You are on page 1of 13

The Cultural Acculturation and the Value of Islam Nusantara in the

Pandhalungan Tradition at Jember Regency

Nur Indah Fitri and M. Khoirul hadi al-asy ari


The student of the Faculty of Education and Teacher Science of IAIN Jember and lecturer
Syari’ah Islamic Faculty IAIN Jember
e-mail: indah.denik@gmail.com

Abstract
Indonesia is a rich nation in culture side. The ethnic diversity, local
culture, ethnicity, class, and religion, has formed a society distinctive in
Indonesia, which made Indonesia has more distinctive features and
peculiarities in its various forms than other nations in the world. In
addition, the Indonesian people are known for their friendly attitude,
helping character, preference of working together and working hand in
hand. All these attitudes are coming from natural characters which exist in
village communities, which very few belong to the urban community. The
evidence that the understanding of Indonesian society is inclusive,
moderate and humanist cannot be ignored, because the social culture that
grows and develops in Indonesia teaches these traits and attitudes. In the
context of rural Indonesian society, especially for Jember society, it is
borrowing the term used by Pandhalungan1 is a cultural identity.
"Pandhalungan" as an icon of Jember district with the intention of making
Jember district as a container of the various cultures in Jember. Then, how
does the concept of cultural acculturation and the Islam Nusantara side? In
addition, is there any value of Islam Nusantara that has been integrated in
the procession of pandhalungan tradition at Jember regency? It is
considering that Indonesia has a majority Moslem population that raised
the jargon of Islam in Indonesia that is the Islam Nusantara. Thus, the
purpose of this study is to understand the concept of cultural acculturation
and Islam Nusantara, and to know the values of the Islam Nusantara which
is integrated in the procession of pandhalungan. This research is used
descriptive qualitative method with data collection technique through
interview and documentation. The results of the existence of
pandhalungan occurred since the occurrence of mixing or marriage
between cultures but not all of pandhalungan culture contains the Islam
Nusantara’s values. So, the so-called pandhalungan is the result of the
mixing of intercultural and only part of the pandhalungan culture that is
integrated to the values of Islam Nusantara.

Keywords: Pandhalungan, Islam Nusantara, Culture.

1
The term pandhalungan means a picture of the area that accommodates various ethnic groups with
cultural background.
Abstrak
Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan budaya. Keragaman etnis, budaya
lokal, suku, golongan, dan agama, telah membentuk masyarakat khas Indonesia,
sehingga Indonesia lebih mempunyai corak dan kekhasan tersendiri dalam
berbagai bentuknya dibanding dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Di samping
itu, masyarakat Indonesia dikenal dengan sikap ramah-tamahnya, suka
membantu, menolong, bergotong royong, dan saling bahu-membahu. Sikap dan
sifat dasar tersebut merupakan karakteristik masyarakat desa, yang sangat sedikit
dimiliki oleh masyarakat urban. Bukti bahwa pemahaman masyarakat Indonesia
bersifat inklusif, moderat dan humanis adalah hal-hal yang tidak bisa dinafikkan,
sebab kultur sosial yang tumbuh dan berkembang di Indonesia mengajarkan sifat
dan sikap tersebut. Dalam konteks masyarakat pedesaan Indonesia khususnya
masyarakat Jember, meminjam istilah yang dipakai pandhalungan2 adalah
sebuah identitas budaya. "Pandhalungan" sebagai icon kabupaten Jember dengan
maksud menjadikan kabupaten Jember sebagai wadah dari beragamnya budaya
yang ada di Jember. Lalu bagaimana konsep akulturasi budaya dan Islam
Nusantara serta adakah nilai-nilai Islam Nusantara yang telah terintegrasi dalam
prosesi tradisi pandhalungan di kabupaten Jember, mengingat Indonesia
memiliki penduduk yang mayoritas Islam yang mengangkat jargon Islam
Indonesia adalah Islam Nusantara. Dengan begitu tujuan dari penelitian ini ialah
untuk memahami konsep akulturasi budaya dan Islam Nusantara, serta untuk
mengetahui nilai-nilai Islam Nusantara yang terintegrasi dalam prosesi
pandhalungan. Penelitian ini, menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan
teknik pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian
adanya pandhalungan sejak terjadinya percampuran atau pernikahan antar
budaya dan tidak semua budaya pandhalungan mengandung nilai-nilai Islam
Nusantara. Sehingga yang dinamakan pandhalungan itu hasil dari perpaduan
antar budaya dan hanya sebagian dari budaya pandhalungan yang terintegrasi
nilai-nilai Islam Nusantara.
2
Istilah pandhalungan berarti gambaran wilayah yang menampung beragam kelompok etnik dengan latar
belakang budaya.
Kata kunci: Pandhalungan, Islam Nusantara, Budaya

Pendahuluan
Di zaman globalisasi, interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat semakin
beragam dan kompleks. Dilihat dari derasnya pengaruh-pengaruh positif maupun
negatif yang bebas keluar masuk ke ranah lingkungan masyarakat. Dengan begitu,
secara otomatis elemen-elemen dalam lapisan masyarakat akan mengalami perubahan
seiring dengan perkembangan zaman. Sehingga mengakibatkan produk dari aktivitas
interaksi sosial yang berupa budaya juga mengalami perubahan, disebabkan dari adanya
proses akulturasi budaya.
Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan ratusan pulau yang
dimilikinya tentunya budaya yang berkembang di wilayah Indonesia juga beragam.
Sehingga wajar Indonesia dikatakan sebagai bangsa yang kaya akan budayanya.
Ditinjau dari wilayah Indonesia pada bagian pojok timur pulau Jawa atau lebih dikenal
dengan kawasan Tapal Kuda, Indonesia memiliki budaya yang bernama budaya
Pandhalungan.3 Pandhalungan merupakan salah satu budaya dari hasil akulturasi antar
etnis dominan di suatu wilayah tertentu.
Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam
kawasan pandhalungan, yang mana tradisi pandhalungan berkembang dengan pesat
seiring dengan kemajuan pembangunan infrastuktur di kabupaten Jember. Namun,
masih banyak penduduk di kawasan Tapal Kuda yang masih awan dengan istilah
pandhalungan, padahal mereka merupakan masyarakat pandhalungan. Serta masih
relatif minimnya referensi atau buku-buku yang mengkaji mengenai pandhalungan.
Sehingga perlu mengkaji lebih banyak lagi tentang budaya Pandhalungan.
Tradisi Pandhalungan dalam prosesinya tentu akan menghasilkan berbagai
macam produk mulai dari seni musik, seni tari hingga kuliner. Dalam produk budaya
pastinya memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Biasanya, nilai-nilai yang
terkandung di dalam hasil karya seni hanya memiliki nilai hiburan semata. Padahal
cakupan dalam budaya itu luas, sehingga tidak bisa menilai budaya hanya dari satu
sudut pandang, melainkan dari banyak sudut pandang bahwa budaya juga dapat bernilai
sosial, agama, keamanan dan yang lainnya.
Di sisi lain, Indonesia memiliki agama Islam sebagai agama mayoritas yang
dianut oleh sebagian besar penduduknya. Penyebaran agama Islam di Indonesia berawal
dari para wali yang melakukan pendekatan terhadap masyarakat lokal melalui budaya
yang diintegrasikan dengan nilai-nilai Islam. Melihat asal muasal penyebaran agama
Islam seperti itu, maka salah satu organisasi masyarakat terbesar di Indonesia
berinisiatif mengusung "Islam Nusantara" sebagai jargon bahwa, Islam toleran dan

3
Entitas kebudayaan yang berada di daerah Tapal Kuda atau pojok timur pulau Jawa, meliputi kabupaten
Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi.
merangkul keberadaan budaya lokal di Indonesia. Terkait hal tersebut, penelitian ini
diadakan untuk mengetahui tentang konsep akulturasi budaya dan Islam Nusantara,
serta adanya nilai-nilai Islam Nusantara yang terkandung dalam tradisi pandhalungan di
Kabupaten Jember.
Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penilitian ini ialah;
Pertama, Adenasry Avereus Rahman dari Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan
judul "Pengaruh Bahasa Madura dan Bahasa Jawa Terhadap Bahasa Masyarakat
Kabupaten Jember". Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi,
sedangkan uji validitas dilakukan dengan triangulasi data dan teknik analisis data
menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Pembahasan pada
jurnal ini adalah mengenai bentuk-bentuk penuturan bahasa pada kaus Jember dan topik
yang terdapat pada bahasa Jemberan. Hal tersebut menjadi pembahasan karena
masyarakat Jember menggunakan dua bahasa yaitu Jawa dan Madura, yang mana dari
dua bahasa itu akan muncul yang namanya pendhalungan yaitu, percampuran antara
budaya Jawa dan budaya Madura. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan
dua bahasa yang dipakai oleh masyarakat Jember menghasilkan dialek baru yaitu,
pendhalungan yang berarti bahasa hasil akulturasi antara bahasa Jawa dan bahasa
Madura.4 Kedua, Nurhadi Sasmita dan Ratna Endang Widuatie, 2015 dari Universitas
Negeri Jember dengan judul "Pendhalungan Bentuk Asimilasi Kultural Madura-Jawa di
kota Jember" dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif yang terdiri
dari penggunaan dokumentasi, wawancara, pengamatan dan problematik dalam
kehidupan individual dan kolektif. Objek penilitian yang digunakan ialah keluarga dari
perkawinan campur antara etnis Jawa dan Madura di Kecamatan Sumbersari dan
Kaliwates. Dalam laporan akhir ini, peneliti membahas mengenai terjadinya asimilasi
budaya Jawa dan Madura di Jember yang berdasarkan observasi di lapangan yang
disebut "pendhalungan". Pada kesimpulan penelitian ini, terjadinya perkawinan antar
etnik dapat melahirkan budaya baru yang disebut "pendhalungan" yaitu, campuran
budaya antara etnik Jawa dan etnik Madura. Budaya baru lahir tanpa ada yang merasa
dimenangkan atau merasa dikalahkan. Mereka berinteraksi baik secara formal maupun
non formal.5 Ketiga, Zaenal Arifin, 2010 dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta dengan judul "Akulturasi Islam dan Budaya Lokal pada Tradisi Kesenian
Jathilan di Dusun Tegalsari, Desa Semin, Kecamatan Semin, Gunung Kidul,
Yogyakarta". Dalam pembahasan skripsinya, peneliti membahas menegenai bentuk
akulturasi Islam dan budaya lokal pada tradisi Jathilan. Yang mana tradisi Jathilan
merupakan tarian rakyat yang di dalamnya terdapat penyatuan unsur gerakan tari dan
magis. Metode yang digunakan peniliti bersifat deskriptif kualitatif dan jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian lapangan serta metode pengumpulan data melalui
wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa
4
Adenasry Avereus Rahman, "Pengaruh Bahasa Madura dan Bahasa Jawa Terhadap Bahasa Masyarakat
Kabupaten Jember", Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III.
5
Nurhadi Sasmita dan Ratna Endang Widuatie (2015), " Pendhalungan Bentuk Asimilasi Kultural
Madura-Jawa di kota Jember", Laporan Akhir Hibah Bersaing, Universitas Jember.
tradisi Jathilan dalam pertunjukannya memperlihatkan bentuk akulturasi Islam yang
terlihat dari amalan dan aturan yang harus dikerjakan. 6 Keempat, Khabibi Muhammad
Luthfi, 2016 dari Institut Agama Islam Negeri Surakarta dengan judul "Islam Nusantara:
Relasi Islam dan Budaya Lokal". Adapun pembahasan dari penilitian ini adalah
mengkaji tentang konsep Islam Nusantara ditinjau dari struktur teori relasi Islam dan
budaya lokal serta alasannya dijadikan sebagai konsep dakwah Islam rahmatan lil
'alamiin oleh intektual NU (Nahdlatul Ulama'). Pembahasan tersebut berangkat dari
adanya claim intelektual NU bahwa konsep tersebut merupakan penengah dalam
perdebatan relasi Islam dan budaya lokal, bahkan dalam skala global ingin didakwahkan
di dunia Internasional. Padahal Islam nusantara masih sebatas wacana yang belum
memenuhi standar keilmuan. Dengan begitu, pada penilitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan filosofis dan sosio-antropolinguistik dan analisis wacana. Pada kesimpulan
penelitian ini, peneliti mengungkapkan bahwa intelektual NU memberikan spesifikasi
makna lain mengenai konsep Islam nusantara yaitu, memposisikan Islam sebagai sistem
nilai, teologi dan fiqih ubudiyyah yang mempengaruhi budaya Indonesia dengan
karakteristik tertentu. Islam nusantara juga mampu berdialog dengan budaya Indonesia
dengan damai, tanpa kekerasan, serta pengakuan tokoh-tokoh dunia sehingga para
intelektual NU ingin mendakwahkannya pada skala Internasional.7

Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, kualitatif deskriptif dengan
masalah yang akan diteliti yaitu; Pertama, bagaimana konsep akulturasi budaya dan
Islam Nusantara? Kedua, adakah nilai-nilai Islam Nusantara dalam tradisi pandhalungan
di Kabupaten Jember? Sasaran yang dituju pada penelitian ini, ialah produk-produk
hasil karya budaya pandhalungan di Kabupaen Jember, serta orang-orang yang
berpengetahuan mengenai perkembangan budaya pandhalungan. Dalam penelitian ini
menggunakan studi pustaka sebagai tahap awal dalam teknik pengumpualan data,
selanjutnya melakukan wawancara dan dokumentasi. Sedangkan untuk teknik analisis
data, dengan penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Akulturasi Budaya
Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta "Budhayah" yakni bentuk jamak dari
budhi yang berarti budi atau akal.8 Dalam pandangan sempit, budaya sering dipandang
hanya sebagai suatu kesenian. Namun, budaya memiliki pandangan yang luas, yaitu
meliputi semua hasil cipta, rasa, karsa dan karya manusia baik yang material (benda-
benda atau alat pengolahan alam) maupun non-material (kebiasaan, kesusilaan, ilmu
pengetahuan, keyakinan, keagamaan dan sebagainya).

6
Zaenal Arifin (2010), "Akulturasi Islam dan Budaya Lokal pada Tradisi Kesenian Jathilan di Dusun
Tegalsari, Desa Semin, Kecamatan Semin, Gunung Kidul, Yogyakarta", Skripsi, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
7
Khabibi Muhammad Luthfi, "Islam Nusantara: Relasi Islam dan Budaya Lokal", Shahih, 1, 2016.
8
Abu Ahmad, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), 50.
Adapun pemahaman mengenai budaya secara pokok memiliki enam definisi:
1. Deskriptif, yaitu cenderung melihat budaya sebagai totalitas komprehensif yang
menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus menunjukkan sejumlah ranah bidang
kajian yang membentuk budaya.
2. Historis, yaitu cenderung melihat budaya sebagai warisan yang dialih turunkan dari
generasi satu ke generasi berikutnya.
3. Normatif, yaitu dapat mengambil dua bentuk; pertama budaya adalah aturan atau
jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku dan tindakan yang konkret. Kedua,
menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu pada perilaku.
4. Psikologis, yaitu cenderung memberi tekanan pada peran budaya sebagai piranti
pemecahan masalah yang membuat orang dapat berkomunikasi, belajar atau
memenuhi kebutuhan material maupun emosionalnya.
5. Struktural, yaitu menunjuk pada hubungan atua keterkaitan antara aspek-aspek yang
terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang
berbeda dari perilaku konkret.
6. Genetis, yaitu budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu bisa eksis atau
tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar
manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Terbentuknya budaya berawal dari proses interaksi sosial yang terjadi dalam
masyarakat, yang membentuk pola kehidupan. Dari pola kehidupan tersebut
menimbulkan ketergantungan saling hidup bersama. Sehingga dapat mempengaruhi
cara berpikir dan gerak sosial dalam bermasyarakat. Dengan adanya pola kehidupan
yang saling mempengaruhi, maka terbentuklah suatu budaya dengan beberapa unsur
yang terkandung di dalamnya, antara lain;9 sistem religi dan upacara keagamaan, sistem
dan organisasi masyarakat, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata
pencaharian hidup serta sistem teknologi dan peralatan.
Begitu luasnya pandangan terhadap budaya, maka Koentjaraningrat dalam buku
Ilmu Dasar Sosial merumuskan bahwa sedikitnya ada 3 wujud kebudayaan;10 Pertama,
wujud ide, gagasan, nilai, norma, peraturan. Kedua, wujud kelakuan berpola dari
manusia dalam masyarakat. Ketiga, wujud benda-benda hasil karya manusia. Wujud
budaya ini memiliki fungsi penting dalam kehidupan bermasyarakat, terlihat bahwa
tidak ada yang namanya peradaban manusia jika tidak adanya budaya. Oleh karena itu,
budaya berfungsi untuk mengatur hubungan antar manusia dan menjadi wadah manusia
sebagai anggota masyarakat.
Budaya berasal dari pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan serta proses seleksi,
yaitu menerima atau menolak norma-norma yang ada dalam cara dirinya saat
berinteraksi sosial atau menempatkan dirinya di tengah-tengah lingkungan. Dari proses
seleksi, dengan adanya penerimaan maka timbul istilah akulturasi terhadap budaya.

Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto, Teori-teori Kebudayaan (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 9.
9
Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2013), 244.
10
Abu Ahmad, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), 54.
Pengertian akulturasi merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kelompok
manusia dengan suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri
tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.11 Secara sederhana
akulturasi dapat diartikan sebagai penggabungan dua atau lebih kebudayaaan yang
saling mempengaruh satu sama lain, tanpa menghilangkan ciri khas dari masing-masing
budaya.
Berikut ini merupakan bentuk-bentuk dari akulturasi terdapat enam macam,
yaitu:12

1. Substitusi
Substitusi kunci utamanya adalah penggantian. Substitusi adalah suatu bentuk proses
perubahan kebudayaan yang termasuk dalam alkulturasi yang mana unsur
kebudayaan yang lama diganti dengan unsur budaya yang baru yang memberikan
nilai lebih untuk para penggunanya.
2. Sinkretisme
Sinkretisme adalah perubahan budaya yang termasuk dalam proses aklturasi yang
mana unsur budaya yang lama bercampur dengan unsur budaya yang baru sehingga
membentuk sistem yang baru.
3. Adisi
Adisi adalah perubahan proses budaya yang termasuk dalam proses akulturasi yang
mana unsur budaya lama yang masih berfungsi ditambah dengan unsur budaya yang
baru sehingga akan memberikan nilai lebih pada kebudayaan tersebut.
4. Dekulturasi
Dekulturasi adalah unsur budaya yang telah lama hilang karena diganti dengan unsur
budaya yang baru.
5. Originasi
Originasi adalah masuknya kebudayaan yang baru yang mana sebelumnya
masyarakat belum mengenalnya sehingga terjadi perubahan yang besar
6. Penolakan
Adalah penolakan dari sebagian anggota masyarakat yang tidak siap dan tidak
menyetujui proses akulturasi

Budaya dalam Sudut Islam Nusantara


Islam adalah agama samawi yang diturunkan oleh Allah SWT melalui utusan-
Nya Muhammad SAW yang ajaran-ajarannya terdapat dalam kitab suci Al-Qur'an dan
Sunnah dalam bentuk perintah-perintah, larangan-larangan dan petunjuk-petunjuk untuk
kebaikan manusia baik di dunia maupun di akhirat. 13 Sedangkan Nusantara adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan kepulauan Indonesia yang merentang di
wilayah tropis dari sumatera di bagian barat sampai papua bagian timur. Inilah wilayah
11
Poerwanti Hadi Pratiwi, Asimilasi Dan Akulturasi: Sebuah Tinjauan Konsep.
12
Rahmad Hidayat, Pengertian Akulturasi dan Bentuk-bentuk Akulturasi, www.kitapunya.net, 15 Juni
2017 pukul 12.51.
13
Abdul Karim, Islam Nusantara (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), 26.
yang tercirikan dengan keanekaragaman geografis, biologis, etnis, bahasa dan budaya.14
Sehingga Islam Nusantara berarti agama Islam yang berada di kawasan Nusantara
dengan tetap berpegangan pada Al-Qur'an dan Hadits untuk mencapai kemaslahatan.
Secara global, Islam Nusantara adalah cara muslim yang hidup di Nusantara
pada era sekarang ini dalam menerapkan ajaran Islam secara menyeluruh, bukan hanya
dalam wilayah 'ubudiyyah tapi juga mu'amalah dan awa'id.15 Pada wilayah 'ubudiyyah,
memiliki sifat permanen, yakni tidak memberikan ruang untuk adanya pembaruan.
Sedangkan wilayah mu'amalah dan awa'id, memiliki sifat fleksibel dinamis, yakni
berubah seiring dengan perubahan ruang dan waktu namun tetap pada porosnya untuk
mencapai kemaslahatan di dunia dan di akhirat.
Istilah Islam Nusantara ini, telah diusung oleh organisasi masyarakat terbesar di
Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama' (NU) sebagi tema dalam Muktamar NU ke-33 di
Jombang pada tanggal 1-5 Agustus 2015.16 Gagasan Islam Nusantara berawal dari
berkembangnya gagasan Pribumisasi Islam oleh Abdurrahman Wahid sebagai
bendungan terhadap laju penyebaran Islam otentik yang mengarah pada Islam
fundamentalis. Islam Nusantara dibentuk bukanlah sebagai sekte baru, namun sebagai
keislaman yang toleran, damai dan akomodatif terhadap budaya Nusantara.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam memandang hubungan agama
dan budaya, hubungan antara keragamaan dan kebudayaan, yaitu; 17 Pertama, agama
melihat budaya sebagai sumber kearifan. Sebagaimana yang telah difirmankan Allah
dalam Al-Qur'an surat Al-Hujurat ayat 13, yang berbunyi:
p k š‰r ' ¯»t ƒ â ¨$ ¨Z9 $ # $¯R Î ) /ä 3»o Y ø )n =y z `Ïi B 9 x .s Œ 4 Ó s\ Ré &u r ö N ä3»oYù =yè y_ ur$
$\ /q ã èä© Ÿ@ Í ¬!$t 7 s%ur (#þ qè ù u‘$yètG Ï9 4 ¨b Î) ö/ä3tBtò 2 r & y‰YÏã «!$# öNä39 s)ø? r& 4 ¨bÎ)
© !$# î Lì Î=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ
Yang artinya, "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha-teliti."18 Kedua, melihat budaya sebagai warisan hikmah ketuhanan
yang diturunkan lewat nabi-nabi yang pernah diutus Tuhan sepanjang sejarah umat
manusia.
Islam Nusantara dalam memandang budaya lokal, tidaklah memandang budaya
sebagai musuh yang harus dimusnahkan tradisi-tradisinya. Akan tetapi, Islam Nusantara
memandang budaya sebagai sahabat yang harus dirangkulnya dengan mengintegrasikan
nilai-nilai Islam. Sehingga budaya dapat membantu proses penyebaran Islam di seluruh
Nusantara dengan pendekatan akhlakul karimah dan tanpa adanya kekerasan. Seperti
halnya yang dilakukan oleh walisongo dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara,

14
Akhmad Sahal dan Munawir Aziz, Islam Nusantara (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2016), 191.
15
Ibid., 30.
16
Ibid., 9.
17
Ibid., 176.
18
Qur'an 49: 13.
tanpa melakukan purifikasi ajaran secara total, melainkan melakukan adaptasi terhadap
kondisi sosial-budaya masyarakat setempat.

Budaya Pandhalungan dan Nilai-nilai Islam Nusantara


Pandhalungan berasal dari kata "Dhalung" dalam kamus Bausastra Jawa-
Indonesia II yang memiliki arti "Priuk Besar". 19 Kata Dhalung mendapat imbuhan pe-an
yang beralomorf (berbentuk) pan-an atau pen-an, sehingga menjadi kata Pandhalungan
atau Pendhalungan. Fungsi dari imbuhan pe-an menunjukkan sebuah kata benda yang
bermakna hal atau peristiwa, proses, tempat dan alat.
Dalam pendapat lain, kata pandhalungan dapat disamakan dengan kata
Mendhlungan. Mendhalungan dalam Kamus Basa Sastra (Bausastra Jawa) memiliki arti
peranakan, campuran dan guneman ora karuwan unggah-ungguhe (ucapan yang tidak
ada aturannya).20 Sedangkan dalam pandangan Raharjo pada buku Asal Usul
Pandhalungan, Pandhalungan merupakan hibridasi struktural dan hibridasi kultural,
yang mana dalam konteks ini Pandhalungan merupakan proses interaksi dan komunikasi
di antara beragam etnis yang berakar dari peran sosial dan atraksi kultural masing-
masing yang kemudian menghasilkan budaya hibrid.21
Pandhalungan merupakan hasil proses akulturasi dari para pendatang dalam
suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Dalam hal ini, proses akulturasi terjadi pada
dua etnis yang dominan yaitu, etnis Jawa dan etnis Madura, yang berada di wilayah
Tapal Kuda atau pojok timur Pulau Jawa yang meliputi daerah; Pasuruan, Probolinggo,
Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi. Dengan begitu, dapat
diartikan bahwa pandhalungan adalah priuk besar yang dijadikan wadah untuk
menampung berbagai macam budaya yang berkembang di dalamnya.
Tipe Kebudayaan orang pandhalungan adalah kebudayaan agraris-egaliter.
Penanda simbolik yang tampak jelas dari tipe kebudayaan ini terdapat pada seni
pertunjukkan yang digeluti dan penggunaan bahasa sehari-hari yang secara dominan
menggunakan ragam bahasa kasar (ngoko) dan bahasa campuran (dua bahasa daerah
atau lebih). Konsep pandhalungan mirip dengan konsep melting pot di Amerika Serikat,
yakni kemenyatuan beberapa kelompok etnik.22
Adapun ciri-ciri masyarakat yang berada di kawasan pandhalungan, seperti yang
diungkapkan Sutarto dalam buku Asal Usul Pandhalungan ialah, sebagai berikut:23
1. Dominan agraris tradisional, berada dipertengahan jalana antara masyarakat
tradisonal dan masyarakat dan industri; tradisi dan mitos mengambil tempat dominan
dalam kesehariannya.
2. Sebagian besar masih terkungkung oleh tradisi lisan tahap pertama dengan ciri-ciri
suka mengobrol dan ngerasani (membicarakan aib orang lain).
3. Terbuka terhadap perubahan dan mudah beradaptasi.
19
Y. Setiyo Hadi, Asal Usul Pandhalungan (Jember: Salam Nusantara, 2017), 16.
20
Ibid., 17.
21
Ibid., 23.
22
Ayu Sutarto, Sekilas Tentang Masyarakat Pandhalungan, 2.
23
Y. Setiyo Hadi, Asal Usul Pandhalungan (Jember: Salam Nusantara, 2017), 9-10.
4. Ekspresif, transparan, tidak suka memendam perasaan atau basa basi.
5. Paternalistik, keputusan bertindaknya mengikuti keputusan yang diambil oleh para
tokoh yang dijadikan panutan.
6. Ikatan kekeluargaan sangat solid sehingga penyelesaian masalah seringkali dilakukan
dengan cara keroyokan.
7. Sedikit keras dan temperamental.
Ditinjau dari wilayah kabupaten Jember, munculnya pandhalungan di kabupaten
Jember berawal dari adanya pembangunan infrastruktur di daerah Jember terutama
pembangunan jalan darat dan jalur kereta api pada desenia akhir abad XIX
mengakibatkan terjadinya gelombang migrasi orang-orang Madura, Jawa dan etnik lain
ke daerah Jember.24 Secara otomatis, para migran membawa dan mengembangkan
budaya asalnya ke daerah Jember, sebagai hiburan pelepas rindu pada kampung
halaman mereka. Namun, juga sebagai media dalam berinteraksi dengan sesama
sukunya.
Migran Madura mayoritas menetap di wilayah Jember utara dan hidup
berkelompok yang berdasarkan pada unsur geneologis, dan disebut pola pemukiman
"taneyan lanjang". Mereka membawa seni tradisional macopat, topeng Madura dan
lainnya. Dalam kesehariannya penduduk Jember Utara menggunakan bahasa Madura
dalam berkomunikasi. Sedangkan migran Jawa banyak yang bermukim di wilayah
Jember Selatan dengan bahasa Jawa sebagai alat penuturannya. 25 Migran Jawa yang
berasal dari Ponorogo membawa kesenian Reog dan Kediri membawa kesenian Jaranan,
sedangkan seni wayang kulit dibawa oleh migran dari Solo.
Budaya yang dibawa oleh para migran tersebut lambat laun mengalami
pergesekan satu sama lain sehingga terjadilah akulturasi budaya yang menghasilkan
budaya pandhalungan. Budaya pandhalungan ini sebagian besar berkomposisi budaya
Madura dan Jawa yang berimbang. Budaya ini dapat ditemui di wilayah Jember Tengah
yang menggunakan dwi bahasa sehingga menghasilkan bahasa Jemberan yaitu
penggunaan bahasa campuran antara bahasa Madura dan Jawa. Serta perkembangan
kesenian tradisional pandhalungan di wilayah Jember Tengah juga beragam.
Melihat penyebaran etnis secara geografis dan semakin kompleksnya budaya
yang berkembang, maka bupati Jember mengusung Pandhalungan sebagai icon
Kabupaten Jember. Bupati Jember berharap agar Kabupaten Jember dapat menjadi
wadah besar untuk menaungi beragam etnis yang menyebar di Kabupaten Jember. Dan
sebagai upaya melestarikan dan mengembangkan budaya-budaya yang ada dengan
memadukan budaya-budaya dari kedua etnis dominan.
Selanjutnya, setiap hasil budaya yang ada tentunya memiliki nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Nilai sendiri memiliki arti yaitu sesuatu yang dipandang
berharga oleh orang atau kelompok orang, serta dijadikan acuan tindakan maupun
pengarti arah hidup.26 Dengan arti lain nilai dipandang sebagai suatu perangkat
24
Edy Burhan Arifin, Pertumbuhan Kota Jember dan Munculnya Budaya Pandhalungan, Makalah,
Fakultas Sastra Universitas Jember, 9.
25
Ibid., 10
26
Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto, Teori-teori Kebudayaan (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 67.
keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak
khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan dan perilaku. 27 Nilai memiliki
berbagai macam bentuknya yaitu, mulai dari nilai sosial, ekonomi, pendidikan, hiburan,
keamanan, keagamaan dan lainnya.
Terkait nilai keagamaan yang terkandung dalam budaya, maka penulis
mengambil dari agama mayoritas di Indonesia, yaitu agama Islam. Islam adalah agama
yang berkarakteristikkan universal, dengan pandangan hidup (weltanchaung) mengenai
persamaan, keadilan, takaful, kebebasan dan kehormatan serta memiliki konsep
teosentrisme yang humanistik sebagai nilai inti (core value) dari seluruh ajaran Islam,
karenanya menjadi tema peradaban Islam.28 Sehingga dapat disimpulkan bahwa, nilai
dalam Islam ialah, nilai yang universal yang bersifat teologis dengan mengembangkan
kreativitas.
Di Indonesia penyebaran agama Islam diiringi dengan adanya beragam
organisasi masyarakat (ormas) pada bidang keagaamaan. Ormas tersebut, terbentuk
dengan tujuan untuk menaungi masyarakat yang memiliki pandangan sama dengan visi
misi masing-masing ormas. Dengan kata lain, eksistensi ormas dijadikan sebagai suatu
identitas dari masing-masing sekte agama Islam di Indonesia. Nahdlatul Ulama' (NU)
merupakan salah satu ormas terbesar di Indonesia yang digandrungi sebagian besar
penduduk Indonesia, telah mengusung Islam Nusantara untuk membungkus budaya
lokal di nusantara dengan nilai-nilai Islam. Dengan begitu, muncul sebuah istilah nilai-
nilai Islam Nusantara.
Nilai-nilai dalam Islam nusantara dapat diartikan sebagai nilai keislaman yang
toleran, damai dan akomodatif terhadap budaya Nusantara. Karena dalam sejarahnya,
dakwah Islam di bumi nusantara tidak dilakukan dengan menghilangkan budaya,
melainkan islam yang merangkul nusantara dan menjadikan budaya sebagai sarana
pengembangan Islam. Islam menjadi kuat karena adanya budaya dan budaya menjadi
lestari karena dilapisi oleh nilai Islam.
Sehubungan dengan nilai-nilai Islam Nusantara perlu diketahui bahwa tidak
semua produk dari budaya pandhalungan memiliki nilai-nilai keislaman Nusantara. Hal
tersebut dikarenakan budaya memiliki unsur-unsur yang luas, serta banyaknya nilai
yang terkandung di dalamnya. Berikut ini merupakan salah satu hasil karya dari budaya
pandhalungan berupa kesenian yang memiliki nilai Islam Nusantara, yaitu musik patrol.
Musik patrol merupakan jenis seni musik yang intrumennya terbuat dari bambu.
Secara historis terinspirasi oleh kegiatan jaga malam yang dilakukan para peronda.
Musik patrol berirama dinamis dengan berbagai kreasi modifikasi yang kreatif dan
biasanya digunakan untuk mengiringi lagu-lagu tradisional Madura, Jawa dan
Banyuwangen.29 Awalnya musik patrol memiliki nilai keamanan, karena musik patrol
digunakan sebagai bentuk keamanan pada kegiatan jaga malam oleh peronda.
Kemudian berkembang sebagai seni pertunjukkan yang bernilai hiburan. Namun, musik
27
Gunawan dan Ali Hasan Siswanto, Islam Nusantara dan Kepesantrenan (Yogyakarta: Interpena, 2016),
176.
28
Ibid., 71.
29
Ayu Sutarto, Sekilas Tentang Masyarakat Pandhalungan, 4.
patrol juga dapat bernilai Islam, ketika dilantunkan dengan lagu-lagu Islam, seperti
sholawat nabi. Di bulan Ramadhan musik patrol digunakan untuk membantu orang-
orang yang melakukan ibadah puasa dengan membangunkan orang-orang untuk
melaksanakan sahur. Musik patrol dapat memiliki nilai-nilai Islam Nusantara ketika
dimainkan dengan diiringi tembang Jawa.
Instrument-instrument yang digunakan pada musik patrol antara lain, pertama,
dhung-dhung, bambu atau kayu besar sepanjang +80 cm dengan alat penabuhnya,
berfungsi sebagai kendang. Kedua, gong, dua buah bambu terikat dalam satu bentuk
instrumen, ditabuh dengan alat penabuh yang dililit karet, berfungsi sebagai gong besar
dan gong kecil. Ketiga, krucilan, perangkat angklung berfungsi sebagai pengiring lagu.
Keempat, seruling dan. Kelima, kempul, bambu yang berdiameter relatif kecil dan
dipukul dengan penabuh yang juga dari bambu, berfungsi sebagai pengiring gong.

Simpulan
Budaya merupakan semua hasil cipta, rasa, karsa dan karya manusia baik yang
material maupun non-material. Seiring dengan perkembangan zaman, budaya telah
mengalami pergesekkan, yang menimbulkan adanya proses akulturasi budaya guna
memadukan beragam budaya. Seperti halnya, budaya pandhalungan yang merupakan
hasil dari proses akulturasi antar 2 budaya yang dominan, yaitu Madura dan Jawa, yang
berada di kawasan Tapal Kuda atau pojok timur pulau Jawa, antara lain; Pasuruan,
Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi.
Terkait dengan hal tersebut, pemimpin Kabupaten Jember mengusung
Pandhalungan sebagai icon Kabupaten Jember, dengan maksud agar Jember dapat
menjadi wadah keberagaman budaya. Mengingat banyaknya pendatang dari berbagai
daerah ke Kabupaten Jember, yang disebabkan oleh adanya kemajuan infrastruktur
Kabupaten Jember. Sehingga terjadi penyebaran berbagai etnis di wilayah Kabupaten
Jember, dengan membawa kebudayaan masing-masing daerah asalnya.
Sehubungan dengan Islam Nusantara sebagai jargon sebagian umat Islam, maka
Islam memandang budaya Nusantara secara akomodatif, yaitu memadukan antara
budaya lokal dengan nilai-nilai Islam. Mengenai nilai-nilai Islam Nusantara, Produk
kesenian dari budaya pandhalungan tidak seluruhnya mengandung nilai-nilai Islam
Nusantara. Akan tetapi, hanya sebagian produk kesenian pandhalungan yang terintegrasi
dengan nilai-nilai Islam Nusantara, seperti kesenian musik patrol. Yang mana musik
patrol dapat memiliki nilai-nilai Islam Nusantara ketika diiringi dengan lagu-lagu Islam
dan tembang Jawa.

Daftar Pustaka
Departemen Agama RI. 2010. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Pantja
Cemerlang.

Y. Setiyo Hadi, Asal Usul Pandhalungan (Jember: Salam Nusantara, 2017), 52.
Adenasry Avereus Rahman, "Pengaruh Bahasa Madura dan Bahasa Jawa Terhadap
Bahasa Masyarakat Kabupaten Jember", Konferensi Nasional Bahasa dan
Sastra III.

Ahmadi, Abu. 2009. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Aziz, Munawwir dan Akhmad Sahal. 2016. Islam Nusantara. Bandung: PT. Mizan
Pustaka.

Burhan, Edy. Pertumbuhan Kota Jember dan Munculnya Budaya Pandhalungan.


Makalah dipresentasikan dalam konferensi Nasional Sejarah VIII di Jakarta,
November 2006.
Chulsum, Umi dan Windy Novia. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya:
Yoshiko Press.
Hadi, Y. Setiyo. 2017. Asal-Usul Pandhalungan. Jember: Salam Nusantara.
Karim, Abdul. 2007. Islam Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Kuntjara, Esther. 2006. Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nurhadi Sasmita dan Ratna Endang Widuatie (2015), " Pendhalungan Bentuk Asimilasi
Kultural Madura-Jawa di kota Jember", Laporan Akhir Hibah Bersaing,
Universitas Jember.
Siswanto, Ali Hasan dan Gunawan. 2016. Islam Nusantara dan Kepesantrenan.
Yogyakarta: Interpena.
Supriyanto, Stefanus. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Sutarto, Ayu. Sekilas Tentang Masyarakta Pandhalungan. Makalah disampaikan pada
acara pembekalan Jelajah Budaya 2006 yang diselenggarakan oleh Balai Kajian
Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, tanggal 7-10 agustus 2006.
Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto. 2005. Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta:
Kanisius.
Zaenal Arifin (2010), "Akulturasi Islam dan Budaya Lokal pada Tradisi Kesenian
Jathilan di Dusun Tegalsari, Desa Semin, Kecamatan Semin, Gunung Kidul,
Yogyakarta", Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Khabibi Muhammad Luthfi, "Islam Nusantara: Relasi Islam dan Budaya Lokal",
Shahih, 1, 2016.

You might also like