You are on page 1of 56

HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN

KEJADIAN STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TOLO


(JENEPONTO)

OLEH

MIA SATRIA AMIR


120361801

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2021/2022.


HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGA

KEJADIAN STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TOL


(JENEPONTO

OLEH

MIA SATRIA AMIR


120361801

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2021/2022.


PROPOSAL

HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN

STUNTING DI WILAYAH PUSKESMAS TOLO (JENEPONTO )

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Dalam Program Studi Ilmu Keperawatan Pada

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) Famika Makassar

OLEH:

MIA SATRIA AMIR

NIM : 120361801

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


SURAT PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa proposal atau hasil penelitian ini adalah hasil karya

sendiri dan belum pernah dibuat dan dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh

gelar dari berbagai jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi manapun.

Sungguminasa, November 2021

Yang menyatakan,

MIA SATRIA AMIR

NIM : 120361801
HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL

HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUNTING

DI WILAYAH PUSKESMASTOLO ( JENEPONTO )

Disusun dan diajukan oleh :

MIA SATRIA AMIR

NIM : 120361801

Disetujui dan dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi.

Sungguminasa, April 2022

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ns. Muh. Syahrul Alam. S.Kep.,M.Kes. Ns.Septi Hendy Telaumbanua,

S.Kep

NIDN.0910018201 NIDN.0913029103
HALAMAN PENGESAHAN

PROPOSAL

HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN

STUNTING DI WILAYAH PUSKESMAS TOLO ( JENEPONTO)

Disusun dan diajukan oleh :

MIA SATRIA AMIR

NIM : 120361801

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Proposal

Pada Hari :

Tanggal :

Dinyatakan telah memenuhi syarat dan di setujui sebagai tugas akhir (Skripsi)

Tim Penguji :

1. Dr. Risman Wanci S.Pd., M.Hum ( )

2. Dr.Yudit Patiku,S.Si., S,Kep Ns., M.MKes ( )

3. ( )

4. ( )

Mengetahui

KETUA STIK FAMIKA KETUA PRODI S1


Dr. Ns. YUDIT PATIKU ,S.Si, S.Kep,M.Kes Ns. Ambo Anto,S.Kep,M.MKep

NIDN: 0916096903 NIDN: 0913029103

MOTTO

“Sebuah perjalanan dalam meraih keberhasilah, tentunya akan banyak halangan dan rintangan

yang menakutkan. Maka dari itu dibutuhkan kerja keras dan motivasi yang kuat dalam diri untuk

melewati berbagai macam tantangan yang ada di depan mata


KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-

Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Proposal ini dengan judul “HUBUNGAN

PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUNTING DI WILAYAH

PUSKESMAS TOLO (JENEPONTO)”. Proposal ini dibuat untuk memenuhi syarat dalam

melakukan penelitian guna menyelesaikan studi pada program studi S1 Keperawatan pada

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Famika Makassar.

Peneliti menyadari bahwa proposal ini dapat selesai karena adanya bantuan dan kerja

sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa

terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua yaitu :, Ibunda Nurhayati,saudara-saudara

: Kakak Putra dan Adik Jasman, Dan dosen pembimbing saya Ns.Muh syarul AlamS.Kep.,

M.kep dan Bapak Ns.Septi Hendy Telaumbanua, S.Kep atas segala dukungan, doa dan

kasih sayang yang tak pernah pupus, serta penghormatan yang sebesar-besarnya kepada :

1. DR. Oichida selaku KetuaYayasan Fani Mitra Karya Makassar.

2. Ibu Dr. Ns. Yudit Patiku, S.Si, S.Kep, M.Kes selaku Ketua STIK FAMIKA Makassar

beserta seluruh stafnya.

3. Bapak Ns.Ambo Anto S.Kep., M.Mkep. selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan

STIK FAMIKA Makassar.


4. Bapak Ns.Muh. Syahrul Alam S, Kep., M.Kes Selaku pembimbing I dan bapak

Ns.Septi Hendy Telaumbanua. S, Kep., selaku pembimbing II yang telah meluangkan

waktu, tenaga dan sumbangan fikiran dalam memberikan arahan kepada penulis.

5. Bapak. Dr. Risman Wanci S.Pd., M.Hum. selaku penguji I dan selaku penguji II Dr. Ns.

Yudit Patiku, S.Si, S.Kep, M.Kes yang telah meluangkan waktunya demi

kesempurnaan proposal ini.

6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan STIK Famika Makassar yang telah membantu

dalam proses penyelesaian proposal.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan moral

maupun material dalam penulisan proposal ini.

8. Rekan seangkatan 2018 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih

telah menjadi teman seperjuangan dan terus semangat kawan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis menerima kritikan dan saran yang

konstruktif demi sempurnanya skripsi ini. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih atas

segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Sungguminasa, November 2021

Peneliti,

MIA SATRIA AMIR

NIM : 120361801
BAB1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting merupakan salah satu dari permasalahan status gizi yang ditinjau dari

tinggi badan yang lebih pendek dibanding orang lain yang seusia. Stunting pada

tahun 2016 ditingkat dunia mencapai 22,9% (154,8 juta) balita dimana hal tersebut

terjadi akibat berbagai faktor terkait pada 1000 hari pertama setelah konsepsi .

Stunting menurut WHO adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak

akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psiksosial yang tidak memadai.

Anak-Anak didefinisikan terhambat gizinya jika tinggi badan mereka terhadap usia

lebih dari dua deviasi standar di bawah median standar pertembuhan anak WHO.

Menurut Global Nutrition Report tahun 2014 menyebutkan dari 117 negara

bahwa Indonesia termasuk dalam 17 negara yang memiliki tiga masalah gizi pada

balita yaitu stunting (37,2%), wasting (12,1%) dan overweight (11,9%). Hasil Riset

Kesehatan Dasar tahun 2013 menyatakan bahwa menurunnya angka kemiskinan di

Indonesia tidak mempengaruhi secara signifikan permasalahan status gizi yang

masih cukup tinggi dengan angka nasional 37,2% terdiri 18% sangat pendek dan

19,2% pendek. Prevalensi stunting di Jawa Timur pada tahun 2016 menunjukan

angka 26,1% dengan berada sedikit dibawah angka stunting nasional yaitu 27,5%.

Berdasarkan hasil survei PSG pada tahun 2016 Kabupaten Jember memiliki

prevalensi stunting sebesar 39,2%, Sumenep 32,5%, dan Bangkalan 32,1%.

Prevalensi balita di Kecamatan Arjasa terdapat 2673, dengan sebagian besar balita

memiliki status gizi stunting 62,5% dari jumlah populasi 2673 balita.
Resiko terjadinya stunting meningkat pada anak yang tinggal bersama keluarga

dengan orang tua tunggal dibandingkan dengan anak yang tinggal di keluarga inti

atau keluaga besar dengan orangtua lengkap. Hasil penelitian tentang hubungan

struktur peran keluarga dengan stunting anak usia dua sampai lima tahun

menunjukan bahwa kejadian stunting 10% lebih tinggi pada anak yang tinggal

dengan keluarga inti dan 30% lebih tinggi pada anak yang tinggal dengan keluarga

besar. Stunting terjadi lebih sering pada anak yang tinggal di keluagra besar

dibandingkan anak yang tinggal di keluarga inti dengan perbandingan 3 : 1.

Permasalahan stunting perlu dilakukan penelitian terutama dari segi keluarga,

karena permasalahan tersebut dapat merusak perkembangan dan berdampak

negatif bagi kesehatan dalam jangka waktu lama seperti rentan terhadap penyakit.

Tubuh pendek atau stunting pada masa balita disebabkan oleh kurangnya gizi

kronis atau gizi kurang yang mengakibatkan kegagalan pertumbuhan serta

digunakannya sebagai indikator dalam jangka panjang. Secara tidak langsung selain

tenaga kesehatan keluarga juga berpengaruh pada status gizi balita, terutama peran

ibu sejak masa sebelum kehamilan hingga setelah melahirkan. Bedasarkan

penelitian Car dan Spinger pengaruh yang paling kuat pada kesehatan yaitu

keluarga, karena keluarga berperan sebagai penyedia sumber daya ekonomi, sosial

dan psikologis, ketegangan yang dapat menjadi pelindung ataupun ancaman dari

kesehatan anggota keluarga. Pemerintah telah mengupayakan mengatasi

permasalahan status gizi di Indonesia melalui program Indonesia sehat dengan

pendekatan keluarga dan keluarga sadar gizi. Program Indonesia Sehat memiliki

sasaran yaitu derajat kesehatan dan status gizi masyarakat dengan meningkatkan
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung perlindungan finansial

dan pelayanan kesehatan yang pemerataan. Program pemerintah lainnya keluarga

sadar gizi, yaitu keluarga yang tidak hanya mengenal tetapi juga dapat mencegah

serta mengatasi masalah gizi yang dialami oleh setiap anggota keluarganya. Upaya

penanggulangan masalah status gizi yang memiliki peranan penting yaitu individu,

keluarga, dan pelayanan kesehatan. Berjalannya pelayanan kesehatan dipengaruhi

oleh tenaga kesehatan salah satunya perawat. Perawat memiliki peran dalam

meningkatkan status gizi balita yaitu dengan upaya promotif dan preventif.

Pencegahan masalah gizi buruk yang telah dilakukan perawat meliputi proses

asuhan keperawatan (penimbangan, pengukuran, dan pemantauan seacara rutin),

pendidikan kesesahatan dalam konseling ataupun penyuluhan, bekerjasama

dengan tenaga kesehatan lain terutama ahli gizi, berkoodinasi terkait rencana

pelaksanaan kegiatan, berdiskusi untuk memecahkan permasalah status gizi,

melakukan pendekatan dan memberikan pemahaman terkait gizi yang penting bagi

kesehatan. Namun apabila ditinjau dari prevalensi pemasalahan status gizi pada

balita masih belum teratasi sehingga peneliti tertarik untuk meneliti apakah terdapat

hubungan pelaksanaan peran keluarga dengan status gizi pada balita yang memiliki

risiko stunting.

Namun apabila ditinjau dari prevelensia permasalahan status gizi pada balita

masih belum teratasi sehingga penelitian tertarikan untuk meneliti apakah terdapat

hubungan pelaksanaan peran keluarga dengan kejadian stunting di wilayah

puskesmas tolo ( jeneponto )

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan yaitu

apakah ada hubungan pelaksanaan peran keluarga dengan kejadian stunting di

wilayah puskesmas tolo ( jeneponto ).

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pelaksanaan

peran keluarga dengan kejadian stunting diwilayah puskesmas tolo ( jeneponto )

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi hubungan pelaksanaan peran keluarga diwilayah

puskesmas tolo ( jeneponto )

b. Mengiidentifikasi stunting diwilayah puskesmas tolo ( jeneponto )

c. Menganalisis hubungan pelaksanaan peran keluargan dengan kejadian

stunting di wilayah puskesmas tolo ( jeneponto )

3. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti

Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan serta kemampuan penelitian

untuk berfikir kritis dan ilmiah dalam melakukan penelitian mengenai

pelaksanaan peran keluarga dengan kejadian stunting di wilayah puskesmas tolo

( jeneponton )

b. Bagi responden
Sebagai pentingnya hubungan pelaksanaan peran keluarga dengan kejadian

stunting di wilayah puskesmas tolo ( jeneponto )

c. Bagi instansi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan dan masukan dalam

memberikan acuan terkait dengan hubungan pelaksanaan peran keluarga

dengan kejadian stunting wilayah puskesmas tolo ( jeneponto )

d. Bagi insitusi

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pedoman dan bahan praktek bagi

peneliti selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN KELUARGA

1. Pengertian Peran

Menurut Nye, 1976 dalam (Andarmoyo, 2012) Peran menunjuk kepada

beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan

dan diharapkan secara normative dari seseorang okupan dalam situasi sosial

tertentu.

Peran didasarkan pada preskipsi dan harapan peran yang menerangkan apa

yang individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat

memenuhi harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut

peran tersebut (Andarmoyo, 2012). Peran adalah seperangkat tingkah laku

yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya

dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam

maupun dari luar dan bersifat stabil (Fadli dalam Kozier Barbara, 2008).

Peran adalah ketika seseorang memasuki lingkungan masyarakat, baik

dalam skala kecil (keluarga) maupun skala besar (masyarakat luas), setiap

orang dituntut untuk belajar mengisi peran tertentu. Peran sosial yang perlu

dipelajari meliputi dua aspek, yaitu belajar untuk melaksanakan kewajiban

dan menuntut hak dari suatu peran ,dan memiliki sikap, perasaan, dan

harapan-harapan yang sesuai dengan peran tersebut (Momon

Sudarman,2008).

2. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Peran


Menurut Kurniawan (2008) faktor- faktor yang mempengaruhi pelaksanaan

peran serta meliputi: 1. Kelas sosial Fungsi dari peran suami tertentu

dipengaruhi oleh tuntutan kepentingan dan kebutuhan yang ada dalam

keluarga. 2. Bentuk keluarga Keluarga dengan orang tua tunggal jelas

berbeda dengan orang tua yang masih lenkap demikian juga antara keluarga

inti dengan keluarga besar yang beragam dalam pengambilan keputusan dan

kepentingan akan rawan konflik peran. 3. Latar belakang keluarga a.

Kesadaran dan Kebiasaan Keluarga Kesadaran merupakan titik temu atau

equilibrium dari berbagai pertumbuhan dan perbandingan yang menghasilkan

keyakinan. Kebiasaan yang meningkatkan kesehatan yaitu : tidur teratur,

sarapan setiap hari, tidak merokok, tidak minum-minuman keras, tidak makan

sembarangan, olahraga, pengontrolan berat badan. b. Sumber Daya

Keluarga Sumber daya atau pendapatan keluarga merupakan penerimaan

sesorang sebagai imbalan atas semua yang telah dilakuakan tenaga atau

pikiran seseorang terhadap orang lain atau organisasi lain.

c. Siklus Keluarga Sesuai dengan fungsi keluarga yang sedang dialami juga

merupakan hal yang dapat mempengaruhi peran karena perbedaan

kebutuhan dan kepentingan. Didalam siklus keluarga peran anggota berbeda

misalnya ibu berperan sebagai asuh, asah dan asih, ayah sebagai pencari

nafkah dan anak tugasnya belajar dan menuntut ilmu. 4. Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2007), Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).

Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan tinggi tentang obyek tertentu menyebabkan

seseorang dapat berfikir rasional dan mengambil keputusan. Menurut Effendy

(2008) faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan peran serta meliputi :

a. Faktor internal meliputi: usia, pendidikan, pekerjaan, dan motivasi.

b. Faktor eksternal meliputi: lingkungan social, fasilitas,media.

3. Macam-macam Peran

1. Peran Formal Keluarga Peran formal bersifat eksplisit. Peran formal keluarga

adalah :

a. Peran Prenteral dan Perkawinan Nye dan Gecas, (1976) yang dikutip

Andarmoyo (2012), telah mengidentifikasi enam peran dasar yang membentuk

bentuk sosial 12 sebagai suami-ayah dan istri-ibu. Peran tersebut adalah;

1) Peran provider/penyedia,

2) Peran pengatur rumah tangga,

3) Peran perawatan anak,

4) Peran sosialisasi anak,

5) Peran rekreasi,

6) Peran persaudaraan/kindship/pemelihara hubungan keluarga paternal dan

maternal,

7) Peran terapeutik/memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan,


8) Peran seksual.

b. Peran Anak Peran anak adalah melaksanakan tugas perkembangan dan

pertumbuhan fisik, psikis, dan sosial.

c. Peran Kakek/Nenek Menurut Bengtson (1985) yang dikutip Andarmoyo

(2012), peran kakek/nenek dalam keluarga adalah:

1) Semata-mata hadir dalam keluarga,

2) Pengawal (menjaga dan melindungi bila diperlukan),

3) Menjadi hakim (arbritrator), negosiasi antara anak dan orang tua,

4) Menjadi partisipan aktif, menciptakan keterkaitan antara, masa lalu dengan

sekarang serta masa yang akan datang.

2. Peran Informal Keluarga Peran informal bersifat implisit biasanya tidak tampak

ke permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

emosional individu (Satir, 1967 dalam Andarmoyo 2012) dan/atau untuk menjaga

keseimbangan dalam keluarga. Keberadaan peran informal penting bagi

tuntutan-tuntutan integratif dan adaptif kelompok keluarga (Andarmoyo, 2012).

Beberapa contoh peran 13 informal yang bersifat adaptif dan merusak

kesejahteraan keluarga diantaranya sebagai berikut : a. Pendorong Pendorong

memuji, setuju dengan, dan menerima konstribusi dari orang lain. Akibatnya

dapat merangkul orang lain dan membuat mereka merasa bahwa pemikiran

mereka penting dan bernilai untuk didengar.


b. Pengharmonis Pengharmonis menengahi perbedaan yang terdapat di antara

para anggota menghibur menyatukan kembali perbedaan pendapat.

c. Inisiator-konstributor Inisiator-konstributor mengemukakan dan mengajukan

ide-ide baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan

kelompok.

d. Pendamai Pendamai (compromiser) merupakan salah satu bagian dari konflik

dan ketidaksepakatan. Pendamai menyatakan posisinya dan mengakui

kesalahannya, atau menawarkan penyelesaian “setengah jalan”.

e. Penghalang Penghalang cenderung negatif terhadap semua ide yang ditolak

tanpa alasan. 14

f. Dominator Dominator cenderung memaksakan kekuasaan atau superioritas

dengan memanipulasi anggota kelompok tertentu dan membanggakan

kekuasaannya dan bertindak seakan-akan mengetahui segala-galanya dan

tampil sempurna.

g. Perawat keluarga Perawat keluarga adalah orang yang terpanggil untuk

merawat dan mengasuh anggota keluarga lain yang membutuhkan.

h. Penghubung keluarga Perantara keluarga adalah penghubung, ia (biasanya

ibu) mengirim dam memonitor komunikasi dalam keluarga.

4. Ciri-ciri Peran

Anderson Carter dalam Andarmoyo (2012) menyebutkan cirri-ciri peran

antara lain :
a. Terorganisasi, yaitu adanya interaksi

b. Terdapat keterbatasan dalam menjalankan tugas dan fungsi

c. Terdapat perbedaan dan kekhususan.

 Konsep Keluarga

1. Pengertian Keluarga

1). Definisi yang di kemukakan oleh Departemen Kesehatan 1988

adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga

dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat

dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Effendy,

2008). 15

2). Menurut Burges, dkk (1963) dalam Andarmoyo (2012) membuat

definisi keluarga yang berorientasi pada tradisi di mana :

a. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan

perkawinan, darah dan ikatan adopsi.

b. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama

dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara berpisah,

mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah

mereka.

c. Anggota keluarga berinteraksi dan komunikasi satu sama lain dalam

peran-peran sosial keluarga seperti suami istri, ayah dan ibu, anak

laki-laki dan anak perempuan, saudara dan saudari.


d. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama yaitu kultur

yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri

(Andarmoyo, 2012) 3. Family Service Amerika (2003) dalam Friedman,

Marlin, M (2008), mendefinisikan keluarga dalam suatu cara yang

komprehensip, yaitu sebagai dua orang atau lebih yang disatukan oleh

ikatan kebersamaan dan keintiman (Friedman, Marlin, M., 2008).

4). Pengertian yang dikemukakkan oleh Salvicion G. Bilon dan Aracelis

Magglaya (1989), keluaraga adalah dua atau lebih dari individu yang

tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau satu

sama lain, dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta

mempertahankan kebudayaan (Friedman, Marlin, M., 2008).

2. Ciri-ciri Struktur Keluarga

Menurut Effendy, N (2008), ciri stuktur keluarga adalah :

1). Terorganisasi, saling berhubungan, saling ketergantungan antara

anggota keluarga.

2). Ada keterbatasan, setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka

juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugas

masing-masing.

3). Adanya perbedaan dan kekhususan, setiap anggota keluarga

mempenyai peranan dan fungsi masing-masing.

3. Tipe Keluarga

Tipe keluarga, menurut Andarmoyo (2012) adalah:


1). Tradisional nuclear / keluarga inti Merupakan satu bentuk keluarga

tradisional yang dianggap paling ideal. Keluarga inti adalah yang terdiri

dari ayah, ibu, dan anak, tinggal dalam satu rumah, dimana ayah adalah

pencarian nafkah dan ibu sebagai ibu rumah tangga.

2). Keluarga pasangan suami istri Merupakan keluarga dimana pasangan

suami istri keduanya bekerja diluar rumah. Keluarga ini merupakan suatu

pengembangan varian nontradisional dimana pengambilan keputusan dan

pembagian fungsi keluarga yang ditetapkan secara bersama-sama oleh

kedua orang tua. Meskipun demikian, beberapa keluarga masih tetap

menganut bahwa fungsi ke rumah tanggaan tetap dipegang oleh istri. 17

3). Keluarga tanpa anak atau dyadic nuclear Merupakan keluarga yang

dimana suami-istri sudah berumur, tetapi tidak mempunyai anak. Keluarga

tanpa anak dapat diakibatkan oleh ketidakmampuan pasangan suami istri

untuk menghasilkan keturunan ataupun ketidaksanggupan untuk

mempunyai anak akibat kesibukan dari kariernya. Biasanya keluarga ini

akan mengadopsi anak.

4). Commuter Family Yaitu keluarga dengan pasangan suami istri terpisah

tempat tinggal secara sukarela karena tugas dan pada kesempatan

tertentu keduanya bertemu dalam satu rumah.

5). Reconstituted Nuclear Merupakan pembentukan keluarga baru dari

keluarga inti melalui perkawainan kembali suami/istri, tinggal dalam satu

rumah dengan anaknya, baik anak bawaan dari perkawinan lama maupun
hasil perkawinan baru. Pada umumnya, banyak keluarga ini terdiri dari ibu

dengan anaknya dan ditinggal bersama ayah tiri.

6). Keluarga besar Merupakan salah satu bentuk keluarga dimana

pasangan suami istri sama-sama melakukan pengaturan dan belanja

rumah tangga dengan orang tua, sanak saudara, atau kerabat dekat

lainnya. Dengan demikian, anak dibesarkan oleh beberapa generasi dan

memliki pilihan terhadap model-model yang akan menjadi pola perilaku

bagi anakanak. Tipe keluarga besar biasanya bersifat sementara dan

terbentuk atas dasar persamaan dan terdiri dari beberapa keluarga inti

secara adil 18 menghargai ikatan–ikatan keluarga besar. Keluarga luas

sering terbentuk akibat meningkatnya hamil diluar nikah, perceraian,

maupun usia harapan hidup yang meningkat sehingga keluarga besar

menjadi pilihannya.

7). Keluarga dengan orang tua tunggal Merupakan bentuk keluarga yang

didalamnya hanya terdapat satu orang kepala rumah tangga yaitu ayah

atau ibu. Varian tradisional keluarga ini adalah bentuk keluarga dimana

kepala keluarga adalah janda karena cerai atau ditinggal mati suaminya,

sedangkan varian nontradisional dari keluarga inti adalah single adult

yaitu kepala keluarga seseorang perempuan atau laki-laki yang belum

menikah dan tinggal sendiri.

8). Keluarga Nontradisional Bentuk-bentuk varian keluarga non tradisional

meliputi bentuk-bentuk keluarga yang sangat berbeda satu sama lain, baik

dalam stuktur maupun dinamikanya, meskipun lebih memiliki persamaan


atau sama lain dalam hal tujuan dan nilai daripada keluarga inti

tradisional. Orang-orang dalam pengaturan keluarga nontradisional sering

menekankan nilai aktualitas diri, kemandirian, persamaan, jenis kelamin,

keintiman dalam berbagai hubungan interpersonal.

4. Tujuan Dasar Keluarga

Menurut Andarmoyo (2012) tujuan dasar keluarga terdiri dari :

1). Keluarga merupakan unit dasar yang memiliki pengaruh kuat terhadap

perkembangan individu. 19

2). Keluarga sebagai perantara bagi kebutuhan dan harapan anggota keluarga

dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

3). Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga

dengan menstabilkan kebutuhan kasih sayang, sosioekonomi dan kebutuhan

seksual.

4). Keluarga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan identitas

seorang individu dan perasaan harga diri.

5. Fungsi Dan Tugas Keluarga

Menurut Mubarak, dkk, (2009) fungsi dan tugas keluarga adalah:

1). Fungsi biologis, yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara dan

membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga.


2). Fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi

keluarga, memberikan perhatian di antara keluarga, memberikan kedewasaan

kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas pada keluarga.

3). Fungsi sosialisasi, yaitu membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-

norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing, dan

meneruskan nilai-nilai budaya.

4). Fungsi ekonomi, yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga

di masa yang akan datang.

5). Fungsi pendidikan, yaitu menyekolahkan anak untuk memberikan

pengetahuan, ketrampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan

minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk 20 kehidupan dewasa yang

akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, serta

mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

6. Struktur Keluarga

Menurut Harnilawati, 2013, struktur bagaimana keluarga melaksanakan fungsi,

keluarga di masyarakat. Stuktur keluarga terdiri dari bermacam-macam di

antaranya adalah:

1). Patrilineal Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam

beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2). Matrilineal Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam

beberapa generasi di mana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

3). Matrilokal Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

4). Patrilokal Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

suami.

5). Keluarga kawin Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena

adanya hubungan dengan suami atau istri.

B. TINJAUAN UMUM TENTANG KEJADIAN STUNTING

1. Stunting

a. Pengertian

Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan

terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang

cukup dalam jumlah dan kualitas yang lebih banyak, karena pada umumnya

aktivitas fisik yang cukup tinggi dan masih dalam proses belajar. Apabila intake

zat gizi tidak terpenuhi maka pertumbuhan fisik dan intelektualitas balita akan

mengalami gangguan, yang akhirnya akan menyebabkan mereka menjadi

generasi yang hilang (lost generation), dan dampak yang luas negara akan

kehilangan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (Welasasih, 2012).

Stunting merupakan suatu keadaan retardasi pertumbuhan linier yang berkaitan

dengan adanya proses perubahan patologis. Pertumbuhan fisik berhubungan


dengan faktor lingkungan, perilaku dan genetik, kondisi sosial ekonomi,

pemberian ASI, dan kejadian BBLR merupakan faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian stunting .Status gizi buruk berdampak terhadap menurunnya

produksi zat anti bodi dalam tubuh.Penurunan zat anti bodi ini mengakibatkan

mudahnya bibit penyakit masuk ke dalam dinding usus dan mengganggu

produksi beberapa enzim pencernaan makanan dan selanjutnya penyerapan zat-

zat gizi yang penting menjadi terganggu, keadaan ini dapat memperburuk status

gizi anak. Data Riskesdas 2013 menunjukan prevalensi pendek secara nasional

adalah 37,2% yang terdiri dari 18,0% anak sangat pendek dan 19,2% anak

pendek (Tando, 2012). Proses menjadi pendek atau stunting anak di suatu

wilayah atau daerah miskin, terjadi sejak usia sekitar enam bulan dan

berlangsung terus sampai anak tersebut berusia 18 tahun. Hai ini dapat terjadi

karena tidak disertai dengan tindakan atau intervensi untuk menangani kejadian

stunting .Stunting muncul utamanya pada dua sampai tiga tahun kehidupan

pertama, hal itu dikarenakan pada masa atau usia tersebut anak-anak

membutuhkan banyak zat gizi. Zat gizi tersebut dibutuhkan anak-anak untuk

pertumbuhan dan perkembangan. Satu di antara alasan tersebut yakni bahwa

pada usia tersebut laju pertumbuhan mencapai puncak atau tercepat sehingga

memerlukan banyak zat gizi (Sudiman, 2008). Stunting atau pendek merupakan

salah satu indikator status gizi kronis yang menggambarkan terhambatnya

pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Menurut Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang

Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pendek dan sangat pendek
adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur

(PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah

stunting (pendek) dan severely stunting (sangat pendek). Satu dari tiga anak di

negara berkembang dan miskin mengalami stunting , dengan jumlah kejadian

tertinggi berada di kawasan Asia Selatan yang mencapai 46% disusul oleh

kawasan Afrika sebesar 38%, sedangkan secara keseluruhan angka kejadian

stunting di negara miskin dan berkembang mencapai 32%. Kejadian stunting ini

disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang terjadi dalam jangka waktu

yang lama dan frekuensi menderita penyakit infeksi. Akibat dari stunting ini

meliputi perkembangan motoric yang lambat, mengurangi fungsi kognitif, dan

menurunkan daya berpikir (UNICEF,2007). Dalam Puspita (2015) menyatakan

stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek atau sangat pendek.Stunting

terjadi akibat kekurangan gizi dan penyakit berulang dalam waktu lama pada

masa janin hingga 2 tahun pertama kehidupan seorang anak. Anak dengan

stunting memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah dibanding dengan anak yang normal.

Stunting menggambarkan kegagalan pertumbuhan yang terjadi dalam jangka

waktu yang lama, dan dihubungkan dengan kapasitas fisik dan psikis, penurunan

pertumbuhan fisik, dan pencapaian di bidang pendidikan rendah. b. Cara

Pengukuran Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat

badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan

standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih

pendek dibandingkan balita seumurnya. Penghitungan ini menggunakan standar

Z-score dari WHO.Di Indonesia standard Z-score diadopsi kedalam Keputusan


Menteri Kesehatan Republic Indonesia tentang standard antropometri penilaian

status gizi anak. Klasifikasi Status Gizi Anak berdasarkan indikator Tinggi Badan

per Umur (TB/U):

Tabel 1 Kalsifikasi Status Gizi Berdasarkan TB/U

Indeks Kategori status gizi Ambang batas (Z-Score)

TB/U Sangat pendek <-3 SD

Pendek -3 SD sampai dengan <-2SD Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Tinggi >2 SD Sumber : Kepmenkes RI 2010 dalam Aritonang 2013

Dimana anak stunting masuk dalam klasifikasi anak pendek dan sangat

pendek. Jadi, anak yang memiliki status gizi <-2SD berdasarkan TB/U masuk

dalam kategori anak stunting. Z-Score dapat dihitung menggunakan rumus

sebagai berikut :

Z – Score = (𝑇𝐵𝐴− ) ⃒𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 −𝑆𝐷⃒

2. Epidemiologi

Satu dari tiga anak di negara berkembang dan miskin mengalami

stunting, dengan jumlah kejadian tertinggi berada di kawasan Asia

Selatan yang mencapai 46% disusul dengan kawasan Afrika sebesar

38%, sedangkan secara keseluruhan angka kejadian stunting di

negara miskin dan berkembang mencapai 32%. Stunting ini

disebabkan oleh kurangnya asupan makan yang terjadi dalam jangka

waktu yang lama dan frekuensi menderita penyakit infeksi. Akibat dari
stunting ini meliputi perkembangan motoric yang lambat, mengurangu

fungsi kognifit, dan menurunkan daya berpikir (UNICEF,2007 dalam

Wiyogowati, 2012).

Menurut Martorell et al (1995) dalam Wiyogowati 2012, stunting

postnatal terjadi mulai usia 3 bulan pertama kehidupan, suatu kondisi

dimana terjadi penurunan pemberian ASI, makanan tambahan mulai

diberikan dan mulai mengalami kepekaan terhadap infeksi.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Hautvast et al.(2000),

kejadian stunting bayi 0-3 bulan kemungkinan lebih disebabkan

genetic orangtua sedangkan pada usia 6-12 bulan lebih diakibatkan

oleh kondisi lingkungan (Astri, Nasoetion, & Dwiriani, 2006, dalam

Wiyogowati, 2012).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting

1. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

a. Pengertian BBLR Berat bayi lahir rendah (BBLR) adalah berat bayi

lahir kurang dari 2500 gram atau 2,5 kg (Merryana & Bambang, 2012).

b. Dampak BBLR Berat lahir memiliki dampak yang besar terhadap

pertumbuhan anak, perkembangan anak dan tinggi badan pada saat

dewasa. Standard pertumbuhan anak yang dipublikasikan pada tahun

2006 oleh WHO telah menegaskan bahwa anak-anak berpotensi

tumbuh adalah sama di seluruh dunia (WHO,2006a).

Berat badan bayi normal pada waktu lahir sangat penting karena

akan menentukan kemampuan bayi untuk menyesuaikan diri terhadap


lingkungan yang baru sehingga tumbuh kembang bayi akan

berlangsung normal. Berat badan lahir rendah ( BBLR) adalah dampak

dari tidak sempurnanya tumbuh kembang janin selama dalam rahim

ibu (Moehyi,2008).

Dinegara-negara berkembang, bayi dengan berat lahir rendah

(BBLR) lebih cenderung mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri

yang terjadi karena gizi ibu yang buruk dan angka infeksi yang

meningkat jika dibandingkan di negara-negara maju (Gibney

dkk,2009).

Sekitar 16% bayi diseluruh dunia dilahirkan dengan berat <2500

gram dan 95% dari bayi-bayi tersebut tinggal dinegara-negara

berkembang ( Henningham& McGregor.2005 dalam Fitri).

Kejadian berat bayi lahir rendah ( BBLR ) diangkap sebagai

indicator kesehatan masyrakat karena erat hubungannya dengan

angka kematian kesakitan dan kejadian gizi kurang dikemudian hari.

Penelitian yang dilakukan oleh El Taquri , Adel el al ( 2008 ) di Lybia

juga menunjukan bahwa BBLR berhubungan erat dengan kejadian

stunting.

Indicator status gizi berdasarkan TB/U menggambarkan kedaan

kronis aeorang balita. Yaitu mennjukan keadaan balita yang terjadi

sejak lama. Atau dengan kata lain merupakan outcome kumulatif

status gizi sejak lahir hingga sekarang. Bayi yang lahir dengan berat

badan rendah menandakan kurang terpenuhinya kebutuhan zat gizi


pada saat kehamilan atau lahir dari ibu penderita KEK. Artinya, ibu

dengan gizi kurang sejak trimester awal sampai akhir kehamilan akan

melahirkan BBLR. Yang nantinya akan menjadi stunting. Bayi yang

lahir dengan berat badan 2000-2499 gr berisiko 10 kali lebih tinggi

untuk meninggalkan dari pada baiy yang lahir dengan berat badan

3000-3499 gr (Muqni dkk,2012).

Dalam penelitian lain menyatakan bahwa proporsi balita stunting

lebih banyak ditemukan pada balita dengan berat lahir rendah

dibandingkan balita dengan berat lahir normal. Terdapat perbedaan

proporsi antara keduanya, balita yang mempunyai berat lahir rendah

memiliki risiko menjadi stunting sebesar 1,7 kali dibandingkan balita

yang mempunyai berat lahir normal (Fitri,2012).

Kendati setelah lahir, bayi hidup dalam kondisi optimal, makanan

yang cukup gizi serta lingkungan hidup yang saniter, namun bayi lahir

dengan BBLR akan tetap mengalami tumbuh kembang yang tidak

sebaik tumbuh kembang bayi yang lahir dengan berat lahir normal.

Terutama selama masa usia lima tahun pertama. Badan anak akan

lebih pendek, lebih kurus, sehingga terlihat lebih kecil dari anak

sebayanya yang gizinya baik (Moehyi,2008).

2. Imunisasi Dasar Lengkap

a. Pengertian Imunisasi Dasar Lengkap

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu

penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh


tahan terhadap penyakit yang mewabah atau berbahaya bagi

seseorang.Imunisasi merupakan salah satu upaya manusia yang

tidak akan berkesudahan. Upaya ini pada dasarnya, merupakan

naluri bertahan umat manusia dari ancaman penyakit yang setiap

hari mengancam kita.(Achmadi, 2006).

Imunisasi merupakan suatu proses atau upaya memberikan

kekebalan pada tubuh seseorang untuk melawan penyakit infeksi.

Pemberian imunisasi biasanya dalam bentuk vaksin.Vaksin

merangsang tubuh untuk membentuk sistem kekebalan yang

digunakan untuk melawan infeksi atau penyakit. Ketika tubuh kita

diberi vaksin atau imunisasi, tubuh akan terpajan oleh virus atau

bakteri yang sudah dilemahkan atau dimatikan dalam jumlah yang

sedikit dan aman. Kemudian system kekebalan tubuh akan

mengingat virus atau bakteri yang telah dimasukkan dan melawan

infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri tersebut ketika

menyerang tubuh kita di kemudian (Imumunization,2010,

Wiyogowati,2012).

b.Jenis-Jenis Imunisasi Dasar

Jenis-Jenis Vaksin Imunisasi Dasar Dalam Program Imunisasi :

1) Vaksin BCG ( Bacillius Calmette Guerine )

Diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk

mencapai cakupan yang lebih luas, Departemen Kesehatan


Menganjurkan pemberian BCG pada umur antara 0-12

bulan.

2) Hepatitis B

Diberikan segera setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis B

merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk

memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu

pada bayinya.

3). DPT (Dhifteri Pertusis Tetanus)

Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan ( DPT tidak boleh

diberikan sebelum umur 6 minggu ) dengan interval 4-8

minggu.

4). Polio

Diberikan segera setelah lahir sesuai pedoman program

pengembangan imunisasi ( PPI ) sebagai tambahan untuk

mendapatkan cakupan yang tinggi.

5) Campak

Rutin dianjurkan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-kutan

dalam, pada umur 9 bulan.

Tabel 2 Pemberian Imunisasi Sesuai Dengan Umur Balita

Umur (bulan) Jenis


0 Hepatitis B0

1 BCG, Polio 1

2 DPT-HB-Hib 1, Polio 2

3 DPT-HB-Hib 2, Polio 3

4 DPT-HB-Hib 3, Polio 4

9 campak

Sumber: IDAI,2014

c. Manfaat Imunisasi Dasar

Moehyi, 2008 menyatakan bahwa ada dua hal yang harus dilakukan untuk

mencegah hambatan tumbuh kembang anak sampai usia tiga tahun yaitu,

imunisasi anak terhadap penyakit tertentu pada waktu yang tepat dan

pengaturan makan secara tepat dan benar. Dengan imunisasi, anak

dibuat menjadi kebal terhadap penyakit yang mudah diderita oleh anak.

Beberapa literature ( idmedis,2014) menyebutkan bahwa imunisasi dasar

memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan anak, diantaranya adalah :

1. Untuk menjaga daya tahan tubuh anak.

2. Untuk mencegah penyakit-penyakit menular yang berbahaya

3. Untuk menjaga anak tetap sehat

4. Untuk mencegah kecacatan dan kematian.


5. Untuk menjaga dan Membantu perkembangan anak secara optimal

d. Akibat Tidak Imunisasi Dasar Lengkap

Menurut perkiraan WHO, lebih dari 12 juta anakberusia kurang dari

5 tahun yang meninggal setiaptahun, sekitar 2 juta disebabkan oleh

penyakit yangdapat dicegah dengan imunisasi. Seranganpenyakit

tersebut akibat status imunisasi dasaryang tidak lengkap pada sekitar

20% anak (Asri,2012).

Proporsi anak yang tidak diberi imunisasi dasar lengkap memiliki

status gizi stunting lebih banyak yaitu sebesar 50% dibandingkan

dengan anak yang diberi imunisasi dasar lengkap yaitu 35,2%

(Diafrilia,dkk. 2014).

3. ASI Eksklusif

a. Pengertian Air susu ibu

(ASI) adalah sumber nutrisi yang ideal dan makanan peling aman

bagi bayi selama 4-6 bulan pertama kehidupan. ASI merupakan

bentuk tradisional dan ideal memenuhi gizi anak. ASI dapat

menyediakan tiga perempat bagian protein yang dibutuhkan bayi umur

6-12 bulan dan masih merupakan sumber yang cukup berarti bagi

beberapa bulan berikutnya (Merryana & Bambang,2012).

ASI eksklusif adalah Pemberian ASI saja sampai umur 6 bulan

(eksklusif) membuat perkembangan motorik dan kognitif bayi lebih


cepat. Selain itu ASI juga meningkatkan jalinan kasih sayang karena

sering berada dalam dekapan ibu (Kepmenkes R1, 2013).

Pertumbuhan anak dipengaruhi oleh faktor makanan (gizi) dan

genetik. Sampai usia empat bulan, seorang anak bisa tumbuh dan

berkembang hanya dengan mengandalkan ASI dari ibunya (Khomsan,

2012).

b. Manfaat ASI

Pertumbuhan dan perkembangn bayi terus berlangsung sampai

dewasa. Proses tumbuh kembang ini dipengaruhi oleh makanan yang

diberikan pada anak. Makanan yang paling sesuai untuk bayi adalah

air susu ibu (ASI), karena ASI memang diperuntukkan bagi bayi

sebagai makanan pokok bayi. (Marimbi, 2010).

Suatu penelitian menemukan bahwa secara signifikan skor

perkembangan kognitif lebih tinggi pada anak-anak yang disusui

ibunya jika dibandingkan dengan anak-anak yang semasa bayinya

mendapat susu formula. Efek ini terus berlanjut sampai usia 15 tahun

dan anak-anak yang masa bayinya mendapat ASI paling lama akan

memperlihatkan pebedaan yang besar dalam perkembangan

kognitifnya (Gibney dkk, 2009).

Pemberian ASI eksklusif terlalu lama ( >6 bulan) dapat

menyebabkan bayi kehilangan kesempatan untuk melatih kemampuan

menerima makanan lain sehingga susah menerima bentuk makanan

selain cair. Hal tersebut dapat menyebabkan growth faltering karena


bayi mengalami defisiensi zat gizi.Sebuah penelitian di Senegal

menyatakan bahwa ASI eksklusif yang diberikan selama lebih dari 2

tahun berhubungan dengan rata-rata z-score TB/U yang rendah.Pada

penelitian tersebut, ditemukan prevalensi stunting yang lebih tinggi

pada balita yang diberikan ASI eksklusif selama lebih dari 2 tahun

(Anugraheni, 2012).

Meskipun begitu banyak hal bermanfaat yang didapat dengan

memberikan ASI secara eksklusif, tidak hanya bagi anak tetapi juga

bagi ibu. Menurut Marryana & Bambang, 2012 anak yang diberikan

ASI secara eksklusif akan mendapat beberapa manfaat, diantaranya

adalah :

1. Memiliki tingkat alergi yang lebih sedikit terhadap makanan 20

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

2. Mendapatanti infeksi karena ASI mengandung berbagai factor

anti insfeksi dan sel imun seperti Ig A, Ig M, Ig G, limfosit B dan T,

neutrophil, makrofag, dan komponen lain.

3. Terhindar dari obesitas, bayi yang meminum ASI lebih kecil

kemungkinannya untuk kelebihan makanan dibandingkan dengan

bayi yang minum susu formula.

4. Keuntungan gizi, protein dan lemak dalam bentuk optimal untuk

pencernaan, absorbs, dan seng dan zat besi akan lebih mudah

diabsorbsi lebih mudah dari ASI dibandingkan dari susu formula.

c. Kandungan Gizi
ASI mengandung semua nutrient untuk membangun dan

menyediakan energy dalam susunan yang diperlukan.ASI tidak

memberatkan fungsi traktus digestifus dan ginjal serta menghasilkan

pertumbuhan fisik yang optimum. Secara alamiah kualitas ASI ditentukan

oleh kandungan bahanbahan sebagai berikut :

Tabel 3 Kandungan Bahan-Bahan Dalam ASI Untuk Menentukan

Kualitas ASI

No. Golongan Kandungan

1. Nutrient a. Nutrient besar : protein, lemak,

dan hidrat arang

b. Vitamin : A,D,B, dan C

c. c. Mineral : Fe dan Ca

2. Non- Nutrient Zat-zat pencegah terjadinya infeksi :

laktoferin, lisozim, Ig A sekretoris,

komplemen (C3 &C4),dan sel-sel

makrofag atau limfosit.

3. Unsur sampingan Zat kimia yang diekskresikan ke dalam

ASI, dapat menguntungkan tetapi dapat

merugikan tumbuh kembang, misalnya

nikotin, alcohol, dll. Variasi dalam

komposisi dipengaruhi oleh factor-faktor


yaitu keadaan kesehatan atau gizi ibu,

tahap laktasi, lama waktu menyusui dan

makanan ibu sehari-hari.

sumber : Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan, 2012

a. Akibat

Banyak anak berusia kurang dari dua tahun yang terganggu pertumbuhan

dan perkembangannya karena kekurangan gizi sejak dalam kandungan, ibu tidak

taat memberi ASI eksklusif, terlalu dini memberikan makanan pendamping ASI

(MP-ASI) dan MP-ASI yang dikonsumsi anak tidak cukup mengandung

kebutuhan energy dan zat gizi mikro terutama besi (Fe) dan seng (Zn) (Merryana

& Bambang,2012)

Penelitian tentang pemberian ASI dengan kejadian stunting yang

dilakukan oleh Arifin dkk (2012) ada sebanyak 38 (76%) balita dengan ASI tidak

eksklusif menderita stunting , sedangkan yang tidak menderita stunting sebanyak

76 (46%).

4. Asupan Makanan Energi dan Protein

a. Pengertian

Manusia membutuhkan energy untuk mempertahankan hidup,

menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik.Energy diperoleh

dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan

makanan.Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan

makanan menentukan nilai energinya (Almatsier, 2009). Protein


merupakan zat gizi yang sangat penting karena yang paling erat

hubungannya dengan pertumbuhan.

Protein mengandung unsur C,H,O dan unsur khusus yang tidak

terdapat pada karbohidrat maupun lemak yaitu nitrogen. Protein nabati

dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, sedangkan hewani didapat dari

hewan.Protein merupakan factor utama dalam jaringan tubuh.Protein

membangun, memelihara, dan memulihkan jaringan di tubuh, seperti otot

dan organ.Saat anak tumbuh dan berkembang, protein adalah gizi yang

sangat diperlakukan untuk memberikan pertumbuhan yang

optimal.Asupan protein harus terdiri dari 10% - 20% dari asupan energy

harian.Rekomendasi ini untuk memastikan bahwa energy hanya untuk

pertumbuhan dan perkembangan jaringan tubuh (Sharlin &Edelstein,

2011, Fitri 2012).

b. Kebutuhan Energi dan Protein

Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin,

aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan

pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi

baik.Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak setiap

bulan dan dicocokkan dengan kartu menuju sehat (KMS).

Table 4 Kecukupan Gizi Anak Pra Sekolah

Umur (tahun) Energy (kkal) Protein(gram)

1-3 1210 23
4-6 1600 29

Sumber: Marmi 2013, Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi

Terdapat perbedaan kebutuhan antara anak yang masih mendapat

ASI dengan anak yang sudah tidak mendapat ASI. Sebenarnya

kebutuhan total akan zat gizi sama, akan tetapi jumlah asupan dari

makanan yang membedakan. Sehingga, akan terdapat perbedaan asupan

makanan atau MPASI dari anak yang masih diberikan ASI dengan anak

yang sudah tidak mendapatkan ASI.

d. Akibat Kekurangan Energy dan Protein

c. Terhambatnya pertumbuhan pada bayi dan anak-anak, tercermin dalam

tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia, ini merupakan contoh

adaptasi pada asupan energy rendah dalam waktu yang lama. Jika

kekurangan energy tidak terlalu lama, anak akan menunjukkan catch-up

growth. Stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis dan terdeteksi

sebagai gangguan pertumbuhan linear. Seorang bayi yang stunting

mungkin tetap stunting sepanjang masa remaja dan kemungkinan untuk

menjadi seorang dewasa yang sunting juga.

Kekurangan gizi dan stunting selama masa bayi dan anak usia dini

telah secara konsisten ditemukan mempengaruhi kesehaan individu baik

jangka pendek maupun jangka panjang (wahlqvist & tienboon, 2011, Fitri

2012). Kekurangan energy dan protein menyebabkan pertumbuhan dan

perkembangan balita terganggu.Gangguan asupan zat gizi yang bersifat

akut menyebabkan anak kurus kering yang disebut dengan wasting.Jika


kekurangan ini bersifat menahun (kronik), artinya sedikit demi sedikit,

tetapi dalam jangka waktu lama maka akan terjadi kejadian stunting

(Marmi,2013).

4. Pendidikan Orang Tua (Ibu)

Secara biologis ibu adalah sumber hidup anak.Tingkat pendidikan

ibu banyak menentukan sikap dan menghadapi berbagai masalah,

misal memintakan vaksinasi untuk anaknya, memberikan oralit waktu

diare, atau kesedian menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu yang

mempunyai latar pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan

hidup serta tumbuh lebih baik. Salah satunya adalah keterbukaan

mereka dalam menerima perubahan atau hal baru untuk pemeliharaan

kesehatan anak.

Pendidikan tinggi dapat mencerminkan pendapatan yang lebih

tinggi dan ayah akan lebih memperhatikan gizi anak. Suami yang lebih

terdidik akan cenderung memiliki istri yang juga berpendidikan. Ibu

yang berpendidikan diketahui lebih luas pengetahuannya tentang

praktik perawatan anak. Keluarga dengan pendidikan yang lebih

tinggi , yang hidup dalam rumah tangga yang kecil, berpeluang untuk

menghuni rumah yang lebih layak, dapat menggunakan fasilitas

pelayanan kesehatan yang lebih baik, dan mahir menjaga lingkungan

yang bersih (Taguri, et al.,2007)

Pengetahuan orang tua memang berpengaruh dalam kesehatan

seorang balita, terutama berkaitan dengan status gizi anak tersebut.


Seperti penelitian yang dilakukan oleh Pormes dkk, (2014)

menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan orang tua

tentang gizi dengan kejadian stunting .

Pengetahuan tentang gizi pada orang tua dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu diantaranya adalah umur diamana semakin tua

umur sesorang maka proses perkembangan mentalnya menjadi baik,

intelegensi atau kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak guna,

menyesuaikan diri dalam situasi baru, kemudian lingkungan dimana

seseorang dapat mempelajari hal-hal baik juga buruk tergantung pada

sifat kelompoknya, budaya yang memegang peran penting dalam

pengetahuan, pendidikan merupakan hal yang mendasar untuk

mengembangkan pengetahuan, dan pengalaman yang merupakan

guru terbaik dalam mengasah pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

5. Pendapatan Rumah Tangga

Besarnya pendapatan yang diperoleh atau diterima rumah tangga

dapat menggambarkan kesejahteraan suatu masyarakat.Namun

demikian data pendapatan yang akurat sulit diperoleh, sehingga

dilakukan pendekatan melalui pengeluaran rumah tangga.

Pengeluaran rumah tangga dapat dibedakan menurut pengeluaran

makan dan bukan makan, dimana menggambarkan bagaimana

penduduk mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya.Pengeluaran

untuk konsumsi makanan dan buka makan berkaitan denga tingkat

pendapatan masyarakat. Di negara yang sedang berkembang,


pemenuhan kebutuhan makanan masih menjadi prioritas utama,

dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan gizi (consumption and

cost,wiyogowati,2012).

Persentase pengeluaran pangan yang tinggi (≥ 70%) merupakan

faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian stunting

pada anak balita dengan riwayat berat lahir rendah pada tahun 2010 di

Indonesia.. Anak dengan berat lahir rendah dari keluarga dengan

persentase pengeluaran pangan tinggi (≥70%), memiliki peluang 2,48

kali untuk menderita stunting dibandingkan dengan anak dengan berat

lahir rendah dari keluarga dengan persentase pengeluaran pangan

rendah (<50%).

Persentase pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total yang

tinggi (≥70%) menggambarkan ketahanan pangan keluarga yang

rendah, artinya semakin tinggi pengeluaran untuk konsumsi pangan

ada kecenderungan bahwa rumah tangga tersebut miskin dan memiliki

tingkat ketahanan pangan yang rendah. Keluarga yang miskin dan

ketahanan pangan keluarga rendah rentan memiliki anak stunting

karena keluarga tidak mampu mencukupi kebutuhan asupan gizi anak

dalam jangka waktu yang lama, sehingga permasalahan gizi akut ini

tidak dapat terhindarkan (Rosha,dkk, 2013).

6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wiyogowati (2012)

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara fasilitas kesehatan


dengan kejadian stunting . Sehingga dapat diartikan bahwa, pada

daerah yang tersedia fasilitas pelayanan kesehatan, angka kejadian

stunting rendah dan pada daerah yang tidak tersedia fasilitas

pelayanan kesehatan, angka kejadian stunting tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Renyoet, dkk (2013) diperoleh hasil

yang menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara

pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan pertumbuhan panjang

badan anak dan kejadian stunting . Dimana dari hasil penelitian ini

menyatakan bahwa orang tua yang menerapkan dan menggunakan

pemanfaatan pelayanan kesehatan secara lebih baik sebesar 51,6%

panjang badan lahir anak normal di Kecamatan Tallo, sehingga

mengapa dikatakan ada hubungan antara pemanfaatan pelayanan

kesehatan dengan pertumbuhan panjang badan anak dan kejadian

stunting . Hasil penelitian ini didukung dengan teori dan beberapa hasil

penelitian yang lain, yang mengatakan bahwa pemanfaatan pelayanan

kesehatan mempengaruhi perkembangan anak.

7. Sanitasi

Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi

sarana buang air bersih, sarana pengolahan sampah dan limbah

rumah tangga (Kepmenkes No.852).842.000 orang yang tinggal di

negara dengan pendapatan menegah kebawah meninggal akibat air

yang inadekuat , sanitasi dan hygiene setiap tahunnya.Buruknya

sanitasi dipercaya menyebabkan kematian kurang lebih 280.000


orang.Keuntungan dari sanitasi yang baik adalah berkurangnya

kejadian diare.(WHO, 2015).

Adanya hubungan yang signifikan antara kebersihan/hygiene dan

sanitasi lingkungan dengan pertumbuhan panjang badan anak dan

kejadian stunting . Maka dapat dikatakan jika kebersihan/hygiene dan

sanitasi lingkungan baik didalam rumah dan dilingkungan sekitar anak

diperhatikan maka akan memberikan dampak positif pada keadaan

status gizi anak (Renyoet,dkk.2013).

D. Dampak stunting

a. Efek Jangka Pendek

Stunting (tumbuh yang pendek) menggambarkan keadaan gizi

kurang yang sudah berjalan lama dan memerlukan waktu yang

lama bagi anak untuk berkembang serta pulih kembali. Sejumlah

besar penelitian cross-sectional memperlihatkan keterkaitan antara

stunting , perkembangan motoric dan mental yang buruk dalam

usia kanak-kanak dini, serta prestasi kognitif dan prestasi dan

prestasi sekolah yang buruk dalam usia kanak-kanak lanjut. Pada

anak-anak yang mengalami malnutrisi dalam jangka waktu lama

(stunting ) memperlihatkan perilaku yang berubah. Pada anak-anak

kecil, perilaku ini meliputi kerewelan serta frekuensi menangis yang

meningkat, tingkat aktivitas yang lebih rendah, jumlah dan

entusiasme untuk bermain dan mengeksplorasi lingkungan yang

lebih kecil, berkomunikasi lebih jarang, afek (ekspresi) yang tidak


begitu gembira, serta cenderung untuk berada dekat ibu serta

menjadi lebih apatis (Gibney dkk, 2009).

b. Efek Jangka Panjang

Anak-anak yang bertumbuh pendek (stunting ) pada usia kanak-

kanak dini terus menunjukkan kemampuan yang lebih buruk dalam

fungsi kognitif yang beragam dan prestasi sekolah yang lebih buruk

jika dibandingkan dengan anak-anak yang bertubuh normal hingga

usia 12 tahun. Mereka juga memiliki permasalahan perilaku, lebih

terhambat, dan kurang perhatian serta lebih menunjukkan

gangguan tingkah laku (conduct disorder) (Gibney dkk, 2009).


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konseptual Penelitian


Peran keluarga adalah bila anggota keluarga menjalankan hak dan
kewajibannya sebagaimana kedudukannya. Keluarga berperan membina
dan membimbing anggota-anggotanya untuk beradaptasi dengan
lingkungan fisik maupun lingkungan budaya dimana ia berada. Bila semua
anggota sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal,
maka kehidupan masyarakat yang tercipta menjadi kehidupan yang
tenang, aman dan tentram.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadisejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
setelah bayi lahir, kondisi stunting baru terlihat setelah bayi berusia 2
tahun.

Oleh karena itu, penelitin ingin memfokuskan peneliti untuk


mengetahui hubungan pelaksanaan peran keluarga dengan kejian
stunting di wilayah kerja puskesmas Tolo (Jeneponto).

Peran
Keluarga Kejadian Stunting

Keterangan :

= Variabel Indepen

= Variabel Depenen

= Penghubung antar variable


B. Variabel Penelitian
1. Variabel Inependen : Peran keluarga

2. Variabel Dependen : Kejadian stunting

C. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif


1. Peran keluarga yaitu membina dan membimbing anggota-anggotanya untuk

beradaptasi dengan lingkugan fisik maupun lingkungan budaya dimna ia

berada.

Baik : Jika jawaban responden >

Kurang : Jika jawaban responden <

2. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari

kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

Baik : jika jawaban responen >

Kurang : jika jawaban reponden <

D. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada hubungan pelaksanaan peran keluarga dan kejadian stunting di wilayah

kerja puskesmas Tolo (Jeneponto).

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik observasional yang

menggunakan metode pendekatan cross-sectional, dengan pendekatan

dengan pengamatan variable tidak pada hari dan waktu yang sama
namun diambilpada satu kali waktu. Pada penelitian ini peneliti melakukan

analisis terkait variable independen yaitu pelaksanaan peran keluarga dan

variable dependen yaitu kejadian.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh anggota keluarga yang

bertempat tinggal di kecamtan Kelara (Tolo) Jeneponto.

C. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini yaitu keluarga yang memiliki anak dengan

kejadian stunting

Dengan kriteria

Inklusi :

- Keluarga yang bersedia menjadi responden

- Keluarga yang tinggal diwilayah Puskesmas Tolo

- Keluarga yang memiliki anak dengan kejadian stunting

Ekslusi :

- Keluarga yang tidak bersedia menjadi responden

- Keluarga yang tidak tinggal diwilayah Puskesmas Tolo

- Keluarga yang tidak memiliki anak dengan kejadian stunting

A. Pengumpulan Data Dan Analisa data

1. Instrument Penelitian
Untuk variabel independen Persepsi Lansia yaitu menggunakan

instrument Kuisioner dengan 10 point pernyataan dengan skala

Likert yaitu Sangat Setuju skor 4, Setuju skor 3, Kurang setuju skor

2, Tidak setuju skor 1,

Dengan Kriteria Objekti :

Baik : Jika jawaban responden >

Kurang : Jika jawaban responden <

Sedangkan untuk variable dependen Kesiapan yaitu menggunakan

instrument Kuisioner dengan 10 point pernyataan dengan skala

Likert yaitu Sangat Setuju skor 4, Setuju skor 3, Kurang setuju skor

2, Tidak setuju skor 1,

Dengan Kriteria Objektif:

Baik : Jika jawaban responden >

Kurang : Jika jawaban responden <

2. Lokasi dan waktu penelitian

a. Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Tolo Kab.

Jeneponto

b. Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan sekitar bulan April – Mei 2022

3. Prosedur Pengambilan Atau Pengumpulan Data

a. Data primer :Di peroleh langsung dari responden melalui kuesioner


b. Data sekunder : Data yang di ambil dari (tempat penelitian) Analisa

data dan pengolahan data.

B. Cara analisa data

Data dianalisa melalui presentase dan perhitungan jumlah dengan cara

berikut :

a. Analisa univariat

Dilakukan dalam tiap variabel dari hasil penilitian. Analisa ini

menghasilkan frekuensi dan presentase dari setiap variabel yang di

teliti.

b. Analisa Bivariat

Di lakukan untuk melihat hubungan variabel independen dengan

dependen dalam bentuk tabulasi silang antara k

edua variabel tersebut. Menggunakan uji statistik dengan tingkat

kemaknaan yang di pakai adalah α = 0,05 dengan menggunakan

rumus chi- square.

Keterangan :

: Nilai chi-square test

0: Nilai obaservasi

E: Nilai yang diharapkan


∑: Jumlah data

Penilaian:

a. Apabila X2 Hitung > X2 Tabel, maka Hₒ ditolak atau H ͣ diterima, artinya

ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

b. Apabila X2 Hitung ≤ X2 Tabel, maka Hₒ diterima atau H ͣ ditolak, artinya

tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen

C. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat rekomendasi

dari institusinya dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi

atau lembaga tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan

barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika

yang meliputi:

a. Informet Consent (Lembar Persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan

diteliti yang memenuhi kriteria inklusi disertai judul penelitian. Bila

subyek, maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap

menghormati hak-hak subyek.

b. Anonymity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan

nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.

c. Konfodentiality (Kerasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti

You might also like