You are on page 1of 10

Efficient Vol 3 (1) (2020): 670 -679 DOI: https://doi.org/10.15294/efficient.v3i1.

35968

EFFICIENT
Indonesian Journal of Development Economics
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/efficient

Pergeseran Pola Konsumsi Leisure dan Non Leisure


di Kota Semarang
Ola Ranti Dewi, Deky Aji Suseno2

Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang

Permalink/DOI: https://doi.org/10.15294/efficient.v3i1.35968

Received: July 2019 ; Accepted: October 2019 ; Published: January 2020

Abstract
Leisure consumption groups grew by 7.88% higher than the non-leisure group which grew by 6.27% in the year 2016. Data shows indications of a shift in
consumption patterns. The purpose of this study was to analyze the shift in consumption patterns of Leisure and Non Leisure households in the city of
Semarang, factors that influence the shift in consumption patterns. The research data was obtained from the BPS, and the questionnaire. The method used in
this study is descriptive statistical analysis, Binary Logit Regression analysis using SPSS 25, and MPC analysis. The results of this study indicate that Leisure
consumption growth in 2010-2017 is higher than the growth of non-leisure consumption which shows that there has been a shift in household consumption
patterns in the city of Semarang. Shifting consumption patterns are influenced significantly by income and education level. Suggestions can be given to the
government and society in general to be able to optimize the shift in consumption patterns, pay more attention to socio-economic factors of household income
and education level, as well as focus on developing the economy in the field of leisure consumption in order to optimize consumption growth and total regional
product.

Keywords: Household consumption expenditure, Consumption Pattern, Non Leisure, Leisure, Binary
Logit, MPC

Abstrak
Kelompok konsumsi leisure tumbuh sebesar 7,88% lebih tinggi dari kelompok non leisure yang tumbuh sebesar 6,27% pada tahun 2016. Data menunjukkan
indikasi terjadinya pergeseran pola konsumsi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pergeseran pola konsumsi Leisure dan Non Leisure rumah tangga
kota Semarang, faktor yang mempengaruhi pergeseran pola konsumsi. Data penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik, dan kuesioner. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, analisis Regresi Logit Biner menggunakan SPSS 25, dan analisis MPC. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi Leisure pada tahun 2010-2017 lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi non leisure yang
menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran pola konsumsi rumah tangga di kota Semarang. Pergeseran pola konsumsi dipengaruhi secara signifikan oleh
pendapatan dan tingkat pendidikan. Saran yang dapat diberikan kepada pemerintah dan masyarakat pada umumnya untuk dapat mengoptimalkan
pergeseran pola konsumsi, lebih memperhatikan faktor sosial ekonomi pendapatan rumah tangga dan tingkat pendidikan, serta fokus dalam pengembangan
perekonomian dibidang konsumsi leisure agar dapat mengoptimalkan pertumbuhan konsumsi dan PDRB.

Kata Kunci: Pengeluaran konsumsi rumah tangga, Pola Konsumsi, Non-Leisure, Leisure, Binary Logit,
MPC

How to Cite: Dewi, O., & Suseno, D. (2020). Pergeseran Pola Konsumsi Leisure dan Non Leisure di Kota
Semarang. Efficient: Indonesian Journal of Development Economics, 3(1), 670-679.
https://doi.org/10.15294/efficient.v3i1.35968

© 2019 Semarang State University. All rights reserved



Alamat Korespondensi : ISSN 2655-6197
Alamat: Gedung L2 Lantai 2 FE Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail : efficientjournal@gmail.com
EFFICIENT Indonesian Journal of Development Economics Vol 3 (1) (2020) : 670-679 671

PENDAHULUAN merupakan ciri khas suatu kelompok


Manusia tidak akan berhenti melakukan masyarakat (Yulia, 2010).
konsumsi untuk memenuhi kebutuhan Pertumbuhan konsumsi pada tahun 2017
tidak optimal, hal ini dibuktikan oleh data
hidupnya. Konsumsi adalah kegiatan membeli
yang dikeluarkan oleh BPS, pertumbuhan
barang dan jasa untuk memuaskan keinginan
konsumsi pada triwulan III 2017 hanya sebesar
memiliki dan menggunankan barang tersebut
4,93%, tercatat sedikit lebih malambat
(Sukirno, 2011). Pengeluaran konsumsi
dibandingkan triwulan II-2017 yang mencapai
memberikan sumbangan yang sangat besar
4,95%. Realisasi pertumbuhan konsumsi
dalam perhitungan PDB. Pengeluaran
tersebut juga lebih rendah dibandingkan
konsumsi masyarakat memberikan kontribusi periode triwulan III-2016 yang tercatat 5,01%.
rata-rata sebesar 55%-56% dari total PDB Perlambatan pertumbuhan konsumsi terlihat
nasional (BPS, 2017) dari menurunnya pertumbuhan komponen
Pengeluaran konsumsi masyarakat makanan dan minuman, pakaian dan alas kaki,
dibedakan menjadi beberapa kategori serta perumahan dan perlengakapan rumah
berdasarkan jenis-jenis barang dan jasa. tangga. Menurut kepala BPS Suhariyanto salah
Pembagian kategori ini dilakukan untuk satu penyebab konsumsi rumah tangga tidak
menghitung anggaran masing-masing rumah tumbuh optimal karena adanya pergeseran
tangga. Konsumsi rumah tangga meliputi pola konsumsi masyarakat dari yang awalnya
semua barang atau jasa yang di terima baik di bersifat pembelian barang atau ritel (non-
produksi atau di konsumsi sendiri (Ahmed &
Mughal, 2018). Dalam perhitungan
pengeluaran konsumsi masyarakat yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
dibedakan menjadi tujuh komponen
pengeluaran, yaitu: (i) Makanan, minuman
selain restoran, (ii) Pakaian dan alas kaki, (iii)
Perumahan, perkakas, dan perlengkapan
penyelenggaraan rumah tangga, (iv) Kesehatan
dan pendidikan, (v) Transportasi komunikasi,
rekerasi dab budaya, (vi) Hotel dan restoran, leisure) menjadi kegiatan waktu luang atau
(vii) Lainnya. (BPS, 2017). Besarnya proporsi rekreasi (leisure) (Neraca.co.id, 2017).
dari pengeluaran konsumsi tiap komponen Gambar 1. Pertumbuhan leisure dan non
pengeluaran terhadap total pengeluaran leisure (yoy)
disebut pola konsumsi. Pola konsumsi ialah Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2017
berbagai informasi yang memberi gambaran
mengenai macam dan jumlah bahan makanan Leisure economy mulai popular di
yang dimakan setiap hari oleh satu orang yang Indonesia dan dibicarakan para ahli ekonomi
672 Ola Ranti D, & Deky A S, Pergeseran Pola Konsumsi Leisure dan Non Leisure di Kota Semarang

sejak pertumbuhan konsumsi untuk Tengah secara umum terdapat perbedaan


komponen seperti hotel, restoran, transportasi antara wilayah yang berstatus kabupaten
dan komunikasi kegiatan, rekreasi serta dengan daerah yang berstatus kota. Pada
kebudayaan tumbuh cepat. Pergeseran pola daerah kabupaten konsumsi makanan,
konsumsi masyarakat terjadi karena minuman, selain restoran memberikan
masyarakat kini lebih tertarik menggunakan kontribusi mencapai 40% dalam struktur
uangnya untuk kegiatan yang memberikan penggunaan PKRT, sedangakan pada daerah
pengalaman seperti liburan, nongkrong, kota yang sebesar 30%. Secara umum,
backpacker. Badan pusat statistik (BPS) mulai konsumsi makanan, minuman, selain restoran
memperkenalkan pengelompokan konsumsi merupakan komponen utama dalam struktur
menjadi leisure dan non leisure, karena telah penggunaan PKRT, namun suatu keunikan
melihat gejala pergeseran pola konsumsi sejak terjadi di Kota Semarang, yaitu pengeluaran
tahun 2015. BPS menggolongkan komponen konsumsi dengan proporsi terbesar berasal
yang termasuk dalam leisure adalah hotel, dari komponen transportasi, komunikasi,
restoran, rekreasi dan kegiatan kebudayaan. rekreasi dan budaya.
Kecenderungan pergesaran pola konsumsi Kota Semarang sebagai ibukota provinsi
pada gambar 1.1 pertumbuhan leisure dan Jawa Tengah telah menjadi pusat kegiatan
pertumbuhan non leisure. BPS mencatat ekonomi di Jawa Tengah termasuk
kelompok leisure pada kuartal IV 2016 tumbuh perokonomian dan menjadi salah kota dengan
sekitar 5,1%, dan pada kuartal II 2016 volume perekonomian terbesar di Jawa.
pertumbuhan tertinggi sebesar 6,3%. Struktur penggunaan pengeluaran konsumsi
Sedangkan untuk komponen non leisure pada terbesar di Kota Semarang bukan dari
kuartal IV 2015 tumbuh 5%, sementara pada makanan, minuman, selain restoran melainkan
kuartal II 2017 4,3%. Aktivitas leisure sangat dari kelompok transportasi, komunikasi dan
diidentikkan dengan aktivitas konsumsi. rekreasi. Berdasarkan data beberapa tahun
Beberapa aktivitas konsumsi yang termasuk kebelakang, pengeluaran konsumsi masyarakat
dalam kategori leisure meliputi kegiatan kota Semarang menunjukkan indikasi adanya
traveling, akomodasi di hotel, menikmati pergeseran pola konsumsi. Pola konsumsi
kuliner, film, dan konser musik, serta masyarakat yang belum mapan biasanya
keinginan mengenal budaya yang beragam didominasi oleh konsumsi kebutuhan-
yang telah berkembang sebagai konsumsi gaya kebutuhan pokok (Anwar, 2010) Sejalan
hidup masa kini (Ananda, 2018). Pertumbuhan dengan kenaikan pendapatan per kapita,
konsumsi leisure ini karena masyarakat mulai pola konsumsi berubah (Basri, 2017)
menyadari bahwa menikmati hidup dapat yang dapat dilihat dari pertumbuhan
dilakukan bersamaan dengan melakukan konsumsi transportasi, dan telekomunikasi
aktivitas ekonomi produktif. (Yuswohady, yang tumbuh sangat cepat (Dewhusrt, 2006).
2017). Jawa Tengah terdiri dari 35 Penurunan pengeluaran konsumsi untuk
kabupaten/kota, berdasarkan perbandingan makanan, namun diikuti dengan kenaikan
PKRT di seluruh kebupaten/kota di Jawa pengeluaran untuk rekreasi (Yanrui Wu, 2007)
EFFICIENT Indonesian Journal of Development Economics Vol 3 (1) (2020) : 670-679 673

Berdasarkan pada penelitian terdahulu responden, pengeambilan sampel dilakukan


pergeseran pola konsumsi masyarakat dengan dua tahap yaitu tahap pertama
dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi rumah menentukan cluster/area sampling, kemudian
tangga seperti pendapatan, jumlah anggota proportional random sampling. Data sekunder
keluarga, usia anggota keluarga dan tingkat Badan Pusat Statistik kota Semarang serta
pendidikan (Esmawati, 2005). Semakin tinggi beberapa studi pustaka relevan untuk
jumlah pendapatan maka pola konsumsi melengkapi penelitian ini. Data sekunder yang
cenderung mengarah pada konsumsi non diperoleh berupa data Pendapatan Domestik
makanan, sebaliknya semakin rendah jumlah Regional Bruto (PDRB), dan pengeluaran
pendapatan maka pola konsumsi cenderung masing-masing komponen konsumsi kota
mengarah pada konsumsi makanan. Sehingga Semarang pada tahun 2010-2017. Variabel yang
faktor pendapatan memiliki pengaruh digunakan dalam penelitian ini adalah
terhadap kecenderungan pola konsumsi. pendapatan rumah tangga, jumlah anggota
(Hidayah, 2015). Penelitian yang dilakukan rumah tangga, usia anggota rumah tangga dan
oleh (Adiana & Karmini, 2016) menunjukkan tingkat pendidikan anggota rumah tangga.
bahwa pendapatan, jumlah anggota keluarga Jumlah anggota rumah tangga, adalah
dan pendidikan berpengaruh terhadap pola banyaknya orang yang tinggal dan makan
konsumsi. Selain itu pola konsumsi juga bersama dalam suatu rumah tangga termasuk
dipngaruhi oleh keadaan kontraksi dan kepala rumah tangga. Tingkat pendidikan atau
ekspansi ekonomi (Kamakura & Du, 2012). pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala
Pergeseran pola konsumsi yang terjadi di Kota rumah tangga. (Astuti, 2018) Teknik
Semarang memerlukan perhatian khusus dari pengolahan dan analisis data yang digunaka
pemerintah. Pemerintah perlu membuat adalah analisis statistik deskriptif, analisis
kebijakan baru atau menyesuaikan kebijakan indeks jawaban, analisis regresi logistik biner.
yang ada untuk mendukung perubahan Uji Validitas dan Reabilitas dilakukan
tatanan ekonomi yang terjadi akibat dari guna menguji sahih tidaknya setiap item
pergeseran pola konsumsi. pernyataan didalam mengukur variabel nya,
Tujuan yang akan dicapai dari penelitian sejauh mana suatu alat yang digunakan
ini adalah menjelaskan dan menganalisis mampu untuk mengukur sesuatu yang diukur.
Pergeseran pola konsumsi leisure dan non Berdasarkan nilai koefisien korelasi masing
leisure rumah tangga, dan pengaruh masing pernyataan dalam kuesioner penelitian
pendapatan rumah tangga, jumlah anggota yang menunjukkan nilai di atas nilai R-tabel,
keluarga, usia anggota rumah tangga dan maka keputusannya adalah pernyataan dalam
tingkat pendidikan rumah tangga terhadap kuesioner ini adalah valid sehingga dianggap
pergeseran pola konsumsi di kota Semarang. sahih dan mampu untuk mengukur variabel
dalam penelitian.
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur
METODE PENELITIAN
suatu kuesioner yang merupakan alat
Penelitian ini merupakan penelitian pengukuran konstruk atau variabel. Suatu
kuantitatif, yang menggunakan data primer kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika
dan sekunder. Data primer diperoleh dari 100
674 Ola Ranti D, & Deky A S, Pergeseran Pola Konsumsi Leisure dan Non Leisure di Kota Semarang

jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah menunjukkan bahwa secara umum persepsi
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji responden terhadap peningkatan pendapatan
realiabilitas adalah tingkat kestabilan suatu maka akan mendorong pergeseran pola
alat pengukur dalam mengukur suatu konsumsi dari non leisure menjadi leisure pada
gejala/kejadian. Berdasarkan pada nilai intensitas sedang.
cronbach alpha, keputusan yang diambil Rata-rata indeks skor respon variabel
adalah semua variabel reliabel sehingga pendapatan rumah tangga diperoleh 74,33.
kuesioner layak untuk digunakan. Berdasarkan kategori indeks skor three box
Fungsi distribusi logistik dapat metodh maka rata-rata tersebut berada pada
dinyatakan sebagai berikut (Widarjono, 2016) : tingkatan skor tinggi. Kondisi ini
Perumusan model binari logit menunjukkan bahwa secara umum persepsi
responden terhadap semakin banyak nya
Pi = F(Zi) = (β0 + β1 Xi) = 1 / 1 + e –Zi = 1 / 1 + e – jumlah anggota keluarga maka akan
(β0+β1X1)
................................................................(1) mendorong pergeseran pola konsumsi dari non
leisure menjadi leisure pada intensitas sedang.
Model regresi logistik biner dalam Rata-rata indeks skor respon variabel
penelitian ini adalah sebagai berikut : pendapatan rumah tangga diperoleh 74,1.
Berdasarkan kategori indeks skor three box
Ln = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β2 X3 + β2 X4 + e metodh maka rata-rata tersebut berada pada
...........................................................................(2) tingkatan skor tinggi. Kondisi ini
menunjukkan bahwa secara umum persepsi
Keterangan: responden terhadap usia anggota rumah
Ln = Terjadi/tidak terjadi pergeseran pola tangga maka akan mendorong pergeseran pola
konsumsi konsumsi dari non leisure menjadi leisure pada
X1 = Tingkat Pendapatan intensitas tinggi. Rata-rata indeks skor respon
X2 = Jumlah Anggota Rumah Tangga variabel pendapatan rumah tangga diperoleh
X3 = Usia Anggota Rumah Tangga 70,1. Berdasarkan kategori indeks skor three
X4 = Tingkat Pendidikan box metodh maka rata-rata tersebut berada
β0 = Konstanta pada tingkatan skor sedang. Kondisi ini
β1- β4 = Keofisien Regresi menunjukkan bahwa secara umum persepsi
e = error term responden terhadap tingkat pendidikan
anggota rumah tangga maka akan mendorong
HASIL DAN PEMBAHASAN
pergeseran pola konsumsi dari non leisure
Analisis Indeks Jawaban menjadi leisure pada intensitas sedang
Rata-rata indeks skor respon variabel
Analisis Regresi Logistik Biner
pendapatan rumah tangga diperoleh 73,3.
Uji simultan dilakukan untuk
Berdasarkan kategori indeks skor three box
mengetahui signifikansi parameter terhadap
metodh maka rata-rata tersebut berada pada
model serentak (overall). Nilai -2 Log
tingkatan skor sedang. Kondisi ini
EFFICIENT Indonesian Journal of Development Economics Vol 3 (1) (2020) : 670-679 675

likelihood 112,568 > chi square 9,48. Maka Odds Ratio


dapat diputuskan bahwa paling tidak ada Nilai odds ratio variabel pendapatan
variabel independen yang
mempengaruhi sebesar 16,666, angka ini bermakna
variabel indenpenden. Uji koefisien kemungkinan setiap kenaikan pendapatan
determinasi menunjukkan bahwa variabel akan menaikkan kemungkinan terjadinya
independen mampu menjelaskan variabel pergeseran pola konsumsi sebesar 16,666 kali.
dependen sebesar 30%. Nilai odds ratio variabel jumlah anggota
Uji parsial yang dilakukan dengan uji rumah tangga sebesar 0,959, angka ini
wald, dikatakan berpengaruh jika nilai bermakna kemungkinan setiap kenaikan
probabilitas Z tidak lebih besar dari alpha jumlah pendapatan akan menaikkan
(0,05). Variabel tingkat pendapatan signifikan kemungkinan terjadinya pergeseran pola
dengan nilai Z = 15,881 prob. 0,000, jumlah konsumsi sebesar 0,959 kali. Nilai odds ratio
anggota tidak signifikan dengan nilai Z = 0,024 variabel usia sebesar 0,980, angka ini
prob. 0,959 usia anggota keluarga tidak bermakna kemungkinan setiap kenaikan usia
signifikan dengan nilai Z = 0,504 prob. 0,504 anggota keluarga akan menaikkan
dan tingkat pendidikan signifikan dengan nilai kemungkinan terjadinya pergeseran pola
Z = 3,969 prob. 0,046. konsumsi sebesar 0,980 kali. Nilai odds ratio
Uji kecocokan model dilakukan dengan variabel pendidikan anggota keluarga sebesar
melihat signifikan pada uji hosmer dan 0,443, angka ini bermakna kemungkinan setiap
lameshow yang menunjukkan bahwa prob. kenaikan pendidikan anggota keluarga akan
Signifikansi 0,637 lebih besar dari alpha. menaikkan kemungkinan terjadinya
Sehingga keputusanya adalah model layak pergeseran pola konsumsi sebesar 0,443 kali.
untuk digunakan. Leisure economy mulai menjadi
Model regresi biner : pembahasan oleh pakar ekonomi ketika pada
tahun 2017 banyak outlet ritel menutup
usahanya dan terjadi tren penurunan bisnis
Ln = -38,716 + 2,813 X1 - 0,42 X2 – 0,021 X3 +
ritel yang belum pernah terjadi sebelumnya di
0,813 X4 + e........................................................(3) Indonesia (Kuntadi, 2018). Fenomena Leisure
economy ditunjukan dengan terjadinya
Tabel 1. Koefisien Variabel Independen
pergeseran pola konsumsi masyarakat
Variabel Koefisien Sig. Exp(B)
Indonesia yang tidak lagi berselera membeli
Pendapatan (X1) 2,813 0,000 16,666 barang (material goods/goods based) namun
Jumlah Anggota 0,042 0,878 ,959 lebih memilih mengahabiskan uang mereka
(X2) untuk pengalama (experience). Fenemena
Usia Kepala (X3) -0,021 0,478 ,980 pergeseran pola konsumsi dari Non leisure
Tingkat 0,813 0,046 ,443 menjadi leisure yang terjadi di kota Semarang
Pendidikan (X4) ditandai dengan tinggi permintaan masyarakat
Konstanta -38,716 0,000 ,000 akan kebutuhan untuk waktu luang. Konsumsi
Sumber: Output SPSS, 2018 masyarakat yang sebelumnya didominasi oleh
kebutuhan untuk barang-barang yang bersifat
676 Ola Ranti D, & Deky A S, Pergeseran Pola Konsumsi Leisure dan Non Leisure di Kota Semarang

goods-based (seperti sandang, pangan, papan), masyarakat juga dibuktikan dengan


berubah menjadi experience-based pertumbuhan PDRB kota Semarang yang
consumption. Konsumsi leisure meliputi diikuti dengan semakin kecil yang proporsi
kegiatan travelling, akomodasi hotel, konsumsi Non Leisure dan meningkatnya
menikmati kuliner, film, menonton konser dan proporsi Leisure dalam struktur penggunaan
lain sebagainya. Konsumsi leisure ini PKRT di Kota Semarang. Hal ini sesuai dengan
mengakomodir sensasi kesenangan dan teori engel yang menyatakan tingkat
pengalaman yang sesuai dengan selera kesejahteraan dikatakan membaik bila
konsumen. Konsumsi leisure ini tidak hanya perbandingan pengeluaran untuk konsumsi
mengeluarkan uang untuk bersenang senang, makanan cenderung sedikit dan sebaliknya
namun juga dapat menghasilkan nilai tambah pengeluaran untuk konsumsi non makanan
ekonomi. meningkat.
Pergeseran pola konsumsi yang terjadi di Hasil analisis ini dapat digunakan untuk
Kota Semarang juga dibuktikan oleh menjawab pertanyaan permasalah pokok
pernyataan yang disampaikan oleh Walikota ekonomi modern yaitu what, how dan for
Semarang Hendrar Prihadi yang mengatakan whom. Berdasarkan pemaparan di atas dapat
bahwa saat ini kegiatan industri di kota menjawab pertanyaan pertama yaitu what
Semarang sudah bergeser dari Manufacture (barang apa yang perlu disediakan). Jenis
Industry ke Tourism Industry. Pergeseran ini barang atau jasa yang perlu dikembangkan
dibuktikan dengan meningkatnya jumlah adalah barang/jasa dalam penyediaan untuk
hotel, retoran maupun cafe. Pada tahun 2011 memenuhi kebutuhan leisure masyarakat,
jumlah hotel yang ada di Kota Semarang hanya diantaranya akomodasi transportasi, hotel,
110, sampai pada tahun 2017 mencapai 301 restoran, cafe, wisata. Selanjutnya untuk
hotel. Begitu pula dengan jumlah cafe dan menjawab pertanyaan kedua yaitu how
restoran yang pada tahun 2011 hanya (bagaimana caranya). Dalam penyediaan
berjumlah 463 restoran kini sudah meningkat barang leisure ini diperlukan kerjasama yang
menjadi 825 restoran (Nashr, 2017). baik antara pemerintah, investor, pengusaha
Pergeseran pola konsumsi non leisure dan masyarakat pada umumnya. Pemerintah
menjadi leisure menunjukkan bahwa sudah dituntut untuk memilih suatu sektor yang
terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat memiliki multiplier effect terhadap
di kota Semarang. Karena konsumen tentu perekonomi (Suseno, 2017). Potensi di kota
akan terlebih dahulu memenuhi kebutuhan Semarang yang dapat dikembangkan adalah
primer nya (non leisure) dan setelah wisata religi, wisata bahari, wisata alam, wisata
kebutuhan tersebut sudah dipenuhi konsumen sejarah dan lain sebagainya. (Mustofa &
akan memenuhi kebutuhan untuk bersenang- Haryati, 2018). Khususnya untuk pegembangan
senang. Peningkatan kesehateraan konsumen wisata khas Kota Semarang seperti Simpang
ini ditunjukan oleh peningkatan pendapatan Lima, Lawang Sewu, Goa Kreo, Sam Poo
perkapita masyarakat kota Semarang pada Khong, mall, dan lain sabagainya. Dan yang
tahun 2010-2017. Peningkatan kesejahteraan terakhir pertanyaan for whom (untuk siapa),
EFFICIENT Indonesian Journal of Development Economics Vol 3 (1) (2020) : 670-679 677

penyediaan barang/jasa leisure untuk tentunya adalah pendapatan rumah tangga dan tingkat
ditunjukan untuk masyarakat kota Semarang pendidikan. Artinya bahwa para konsumsi
pada umumnya, terlebih lagi untuk Leisure memiliki potensi yang besar untuk
masyarakat yang telah memiliki pendapatan di dikembangkan sehingga dapat
atas pendapatan perkapita kota Semarang mengoptimalkan pertumbuhan konsumsi dan
sebesar 69,4 juta tiap tahun, atau sekitar 5 juta pertumbuhan perekonomian di Kota
tiap bulan nya. Masyarakat yang memiliki Semarang. Selain itu, pergeseran pola
pendapatan pada tingkatan seperti ini konsumsi rumah tangga menunjukkan bahwa
tentunya telah memiliki kesejahteraan yang terjadi peningkatan kesejahteraan rumah
baik, dan dapat memenuhi kebutuhan tangga Kota Semarang.
pokoknya, sehingga dapat memenuhi Fenomena pergeseran pola konsumsi
kebutuhan leisure (waktu luang) nya. yang terjadi di Kota Semarang yang
Variabel sosial ekonomi yang merupakan kejadian yang belum pernah
berpengaruh secara nyata adalah pendapatan terjadi sebelumnya, sehingga pemerintah dan
rumah tangga dan tingkat pendidikan. masyarakat pada umumnya perlu menyikapi
Keadaan ini sesuai dengan hukum engel dan mengoptimalkan pergeseran pola
mengatakan bahwa rumah tangga yang konsumsi non leisure dan leisure di Kota
memiliki pendapatan yang tinggi akan Semarang. Faktor sosial ekonomi seperti
membelanjakan sebagaian kecil dari total pendapatan dan tingkat pendidikan yang
pendapatan untuk pengeluaran kebutuhan berpengaruh secara signifikan perlu lebih
pokok, sedangkan sebagian besar lebih diperhatikan. Khusus nya tingkat pendidikan,
digunakan untuk kebutuhan sekunder atau pemerintah diharapkan dapat meningkatkan
tersier. Pengeluaran untuk leisure ekonomi tingkat pendidikan masyarakat, sehingga dapat
tidak termasuk dalam pengeluaran kebutuhan mendukung pergeseran pola konsumsi di Kota
pokok. Melainkan untuk menikmati waktu Semarang. Arah pengembangan perekonomian
luang dengan berwisata, jalan-jalan, makan diharapkan berfokus pada sektor konsumsi
direstoran dan lain sebagainya. Kemudia leisure yang memiliki potensi besar untuk
rumah tangga yang dengan tingkat pendidikan dikembangkan seperti tempat wisata, mall,
yang tinggi akan lebih banyak memiliki variasi kafe, restoran, hotel, akomodasi, atraksi wisata
dalam konsumsi nya, selain itu lebih memiliki dan lain. Konsumsi Leisure mendapatkan
perencanaan yang baik dalam konsumsi perhatian khusus untuk memenuhi kebutuhan
sehingga memilii anggaran untuk lebih banyak konsumsi leisure masyarakat. Sehingga dapat
menikmati waktu luang. mengoptimalkan pertumbuhan konsumsi dan
PDRB kota Semarang.
SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
Pola konsumsi rumah tangga Kota Adiana, P. P. E. & Karmini, N. L., 2016. Pengaruh
Semarang mulai menunjukkan pergeseran dari Pendapatan, Jumlah Anggota Keluarga dan
konsumsi Non leisure menjadi konsumsi Pendidikan Terhadap Pola Konsumsi Rumah
Tangga Miskin di Kecamatan Gianyar. Jurnal
Leisure. Variabel sosial ekonomi yang
Ekonomi Pembangunan, Volume 5, pp. 39-48.
mempengaruhi pergeseran pola konsumsi
678 Ola Ranti D, & Deky A S, Pergeseran Pola Konsumsi Leisure dan Non Leisure di Kota Semarang

Ahmed, J. & Mughal, M., 2018. They earn Desa Sidorejo Kecamatan Pojong
and send; we spend: consumption Kabupaten Gunung Kidul. UNY.
pattern of Pakistiani migrant household. Kamakura, W. & Du, R. Y., 2012. How
International Journal of Sosial Economic Contraction and Expansion
Economics, Volume 11. Affect Expenditure Pattern. Journal of
Ananda, C. F., 2018. Bersiap Leisure Consumer Research, Volume 39, pp.
Economy. [Online] 229-247.
Available at: http://feb.ub.ac.id/bersiap- Kuntadi, Y. A., 2018. Leisure Economy:
leisure-economy.html Menikmati hidup sembari beraktivitas
[Diakses 02 Juni 2018]. ekonomi produktif. [Online]
Anwar, K., 2010. Analisis Determinan Available at:
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga https://www.watyutink.com/opini/Leisur
Masyarakat Miskin di Kabupaten Aceh e-Economy-Menikmati-hidup-sembari-
Utara. Jurnal Aplikasi Manajemen, beraktivitas-ekonomi-produktif
Volume 8, pp. 1168-1177. [Diakses 02 Juni 2018].
Astuti, E. W., 2018. Analisis Faktor-faktor Mustofa, L. J. & Haryati, T., 2018. Analisis
yang mempengaruhi Kemiskinan Tipologi Potensi Pariwisata di Provinsi
Rumah Tangga (Kasus di kabupaten Jawa Tengah. JEJAK, Volume 7, pp.
Semarang). JEJAK, pp. 162-185. 187-193.
Basri, F., 2017. Pergeseran Pola Konsumsi. Nashr, J. A., 2017. Dari kota industri,
[Online] Semarang bergeser menjadi kota wisata,
Available at: Semarang: s.n.
https://faisalbasri.com/2017/08/14/perge Neraca.co.id, 2017. Ada Pergeseran Pola
seran-pola-konsumsi/ Konsumsi Masyrakat. [Online]
[Diakses 2018]. Available at:
BPS, 2017. Produk Regional Domestik Bruto http://www.neraca.co.id/article/92594/ad
Kota Semarang menurut Pengeluaran a-pergeseran-pola-konsumsi-
2010-2016. Semaarang(Jawa Tengah): masyarakat-bps-pertumbuhan-kuartal-
BPS Kota Semarang. iii-2017-hanya-506
Dewhusrt, 2006. An Analysis of Consumer Sukirno, S., 2011. Makroekonomi Teori
Expenditure in Queesland. Economics Pengantar. Jakarta: Kharisma Putra
analysis and policy, Volume 20, pp. Utama Offset.
169-188. Suseno, D. A., 2017. Multiplier Effect Sektor
Esmawati, F., 2005. Analisis Konsumsi rumah Basis Terhadap Perekonomian Daerah
tangga. Universitas Sebelas Maret, pp. Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Riset
113-128. Ekonomi Pembangunan, pp. 113-126.
Hidayah, M., 2015. Pola Konsumsi Rumah Widarjono, A., 2016. Ekonometrika
Tangga Pekerja Tambang Batu Kapur di Pengantar dan Aplikasinya Disertasi
EFFICIENT Indonesian Journal of Development Economics Vol 3 (1) (2020) : 670-679 679

Panduan Eviews. Yogyakarta: UPP STIM Bintan kepulauan riau tahun 2009,
YKPN. Yogyakarta: UGM.
Yanrui Wu, 2007. Wealth and spending Yuswohady, 2017. Leisure Economy : Kekuatan Baru
Konsumsi Generasi Milenial. [Online]
pattern in China. Internaional Journal of
Available at:
Social Economics, Volume 24, pp. https://kawanpendi.com/2017/11/30/leisure-
1007-1022. economy-kekuatan-baru-konsumsi-generasi-
Yulia, F., 2010. Pola konsumsi dan gaya milenial/
[Diakses 02 Juni 2018].
hidup sebagai faktor resiko terjadinya
hipertensi pada nelayan di kabupaten

You might also like