Professional Documents
Culture Documents
SELATAN
(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)
OLEH
(1) Ulfah Lakaden, (2) Prof. Dr. La Ode Sidu Marafad, M. S, (3) Drs. La Ode
Balawa , M. Hum
ABSTRAK
Folklore was a national heritage and have values that should be developed
and utilized for the life of the present and the future. Folklore also has played a
role as a vehicle for understanding the inheritance of ideas and values that grow in
the community. Those values can be used as a means to strengthen the personality
and identity of the nation, therefore the author took the title "The Social Value of
Culture in Folklore Society South Wakorumba (Review of Sociology of
Literature)."
The problem in this research is "how social and cultural values in the
folklore of South Wakorumba society". The purpose of this study was to
determine the socio-cultural values in the folklore of South Wakorumba society.
This study included field research with qualitative description method. The data
used in this study are excerpts in the stories of the people who live in a society
that is South Wakorumba folklore Tutulano Sabhabhuno sangia Pure-pure, and
Wambona containing social and cultural values. Sources of data in this study is
that people, especially people Muna South Wakorumba which tells the story of the
people Tutulano Sabhabhuno sangia Pure-pure, and Wambona to the researcher.
The data collection technique used is the technique of recording, observation and
interview techniques. The instrument used in this study is a recorder / mobile
phones, cameras, and notebook. Data analysis technique is done by selection,
transcription, translation, data analysis, and make conclusions and suggestions.
Based on the results of the discussion and analysis of the data concluded
bring socio-cultural values in quotations folklore society Wakorumba South a
value of helping in this regard of mutual cooperation, the value of deliberation,
the value of generous and the value of wisdom are the values that formed in the
past and continue to live and applied to the present. These values are constantly
adapted to the times and continues to grow in South Wakorumba society.
Cerita rakyat merupakan warisan budaya nasional dan mempunyai nilainilai yang patut dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kehidupan masa kini dan
masa yang akan datang. Cerita rakyat juga telah ikut berperan sebagai wahana
pemahaman gagasan dan pewarisan tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat.
Nilai-nilai tersebut dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sarana dalam
memantapkan kepribadian dan jati diri bangsa, oleh karena itu penulis mengambil
judul Nilai Sosial Budaya dalam Cerita Rakyat Masyarakat Wakorumba Selatan
(Tinjauan Sosiologi Sastra).
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah nilai sosial budaya
dalam cerita rakyat masyarakat Wakorumba Selatan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui nilai sosial budaya dalam cerita rakyat masyarakat Wakorumba
Selatan.
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan dengan metode deskripsi
kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kutipan-kutipan dalam
cerita-cerita rakyat yang hidup dalam masyarakat Wakorumba Selatan yaitu cerita
rakyat Tutulano Sabhabhuno Sangia Pure-pure, dan Wambona yang mengandung
nilai sosial budaya. Sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat Muna
khususnya masyarakat Wakorumba Selatan yang menuturkan cerita rakyat
Tutulano Sabhabhuno Sangia Pure-pure, dan Wambona kepada peneliti. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik rekam, teknik observasi dan
teknik wawancara. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
recorder/handphone, kamera, dan buku catatan. Teknik analisis datanya dilakukan
dengan cara seleksi, transkripsi, penerjemahan, analisis data, dan membuat
kesimpulan dan saran.
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data disimpulkan bawa nilai
sosial budaya dalam kutipan-kutipan cerita rakyat masyarakat Wakorumba Selatan
yaitu nilai tolong menolong dalam hal ini gotong royong, nilai musyawarah, nilai
dermawan dan nilai kebijaksanaan merupakan nilai-nilai yang dibentuk pada masa
lampau dan terus hidup dan diterapkan hingga saat ini. Nilai- nilai ini terusmenerus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan terus berkembang dalam
masyarakat Wakorumba Selatan.
Kata kunci ; Cerita Rakyat, Sosiologi, Sastra.
1. Pendahuluan
2.
Sastra daerah
merupakan bagian dari suatu
kebudayaan yang tumbuh dan
berkembang di tengah-tengah
masyarakat. Salah satu upaya
pengembangan
budaya
daerah saat ini ialah dengan
mengekspresikan
cerita
rakyat sebagai budaya daerah
dalam masyarakat itu sendiri.
Eksistensi
cerita
rakyat
merupakan suatu fenomena
budaya
yang
bersifat
universal dalam kehidupan
masyarakat. Sebagai produk
budaya masyarakat, baik
cerita rakyat maupun puisi
dapat dijumpai hampir di
seluruh tempat di dunia.
Cerita rakyat pada umumnya
tercipta sebagai tanggapan
6.
Selanjutnya,
cerita
rakyat
Wambona
mengisahkan
seorang gadis cantik yang bernama
Wambona, banyak lelaki yang ingin
melamarnya, tetapi Wambona selalu
menolak lamaran-lamaran tersebut.
Ayah Wambona akhirnya berinisiatif
untuk mengadakan sayembara untuk
mencarikan jodoh anaknya. Seorang
lelaki
akhirnya
berhasil
memenangkan sayembara tersebut,
namun Wambona menolak untuk
menikah dengan lelaki tersebut
karena disekujur tubuh lelaki itu
dipenuhi oleh kurap. Pada hari
pernikahan, Wambona memilih kabur
dan melompat ke dalam sungai yang
penuh dengan buaya. Sungai yang
dilompati oleh Wambona kini
dinamai sungai Wambona.
7.
Ke dua cerita rakyat
tersebut merupakan sebuah refleksi
sosial budaya yang dapat dikaji. Oleh
karena itu dalam penelitian ini
menggunakan tinjauan sosiologi
sastra dengan asumsi dasar hadirnya
sebuah karya sastra tidak dalam
kekosongan sosial. Sastra sebagai
cermin kehidupan manusia yang
tidak lepas dari akar masyarakatnya.
Sastra merupakan sebuah refleksi
lingkungan sosial budaya yang
merupakan sebuah penjelasan suatu
sejarah dialektik yang dikembangkan
dalam karya sastra. Dalam hal ini,
teks sastra dilihat sebagai sebuah
pantulan zaman karena karya sastra
menjadi saksi zaman. Aspek-aspek
kehidupan sosial budaya akan
memantul penuh ke dalam karya
sastra. Karya sastra memiliki
keterkaitan timbal balik dengan
masyarakatnya
dan
sosiologi
berusaha mencari pertautan antara
sastra dengan kenyataan masyarakat
dalam berbagai dimensi. Aspek
disertai
dengan
gerakan
isyarat atau alat pembantu
pengingat.
10.
Cerita rakyat biasanya
disampaikan secara lisan oleh tukang
cerita yang menghafal alur ceritanya.
Itulah sebabnya cerita rakyat disebut
sastra lisan. Cerita disampaikan oleh
tukang cerita sambil duduk-duduk di
suatu tempat kepada siapa saja, anakanak dan orang dewasa (Djamaris,
1993:6). Sosiologi sebagai suatu
pendekatan terhadap karya sastra
yang masih mempertimbangkan
karya sastra dan segi-segi sosial
(Wellek dan Warren, 1989) Sosiologi
sastra menurut Damono (1979: 2)
merupakan pendekatan terhadap
karya
sastra
yang
mempertimbangkan
segi-segi
kemasyarakatan.
Menurut
Endraswara (2008b: 87-88) sosiologi
sastra adalah penelitian tentang: (a)
studi ilmiah manusia dan masyarakat
secara objektif, (b) studi lembagalembaga sosial lewat sastra dan
sebaliknya, (c) studi proses sosial,
yaitu bagaimana masyarakat bekerja
dan
bagaimana
masyarakat
melangsungkan
kehidupannya.
Pendekatan
sosiologi
sastra
merefleksikan
nilai-nilai
yang
terkandung di dalam karya sastra.
Hal ini berdasarkan pengertian
bahwa karya sastra akan menyajikan
sejumlah nilai yang berkaitan dengan
keadaan masyarakat. Karya sastra
merefleksikan
bahwa
manusia
memiliki kehidupan masa lampau,
sekarang dan masa mendatang.
Cerita
Rakyat
merefleksikan
kehidupan manusia pada masa
lampau yang menyajikan nilai-nilai
yang berkaitan dengan keadaan
masyarakat pada lampau.Karya
sastra merefleksikan proposisi bahwa
Selatan
istilah
tolong
menolong dalam hal gotong
royong sangat populer dan
diistilahkan dengan pokadulu
yang
merupakan
sistem
pengerahan tenaga tambahan
dari luar kalangan keluarga
untuk
saling
mengisi
kekurangan tenaga pada
masa-masa
sibuk dalam
aktivitas bercocok tanam,
membangun
rumah,
membangun sarana umum,
dan
membangun
sarana
ibadah.Pokadulu
bahkan
telah menjadi kebiasaan dan
budaya masyarakat yang
diturunkan dari generasi ke
generasi.
Budaya
pokadulupada
masanya
sangat membantu proses
pembangunan dan dapat
mengeratkan perasaan dan
saling
membutuhkan
di
antara sesama. Suatu aktivitas
yang rumit dan kompleks
menjadi lebih ringan untuk
dilaksanakan, karena adanya
saling membantu melalui
sistem pokadulu. (Hamuni,
dkk, 2012 : 2)
17.
Dalam cerita rakyat
Tutulano Sabhabhuno Purepureterdapat nilai tolong
menolong dalam hal gotong
royong yang dapat dilihat
pada kutipan berikut;
18.
Wakutu Kilambibito
norato the Taranate, Sultan
Babulah
nando
no
popaparisa bhe Portugis.
Akhirino
Kilambibito,
nefetangkamo
lalono
natumulumi Sultan Babullah
rampahano
katulumino
Kilambibitomaitu. Tampano
sabhangkahino,
ambano
kalamo we napakapihiimu
matano
oe.
Meowaamu
seghulu dahu, ane omoramo
kaawu
dahu
anagha
namentoho bhe naeoofa,
bararti naitumo matano oe
kakapihimu.
Dofetingke
kaawu wambano Kilambibito
sabangkahiino ini dokalamo
dokapihi
matano
oe
kapuluughono Kilambibito
nopobhaianda seghulu dahu.
Nompano kaawu dhe kapihi,
ahirino dahu kaowando
nagha
nofentohomu
we
pandano kabhawo, pada aitu
noofamo we tampa anagha.
Dofetingke
kaawu ofano
dahu anagha, sabangkahino
Kilambibito
doaghori
domahiki tampa anagha.
Ghara
nebhisaraghoono
Kilambibito
maitu
nokotughu, we tampa anagha
no
limba
matano
oe
motoindano
sabangkahino
amaitu
dosuli
doforato
Kilambibito masalano oe
kawurando maitu.
24.
Setelah
itu
Kilambibito pun menyuruh
pasukannya untuk mencari
sumber
air. Kilambibito
mengatakan
kepada
pasukannya Pergilah kalian
ke utara mencari mata air,
bawalah seekor anjing, jika
kalian melihat anjing tersebut
berhenti berarti di situlah
mata air berada. Pasukan
Kilambibito pun mencari
sumber mata air yang
dimaksud oleh Kilambibito,
mereka
ditemani
seekor
anjing. Setelah lama mencari,
33.
Berdasarkan kutipan
di atas dapat diketahui bahwa sejak
zaman dahulu para pemimpin selalu
melibatkan masyarakatnya dalam
pengambilan berbagai keputusan
demi mencapai kepentingan bersama.
Kutipan di atas menggambarkan
Kilambibito
sebagai
pemimpin
pasukan,
selalu
melibatkan
pasukannya dalam memutuskan
suatu perkara. Hasil musyawarah ini
memberikan hasil dan membawa
dampak
yang
baik
sehingga
memberikan keuntungan kepada
seluruh anggota yang terlibat dalam
musyawarah tersebut. Pada akhirnya
berdasarkan
hasil
musyawarah
mereka menemukan tempat yang
dijadikan sebagai perkampungan
baru bagi mereka. Tempat itu pula
sangat strategis karena berada di
ketinggian sehingga musuh yang
datang dapat diketahui lebih dulu.
34.
Dalam cerita rakyat
Wambona juga terdapat nilai
musyawarah. Hal ini terdapat
dalam kutipan berikut;
35.
Rampahano
Wambona
miina
bhe
nemasighono
semiemu,
akhirino
Athesangkaburu
noratoemo fekiri so naerabu
kasukara so nae kapihigho
moghane
so
anano.
Kadadhia
aini
do
pobisaranhe
dekhi
bhe
kakutahi
Wambona
sigahaano deghawa kaawu
kafaka,
maka
Atensangkaburu no ghulu we
tehi, patudguno nae tisa kuli
susu we lo tehi.
36.
Karena tidak ada
satu pun laki-laki
yang
berhasil menarik perhatian
putrinya,
maka
Athesangkaburu
pun
mempunyai inisiatif untuk
mengadakan sayembara guna
mencarikan jodoh anaknya.
Hal ini terlebih dahulu
dibicarakan dengan anggota
keluarga yang lain. Setelah
semua anggota keluarga
setuju dengan usulan ini,
maka pada suatu hari
Athesangkaburu menuju ke
laut, tujuannya adalah untuk
menanam kulit kerang di
dasar laut.
37.
Berdasarkan kutipan
di atas kebiasaan musyawarah tidak
hanya dalam lingkungan masyarakat
namun
berlaku
juga
dalam
lingkungan keluarga. kebiasaan ini
dilaksanakan dalam memutuskan
suatu perkara yang berhubungan
dengan masalah kekeluargaan. Untuk
memutuskan anggota keluarga akan
berkumpul guna membicarakan hal
tersebut. Hal-hal tersebut biasa
mengenai perjodohan, pernihkahan,
perceraian dan hal lainnya mengenai
keluarga. Hal ini tercermin dalam
kutipan di atas yang menggambarkan
Athesangkaburu sebagai kepala
kampung yang memiliki kesaktian
dan kekuasaan juga sebagai kepala
keluarga ketika memutuskan sesuatu
ia masih meminta saran dari anggota
keluarga yang lain.
38.
Nilai
musyawarah
yang terdapat dalam ke dua cerita
rakyat ini masih berlangsung sampai
sekarang. Yang membedakannya
pada masyarakat dalam lingungan
masyarakat
adalah
intensitas
pertemuan antar warga. Dalam
masyarakat Wakorumba Selatan
musyawarah atau Dengkoragho
kafaka dilaksanakan sesuai dengan
keadaan. Biasanya musyawarah akan
telah
membantunya
mengusir
Portugis.
44.
Sikap
Dermawan
dalam
masyarakat
Wakorumba Selatan terlihat
dari dan menonjol dalam pola
kehidupan mereka, seperti
ikut memberikan sumbangan
baik dalam bentuk dana
maupun jasa dalam kegiatan
yang diselenggarakan oleh
masyarakat
Wakorumba
Selatan.
Kegiatan
ini
berhubungan
langsung
dengan kepentingan warga
misalnya untuk menyambut
hari kemerdekaan Negara
Republik
Indonesia.Sumbangan
ini
diberikan
oleh
warga
masyarakat secara ikhlas dan
suka rela guna memeriahkan
kegiatan tersebut.
45. Nilai Kebijaksanaan
46.
Kebijaksanaan dapat
berbentuk keputusan yang
dipikirkan
secara
matang.Nilai Nilai bijaksana
dalam hal ini adalah tidak
kaku melaksanakan setiap
ketentuan-ketentuan
yang
berlaku. Nilai kebijaksanaan
dalam
cerita
rakyat
Wambonadapat dilihat pada
kutipan berikut;
47.
Pidamo
kapodhandhiha
Athesangkaburu
bhe
Athengkoburi, Wambona da
moghae bhe Athengkoburi.
48.
Seperti yang telah
dijanjikanya,
akhirnya
Athesangkaburu pun harus
menikahkan anaknya dengan
Athengkoburi
walaupun
anaknya tidak mau.
49.
Kutipan
di
atas
menggambarkan sikap bijaksana yang
dilakukan oleh ayah Wambona yaitu
Athengkoburi dalam menentukan
pasangan
anaknya.Athengkoburimemgumumka
nsayembara
kepada
semua
masyarakat. Setelah semua laki-laki
dalam kampung berbondong-bondong
ingin
memenangkan
sayembaratersebut
lalumenanglahAthengkoburi. Namun
Wambona menolak menikah dengan
Athengkoburi karena sekujur tubuh
Athengkoburi dipenuhi kurap. Sikap
bijaksana Athesangkaburu terlihat
ketika ia tetap menikahkan anaknya
dengan Athengkoburi yang telah
memenangkan sayembara meskipun
Wambona menolak.
50.
Sikap bijaksana dalam
masyarakat Wakorumba Selatan
terlihat dalam menangani suatu
masalah, seperti seorang warga yang
melanggar adat. Kepala desa ketika
akan memutuskan masalah tersebut
setelah menyelediki kasus tersebut
sampai ke akar permasalahannya.
Kepala Desa akan mendatangkan
semua saksi dan tidak terburu-buru
dalam menjatuhkan sangsi kepada
warga yang telah melakukan
pelanggaran adat tersebut. Ia akan
mengumpulkan semua bukti dan
menjatuhkan hukuman kepada warga
yang bersalah. Dalam menjatuhkan
hukuman
kepala
desa
tidak
memandang siapa pun, jika bersalah
tetap akan dihukum.
51.
Cerita
rakyat
merupakan karya sastra sebagai
warisan budaya nasional dan
mempunyai nilai-nilai yang patut
dikembangkan dan dimanfaatkan
untuk kehidupan masa kini dan masa
yang akan datang. Cerita rakyat
61.
Alhamdulillah, puji
syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah Swt atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penyusunan jurnal ini
dapat diselesaikan. penulis ucapkan
terima kasih kepada kedua orang
tuaku Ayahanda Martinus Roldan
Lakaden dan Ibuhanda Wa Ode
Hanafiah yang telah melahirkan,
merawat, mendidik dengan setulus
hati tanpa mengharap budi serta
membuat penulis menjadi sosok yang
kuat dan tegar sehingga mampu
menghadapi berbagai tantangan dan
halangan. Dengan penuh kerendahan
hati dan rasa ikhlas penulis
menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Prof. Dr. La Ode Sidu
Marafad, M.S selaku pembimbing I
dan Drs. La Ode Balawa, M.Hum
selaku pembimbing II atas segala
bantuan, dan masukan yang telah
diberikan
dan
dengan
sabar
memberikan.
62.
Terima Kasih pula
kepada Prof. Dr. Ir. H. Usman
Rianse, M.Si., selaku Rektor
Universiras Halu Oleo, Ibu Dra. Wa
Ode Sitti Hafsah, M.Si selaku Dekan
Fakultas Ilmu Budaya, dan Bapak
Dr. La Ino, S.Pd., M. Hum selaku
Ketua Program Studi Sastra serta
Bapak dan ibu Dosen Fakultas Ilmu
Budaya pada umumnya dan program
studi
sastra
Indonesia
pada
khususnya yang telah banyak
memberikan bekal pengetahuan
penulis
selama
mengikuti
pendidikan.
Ringkas.
Jakarta:
Depdikbud
66. [2] Danandjaja, James. 2007.
Foklor
Indonesia:
Ilmu
Gosip, Dongeng, dan Lain67. lain. Jakarta:
Grafiti.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
82.
83.
84.
85.
Yogyakarta: PT Tiara
Wacana Yogya.
[17] Tumbu, La. 1994.
Nilai-nilai Pendidikan
dalam Cerita Rakyat
Wandiu-diu dan O
Ndoke Bhe Kapoluka
di Daerah Muna.
Kendari: Universitas
Halu Oleo.
[18] Wellek, Rene dan
Weren, Austin. 1989.
Teori
Kesusastraan.
Jakarta: PT. Gramedia
[19] Yaqub, Hamzah.
1983. Etika Islam.
Bandung: Diponegoro
86.
87.
88.
89.
90.