You are on page 1of 11

ABDULLAH BIN ABDUL KADIR MUNSYI, KARYA DAN PERANNYA DALAM SASTRA MELAYU

ABSTRAK

Karya sastra merupakan hasil ciptaan oleh manusia yang muncul dari ekspresi dan
jiwa seorang pengarang. Sastra Melayu salah satu karya sastra muncul akibat
pengaruh jiwa dan ekspresi pengarang yang berkembang di masyarakat daerah
Sumatra. Sastra melayu mempunyai pengaruh yang besar dalam perkembangan
sastra Indonesia lama. Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi merupakan seorang
sastrawan Melayu yang lahir pada tahun 1796 di Semenanjung Malaka. Ia
merupakan keturunan Arab-India. Kisah hidupnya ia tuangkan dalam bukunya yang
berjudul Hikayat Abdullah. Dalam karyanya, ia menuturkan kisah hidupnya serta
peristiwa-peristiwa yang dialami dan disaksikan baik itu masalah-masalah sosial,
budaya maupun politik yang ditujukan dalam pemaparan kisah maupun pandangan
dan kritik-kritiknya terhadap kondisi masyarakat Melayu pada waktu itu.
Ketertarikannya terhadap Inggris antara lain terhadap kemajuan bidang pendidikan
yang dicapai Inggris. Hal ini memang wajar karena ia dibesarkan di lingkungan
keluarga yang sangat memperhatikan pendidikan. Skripsi ini mengkaji Hikayat
Abdullah, khususnya tradisi pendidikan Islam yang terdapat pada masyarakat Islam
di Malaka pada masa hidup Abdullah.

Kata Kunci : Sastra Melayu, Abdullah Bin Kadir Munsyi.

ABSTRACT

Literary works are the results of creations by humans that arise from the expression and
soul of an author. Malay literature is one of the literary works that emerged due to the
influence of the soul and expression of the author that developed in the people of
Sumatra. Malay literature has a great influence in the development of old Indonesian
literature. Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi is a Malay writer who was born in 1796 on
the Malacca Peninsula. He is of Arab-Indian descent. The story of his life he poured in
his book entitled Hikayat Abdullah. In his work, he tells the story of his life as well as
the events that were experienced and witnessed, both social, cultural and political issues
which were addressed in the presentation of the story as well as his views and critiques
of the condition of the Malay community at that time. His interest in England, among
others, is the progress in the field of education that has been achieved by the UK. This is
indeed natural because he was raised in a family environment that is very concerned
about education. This thesis examines the Hikayat Abdullah, in particular the traditions
of Islamic education found in the Islamic community in Malacca during Abdullah's
lifetime.

Keywords: Malay Literature, Abdullah Bin Kadir Munsyi.

A. PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan hasil ciptaan oleh manusia yang muncul dari ekspresi
dan jiwa seorang pengarang. Suatu hasil karya akan memiliki nilai sastra jika
menimbulkan perasaan haru, menggugah, kagum, dan mendapatkan tempat
dihati pembacanya. Sastra Melayu salah satu karya sastra muncul akibat
pengaruh jiwa dan ekspresi pengarang yang berkembang di masyarakat daerah
Sumatra. Sastra melayu mempunyai pengaruh yang besar dalam perkembangan
sastra Indonesia lama. Hal ini disebabkan cikal bakal bahasa Indonesia bermula
pada sastra melayu yang bermediumkan bahasa melayu. Sehinga sastra melayu
masih tergolong dalam periodisasi kesusastraan Indonesia.

Karya sastra sebagai dunia imajinatif pengarang sangat dipengaruhi oleh


berbagai faktor. Salah satu faktor tersebut adalah latar belakang pengalaman
hidup pengarang. Dari pengalaman pengarang tersebut, penulis menuangkannya
ke dalam bentuk karya, yang salah satunya adalah karya sastra atau karya fiksi.
Hal itu diperkuat oleh pernyataan Pujiharto (2012: 19) bahwa karya fiksi
dianggap sebagai manifestasi pengalaman kemanusiaan. Namun demikian,
karya sastra sebagai catatan peristiwa pengarang sarat dengan persoalan
akurasi, yaitu terkait fiksi dan fakta. Persoalan fiksi dan fakta menjadikan suatu
karya sulit untuk diklasifikasikan. Misalnya, karya sastra yang mengandung
unsur-unsur fakta sosial seperti waktu, tempat, dan peristiwa mengindikasikan
bahwa karya tersebut memuat kenyataan dan jauh dari hal-hal fiksional.
Dalam sastra melayu terdapat dua periodisasi, yakni sastra melayu lama (klasik)
dan sastra melayu modern (baru). Perkembagan sastra melayu modern banyak
dipelopori oleh tokoh-tokoh sastrawan melayu. Adapun salah satu tokoh yang
terkenal dalam sastra melayu modern yaitu Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi.
Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi lahir seorang sastrawan melayu keturunan
Arab-India. Dia menguasai ilmu pengetahuan dan berbagai bahasa juga
dikuasainya seperti Mandarin, Inggris, Melayu, Arab, India, dan Tamil. Adapun
dalam artikel ini, penulis akan memaparkan bagaimana perjalanan syair
Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Selain itu, peulis juga memaparkan karya-
karya yang telah diciptakan beserta peran Abldullah bin Abdul Kadir dalam
perkembagan sastra melayu.

A. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana riwayat perjalanan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi?
b. Apa saja karya – karya yang dibuat oleh Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi?
c. Bagaimana peran yang diciptakan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dalam
karya sastranya?
d. Bagaimana awal mula Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi yang disebut
sebagai pelopor sastra melayu modern? (Desy)

B. PEMBAHASAN
1. Riwayat perjalanan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyiri
Abdullah lahir di Kampong Pali, Malaka pada tahun 1797 dengan nama
lengkap Abdullah bin Abdulkadir Munsyi sebagai seseorang dari keluarga
terpelajar. Istilah munsyi yang ditulis mendahului atau mengikuti namanya
memiliki arti guru atau pendidik. Abdullah adalah keturunan pedagang Arab
Hadrami, juga mempunyai darah keturunan Tamil dan juga Melayu. Untuk
menghormati latar belakang etnik dan keagamaannya, orang-orang Melayu
menyebut Abdullah sebagai Jawi Peranakan atau Jawi Pekan.
Abdullah menghabiskan masa kanak-kanaknya di Melaka. Ia mulai
belajar menulis pada usia empat tahun dengan “tulisan cakar ayam” yang ia
terakan di papan tulis. Ia terserang penyakit disentri ketika berumur enam
tahun. Setahun kemudian, sementara teman-teman sebayanya pada waktu itu
sudah bisa melagukan ayat-ayat Al-Quran, ia masih belum bisa membaca
Al-Quran. Justru ia belajar meniru tulisan-tulisan berbahasa Arab dengan
penanya. Abdul Kadir, yang geram atas keterbelakangan anaknya, mengirim
Abdullah ke Sekolah Qur’an Kampung Pali (Kampong Pali Koran School).
Masa di Sekolah Qur’an Kampung Pali adalah masa di mana Abdullah harus
belajar dengan keras. Ia belajar menulis di bawah pengawasan ayahnya
langsung. Abdul Kadir sendiri memang seorang yang berwatak keras. Ia tak
segan menyuruh Abdullah untuk menulis nama-nama orang yang
dijumpainya di masjid. Ia akan menghukum anaknya jika melakukan
kesalahan atau belum sempurna menulis nama-nama itu. Ia juga menyuruh
Abdullah menyalin keseluruhan ayat Al-Quran dan menerjemahkan teks-teks
Arab ke bahasa Melayu. .
Pada usia sebelas tahun, Abdullah memperoleh uang sebagai upah
pekerjaannya menyalin teks Al-Quran. Ini adalah pekerjaan yang pertama
kali ia lakukan dan merupakan titik awal bagi karirnya. Tiga tahun kemudian
ia mengajar agama bagi sebagian besar tentara muslim yang ditempatkan di
Benteng Melaka. Tentara menyebutnya munsyi, istilah Melayu untuk guru
bahasa, gelar yang kemudian tersemat kepadanya hingga akhir hidupnya.
Didikan ayahnya yang keras dalam bidang agama dan pengetahuan
umum mengantarkannya menjadi seorang guru bahasa dan mampu
menguasai berbagai bahasa, di antaranya bahasa Arab, Tamil, India, Inggris,
danMelayu.
Ia merupakan seorang keturunan Arab, dari Yaman. Leluhurnya adalah
guru agama dan guru bahasa Arab yang menetap di India Selatan. Abdullah
yang lahir dan tinggal di Malaka beristrikan seorang Tamil. Lalu mereka
pindahkeMalaka.
Abdullah merupakan peranakan Arab dan Tamil, namun dibesarkan di
tengah budaya Melayu di Melaka, yang pada saat itu baru saja dijajah
Britania. Dia bekerja sebagai guru bahasa (munsyi). Pada awalnya dia
mengajarkan bahasa Melayu kepada tentara keturunan India di garnisun
Melaka, dan kemudian kepada para misionaris, pegawai dan pebisnis
Britania dan Amerika Serikat. Dia pernah bekerja untuk Thomas Stamford
Raffles sebagai juru tulis, menerjemahkan Injil serta teks agama Kristen
lainnya untuk London Missionary Society di Malaka, dan menjadi pencetak
untuk American Board of Missions di Singapura.
Abdullah bin Abdulkadir Munsyi meninggal pada bulan Oktober 1854,
di Jedah, Arab Saudi. Abdullah meninggal, kemungkinan karena penyakit
kolera, pada saat hendak menjalankan ibadah haji
2. Karya – karya yang dibuat oleh Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi
a. Kisah Pelayaran Abdullah ke Kelantan
Kisah Pelayaran Abdullah ke Kelantan merupakan karangan Abdullah
bin Abdulkadir Munsyi yang pertama kali diterbitkan di Singapura pada
tahun 1838. Pada karya ini Abdullah menceritakan pelayarannya dari
Singapura sampai Kelantan.
Edisi pertama cerita ini ditulis degan huruf Latin maupun Jawi,
sedangkan edisi kedua (1852) yang bercetak batu hanya ditulis dalam
huruf Jawi saja. Pada tahun 1855 sarjana Belanda J. Pijnappel kemudian
menerbitkan pula edisi yang ditujukan untuk pelajar bahasa Melayu.
Kesemua edisi ini menjadi acuan untuk H. C. Klinkert untuk edisinya
yang ditujukan untuk bahan bacaan siswa di Hindia Belanda.
Di Malaysia kisah ini diterbitkan pada tahun 1960, dengan penyunting
Kassim Ahmad. Pada tahun 2005 Kisah Pelayaran Abdullah ke Kelantan
yang disunting oleh Amin Sweeney dipublikasikan sebagai bagian dari
koleksi karya lengkap Abdullah bin Abdulkadir Munsyi.
b. Hikayat Abdullah
Gambar 1.Hikayat Abdullah dalam huruf jawi (sumber :
wiki.edunitas.com)
Hikayat Abdullah juga bisa dikatakan sebuah otobiografi. Hal ini
menjadikan hikayat ini istimewa dalam khazanah Sastra Melayu. Karya
sastra ini ditulis pada pertengahan abad ke-19.
Abdullah yang memiliki nama lengkap Abdullah bin Abdulkadir Munsyi
merupakan seseorang dari keluarga terpelajar. Ia adalah seorang dengan
keturunan Arab, dari Yaman. Leluhurnya merupakan guru agama dan
guru bahasa Arab yang menetap di India Selatan, lalu beristrikan seorang
Tamil. Lalu mereka pindah ke Malaka.
Abdullah sendiri lahir dan tinggal di Malaka. Istrinya merupakan seorang
keturunan Tamil. Ayah Abdullah merupakan seorang narasumber
William Marsden, seorang pakar bahasa Melayu dari Britania Raya dan
penulis kitab Sejarah Sumatra ("History of Sumatra") yang masih dirujuk
oleh banyak sejarahwan sampai dengan sekarang.
Abdullah menceritakan banyak hal-hal yang menarik dari paruh pertama
abad ke-19. Seperti mengenai kota Malaka dan Singapura, beberapa
tokoh seperti John Stamford Raffles, Lord Minto, Farquhar dan
Timmerman Thijssen. Selain itu ia banyak sekali menceritakan tentang
kehidupan sehari-hari bangsa Melayu kala itu.
c. Kisah Pelayaran Abdullah ke Mekah
Kisah Pelayaran Abdullah ke Mekah adalah karya terakhir yang ditulis
oleh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Didalam karyanya ini Abdullah
menceritakan pelayarannya dari Singapura sampai ke Jeddah, dan terus
ke Mekkah. Dalam bangun-bangun yang sudah disingkat, kisah ini
diterbitkan dalam majalah Cermin Mata di Singapura tahun 1858-1859,
dalam tiga anggota.
Sudah cukup lama kisah ini tidak diterbitkan dengan lengkap dalam
bahasa Melayu. Versi di majalah Cermin Mata, yang diterbitkan lembaga
misionaris Protestan, hanya mencatat perjalanan Abdullah sampai tepat
sebelum menginjak pantai Jeddah. Klinkert, seseorang sarjana Belanda,
menerbitkan terjemahan Belanda yang semakin lengkap berdasarkan
salinan manuskrip yang diperoleh dari penerbit di Singapura. Dengan
judul Kisah ke Judah pengahabisan dia menerbitkan pula edisi Melayu
pada tahun 1889, namun kali ini didasarkan pada terbitan Cermin Mata.
Pada tahun 1964 edisi suntingan Kassim Ahmad diterbitkan di Kuala
Lumpur. Amin Sweeney menyunting edisi baru lagi dalam Karya
Lengkap Abdullah bin Abdulkadir Munsyi: Jilid 1, yang diterbitkan di
Jakarta tahun 2005.
d. Syair Singapura Terbakar
Syair Singapura Terbakar merupakan syair karangan Abdullah bin
Abdulkadir Munsyi. Pertama kali syair ini diterbitkan sekaligus dalam
huruf Latin dan Jawi pada tahun 1843, sedangkan edisi cetakan batu
diterbitkan pada tahun 1849. Dalam syair ini Abdullah menceritakan
kebakaran dahsyat yang melanda Singapura pada tahun 1830.
Didalam syair ini Abdullah melaporkan peristiwa kebakaran ini dengan
cukup terperinci. Karena menceritakan peristiwa aktual melalui syair ini,
Abdullah juga disebut sebagai wartawan Melayu pertama.
e. Syair Kampung Gelam Terbakar
Syair Kampung Gelam Terbakar merupakan syair karangan Abdullah bin
Abdulkadir Munsyi yang bercerita tentang kebakaran akbar pada tahun
1847 di Kampung Gelam (sekarang Kampong Glam), Singapura. Syair
ini sering dirancukan dengan Syair Singapura Terbakar, sebab sama-
sama membahas tentang kebakaran di Singapura. Edisi cap batu 1847
ketika ini tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden dan
Perpustakaan Nasional Perancis.

4. Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi yang disebut sebagai pelopor sastra
melayu modern.

Dalam pengantar The Autobiography of Munshi Abdullah (1947), William


Girdlestone Shellabear menyebut Abdullah sebagai pelopor kesusastraan Melayu
modern. Dia sekaligus diakui sebagai orang Melayu pertama yang menerbitkan karya
autobiografi berjudul Hikayat Abdullah. Selain peri kehidupan Abdullah sendiri,
autobiografi berjudul yang pertama kali terbit pada 1849 itu juga memotret kondisi
sosial masyarakat Melayu. Menurut Siti Hawa Haji Salleh dalam Malay Literature of
the 19th Century (2010), Abdullah juga semakin kaya wawasan berkat kedekatannya
dengan lingkungan orang-orang Barat. Karya-karya orisinal Abdullah di antaranya
bertema heroisme, fantasi, hingga ada pula yang bersifat faktual tentang eksploitasi dan
feodalisme yang dialami orang-orang Melayu di Semenanjung. Karya-karya Abdullah
itu kemudian diterbitkan dan didistribusikan sebagai buku babon literatur dunia Melayu.
Sumbangan Abdullah Munsyi Amin Sweeney dalam bukunya Karya Lengkap Abdullah
bin Abdul Kadir Munsyi (2005) menyebut ide-ide Abdullah yang tersirat dalam karya-
karya sastranya telah membawa dampak besar bagi historiografi Melayu di masa
kolonial abad ke-19. Hikayat Abdullah, misalnya, menyimpan informasi penting terkait
sejarah pendidikan masyarakat Melayu sebelum kedatangan kolonialis Inggris. Dalam
karyanya, Abdullah Munsyi mencatat bahwa orang-orang Melayu telah mengenyam
pendidikan awal melalui kehadiran sekolah Al-Qur’an sejak abad ke-14. Tak hanya Al-
Qur’an, sekolah ini juga mengajarkan ilmu hadis, tauhid, sejarah Islam, dan fikih
dengan metode tradisional. Sekolah Al-Qur’an eksis di Malaka, Singapura, dan Penang.
Menurut Rosnani Binti Hashim dalam Education Dualism in Malaysia: Implications For
Theory And Practice (1994), sekolah Al-Qur’an mulai berevolusi sejak sejak
pertengahan abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Sistem persekolahannya perlahan
berkembang dari institusi tipe pesantren yang longgar menuju sistem madrasah yang
lebih terstruktur dan formal. Sebagian besar pesantren dan madrasah itu didirikan oleh
ulama, tokoh masyarakat, serta komunitas lokal. Sumbangan intelektual Abdullah
Munsyi lainnya juga dijabarkan oleh Syed Farid Alatas dalam Alternative discourses in
Asian social science: Responses to Eurocentrism (2006). Menurut Alatas, Abdullah
Munsyi adalah orang pertama yang berdiri teguh mengkritik feodalisme dan inferioritas
dalam kehidupan orang Melayu. Kritik itu dapat kita simak misalnya dalam naskah
Kisah Pelayaran Abdullah Bin Abdul Kadir Munsyi dari Singapura ke Kelantan (1838).
Dalam naskah itu, Abdullah Munsyi menulis, “Apabila seorang dagang atau orang putih
(Eropa) yang datang ke negeri itu, maka beratus-ratus orang dan kanak-kanak Melayu
berlari-lari pergi mendapatkan berkerumun kepadanya tindih-menindih. maka masing-
masing meninggalkan pekerjaannya yang patut ia mencari kehidupannya, bukankah itu
kelakuan yang tiada hormat dan kasar?” Selain itu, karya Abdullah Munsyi juga
menjadi diskursus alternatif tentang historiografi Asia Tenggara—khususnya sejarah
Malaka—yang selama ini ditulis oleh sejarawan Barat dan Cina. Jan van der Putten
dalam artikel “Abdullah Munsyi and the Missionaries” yang dimuat jurnal Bijdragen tot
de Taal-, Land- en Volkenkunde (2006) menyebut Abdullah Munsyi kerap mengkritisi
penguasa Melayu yang mengisap rakyat miskin. Dia juga menyebut tabiat itu sebagai
perintang masyarakat Melayu menuju kesejahteraan sosial. Meski tak menyembunyikan
sikap kritisnya terhadap kolonialisme Inggris, Abdullah Munsyi jugalah yang
memperkenalkan pendidikan Barat melalui tulisan-tulisannya. Dengan begitu, dia
mencoba menginspirasi pembacanya untuk berkembang. Di sisi lain, dia juga
mengkritik sekalangan orang Melayu yang memandang kemajuan sebagai sesuatu yang
negatif. Abdullah pun menekankan agar orang-orang Melayu berani melakukan
perubahan dan meninggalkan gaya hidup lama demi kemajuan bangsanya. Selain itu,
Abdullah Munsyi dikenal sebagai pembaru sastra Melayu. Salah satu contoh kebaruan
yang dia bawa adalah kreatifitasnya menyelipkan kata-kata bahasa Inggris dalam karya
sastranya. Misalnya, dalam beberapa bagian Hikayat Abdullah, dia menyisipkan kosa
kata bahasa Inggris, seperti character, engineer, secretaries government, electricity,
arithmetic, dan commission. Hal itu dinilai sebagai caranya merangkul standar Barat
sekaligus menunjukkan orang Melayu pun bisa mencapai standar itu.

SIMPULAN

Abdullah lahir di Kampong Pali, Malaka pada tahun 1797 dengan nama lengkap
Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Ia merupakan seorang keturunan Arab, dari Yaman.
Leluhurnya adalah guru agama dan guru bahasa Arab yang menetap di India Selatan.
Abdullah bersekolah di sekolah Qur’an Kampung Pali (Kampong Pali Koran School).
Ketika dewasi dia bekerja sebagai guru bahasa (munsyi).

Karya karya yang di buat oleh Abdullah diantaranya ; Kisah Pelayaran Abdullah ke
Kelantan, Hikayat Abdullah, Kisah Pelayaran Abdullah ke Mekah, Syair Singapura
Terbakar, Syair Kampung Gelam Terbakar

Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi yang disebut sebagai pelopor sastra melayu modern.
Dalam pengantar The Autobiography of Munshi Abdullah , William Girdlestone
Shellabear menyebut Abdullah sebagai pelopor kesusastraan Melayu modern. Dia
sekaligus diakui sebagai orang Melayu pertama yang menerbitkan karya autobiografi
berjudul Hikayat Abdullah. Selain peri kehidupan Abdullah sendiri, autobiografi
berjudul yang pertama kali terbit pada 1849 itu juga memotret kondisi sosial masyarakat
Melayu.

Menurut Siti Hawa Haji Salleh dalam Malay Literature of the 19th Century , Abdullah
juga semakin kaya wawasan berkat kedekatannya dengan lingkungan orang-orang
Barat. Menurut Alatas, Abdullah Munsyi adalah orang pertama yang berdiri teguh
mengkritik feodalisme dan inferioritas dalam kehidupan orang Melayu. Meski tak
menyembunyikan sikap kritisnya terhadap kolonialisme Inggris, Abdullah Munsyi
jugalah yang memperkenalkan pendidikan Barat melalui tulisan-tulisannya. Abdullah
pun menekankan agar orang-orang Melayu berani melakukan perubahan dan
meninggalkan gaya hidup lama demi kemajuan bangsanya.
DAFTAR PUSTAKA

Hamidy, U.U. 1973. Bahasa Melayu Riau.

Fang, Liaw Yock. 2011. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.

You might also like