifikasi) dan risiko audit ditekan ke tingkat rendah
yang dapat diterima.
Jika audit direncanakan hanya untuk mendeteksi salah saji material, yang atau berdiri
sendiri, tidak akan ada peluang membuat kesalahan (no margin of error). Padahal peluang ini
diperlukan untuk mengidentifikasi dan memperhitungkan salah saji yang immaterial yang
mungkin ada. Dan jika dijumlahkan, salah saji yang masing-masingnya immaterial secara
tergabung dapat menyebabkan laporan keuangan laporan keuangan disalahsajikan secara
material.
Penentuan performance materiality tidaklah merupakan hitungan mekanis yang sederhana
seperti “sekedar menyatakan” 80% dari overall materiality. Penyederhanaan seperti ini
mengabaikan faktor risiko yang spesifik, yang bisa relevan bagi entitas itu. Sebagai contoh,jika
ada risiko yang tinggi untuk membuat kesalahan dalam menghitung harga persediaan,
performance materiality dapat diturunkan agar pekerjaan audit lebih banyak untuk menemukan
salah saji. Sebaliknya, jika risiko salah saji dalam piutang dagang itu kecil, performance
materiality dapat dinaikkan, dengan akibat pekerjaan audit substantive dapat dikurangi.
Performance materiality memerlukan kearifan professional auditor.
Specific Materiality
Specific materiality merupakan materialitas pada tingkat jenis transaksi tertentu, atau
saldo akun tertentu, atau pengungkapan tertentu.
Ada beberapa situasi dimana salah saji yang lebih kecil dari angka materialitas untuk
laporan keuangan secara keseluruhan dapat diperkirakan secara layak. Akan mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemakai laporan keuangan.
Yang mempengaruhi Contoh-contoh
keputusan
Ketentuan perundang- · Disclosures yang sensitif seperti remunerasi manajemen
undangan dan kerangka dan tcwg
pelaporan keuangan · Related-party transaction (transaksi istimewa)
· Ketidakpatuhan terhadap perjanjian pinjaman,perikatan
lainnya, ketentuan perundangan, dan kewajiban pelaporan
statuter atau yang ditetapkan regulator
· Pengeluaan tertentu seperti illegal payments (suap,
gratifikasi) atau biaya eksekutif
Pengungkapan utama · Besarnya cadangan dan biaya eksplorasi dala perusahaan
dalam industri yang tambang
bersangkutan
· Besarnya biaya penelitian dan pengembangan dalam
perusahaan farmasi
Pengungkapan peristiwa · Bisnis yang baru diakusisi atau perluasan perusahaan
penting, perubahan · Kegiatan usaha yang diberikan
penting dalam operasi · Peristiwa luar biasa atau contingencies (seperti tuntutan
hukum)
· Perkenalan produk atau jasa baru

Contoh, kerugian keuangan negara karena korupsi dalam pengadaan Al Qur’an mungkin secara
kuantitatif kecil dibandingkan dengan jumlah anggaran Kementrian Agama untuk tahun-tahun
terkait. Namun, secara kualitatif, kerugian tersebut material karena sifat pengeluaran APBN
kementrian itu khas, yakni mempunyai nilai-nilai luhur bagi umat Islam.

Specific Performance Materiality


Specific Performance Materiality ditetapkan lebih rendah dari angka Specific
materiality, untuk memastikan pekerjaan audit yang cukup, dilaksanakan untuk mengurangi ke
tingkat rendah yang tepat, probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan yang tidak terdeteksi
melebihi Specific materiality.

Contoh Kasus
Pada tahun 2011, First Travel akhirnya mengubah bisnis biasa menjadi bisnis religi:
melayani ibadah umrah di bawah PT. First Anugerah Karya Wisata. Dua tahun berikutnya,
perusahaan mereka terdaftar sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) di
Kementerian Agama, dengan mengantongi Keputusan Dirjen PHU Nomor: D/746.Tahun 2013
Kesuksesan menjadi kata baru bagi pasangan Andika Surachman & Anniesa Hasibuan. First
Travel meraih predikat jempolan sebagai perusahaan travel dengan pelayanan terbaik. Tahun
2015, mereka menempati rumah super mewah di Sentul City. Tetapi, bisnis First Travel diterpa
perkara.
Pada 21 Juli 2017, OJK akhirnya menghentikan penghimpunan dana dan investasi yang
dilakukan First Travel. OJK menilai praktik yang dijalankan First Travel berpotensi merugikan
masyarakat. Usai mendapatkan sanksi dari OJK, Kementerian Agama secara resmi mencabut
izin operasional First Travel sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah pada tanggal 1
Agustus 2017.
Pada tanggal 4 Agustus 2017, 15 orang plus agen First Travel melaporkan Andika
Surachman dan Anniesa Hasibuan ke kepolisan. Enam hari usai polisi melakukan pemeriksaan
maraton terhadap sebelas saksi, pada Rabu siang, 9 Agustus 2017, pasangan itu digelandang
penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri untuk
menjalani pemeriksaan. Keduanya langsung ditetapkan sebagai tersangka dugaan melakukan
penipuan dan penggelapan serta pencucian uang.
Penyidik Mabes Polri bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
berupaya menelusuri aliran dana rekening sang pemilik, Andika Surachman dan Anniesa
Hasibuan. Rekening tersebut menampung uang perjalanan umrah yang telah disetorkan
puluhan ribu calon jemaah. Saat dibekukan, saldo dalam dua rekening perusahaan tersebut
hanya berkisar Rp 1,3 juta - Rp 1,5 juta. Saldo Hanya Rp 1,3 juta. Diperkirakan uang yang
sudah dibayarkan calon jemaah mencapai Rp 848,7 miliar. Berdasarkan penelusuran dan
analisis, PPATK menemukan adanya sisa aset milik bos agen perjalanan umrah First Travel
sebesar Rp 7 miliar. Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, seluruh sisa aset
tersebut tersimpan dalam 50 rekening dan sudah dibekukan oleh PPATK. Selain itu, kata
Kiagus, ada juga sisa aset yang berbentuk asuransi. Selain itu, Kiagus juga mengungkapkan
bahwa adanya dugaan aliran dana dari rekening perusahaan yang digunakan untuk kepentingan
pribadi dan bisnis lainnya. Saat dikonfirmasi wartawan, Kiagus membenarkan adanya aliran
dana yang digunakan untuk membeli saham sebuah restoran di London, Inggris, sebesar 40
persen. PPATK pun menemukan aliran dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan
fashion di New York, Amerika Serikat. Uang Jemaah First Travel Dipakai untuk Fashion Show
Anniesa Hasibuan di New York. Dugaan TPPU PPATK juga menduga ada tindak pidana
pencucian uang (TPPU) dalam kasus First Travel, sebagian dana yang ada di rekening memang
digunakan untuk kepentingan bisnis perjalanan umrah dan haji. Namun, ada juga aliran dana
yang digunakan untuk investasi bisnis dan kepentingan pribadi. Secara terpisah Pakar hukum
Tindak Pidana Pencucian Uang Yenti Garnasih meminta Polri segera mengenakan pasal
pencucian uang kepada ketiga tersangka, yakni Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Siti
Nuraidah Hasibuan untuk mempermudah penelusuran aset. Dia meyakini aset bos First Travel
sudah menyebar hingga luar negeri. Menurut polisi, jumlah korban yang belum diberangkatkan
agen perjalanan First Travel sebanyak 58.682 orang. Mereka adalah calon jemaah yang sudah
membayar paket promo Rp 14,3 juta per orang dalam periode Desember 2016 hingga Mei
2017. Kalau dihitung kerugiannya, untuk yang paket saja mencapai Rp 839.152.600.000.
Selain itu, sejumlah calon jemaah ada yang masih diminta membayar carter pesawat sebesar
Rp 2,5 juta sehingga jumlah penambahan itu sebesar Rp 9.547.500.000. Jika ditotal menjadi
Rp 848.700.100.000. Jumlah tersebut belum termasuk utang-utang yang belum dibayar First
Travel ke sejumlah pihak. First Travel belum membayar provider tiket penerbangan sebesar
Rp 85 miliar. Kedua tersangka juga belum membayar tiga hotel di Mekkah dan Madinah
dengan total Rp 24 miliar. Kemudian, utang pada provider visa untuk menyiapkan visa jemaah
sebesar Rp 9,7 miliar.
Dalam kasus First Travel 22 Agustus 2017, terdapat fakta yang sangat mengejutkan,
Kenyataannya adalah laporan keuangan dari First Travel belum masuk ke Kementerian
Agama. Jika laporan keuangan First Travel belum diserahkan ke Kementerian Agama,
bagaimana bisa Kementerian Agama mengeluarkan izin operasional First Travel? Jawabannya
juga tidak kalah mengejutkan. tanggal 29 Agustus 2017 pihak Kemenag mengaku sudah
memeriksa berbagai persyaratan yang dibutuhkan. Sekretaris Jenderal Kementerian Agama,
Nur Syam, mengatakan "Laporan keuangan setahun terakhir (sebelum perpanjangan izin) dari
akuntan publik, ada laporan yang menyatakan bahwa keuangan First Travel dinilai dengan
catatan wajar dengan pengecualian." Akuntan publik mana yang mengeluarkan hasil audit
untuk perusahaan yang saat ini tengah berkasus tersebut, Sekjen Kemenag mengaku lupa.
Analisis Kasus First Travel
1. Tidak mampu memisahkan kekayaan Perusahaan dan kekayaan pribadi.
Di dunia akuntansi dikenal prinsip entitas ekonomi. Akuntansi menyatakan bahwa
perusahaan adalah sebuah kesatuan ekonomi yang berdiri sendiri, terpisah dengan pribadi
pemilik ataupun entitas ekonomi yang lain. Akuntansi memisahkan dengan jelas antara
kekayaan atau aset perusahaan dan kekayaan pribadi pemilik perusahaan.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh lembaga resmi Pemerintah yaitu PPATK (Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) terungkap bahwa sebagian uang calon jemaah
First Travel yang belum berangkat, dipakai oleh pemilik First Travel untuk membeli mobil,
rumah dan barang mewah lain. PPATK juga mengungkapkan bahwa uang tersebut juga dipakai
untuk melakukan perjalanan ke luar negeri yang dilakukan oleh pemilik First Travel.
Perbuatan yang dilakukan oleh pemilik First Travel sangat tidak sesuai dengan prinsip
akuntansi. Pemilik First Travel seharusnya mengatur keuangan perusahaan dengan bijak. Uang
setoran calon jemaah hanya boleh digunakan untuk pembiayaan Ibadah Umroh seperti
membayar tiket pesawat, membayar Hotel dan pembiayaan lain. Jika uang tersebut ingin
dikembangkan, uang tersebut dapat diinvestasikan dengan cara yang aman yaitu dengan cara
ditaruh di bank syariah dalam bentuk deposito. Investasi ini sangat aman karena simpanan di
bank dijamin oleh Pemerintah.
Sementara itu pemilik perusahaan hanya diperbolehkan untuk mendapatkan gaji,
tunjangan, bonus dan dividen. Pemilik perusahaan tidak boleh menggunakan uang milik
perusahaan untuk kepentingan pribadi walau pemilik perusahaan mempunyai kuasa untuk
melakukan hal tersebut. Jika pemilik perusahaan memaksa untuk menggunakan uang
perusahaan maka kematian perusahaan tinggal menunggu waktu.
2. Komisaris merangkap sebagai Direktur Keuangan
Polisi sudah menetapkan adik pemilik First Travel adalah Komisaris merangkap
Direktur Perusahaan. Rangkap jabatan ini adalah suatu hal yang tidak boleh terjadi. Hal ini
karena Komisaris bertugas untuk mengawasi Direksi. Hal ini menunjukkan internal kontrol
tidak ada sama sekali, tidak ada pihak yang mengawasi Direksi.
UU Perseroan Terbatas telah mengatur fungsi dari komisaris yaitu melakukan pengawasan atas
2 hal, yaitu kebijakan yang diambil oleh direksi dan operasional perusahaan. Hal ini dilakukan
untuk kepentingan perusahaan. Komisaris juga berwenang untuk memberikan nasihat kepada
Direksi agar terhindar dari kerugian.
Pemilik First Travel seharusnya menunjuk seseorang untuk menjalankan tugas sebagai
bagian keuangan dan menunjuk pihak lain sebagai Komisaris. Fungsi pengawasan ini sangat
penting dan harus dilakukan karena perusahaan membutuhkan pihak atau seseorang untuk
mengingatkan apabila ada kesalahan dalam operasional perusahaan. Hal ini agar perusahaan
terhindar dari kesulitan atau masalah besar. Apabila dirasakan perlu, maka pemilik perusahaan
dapat menunjuk kantor akuntan publik sebagai auditor untuk melakukan audit keuangan. Hal
ini untuk memastikan laporan keuangan perusahaan dalam keadaan wajar sehingga dapat
dipercaya untuk mengambil keputusan.
Salah satu mantan karyawati agen perjalanan First Travel mengaku sudah bisa menebak
perusahaan tersebut akan terjerat kasus. Menurutnya sistem kerjanya dan pengelolaan
keuangan tidak sesuai standar travel umrah, tur, dan domestik juga. Perempuan itu mengatakan,
ada yang janggal dalam sistem pembagian kerja. Satu divisi dengan divisi lainnya bisa bertukar
pekerjaan, padahal tidak sesuai dengan kompetensinya. Hal tersebut jelas melanggar standar
prosedur operasional pada perusahaan ada umumnya. Perputaran uang di perusahaan tersebut
juga dianggap tidak bagus karena tidak memiliki sistem akuntansi yang layak. Ditambah lagi,
dengan banyaknya utang perusahaan pada sejumlah pihak. Maka tak heran banyak calon
jemaah yang tidak bisa diberangkatkan umrah.
3. Laporan keuangan dengan status “Wajar Dengan Pengecualian” dipertanyakan.
First Travel mengurus izin operasional dan First travel dianggap sudah bisa
memenuhi persyaratan-persyaratan yang dicantumkan dalam peraturan, termasuk peraturan
mengenai laporan keuangan tahunan. Namun sebenarnya Kementerian Agama tidak
menerima laporan keuangan First Travel, melainkan hanya menerima laporan audit dari auditor
First Travel yang menyatakan bahwa laporan keuangan First Travel mendapatkan opini Wajar
Dengan Pengecualian. Kemudian berdasarkan laporan audit dengan opininya tersebut,
Kementerian Agama merasa bahwa First Travel sudah memenuhi syarat yang ditentukan. Di
sinilah letak kesalahannya. Peraturan tersebut seolah-olah menyatakan bahwa jika suatu
biro perjalanan telah mendapatkan minimal opini Wajar Dengan Pengecualian, maka
dengan asumsi syarat lain juga terpenuhi, biro perjalanan tersebut bisa diberikan izin
operasional untuk 3 tahun ke depannya.
Seperti yang tertera dalam ISA 200 alinea 3, opini auditor tidak memberikan
keyakinan atas, sebagai contoh, kelangsungan hidup entitas di masa depan maupun efisiensi
atau efektivitas manajemen dalam melaksanakan kegiatan entitas. Kementerian Agama
sepertinya keliru dalam memaknai peraturannya sendiri dan menganggap opini dari auditor
sudah cukup untuk memastikan kesehatan keuangan dan keberlangsungan usaha First Travel,
padahal Kementerian Agama seharusnya melihat dan menilai sendiri laporan keuangan First
Travel. Dengan opini Wajar Dengan Pengecualian yang didapatkan First Travel, Kementerian
Agama seharusnya menelusuri kecukupan bukti, salah saji dan materialitas yang telah
diidentifikasi oleh auditor.

You might also like