You are on page 1of 18

KEGAWATDARURATAN MEDIS

MODUL 10
“BAGAIMANA MENGHADAPI TSUNAMI”

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi

Kepaniteraan Klinik di Bagian Kegawatdaruratan Medis

Oleh

Intan Syafutri 19100707360804095

Wiena Aviolita Suri 19100707360804096

Moch Ikhwanul Mirza 19100707360804098

Pembimbing : drg. Wulan Anggestia, MSc

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ”
bagaimana menghadapi tsunami untuk kegawatdaruratan medis untuk memenuhi
salah satu syarat dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik modul 10.

Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari, bahwa semua


proses yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Wulan Anggestia, MSc
selaku dosen pembimbing, serta bantuan dan dorongan yang telah diberikan
berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu.

Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna


sebagaimana mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya,
karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya


kepada kita semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat
memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang
membutuhkan.

Padang, September 2020

Penulis
MODUL 10

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah didiskusikan kegawatdaruratan medik “bagaimana menghadapi tsunami”


untuk kegawatdaruratan medik” guna melengkapi persyaratan Kepaniteraan
Klinik pada Modul 10

Padang, September 2020


Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing

(drg. Wulan Anggestia, MSc


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang
menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik oleh masyarakat,
berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang ditimbulkan
melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada
1.
Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang
tinggi di dunia. Gempa-gempa tersebut sebagian berpusat di dasar Samudera
Hindia dan beberapa dapat memicu terjadinya tsunami2
Tsunami berasal dari kata Jepang ”tsu” pelabuhan/laut dan ”nami” berarti
gelombang3. Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang
timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi. Ketika
mencapai pantai, massa air akan merambat naik menuju ke daratan. Tinggi
gelombang tsunami ketika mencapai pantai sangat dipengaruhi oleh kontur dasar
laut di sekitar pantai tersebut, sedangkan jauhnya limpasan tsunami ke arah darat
sangat dipengaruhi oleh topografi dan penggunaan lahan di wilayah pantai yang
bersangkutan1
Kurangnya kemampuan dalam mengantisipasi bencana dapat terlihat dari
belum optimalnya perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan yang
kurang memperhatikan risiko bencana. Minimnya fasilitas jalur dan tempat
evakuasi warga juga merupakan salah satu contoh kurangnya kemampuan dalam
menghadapi bencana. Peta bahaya dan peta risiko yang telah dibuat belum
dimanfaatkan secara optimal dalam program pembangunan dan pengurangan
risiko bencana yang terpadu1
Fakta ini mendorong berbagai organisasi kemanusiaan untuk selalu
memberi pembelajaran kepada masyarakat untuk kesiapsiagaan menghadapi
bencana, tentang cara-cara menyelamatkan diri dan keluarga mereka saat terjadi
bencana4.. Pada konsepsi penataan ruang, penilaian risiko tsunami tidak terlepas
dari penilaian kerentanan sosial ekonomi penduduk. Jumlah kelompok rentan dan
kelompok miskin di suatu wilayah akan mempengaruhi kemampuan wilayah
tersebut dalam penanganan risiko bencana. Pengetahuan dan kesadaran penduduk
akan informasi kebencanaan suatu upaya kesiagapan penduduk juga
mempengaruhi penilaian risiko1
Pengetahuan yang dimiliki mempengaruhi sikap dan kepedulian
masyarakat untuk siapsiaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi mereka
yang bertempat tinggal didaerah yang rentan bencana. Indikator pengetahuan dan
sikap individu/ rumah tangga merupakan pengetahuan dasar yang semestinya
dimiliki oleh individu yang meliputi pengetahuan tentang bencana, penyebab dan
gejala-gejala, maupun apa yang harus dilakukan bila terjadi bencana 5

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah yaitu “bagaimana menghadapi tsunami ”

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu bagaimana menghadapi tsunami
yang digunakan untuk kegawatdaruratan medik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bencana


Bencana merupakan salah satu hal yang dapat terjadi akibat perbuatan
manusia ataupun alam. Bencana juga merupakan salah satu kejadian yang dapat
merugikan bagi manusia karena akibat dari bnecana akan merusak keadaan
sekitarnya1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan
oleh alam, manusia dan/atau oleh keduanya yang mengakibatkan korban
penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan
sarana dan prasarana, fasilitas umum, serta menimbulkan gangguan terhadap tata
kehidupan dan penghidupan masyarakat6
Bencana dapat terjadi karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau
gangguan yang dapat mengancam (hazard) dan kerentanan (vulnerability)
masyarakat. Hubungan keduanya dapat digambarkan bila gangguan atau ancaman
tersebut muncul pada wilayah masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat
dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu tersebut, sementara bila
kondisi masyarakat rentan tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka
tidak akan terjadi bencana1
Pada hakekatnya bencana baik yang disebabkan oleh alam maupun karena
ulah manusia yang mengakibatkan pengungsian adalah merupakan bencana bagi
bangsa Indonesia.Selama ini penanggulangannya telah diupayakan melalui
berbagai cara dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat melalui
koordinasi penanganan sejak di tingkat lokasi bencana di daerah sampai dengan di
tingkat nasiona6

2.2 Pengertian Tsunami


Secara bahasa, tsunami berasal dari kata tsu yang berarti pelabuhan dan
nami yang berarti gelombang .Tsunami merupakan bencana yang tidak dapat
diprediksi kapan datangnya dan kerugian tak hanya merusak, bencana ini juga
mampu menghancurkan apa saja yang dilaluinya7. Tsunami adalah rangkaian
gelombang yang mampu menjalar dengan kecepatan hingga 900 km per jam,
terutama diakibatkan oleh gempabumi yang terjadi di dasar laut Tsunami
menyerupai riak-riak air yang melebar dari tempat dilemparkannya sebuah batu ke
dalam air, namun tsunami dapat terjadi dalam skala yang luar biasa besarnya8
Secara umum, tsunami diartikan sebagai gelombang besar yang
menghantam daerah pesisir. Tsunami lebih banyak disebabkan adanya gempa
besar di laut sebagai akibat patahan di dasar laut. Selain berdampak pada
penduduk, tsunami juga berdampak pada penggunaan lahan, lingkungan, dan
kegiatan sosial ekonomi di wilayah in1

2.3 Karakteristik dan Jenis Tsunami


Karakteristik tsunami, beberapa karakteristik Tsunami, antara lain1 :
1. Tinggi gelombang tsunami di tengah lautan mencapai lebih kurang 5 meter.
Serentak sampai pantai tinggi gelombang ini dapat mencapai 30 meter. 
2. Panjang gelombang tsunami (50-200 km) jauh lebih besar dari pada
gelombang pasang laut (50-150 m). Panjang gelombang tsunami ditentukan
oleh kekuatan gempa, sebagai contoh gempabumi tsunami dengan kekuatan
magnitude 7-9 panjang gelombang tsunami berkisar 20-50 km dengan tinggi
gelombang 2 m dari permukaan laut. 
3. Periode waktu gelombang tsunami yang berkekuatan tinggi hanya berperiode
durasi gelombang sekitar 10-60 menit, sedangkan gelombang pasang bisa
berlangsung lebih lama 12-24 jam.
4. Cepat rambat gelombang tsunami sangat tergantung pada kedalaman laut, bila
kedalaman laut berkurang setengahnya, maka kecepatan berkurang tiga
perempatnya.
Jenis-jenis tsunami terbagi atas 3 antara lain 9:
1. Tsunami dekat terjadi 0-30 menit setelah gempa.
Jarak dari pusat gempa ke lokasi ini sejauh 200 km. Akibatnya daerah
disekitarnya merasakan gempa dan bangunannya rusak. Kejadian ini ditandai
dengan getaran kuat dan diikuti dengan surutnya air laut secara mendadak. Jika
ada kejadian seperti ini harus diwaspadai, karena air bah akan datang dengan
amplitudo tinggi. Ciri-ciri lainnya adalah adanya bunyi alarm pertanda akan
adanya tsunami
2. Tsunami menegah; terjadi 30 menit – 2 jam setelah gempa.
Jarak dari 200 km sampai 1.000 km dari pusat gempanya. Darah ini
kemungkinannya masih merasakan adanya getaran dengan intensitas II sampai V
MMI (Modified Mercalli Intensity). Air surut secara tiba-tiba salah satutanda
bahwa tsunami akan segera datang. Jika kita berada di pinggir pantai segeralah
menjauh dari tenpat tersebut. Tanda-tanda ini juga diperbesar dengan sistem
peralatan yang dilengkapi dengan alarm .
3. Tsunami jauh
Cirinya adalah terjadi 2 jam setelah gempabumi terjadi. Lokasi gempanya
di atas 1000 km. Walaupun jaraknya jauh masih memungkinkan menghasilkan
tsunami. Derah seperti ini tidak perlu dipasang peralatan accelerograpth,
terkecuali daerah ini dikatagorikan daerah rawan tsunami jarak dekat. Tremor
adalah peralatan yang bisa digunakan dan dipasang di Stasiun Geofisika

2.4 Tanda-Tanda Terjadi Tsunami


Tanda-tanda terjadi tsunami1:
1. Gempa bumi.
Tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi dangkal didasar laut, sudah tentu
tanda awalnya adalah terjadinya gempa dengan kekuatan minimal 6 skala richter
dan episentrumnya berada di laut. Ini merupakan tanda awal yang harus selalu
diwaspadai oleh masyarakat yang tinggal dipesisir pantai hingga beberapa
kilometer dari pantai.
2. Keadaan air laut.
Setelah terjadinya gempa yang memicu tsunami, air laut biasanya akan surut
dengan tidak sewajarnya. Dasar laut, terumbu karang dan ikan terlihat karena
surutnya air laut. Ini merupakan tanda-tanda bahwa gelombang besar sedang
menuju pantai.
3. Suara Gemuruh.
Ini merupakan tanda akhir sebelum tsunami menyapu pesisir, karena
gelombang tsunami akan semakin tinggi ketika melewati perairan dangkal dengan
disertai suara gemuruh. Bila pada saat kita mendengar suara gemuruh tsunami
tersebut kita masih berada dipesisir pantai, sepertinya kita sudah terlambat untuk
berlari menuju tempat yang lebih tinggi karena itu bertanda bahwa tsunami sudah
dekat

2.5 Tsunami Di Indonesia


Tsunami yang terjadi di Indonesia, sebagian besar disebabkan oleh gempa-
gempa tektonik. Jalur subduksi yang memanjang di barat pulau Sumatera, selatan
Jawa sampai laut Banda menyumbangkan banyak kejadian gempa tektonik yang
mengakibatkan timbulnya tsunami. Selain oleh gempabumi, penyebab tsunami di
Indonesia juga dipicu oleh letusan gunung api. Tsunami akibat meletusnya
gunung Krakatau (1883) adalah salah satu contoh tsunami yang diakibatkan oleh
letusan gunung api, dimana tinggi runup gelombang Tsunami mencapai 30 m dan
menewaskan lebih dari 36.000 jiwa10
Sejarah tsunami di Indonesia menunjukkan bahwa kurang lebih 172
tsunami yang terjadi dalam kurun waktu antara tahun 1600 – 2012. Sumber
pembangkitnya diketahui bahwa 90% dari tsunami tersebut disebabkan oleh
aktivitas gempabumi tektonik, 9% akibat aktivitas vulkanik dan 1% oleh tanah
longsor yang terjadi dalam tubuh air (danau atau laut) maupun longsoran dari
darat yang masuk ke dalam tubuh air. Berdasarkan sumber terjadinya gempabumi
tektonik sangat berpotensi terjadinya tsunami1
Daerah dengan ancaman tsunami yang sangat tinggi dan tinggi tersebar
pada hampir seluruh wilayah Indonesia, mulai dari pantai Barat Aceh, Sumatera
Barat, Bengkulu, selatan Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian tengah dan utara,
Maluku dan Maluku utara serta Papua bagian barat dan utara. Sembilan di
antaranya merupakan tsunami yang merusak dan menimbulkan korban jiwa serta
material, yaitu tsunami di Flores (1992); Banyuwangi,Jawa Timur (1994); Biak
(1996); Maluku (1998); Banggai, Sulawesi Utara (2000); Aceh (2004); Nias
(2006); Bengkulu (2007); dan Mentawai (2010)10
Mekanisme tsunami akibat gempa bumi dapat diuraikan dalam 4 (empat)1:
1. Kondisi Awal
Gempa bumi biasanya berhubungan dengan goncangan permukaan yang
terjadi sebagai akibat perambatan gelombang elastik (elastic waves) melewati
batuan dasar ke permukaan tanah. Kasus yang diperlihatkan adalah keruntuhan
dasar lereng kontinental dengan lautan yang relatif dalam akibat gempa. Kasus ini
dapat juga terjadi pada keruntuhan lempeng kontinental dengan kedalaman air
dangkal akibat gempa.
2. Pemisahan Gelombang.
Setelah beberapa menit kejadian gempa bumi, gelombang awal tsunami
akan terpisah menjadi tsunami yang merambat ke samudera yang disebut sebagai
tsunami berjarak (distant tsunami), dan sebagian lagi merambat ke pantai-pantai
berdekatan yang disebut sebagai tsunami lokal (local tsunami). Tinggi gelombang
di atas muka air laut rata-rata dari ke dua gelombang tsunami, yang merambat
dengan arah berlawanan ini, besarnya kira-kira setengah tinggi gelombang
tsunami awal.
3. Amplifikasi.
Pada waktu tsunami lokal merambat melewati lereng kontinental, sering
terjadi hal-hal seperti peningkatan amplitudo gelombang dan p enurunan panjang
gelombang . Setelah mendekati daratan dengan lereng yang lebih tegak, akan
terjadi rayapan gelombang.
4. Rayapan.
Pada saat gelombang tsunami merambat dari perairan dalam, akan
melewati bagian lereng kontinental sampai mendekati bagian pantai dan terjadi
rayapan tsunami. Rayapan tsunami adalah ukuran tinggi air di pantai terhadap
muka air laut rata-rata yang digunakan sebagai acuan. Dari pengamatan berbagai
kejadian tsunami, pada umumnya tsunami tidak menyebabkan gelombang tinggi
yang berputar setempat (gelombang akibat angin yang dimanfaatkan oleh
peselancar air untuk meluncur di pantai)

2.6 Dampak Dari Bencana Tsunami


Beberapa dampak dari bencana tsunami adalah sebagai berikut 1,11:
1. Terjadi kerusakan dimanamana.
Gelombang besar yang timbul karena tsunami ini dapat menyapu seluruh area
daratan, baik daerah pantai maupun daerah- daerah di sekitar pantai tersebut.
Merusak apa saja yang dilaluinya bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan
mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran
air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
2. Lahan pertanian dan perikanan rusak.
Gelombang tsunami yang dasyat juga dapat menyebabkan lahan pertanian
dan perikanan mengalami kerusakan. Gelombang tsunami dengan kekuatan yang
besar dan gelombang yang tinggi mampu menyapu bersih apa saja yang ada di
daratan. Jangankan tanaman yang ada di sawah maupun di perkebunan, bahkan
bangunan pun banyak sekali yang roboh. Selain itu ikan- ikan yang dibudidaya di
kolam perikanan juga akan tersapu oleh air dari gelombang tsunami tersebut.
3. Menghambat kegiatan perekonomian.
Kita sepakat bahwa semua bencana alam dapat mengacaukan seluruh
kegiatan perekonomian yang ada di suatu wilayah. Hal ini juga termasuk bencana
tsunami tersebut. Kerusakan dan kehilangan yang terjadi akibat gelombang
tsunami dapat melumpuhkan kegiatan perekonomian sampai beberapa waktu.
Tidak hanya itu saja, namun kerugian yang telah disebabkan oleh tsunami
mungkin akan menggantikan kegiatan produksi maupun perdagangan dalam
waktu tertentu.
4. Kerugian material.
Semua bencana alam dapat menimbulkan kerugian yang bersifat materiil,
termasuk juga gelombang tsunami tersebut. Kerugian material diantaranya adalah
karena robohnya bangunan, rusak lahan pertanian dan perikanan, dan kehilangan
harta bendanya.
5. Kerugian spiritual.
Yang dimaksud dengan kerugian spiritual yaitu kerugian yang tidak berupa
harta benda, namun lebih ke jiwa. Bagaimana seorang anak kecil bahkan orang
dewasa pun akan tabah setelah mengalami bencana alam yang besar, apalagi
apabila ia kehilangan anggota keluarganya, maka hal itu dapat menimbulkan
trauma di jiwa anak kecil. Akibatnya anak tersebut harus menjalani beberapa
terapi agar terbebas dari traumanya tersebut. Bahkan hal seperti ini tidak hanya
dialami oleh anak kecil saja, namun juga orang dewasa dan bahkan lanjut usia.
6. Menimbulkan bibit penyakit.
Ketika gelombang laut yang tinggi meluluh lantakkan daratan, maka yang
akan kitemukan merupakan bendabenda kotor, tanah yang berlumpur dan juga
sebagainya. Lingkungan yang tidak bersih akan dapat menimbulkan bayak sekali
bibit penyakit. Apalagi jika ditambah dengan jasad- jasad makhluk hidup yang
telah meninggal, maka lingkungan akan semakin tidak sehat. Disamping itu,
apabila tinggal di pengungsian maka yang akan terjadi yaitu timbulnya bibit
penyakit karena kurangnya saranan dan pra sarana. Itulah beberapa dampak yang
terjadi akibat bencana tsunami tersebut

2.7 Cara Menghadapi Tsunami


Bencana tsunami memang tidak mungkin bisa dicegah terjadi. Oleh karena
itu, perlu upaya penanggulangan bencana untuk meminimalkan jumlah korban
dan kerugian yang diakibatkan oleh tsunami4. Ancaman tsunami memerlukan
tanggapan langsung dari masyarakat untuk melindungi keselamatan mereka, jika
mereka menemukan tanda-tanda peringatan menyusul gempa kuat. Walaupun
tidak semua gempa bumi dapat berpotensi tsunami, mereka sebaiknya waspada
akan pesan darurat tsunami dan menjauhi daerah berbahaya seperti pindah
kedaerah yang lebih tinggi12
Bagi Pemerintah Daerah, diharapkan agar dapat memaksimalkan
penyediaan dan penggunaan sistem peringatan dini tsunami agar masyarakat lebih
waspada akan tanda- tanda terjadinya tsunami dan kepada pihak terkait
diharapkan agar dapat mengupayakan penyuluhan dan pelatihan terkait dengan
kesiapsiagaan dan mengubah persepsi masyarakat yang masih keliru tentang
tandatanda akan terjadinya tsunami. Tanda yang diberikan dari sistem peringatan
akan disampaikan kepada masyarakat luas baik langsung maupun tidak langsung,
kemudian masyarakat dapat merespon peringatan tersebut. Sistem peringatan
yang efektif sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk menghindarkan diri dari
bahaya yang mungkin terjadi12
Oleh karena itu, salah satu upaya dan rencana aksi yang dilakukan
pemerintah dalam penanggulangan bencana tsunami selain meletakkan
pengurangan resiko bencana sebagai prioritas nasional maupun daerah,
pemerintah memberikan program pelatihan bencana yang diterapkan dalam
kegiatan simulasi kesiapsiagaan bencana13. Dalam hal ini peran perawat sangat
dibutuhkan untuk menyampaikan informasi mengenai bencana, karena
keperawatan bencana bertujuan dalam memastikan bahwa perawat mampu untuk
mengidentifikasi, mengadvokasi dan merawat dampak dari semua fase bencana
termasuk didalamnya adalah berpartisipasi dalam perencanaan dan kesiapsiagaan
bencana14
Masyarakat yang tangguh adalah masyarakat yang mampu menanggulangi
bencana dengan beradaptasi terhadap potensi bencana yang ada di lingkungannya
serta mampu memulihkan keadaan menjadi sedia kala bahkan lebih baik bila
bencana menimpa. Ketangguhan ini harus dibangun dan ditingkatkan dengan
mempertimbangan kapasitas dan kemampuan yang ada di masyarakat 15.
Kesiapan
(readiness/preparedness) merupakan kesediaan untuk memberikan respon atau
bereaksi, sehingga kesiapan menghadapi bencana diartikan sebagai kondisi sedia
untuk memberikan respon dan tindakan yang mengarah pada peningkatan
kapasitas dalam menanggapi suatu situasi bencana. Tindakan ini dapat dilakukan
oleh berbagai pihak yang berkepentingan baik itu institusi pemerintah, swasta,
masyarakat, individu maupun kerja sama di antara mereka16
Bentuk kesiapan ini dapat terlihat secara fisik yang berupa ketersediaan
sarana dan prasarana untuk penanggulangan bencana maupun nonfisik berupa
peningkatan pengetahuan, sikap, perilaku, dan tata kelola lembaga dalam
menghadapi bencana. Studi mengenai kesiapan dalam penanggulangan bencana di
Indonesia difokuskan pada tiga pihak, yaitu rumah tangga, pemerintah dan
komunitas sekolah. Secara garis besar, tanggung jawab utama dalam
penanggulangan bencana berada di tangan pemerintah. Kesiapan pemerintah
dalam penanggulangan bencana telah banyak digambarkan terutama pada level
pemerintah pusat hingga kabupaten/kota serta kecamatan 16
Membangun kesiapan dalam menghadapi bencana merupakan salah satu
hal penting dalam upaya penanggulangan bencana. Paradigma penanggulangan
bencana telah mengalami pergeseran dari fatalistic responsive yang berorientasi
pada respon kedaruratan akibat bencana menuju kepada proactive preparedness
yaitu penanggulangan bencana yang dilakukan sejak dini melalui kesiapsiagaan
hingga tahap pemulihan sosial. Paradigma ini menuntut pemerintah dan
masyarakat secara bersama-sama melaksanakan upaya pengurangan risiko5.
Tindakan kesiapsiagaan yang dilakukan responden dalam hal ini yakni
menyediakan segala sesuatu yang bertujuan untuk mengurangi risiko bencana
yang meliputi penyediaan informasi tentang kebencanaan dan penataan ruang,
penyediaan aturan dalam upaya pembatasan dalam pembukaan kebun dan lahan
pertanian, serta pendirian bangunan di sekitar tebing atau lereng di lokasi
penelitian; penyediaan sistem peringatan dini, jalur evakuasi serta lokasi evakuasi;
penyediaan asuransi jiwa dan harta benda, tabungan persiapan dana untuk
pemulihan setelah bencana; penyediaan cadangan kebutuhan hidup (logistik)
apabila sewaktu-waktu terjadi bencana tanah longsor; penyediaan aturan penataan
ruang yang berbasis bencana5
Tindakan partisipasi yang dilakukan responden dalam upaya pengurangan
risiko bencana meliputi partisipasi dalam perencanaan tata ruang dan wilayah
yang berbasis kebencanaan di daerah; partisipasi dalam melakukan kegiatan yang
sesuai arahan informasi penataan ruang; partisipasi dalam program fisik yang
dilakukan pemerintah; partisipasi dalam sosialisasi atau pertemuan, pelatihan
siaga/simulasi/gladi/teknis tentang kebencanaan tanah longsor di daerah; dan
partisipasi dalam melakukan kegiatan yang berdasarkan kebudayaan lokal5
Kesiapsiagaan diri diharapkan pada akhirnya mampu untuk mengantisipasi
ancaman bencana dan meminimalkan korban jiwa, korban luka, maupun
kerusakan infrastruktur. Hingga saat ini belum banyak masyarakat yang siap
menghadapi bencana4. Pengetahuan dalam meningkatkan kemampuan
infrastruktur untuk menahan perubahan iklim merupakan salah satu pendekatan
penting untuk adaptasi antisipatif yang dapat mengurangi kerentanan masyarakat
yang tinggal di daerah rawan bencana. Penguatan rumah yang tahan terhadap
tsunami dapat menjadi langkah untuk memastikan tempat tersebut aman untuk
digunakan sebagai tempat berlindung12
Pengetahuan tentang bencana merupakan alasan utama seseorang untuk
melakukan kegiatan perlindungan atau upaya kesiapsiagaan. Parameter aktivitas
pengetahuan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah hasil sintesis dimensi
dan aktivitas yang diuraikan oleh Sutton dan Tierney (2006)5. Pengetahuan yang
dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk
siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi mereka yang
bertempat tinggal di daerah pesisir yang rentan terhadap bencana alam12
Meningkatkan pengetahuan tentang sistem peringatan tsunami, diharapkan
dapat mengantisipasi lebih dini akan dampak tsunami dan tanggap terhadap hal-
hal yang memungkinkan terjadinya bencana tsunami 12
Upaya-upaya untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkan tsunami 17. :
1. Upaya Secara Struktural
a. Memindahkan daerah permukiman, industri, pasar, perhotelan dan sebagainya
ke daerah yang lebih tinggi kalau memungkinkan
b. Menghindari pembangunan segala infrastruktur pada garis pantai mulai
sekarang
c. Membentengi dengan penghalang tsunami sepanjang daerah permukiman
d. Pembuatan konstruksi penghalang tsunami di daerah pantai dan lepas pantai
e. Memperkuat konstruksi rumah dan bangunan
f. Mendesain konstruksi bangunan (rekayasa teknologi) yang tahan terhadap
gelombang tsunami.
2. Upaya Non Struktural
a. Peraturan perundangan seperti halnya tata ruang daerah, konstruksi bangunan
yang telah dikaji desainnya termasuk penindakannya dan sebagainya
b. Insentif, berupa bantuan dan subsidi pemerintah untuk memotivasi agar
tindakan mitigasi dimasukkan dalam berbagai kegiatan pembangunan
c. Pendidikan dan pelatihan (diklat)
d. Penguatan atau pembentukan bila belum ada masalah organisasi yang
berfungsi sebagai mekanisme penanggulangan bencana
e. Pengembangan sistem-sistem peringatan bahaya bencana tsunami
BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan
Secara umum, tsunami diartikan sebagai gelombang besar yang
menghantam daerah pesisir. Tsunami lebih banyak disebabkan adanya gempa
besar di laut sebagai akibat patahan di dasar laut. Tsunami yang terjadi di
Indonesia, sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik. Bencana
tsunami memang tidak mungkin bisa dicegah terjadi. Oleh karena itu, perlu upaya
penanggulangan bencana untuk meminimalkan jumlah korban dan kerugian yang
diakibatkan oleh tsunami. Walaupun tidak semua gempa bumi dapat berpotensi
tsunami, mereka sebaiknya waspada akan pesan darurat tsunami dan menjauhi
daerah berbahaya seperti pindah kedaerah yang lebih tinggi.
Daftar Pustaka

1. Lestari. 2017. Penentuan Zonasi Risiko Bencana Tsunami di Kabupaten


Banyuwangi. Skripsi. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan Institut TeknoLogi Nasional Malang. Halaman
10-17
2. Mardiyanto dkk. 2013. Kajian Kerentanan Tsunami Menggunakan Metode
Sistem Informasi Geografi di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Journal Of Marine Research. 2(1). Halaman 103-111
3. Nahak dkk. 2017. Studi Perencanaan Mitigasi Bencana Tsunami Di Daerah
Wisata Pantai Tablolong. Potensi. Halaman 83-89
4. Simatupang. 2017. Analisis Semiotik Mitigasi Bencana Tsunami dalam Film
“Pesan dari Samudra. Jurnal Pikom. 18(2). Halaman 105-124
5. Raja dkk. 2017. Upaya Pengurangan Risiko Dan Kesiapsiagaan Masyarakat
Terhadap Ancaman Bencana Tanah Longsor. Jurnal Lingkungan Dan
Bencana Geologi. 8(2). Halaman 103-116
6. Pratama. 2017. Analisis Penanggulangan Bencana Banjir Oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bengkulu. Skripsi. Program
Ekstensi Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Bengkulu. Halaman 12-25
7. Probosiwi. 2013. Manajemen Risiko Tsunami Untuk Penataan Ruang Di
Pesisir Perkotaan Pacitan Jawa Timur. Jurnal Teknosains. 2(2). Halaman 71-
158
8. Damayanti. 2015. Kajian Kesiapsiagaan Individu dan Rumah Tangga dalam
Menghadapi Bencana Tsunami di Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo.
Skripsi. Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Halaman 8-28
9. Sukarasa dan Trisnawati. 2017. Karakterisasi Tsunami Di Kepulauan
Sumatera. Karya Tulis Ilmiah. Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Halaman 3-12
10. Marwanta. 2005. Tsunami Diindonesia dan Upaya Mitigasinya. Alami. 10(2).
Halaman 29-36
11. Fauzi dkk. 2020. Menyimak Fenomena Tsunami Selat Sunda. Jurnal
Geografi. 28(1). Halaman 43-62
12. Rachmalia dan Astuti. 2012. Pengetahuan Kesiapsiagaan Tsunami Pada
Masyarakat Teupah Barat, Kabupaten Simeulue. Idea Nursing Journal. 3(3).
Halaman 39-49
13. Tirtana dan Satria 2018. Kesiapsiagaan Taruna Dalam Menghadapi Bencana
Tsunami di Balai Pendidikan dan Pelatihan. Idea Nursing Journal . 9(1).
Halaman 57-64
14. Azizah dkk. 2015. Pengalaman Perawat Dalam Melakukan Penilaian Cepat
Kesehatan Kejadian Bencana Pada Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung
Kelud Tahun 2014 Di Kabupaten Malang (Studi Fenomenologi). Jurnal Ilmu
Keperawatan. 3(2). Halaman 129-143.
15. Sitorus. 2018. Budaya Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat Kepulauan
Mentawai Menghadapi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami. Jurnal Vokasi
Indonesia. 6(2). Halaman 25-32
16. Anam dkk. 2018. Kesiapan Institusi Lokal Dalam Menghadapi Bencana
Tsunami: Studi Kasus Kelurahan Air Manis dan Kelurahan Purus, Kota
Padang. Jurnal Wilayah dan Lingkungan. 6(1). Halaman 15-29
17. Naryanto dan Wisyanto. 2005. Kajian Dan Analisis Potensi Bencana Tsunami
Konfigurasi Pantai Serta Mitigasi Bencana di Pantai Selatan Jawa Timur:
Belajar Dari Pengalaman Bencana Tsunami Banyuwangi Tahun 1994. Alami.
10(2). Halaman 38-47

You might also like