You are on page 1of 3

UAS Filsafat Hukum Semester II

Nama : Indian Mikoyan Gurevich Bilal Dreeskandar


Nim : 010002000100
Mata Kuliah : Filsafat Hukum
Kelas : C1
Dosen : Dr. Aji Wibowo, S.H., M.H
Hari/Tanggal : Senin, 21.06.2021

1. Sociological Juriprudence dikemukakan oleh :


- Eugen Ehrlic (Jerman, 1826 – 1922)
Ia menjelaskan hukum itu apa, lebih tepatnya hukum yang hidup dalam masyarakat dan berpendapat bahwa
hukum positif akan lebih efektif apabila selaras dengan hukuk yang hidup dalam masyarakat (living law).

- Roscoe Pound (AS, 1870 – 1964)


Ia mengatakan “law is a tool of social engineering” yang arinya hukum sebagai alat untuk merekayasa
masyarakat.

Jika kita gabungkan kedua pemahaman ini maka kita dapat simpulkan bahwa Sociological Juripridence adalah hukum
yang dibuat dengan memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) baik tertulis (SH formal)
maupun tidak tertulis (SH Materil) selama tidak bertentangan dengan living law.

2. Aliran Sociological Juripridence dan alira realsime ini dituangkan dalam RUU KUHP pasal 2 ayat (1) dan (2) yang
mengakui living law sebagai hukum positif. Artinya hakim dalam mengambil keputusan harus melihat hukum yang
hidup dalam masyarakat agar putusannya dapat menjadi percontohan untuk masyarakat serta membangun
masyarakat itu sendiri.

Hal ini demi menjaminnya Funsi hukum Klasik terlaksanakan, fungsi hukum klasik sendiri adalah :
1) Menjaga kemanan dan ketertiban
2) Menjalankan pembangunan
3) Alat penjaga keadilan sosial
4) Penyelesaian sengeketa

3. Mazhab / Aliran Positifis :


Hukum adalah suatu produk formal yang diciptakan penguasan sehingga substansi dan isinya dapat berupa apa saja,
tujuannya adalah kepastian hukum. Aliran ini melahirkan Asas Legalitas sebagaimana yang tertera pada pasal 1 ayat
(1) KUHP.

Kaidah Hukum :
Adalah yang mengatur hubungan atau interaksi antar pribadi, baik secara langsung maupun tidak langsung, maka
dari itu kaidah hukum ditujukan untuk : Kedamaian, Ketentraman, dan ketertiban hidup Bersama.

Apabila dikaitkan maka agar terciptanya hukum yang ideal dan tercapainya kepastian hukum sebagaimana yang
dikatakan mazhab Positifism maka kaidah hukum juga harus dikaitkan agar terciptanya masyarakat yang damai,
tentram dan tertin dalam hidup Bersama.

4. Teori Hukum Murni :


Mengatakan bahwa Hukum harus dibersihakan dari anasir-anasir atau aspek-aspek non yuridis, misalnya : etika,
sosiologis, dan politis. Teori hukum murni melihat hukum secara Formil saja dan tidak melihat Materiilnya lagi,
artinya melihat hukum dari asas Legalitas saja yang berlaku kepada semua orang (Equality Before the Law).

Teori Hukum Kritis :


Teori hukum Kritis / Legal Criticsm Studies : mengatakan bahwa hukum dalam penerapan dipengaruhi oleh aspek-
aspek yuridis, misalnya : Etika, sosiologis, dan politis. Teori ini sesuai dengan Indonesia karena hukum Positif NKRI
memandang dan mengangkat nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat yaitu Pancasila, hal ini dituangkan dalam
pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 yang menegaskan, bangsa Indonesia memiliki dasar dan pedoman dalam
berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila.

Dapat disimpulkan bahwa Teori hukum murni dalam penerapannya tidak melihat aspek-aspek non yuridis / sumber
hukum materiil, sedangkan dalam Teori hukum kritis dalam penerapannya melihat aspek-aspek non yuridis / sumber
materiil, misalnya : Etika, Sosiologis, dan Politis.

5. Eugen Ehrlic mengatakan bahwa hukum terbaik adalah hukum yang tumbuh dalam masyarakat sedangkan Mazhab
hukum positif mengatakan bahwa hukum adalah hukum sebagai kehendak negara atau penguasa yang wajib ditaati
oleh semua. Namun bila dinginkan terciptanya masyarakt hukum yang ideal maka penguasa dalam membentuk
hukum harus mengangkat hukum yang tumbul dalam masyarat (living law). Hukum positif Indonesia dalam
bentuknya (das sollen) sudah mengangkat living law dalam bentuk Pancasila pada konstitusinya sebagaiman tertera
pada pembukaan UUD 1945 Aline ke-4 (yang menegaskan, bangsa Indonesia memiliki dasar dan pedoman dalam
berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila) serta mengangkat aliran positifsm dengan bentuk asas legalitas
sebagaimana tertuang pada Pasal 1 ayat (1) KUHP. Namun dalam penerapannya (das sein) masih belum sempurna.

6. Toeri Hukum yang dikemukakan Sarjana Hukum Indonesia :


1) Teori Hukum Progresif oleh Dr. Satjipto Rahardjo :
menyebut hukum itu berkualitas sebagai ilmu yang senantiasa mengalami pembentukan, legal science is
always in the making. Hukum progresif adalah gerakan pembebasan karena ia bersifat cair dan senantiasa
gelisah melakukan pencarian dari satu kebenaran ke kebenaran selanjutnya. Disamping itu menurutnya
hukum yang progresif adalah hukum yang bisa mengiktui perkembangan jaman dan mampu menjawab
perubahan zaman tersebut dengan segala dasar-dasae yang ada didalamnya.
2) Teori Hukum Pembangunan oleh Profesor Dr. Mochtar Kusumaarmadja :
Artinya hukum menentukan tujan pembangunan masyarakat, seperti pembangunan jalan tol cepat atau
lambatnya tol tersebut selesai tergantung hukum yang diterapkan.
Hal ini tertuang dalam UUD 1945 alinea ke-empat, yang dapat disimpulkan bahwa tujuan NKRI adalah
tujuannya perlindungan, kesejahteraan, pencerdasaan, da perdamaian.
3) Teori Hukum Integratif oleh Prof. Romli Atmasasmita :
Ia menjawab pertanyaan “apakah hukum menentukan manusia atau ditentukan manusia? Jawabannya
tergantung manusia itu snediri atau Birokkrasi dan rekayasa masyaraakt. apabila birokrasi atau penguasanya
baik maka hukum itu akan berjalan dengan baik.

7. Realis Amerika :
- menitik beratkan pada keputusan pengadilan, Yurispridensi sebagai hukum utama
- bukan aliran melainkan gerakan, karena tidak memiliki koknsep (tentang hakim harus bagaimana)
Realis Skandinavia :
- lebih menitik beratkan kepada seperti apa pengadilannya
- menolak pikiran metafisis dalam hukum
- dianggap tidak realis

8. Dalam penyusnan undang-undang harus ada metode yang pasti untuk memastikan hasil yang sama maka dari itu
pengaitan antara penafsiran dan konstruksi hukum dengan mazhab realisme diperlukan agar Undang-undang
tersebut memiliki subjek hukum didalamnya untuk diberikan makna oleh pembacanya, karena undang-undang
hanya kata diatas kertas sehingga membutuhkan argumentasi didalamnya.
9. Karena Sociological Jurisprudence adalah alat untuk merekayasa masyarakat, maka hukum harus dilihat sebagai
Lembaga kemasayarakatan yang berfungsi memenuhi kebutuhan sosial yang selau dalam proses membentuk
masyaratkat dengan keputusan pengadilan, perbubahan UU, amandemen, Judicial Review, dll.
10. Hukum adalah peraturan yang mengikat semua orang tanpa terkecuali (Equality before the Law) yang berasal dari
nilai-nilai kehidupan masyarakat yang kemudian tumbuh menjadi hukum yang hidup dalam masyarakat (living law)
yang kemudian diangkat menjadi hukum Positif sehinngga memiliki kepastian hukum dan memenuhi asas legalitas
demi kemaslahatan masyarakat untuk menjaga keamanan ketertiban, menjalankan pembangunan, alat penjaga
keadilan sosila, dan menyelesaikan sengketa. Dalam berjalannya kehidupan hukum juga dapat berubah demi
menyesuaikan perubahan jama, agar fungsi hukum terus terpenuhi.

You might also like