You are on page 1of 16

DOI

Strategi Pembelajaran Bahasa Inggris melalui Collaborative


Writing dan Synchronous Corrective Feedback bagi Guru
SMA/SMK di Surabaya

Irfan Rifai
irfan.rifai@unipasby.ac.id

Nukmatus Syahria
syahria@unipasby.ac.id

Ferra Dian Andanty


ferradian@unipasby.ac.id

Salim Nabhan *
salimnabhan@unipasby.ac.id

Siyaswati
siyaswati@unipasby.ac.id

*Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

Abstract

The strategy of collaborative writing as a means of increasing the success of learning English has been
widely studied. Most of the research on the two strategies aforementioned emphasized more on the
perspective of students and teachers using conventional methods. However, research on how to use
collaborative writing strategies and feedback using Google Docs is least investigated. Therefore, this
article aims to describe the process of implementing English language learning through collaborative
writing training for Senior High School teachers in Surabaya by using Google Docs application. This
training was conducted by English Department of the University of Adi Buana Surabaya in
collaboration with MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Bahasa Inggris or English Teacher
Working Group as a part of community service. It is held online and was attended by 65 participants
for three days. The data were obtained from the survey, language teachers’ reflections, as well as
interview and analysed using content analysis. The results of the data analysis show that in addition to
increasing teacher knowledge about the two learning strategies – collaborative writing and corrective
feedback, the teachers also get hands-on experience applying these learning strategies with the help of
technology applications on Google. Moreover, the collaborative writing and corrective feedback
learning strategy through Google Docs provides new nuances in learning English and help motivates
teachers to write in groups which in turn can increase interest in publication as part of increasing teacher
professionalism.
Keywords: learning strategy, collaborative writing, synchronous corrective feedback, Google Docs.

10 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
Abstrak

Strategi menulis kolaboratif sebagai sarana untuk meningkatkan keberhasilan pembelajaran bahasa
Inggris telah banyak diteliti. Sebagian besar penelitian tentang kedua strategi tersebut di atas lebih
menekankan pada perspektif siswa dan guru dengan menggunakan metode konvensional. Namun,
penelitian tentang bagaimana menggunakan strategi penulisan kolaboratif dan umpan balik
menggunakan Google Docs. masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk
mendeskripsikan proses pelaksanaan pelatihan pembelajaran bahasa Inggris melalui penulisan
kolaboratif untuk guru SMA di Surabaya dengan menggunakan aplikasi Google Docs. Pelatihan ini
diselenggarakan oleh Jurusan Bahasa Inggris Universitas Adi Buana Surabaya bekerja sama dengan
MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Bahasa Inggris sebagai bagian dari pengabdian
masyarakat. Acara yang diadakan secara daring ini diikuti oleh 65 peserta selama tiga hari. Data
diperoleh dari survei, refleksi guru, FGD serta wawancara dan dianalisis menggunakan analisis isi.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa selain meningkatkan pengetahuan guru tentang dua strategi
pembelajaran - menulis kolaboratif dan umpan balik korektif, guru juga mendapatkan pengalaman
langsung dalam menerapkan strategi pembelajaran tersebut dengan bantuan aplikasi teknologi di
Google. Selain itu, strategi pembelajaran menulis kolaboratif dan umpan balik korektif melalui Google
Docs memberikan nuansa baru dalam pembelajaran bahasa Inggris dan membantu memotivasi guru
untuk menulis dalam kelompok yang pada gilirannya dapat meningkatkan minat publikasi sebagai
bagian dari peningkatan profesionalisme guru.

Kata kunci: Strategi pembelajaran, collaborative writing, synchronous corrective feedback, Google
Docs.

I. PENDAHULUAN

Penelitian tentang penggunaan strategi collaborative writing dan corrective feedback dalam
pengajaran Bahasa Inggris baik di tingkat sekolah maupun di tingkat perguruan tinggi sudah banyak
dilakukan. Namun demikian, hasil dari penelitian tersebut menunjukkan hasil yang tidak sama. Di
konteks Indonesia, misalnya, Cemerling (2020) & Murtiningsih (2016) mengungkapkan bahwa
mahasiswa mempunyai pandangan yang positif terhadap pelaksanaan collaborative writing di kelas.
Selaras dengan hasil penelitian Murtiningsih, di China, mahasiswa juga mempunyai sikap dan
pandangan yang positif terhadap penerapan collaborative writing (Chen & Yu, 2019). Mereka
memandang collaborative writing dapat memfasilitasi peningkatan kemampuan menulis Bahasa Inggris
bagi siswa yang terlibat, memberikan dampak baik terhadap berkurangnya stres, sekaligus juga bisa
membangun kebersamaan/jejaring sosial. Selanjutnya menurut para mahasiswa di Arab, collaborative
writing sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis (critical thinking), mampu
mendorong mahasiswa belajar aktif dan inovatif, serta sesuai dengan tradisi belajar di negara Arab
(Deveci, 2018). Salah satu faktor pendukung bahwa collaborative writing bisa mendorong siswa belajar
aktif dan inovatif menurut Alwaleedi, Gillies & Hamid (2018) dikarenakan dalam proses kegiatan
kolaborasi tersebut terdapat negosiasi, klarifikasi, konfirmasi, dan cross checking pemahaman satu
sama lain.

11 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
Dari semua penelitian tentang collaborative writing di atas banyak dilakukan secara
konvensional/luring, tidak banyak penelitian tentang collaborative writing di konteks Bahasa Inggris
sebagai Bahasa Asing yang menggunakan teknologi/platform online. Li (2018) yang menelaah artikel-
artikel tentang computer mediated collaborative writing yang terbit kurun waktu 2008-2017 di jurnal
bergengsi dunia mengungkapkan bahwa mayoritas siswa mempunyai pandangan positif terhadap
penerapan computer mediated collaborative writing di dalam kelas. Dengan penerapan model ini,
banyak manfaat yang didapat siswa di antaranya kemampuan menulis mereka meningkat, keterampilan
komunikasi berkembang, dan motivasi siswa belajar menulis meningkat. Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Selcuk, Jones & Vonkova (2019) menggunakan kombinasi online platform dengan
penunjukan ketua kelompok dalam collaborative writing di konteks pengajaran Bahasa Inggris di Turki
juga menunjukkan hasil yang positif terutama ditandai dengan adanya peningkatan kepercayaan diri
dan motivasi terhadap menulis Bahasa Inggris secara signifikan.

Mengetahui banyaknya dampak positif dari penerapan collaborative writing untuk


meningkatkan keterampilan menulis, keterampilan berkomunikasi, dan meningkatkan motivasi belajar
menulis dan meningkatkan kepercayaan diri dalam belajar Bahasa Inggris terhadap guru dan siswa,
maka dosen Prodi Bahasa Inggris memandang perlu membagikan sharing/pengalaman penggunaan
metode collaborative writing serta synchronous corrective feedback (SCF) melalui Google Docs
kepada guru-guru SMA di Surabaya melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dengan harapan
melalui kegiatan Pengabdian ini bisa membantu meningkatkan kemampuan dan keterampilan menulis
kolaborasi para guru Bahasa Inggris di kota Surabaya. Selain faktor utama tersebut di atas, alasan lain
pemilihan metode collaborative writing serta synchronous corrective feedback (SCF) melalui Google
Docs dalam kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat adalah hasil diskusi intens antara dosen Prodi
Bahasa Inggris Unipa Surabaya dengan pengurus MGMP Bahasa Inggris SMA Surabaya. Dengan kata
lain, pemilihan tema Pengabdian kepada Masyarakat ini merupakan hasil dialog antara dua pihak
dengan berbagai pertimbangan praktis dan teoritis.

II. METODE

Artikel ini merupakan hasil dari Program Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) Program Studi
Pendidikan Bahasa Inggris tahun 2020 bekerja sama dengan MGMP Bahasa Inggris SMA se- Kota
Surabaya. Tujuan dari pengabdian kepada masyarakat ini adalah memberikan penguatan kepada guru-
guru Bahasa yang ada di Surabaya mengenai strategi pembelajaran Bahasa Inggris melalui
collaborative writing dan SCF dengan memanfaatkan Google Docs. sebagai medianya. Alasan utama
kami menggunakan Google Docs. adalah menyesuaikan kondisi dan tren pengajaran pada saat pandemi
COVID-19 yang lebih menggunakan daring dibanding luring. Selain itu, penggunaan Google docs juga
memberikan nuansa yang berbeda jika dibandingkan dengan menggunakan media konvensional.
Dengan memberikan nuansa yang berbeda tersebut diharapkan akan memberikan dampak terhadap
penguatan pengetahuan guru terhadap metode dan penerapan berbagai aplikasi online utamanya
Google Docs. untuk meningkatkan kualitas penulisan guru dan siswa.

Dalam kegiatan PPM ini kami mengundang kurang lebih 80 guru Bahasa Inggris dari
SMA/SMK se- kota Surabaya untuk berpartisipasi. Namun dalam pelaksanaannya hanya sekitar 65 guru
yang ikut serta dalam kegiatan PPM ini. Sebelum pelaksanaan kegiatan PPM, kami mengadakan survei

12 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
sederhana melalui aplikasi survei monkey untuk mengetahui pemahaman guru terhadap konsep dan
pelaksanaan collaborative writing dan corrective feedback dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Ada 10
pertanyaan umum yang kami gunakan dalam survei tersebut, misalnya pertanyaan mengenai apakah
guru-guru terbiasa memanfaatkan strategi collaborative writing dan corrective feedback dalam
pengajaran bahasa Inggris. Pertanyaan selanjutnya mengenai apakah strategi tersebut berdampak
terhadap perubahan hasil belajar Bahasa Inggris, jika berdampak, bagaimana dampaknya dan
bagaimana mereka (guru) menggunakan strategi tersebut dalam kegiatan di kelas.

Selain survei, kami juga mengadakan pelatihan penggunaan Google docs yang pelaksanaannya
kami rekam dan kemudian di akhir pelatihan kami melaksanakan sesi tanya jawab dan kami juga
menginstruksikan kepada para guru untuk menuliskan refleksi mereka terhadap kegiatan pelatihan ini
di Google Docs. Data yang didapatkan dari berbagai metode tersebut di atas di analisis dengan
menggunakan analisis isi (content analysis). Menurut Ary et al. (2012) data berupa public record, buku
teks, surat-surat, film, tapes, diari, tema-tema, laporan, atau semua dokumen dan data bisa dianalisis
dengan content analysis. Sedangkan untuk tahapan dalam content analysis, Erlingsson & Brysiewicz
(2017) mengidentifikasi paling tidak ada 5 tahapan dalam content analysis yaitu, membaca dengan
cermat hasil transkripsi data wawancara. Membaca secara cermat dalam hal ini bertujuan mendapatkan
pemahaman yang mendalam terhadap apa yang partisipan sebenarnya ucapkan dan katakan. Dalam
proses ini sekaligus juga membantu peneliti mendapatkan ide-ide perihal apa yang sebenarnya
partisipan ungkapkan. Tahapan kedua adalah kondensasi data. Setelah proses pemahaman data melalui
membaca berulang-ulang hasil transkripsi data, peneliti mulai membagi hasil transkripsi data tersebut
ke dalam bagian-bagian kecil dan kemudian memberikan kode-kode pada bagian data yang relevan dan
menarik. Setelah proses coding/ memberikan kode pada bagian-bagian yang dianggap relevan dan
menarik, kemudian peneliti mengkategorikan data sekaligus memberikan tema-tema dari hasil coding
tersebut.

Mengikuti tahapan data analisis dalam content analysis, yang pertama kami lakukan adalah
mendapatkan pemahaman apa yang sebenarnya partisipan alami dan rasakan melalui wawancara
singkat, observasi melalui daring, dan refleksi dari hasil tulisan kolaborasi mereka. Dengan cara ini,
kami bisa mendapatkan gambaran ide-ide yang kemudian kami kelompokkan ke dalam tema-tema
sesuai dengan pemahaman kami. Dalam hal ini kami tidak mengikuti tahapan-tahapan secara mutlak
seperti apa yang ada dalam content analysis, tetapi kami menggabungkan beberapa tahapan sekaligus.
Alasan utama kami mengelaborasi beberapa tahapan sekaligus adalah karena pengalamn kami dalam
penggunaan tahapan-tahapan content analysis dalam analisis data.

III. PELAKSANAAN DAN HASIL KEGIATAN PPM

Dalam artikel ini paling tidak ada dua hal yang akan kami deskripsikan mengenai pelaksanaan
kegiatan PPM dengan fokus kepada penerapan collaborative writing melalui pemanfaatan Google
Docs. Bagian pertama mengenai pelaksanaan kegiatan PPM yang secara spesifik menggambarkan
alasan utama penggunaan aplikasi Google Docs dalam praktik collaborative writing. Di bagian pertama
ini kami juga akan membahas mengenai alasan kami menggunakan Google Docs. Di bagian kedua,
kami akan mendeskripsikan proses pelaksanaan pelatihan di antaranya tahapan-tahapan dalam membuat

13 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
Google Docs dan praktek penggunaan Google Docs serta manfaat memberikan umpan balik
(synchronous corrective feedback) terhadap kegiatan collaborative writing.

3.1 Rationale Penggunaan Google Docs dalam Praktik Collaborative Writing

Ada tiga hal yang melatarbelakangi kami menggunakan Google Docs sebagai sarana dalam
memberikan pelatihan penerapan strategi collaborative writing bagi guru-guru Bahasa Inggris SMA di
Surabaya. Hal yang paling mendasar kami menggunakan Google Docs adalah pertimbangan ekonomi
kemudian faktor kepraktisan dan kemudian faktor manfaat.

a. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor yang paling utama dalam pemanfaatan teknologi dalam kegiatan
pembelajaran Bahasa Inggris. Dalam hal ini pertimbangan utama kami memilih Google Docs adalah
karena fitur ini tidak berbayar dan tidak perlu diunduh. Google Docs sebagai web gratis akan
memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memanfaatkan semua fitur yang ada tanpa kekhawatiran
akan biaya yang akan muncul. Selain itu, Google Docs juga mudah digunakan dan risiko akan
kehilangan data bisa dihindari. Apalagi dengan kondisi saat ini yang sedang dalam pandemi COVID-
19 keterbatasan akan mobilitas orang untuk bekerja dan semua aktivitas dilakukan secara daring, faktor
ekonomi menjadi pertimbangan yang paling utama.

b. Faktor Kepraktisan
Selain pertimbangan ekonomi, penggunaan Google Docs juga sangat praktis dan membantu
pengguna dalam mengaksesnya. Kemudahan akses atau dengan kata lain alasan kepraktisan ini juga
menjadi latar belakang kami memilih aplikasi ini dalam berbagi pengalaman dan pengetahuan
collaborative writing. Praktis dalam hal ini tidak hanya kemudahan akses, tetapi juga tidak memerlukan
peralatan tambahan elektronik khusus selain alat elektronik yang disyaratkan semisal telepon seluler
atau laptop/desktop. Selain itu, hampir semua siswa dan guru terbiasa dengan penggunaan telepon
seluler dan laptop dalam pembelajaran mereka.

c. Faktor Manfaat
Google Docs melalui fitur yang ada di dalamnya memungkinkan pengguna untuk mengolah,
menyimpan, membuat, mengedit dokumen secara daring. Dengan fitur yang tersedia ini bisa
memfasilitasi pengguna dalam hal saling tukar ide, gagasan, dan pendapat mengenai sesuatu yang
menjadi topik pembahasan. Ketika fitur ini dimanfaatkan untuk pelaksanaan penerapan collaborative
writing, maka aplikasi ini akan sangat cocok dengan konsep collaborative writing itu sendiri. Menurut
Howard (2001:54), menulis kolaboratif adalah tugas di mana siswa bekerja sama dari awal hingga akhir
untuk menghasilkan sebuah artikel secara berkelompok. Dari definisi ini secara eksplisit dinyatakan
bahwa bekerja bersama adalah kata kunci dari kolaborasi. Google Docs menyediakan sarana untuk
bekerja sama untuk memproduksi sebuah karya dari hasil diskusi kelompok sehingga linear dengan
konsep dari kolaborasi.

3.2. Proses pelaksanaan pelatihan praktik collaborative writing

14 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
Ada tiga hal yang akan kami ilustrasikan dalam pelaksanaan pelatihan praktik collaborative
writing , tahapan pembuatan google docs, proses pelatihan praktik itu sendiri, dan manfaat corrective
feedback (umpan balik) bagi siswa.

3.2.1. Tahapan dalam membuat Google Docs

Dalam pelaksanaannya, collaborative writing dipahami sebagai menulis kolaborasi, yaitu


masing-masing peserta berkontribusi memberikan bantuan ide/gagasan/perbaikan untuk menghasilkan
satu/dua produk menulis. Selaras dengan pemahaman peserta, Schultz (1997) mengungkapkan bahwa
collaborative writing lebih kepada kerja bersama untuk menghasilkan suatu produk tulisan, bukan
sebagai kegiatan menyalin hasil tulisan bersama untuk menghasilkan sebuah tulisan yang baru. Guru
yang bekerja secara kolaboratif dalam sebuah komunitas memberikan manfaat untuk mengubah
keyakinan dan praktek yang berkaitan dengan pengembangan profesional mereka (Prenger, et al., 2018;
Tam, 2014). Guru-guru ini menunjukkan tanggapan positif tentang kepuasan, pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mereka terhadap praktik pengembangan profesional mereka.

Google Docs adalah layanan pengolah kata yang merupakan bagian dari serangkaian perangkat
office suite berbasis web gratis milik Google yang meluncur sejak 2006. Google Docs mempunyai
berbagai macam fitur yang bervariasi seperti dokumen penulisan, presentasi, formulir, dan
penyimpanan data. Keunggulan lainnya yakni semua fitur dalam Google Docs tersebut memunginkan
penggunanya berkolaborasi bersama orang lain secara langsung walaupun penggunanya berada di
tempat yang berbeda.

Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam membuat Google Docs melalui computer
seperti yang dikemukakan dibawah ini;

1. Para pengguna wajib mempunyai akun di Google. Setelah mendapatkan akun, pengguna dapat masuk
dengan mengguna user name dan kata sandi yang telah dibuat,

2. Klik tombol “Blank” + untuk membuat dokumen baru. Tombol ini berada di pojok kiri atas halaman
dan pengguna dapat mengubah dokumen kosong sesuai keinginan.

15 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
3. Klik Untitled document untuk mengubah nama berkas. Dokumen baru pengguna secara otomatis
bernama "Untitled document". Untuk mengubah judul, pengguna dapat menekan tombol Del untuk
menghapus teks, kemudian mengetikkan nama baru. Tekan tombol ↵ Enter atau ⏎ Return untuk
menyimpan perubahan.

4. Bagikan dokumen. Jika Anda ingin menjadikan dokumen sebagai dokumen yang akan dikerjakan
secara kolaboratif dengan para sejawat atau siswa, Anda bisa membagikannya dengan para pengguna
tersebut dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini:

● Tekan tombol “Share” berwarna biru di pojok kanan atas halaman.


● Masukkan alamat email orang-orang yang ingin Anda ajak berbagi dokumen.
● Tekan ikon pensil di sisi kanan kotak "People" untuk melihat daftar izin (“Can view” jika
pengguna hanya bisa melihat dokumen, “Can edit” agar pengguna dapat menyunting dokumen, dan
“Can comment” jika pengguna diizinkan untuk mengunggah komentar).
● Tekan “Advanced” di pojok kanan bawah jendela “Sharing” untuk melihat opsi tambahan dan
buat perubahan seperlunya.
● Tekan “Send” untuk mengirimkan tautan ke dokumen.

Dokumen ini dapat digunakan sebagai media untuk menulis bersama secara langsung di waktu
yang sama (real time) walaupun pengguna berada di tempat yang berbeda. Para pengguna dapat
mengubah dan mengedit tulisan melalui Google Docs ini dan Google Docs akan secara otomatis
menyimpan hasil tulisan, sehingga di kemudian hari para pengguna dapat meneruskan hasil tulisannya
kembali.

16 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
5. Tutup dokumen jika telah selesai.

(dikutip dari artikel Levine, Nicole. retrieved from https://id.wikihow.com/membuat-google-doc.


20/11/2020)

3.2.2. Proses pelatihan praktik collaborative writing

Workshop collaborative writing yang diadakan oleh para dosen Bahasa Inggris Universitas
PGRI Adi Buana bertujuan untuk mengedukasi para pendidik dalam memanfaatkan Google Docs
sebagai sarana untuk menulis secara kolaborasi bersama para siswa, akademisi maupun rekan sejawat.
Kolaborasi memiliki beberapa macam jenis, yaitu: guru dan guru (Keffer, Wood, Carr, Mattison, &
Lanier, 1998; Mohr, Rogers, Nocera, MacLean, & Clawson, 2004; Ritchie & Wilson, 2000); akademisi
dan guru (Allen & Shockley, 1998; Kapunscinski, 1997; Rust & Meyers, 2003; Wells, 2001); seluruh
tim praktisi sekolah (Clayton Research Review Team, 2001; Senese, 2001); dan kolaborasi praktisi
komunitas (Cochran-Smith & Lytle, 2009). Menjadi bagian dalam sebuah kolaborasi penelitian
memberikan dampak yang sangat besar pada proses pembelajaran profesional guru (Dalby& Swan,
2019). Pendekatan kolaboratif telah menunjukkan harapan besar untuk menjembatani "jurang pemisah"
antara akademisi dan guru, antara universitas dan sekolah, antara guru dan siswa serta teori dan praktik.
Seperti yang ditegaskan Olson (1997), kolaborasi sejati melibatkan percakapan, akademisi dan guru
mendengarkan satu sama lain bahkan ketika mereka memiliki pendapat yang bertentangan.

Meningkatnya minat dan popularitas kolaborasi antar kelompok guru telah mengundang para
peneliti untuk melakukan studi lebih lanjut. Studi empiris menunjukkan bahwa karya kolaboratif
memberdayakan pengalaman belajar para guru untuk meningkatkan pengembangan profesionalisme
dan praktik pengajaran mereka. Cheng & Pan (2019) menyelidiki interaksi para guru Bahasa Inggris

17 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
yang bergabung dalam sebuah komunitas. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa para anggota
menunjukkan identitasnya sendiri dengan melakukan peran yang berbeda di masyarakat selama
interaksi proses pembelajaran. Short et al. (2012) melaporkan kolaborasi antar guru selama beberapa
tahun di dua distrik kota yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di bawah pengawasan
pelatih pengembangan profesional, para guru mengembangkan proyek kurikulum lintas distrik yang
inovatif untuk Pembelajar Bahasa Inggris (ELL) dan menawarkan proses desain sebagai model bagi
para guru Bahasa Inggris.

Dalam konteks yang berbeda, Verplaetse et al. (2012) mengungkapkan keterlibatan guru
(Teaching English Second Language/ TESOL) dalam program magister yang didanai oleh Pemerintah
Amerika. Melalui serangkaian upaya kolaboratif di bawah pelatihan yang diadakan oleh Program
Pelatihan untuk Semua Guru (TAT) Southern Connecticut State University, para guru ini diharapkan
dapat menjadi ahli di sekolah mereka sendiri dan memimpin dalam persiapan para guru bahasa Inggris
mengajar Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (English as a Second Language) di seluruh wilayah
mereka.

Merujuk dari studi-studi tentang pentingnya kolaborasi dalam meningkatkan profesionalisme


pendidik, maka dipandang sangat perlu untuk melakukan serangkaian pelatihan bagi para pendidik agar
mereka dapat menerapkan kolaborasi dalam kegiatan pengajaran dan peningkatan profesionalisme
mereka. Google Docs dapat menjadi salah satu sarana yang bisa mewadahi kolaborasi menulis bagi
para pendidik.

Pelatihan ini dilaksanakan selama tiga kali pertemuan. Dalam pertemuan pertama, para guru
diberikan wacana atau teori-teori tentang bagaimana menggunakan Google Docs, menulis bersama dan
mengedit tulisan dengan menggunakan Google Docs, serta mengirimkan dan menyimpan file melalui
Google Docs. Pada pertemuan kedua peserta diajarkan tentang bagaimana memberikan umpan balik
terhadap siswa dengan menggunakan Google Docs dan pada pertemuan ketiga peserta diajak untuk
praktek langsung menggunakan Google Docs dan tanya jawab tentang kendala-kendala yang dihadapi
dalam menggunakan Google Docs serta kendala dalam mengajar secara online. Pada pertemuan ketiga,
para peserta pelatihan juga diberikan tips-tips tentang bagaimana menulis sebuah artikel dan
mempublikasikan di jurnal-jurnal terakreditasi dan jurnal internasional. Melalui pelatihan ini para
peserta ditugaskan membuat refleksi tentang pelatihan yang telah dilaksanakan dan dikumpulkan di
akhir pelatihan yang dituliskan melalui Google Docs. Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan
minat para peserta untuk menulis secara berkolaborasi dan mempublikasikan hasil tulisannya sebagai
bentuk dari umpan balik pelatihan yang telah dilakukan.

Para peserta pelatihan sangat antusias dalam mengikuti pelatihan ini. Salah satu faktor yang
membuat peserta antusias adalah adanya kesesuaian antara praktik/materi pelatihan dengan harapan
peserta seperti ilustrasi yang ada dalam figur 3.1.

18 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
Figur 3.1 hasil survei pendapat peserta terhadap pelaksanaan pelatihan

Kemudian ketika diberi pertanyaan lanjutan mengenai alasan kesesuaian pelatihan dengan
harapan peserta, sebagian besar peserta menjawab bahwa pelatihan dapat meningkatkan kualitas
pendidik sekaligus juga meningkatkan kemampuan mempersiapkan materi pembelajaran seperti yang
digambarkan dalam figur 3.2.

Figur 3.2

Selain itu, melalui wawancara acak secara daring, peserta juga menunjukkan sikap yang positif
terhadap pelaksanaan pelatihan. Sebagian besar peserta merespons pelatihan yang diberikan sangat
membantu memfasilitasi peserta menjadi pendidik yang lebih profesional terutama yang berkaitan
dengan profesionalisme pedagogi yaitu kemampuan menggunakan teknologi dalam pembelajaran
seperti yang dikatakan oleh beberapa responden di bawah ini.

19 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
“Kami sangat mengharapkan Bimtek dengan materi-materi yang akan sangat mendukung
peningkatan pengajaran via daring kami sebagai guru SMA agar lebih sering diadakan oleh
UNIPA SBY, sehingga kami akan bisa terus belajar dari materi yg dishare oleh Bapak dan Ibu
Dosen UNIPA SBY. (Peserta 3)

“Sangat membantu dalam pengembangan pengajaran secara daring, hanya saja pelatihan
khusus secara daring bisa lebih diperpanjang waktunya karena kami terkadang masih bingung
dalam mengaplikasikan teori-teori yang sudah diberikan. (Peserta 5)

“Terima kasih untuk materi yang disampaikan. Materi-materi tersebut sangat bermanfaat
selain sebagai sarana mengajar via daring di era pandemi ini, juga bermanfaat untuk
peningkatan profesionalisme kami melalui menulis secara berkolaborasi. Kedepannya , kami
ingin mengikuti pelatihan menulis artikel yang layak dipublikasikan secara nasional dan
internasional .(Peserta 40)

Namun demikian, selain manfaat pelatihan bagi pengetahuan dan profesionalisme peserta/guru,
mereka mengatakan bahwa kesempatan praktik dalam pelatihan tersebut sangat terbatas sehingga
peserta tidak sepenuhnya mendapatkan pemahaman yang baik, terutama kendala-kendala yang
mungkin muncul ketika peserta menerapkan metode yang sama di dalam kelas mereka. Hal ini bisa
dilihat dari jawaban peserta ketika diwawancarai.

“Semoga bisa lebih detail dalam memberikan materi dan menjawab pertanyaan- pertanyaan
terutama materi tentang prosedur –prosedur dalam memasukkan text, gambar atau video
secara rinci dan diberi contoh konkret. (Peserta 16)

Sebaiknya setiap peserta diberi waktu lebih untuk mencoba dan untuk praktek langsung
platform yang sudah dijelaskan sehingga tiap peserta bisa lebih paham. (Peserta 33).

Selain proses pelaksanaan pelatihan penggunaan platform Google docs. peserta juga diberi pelatihan
perihal collaborative writing melalui platform tersebut. Menurut peserta praktik collaborative writing
melalui platform Google docs. sangat membantu mereka dalam sharing ide, gagasan dan pemikiran
terhadap suatu isu secara real time/ langsung.

“Pelatihan ini (collaborative writing melalui Google Docs.) sangat efektif dalam membantu
sharing ide dalam menulis secara langsung. Jadi kami bisa langsung meng-edit, menambahi
dan mungkin memberi saran kepada yang lain.” (Peserta 20).

“Saya sangat senang dengan model pelatihan menulis kolaborasi ini. Saya bisa langsung
mengetahui jika ada yang menambahkan tulisan. Saya juga bisa langsung meng-edit tulisan
dari teman saya jika saya rasa ada yang kurang pas. Selain itu saya juga bisa memberi warna
pada tulisan jika itu kurang jelas menurut saya.” (Peserta 54).

20 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
Namun demikian, ada keterbatasan dari penggunaan collaborative writing melalui Google
Docs. terutama mengenai aspek ‘diskusi’ yang biasanya sering dilakukan ketika mereka menulis secara
langsung tanpa ada perantara media menulis. Dalam hal ini, peserta tidak terbiasa dengan bertukar ide,
gagasan, dan pemikiran melalui tulisan. Peserta lebih nyaman ketika mereka berdiskusi secara langsung
sebelum mereka mulai menulis bersama. Dengan kata lain, collaborative writing melalui Google Docs.
belum menjadi sarana menulis bersama yang sesuai dengan kondisi budaya peserta.

“Bagaimana ya, kalau menurut saya, bagus sih strategi menulis kolaborasi melalui Google
Docs. Tetapi ya itu, kadang kita kurang terbiasa. Kami ini kan terbiasa dengan berdiskusi dulu
sebelum memulai menulis. jadi kami sepakati dulu apa yang mau ditulis dan apa saja
yang harus dimasukkan dalam tulisan tersebut. Ketika harus langsung berkolaborasi
menulis, menambahi dan mengedit tulisan, kami jadi makin bingung. Sehingga
tulisannya terkesan tidak karuan”(Peserta 49)

Selain kurang terbiasa dengan platform yang berbeda, kemungkinan besar peserta juga kurang
percaya diri dalam menginisiasi menulis secara berkolaborasi (collaborative writing). Hal ini
kemungkinan besar dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka dalam menulis suatu genre tertentu
termasuk menulis sebuah artikel yang baik dan layak untuk dipublikasikan.

“Sebenarnya bukan masalah biasa atau tidak biasa (menulis kolaborasi melalui Google
Docs), tetapi saya pribadi merasa bahwa menulis kolaborasi yang secara langsung dibaca oleh
teman sejawat itu perlu kepercayaan diri dan saya tipikal orang yang kurang percaya
diri. apalagi harus menulis artikel ..waaah saya malu. Saya kurang paham soalnya.
(Peserta 16).

Respons dari peserta ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh MacLeod, Steckley &
Murray(2012) yang mengatakan bahwa tantangan terbesar dalam menulis adalah publikasi dan
manajemen waktu dan menulis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor kecemasan, seperti
ketidaksiapan menghadapi kritikan dari reviewer atau sejawat, banyaknya tugas-tugas di sekolah dan
pekerjaan di rumah yang menghambat imajinasi ataupun keinginan untuk menulis, serta kurangnya
pengetahuan dan praktik menulis dalam sebuah komunitas belajar.

3.3.3. Manfaat Corrective Feedback (Umpan Balik) bagi Siswa

Google Docs adalah perangkat lunak yang memiliki beberapa manfaat untuk pengolah data.
Hal ini memberikan kemungkinan untuk melakukan eksperimen yang lebih besar karena mudah untuk
ditulis ulang dan memungkinkan untuk diskusi tentang penggunaan bahasa karena outputnya permanen
dan statis. Saat digunakan dengan Google Drive, Google Docs jadi lebih mudah untuk dibagikan dan
Google Drive juga memberikan akses ke dokumen yang dapat diedit oleh beberapa penulis sekaligus.
Selain peluang menulis secara kolaboratif, guru ataupun pengguna lain juga dapat memantau proses

21 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
menulis siswa secara langsung. Para guru juga dapat meninggalkan komentar/ mengoreksi hasil tulisan
siswa secara langsung (corrective feedback). Untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi, para guru
bisa menggabungkan Google Docs dengan Whatsapp, Google Meet, BBB ataupun Zoom. Shintani&
Aubrey (2016) menjelaskan program seperti Google Docs sebagai perangkat lunak pengeditan simultan
online. Program semacam ini adalah alat yang relatif baru bagi para guru bahasa yang menawarkan
peluang baru dalam pembelajaran yang dimediasi oleh komputer melalui umpan balik korektif sinkron
(Synchronous Corrective Feedback) dan negosiasi makna yang merupakan aspek kunci dari penulisan
kolaboratif.

Para siswa merasakan manfaat menggunakan Google Docs dan kebanyakan dari mereka suka
menggunakannya. Kim (2010) menunjukkan bahwa siswa yang menerima Synchronous Corrective
Feedback selama diberikan tugas menulis memberikan kesan positif ketika menggunakan perangkat
lunak pengeditan simultan online di Google Docs. Aubrey (2014) mendukung temuan diatas dengan
menunjukkan bahwa siswa menanggapi dengan baik umpan balik dari guru untuk membuat revisi yang
akurat. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam tugas
kolaboratif sambil menanggapi Synchronous Corrective Feedback (SCF) dari guru.

Beberapa manfaat lain dalam penggunaan SCF dalam kaitannya dengan proses penulisan
ialah dapat membantu memperhatikan, memperbaiki dan mengarah pada peningkatan pengetahuan
(William, 2012). Gholami& Talebi (2012) berpendapat bahwa SCF membantu pemetaan fungsi kalimat
karena memberikan informasi yang diperlukan tentang kosakata yang sebaiknya digunakan ketika siswa
fokus terhadap arti kalimat. Shintani (2015) menambahkan, bahwa dibandingkan dengan Asynchronous
Corrective Feedback (ACF), SCF memiliki keunggulan dalam menyediakan konteks kosakata bahasa.
Hal ini juga dapat membantu menghasilkan kualitas tulisan yang lebih baik serta memungkinkan guru
untuk memantau perkembangan menulis siswa selama produksi teks. Shintani & Aubrey (2016)
menemukan bahwa SCF yang disampaikan menggunakan program pengeditan online meningkatkan
akurasi dalam tugas menulis serupa di masa mendatang, membantu pelajar secara signifikan dalam
mengembangkan pengetahuan eksplisit dan juga memiliki efek yang lebih tahan lama daripada ACF.
Hal ini dikaitkan dengan fakta bahwa SCF memberikan kesempatan untuk meningkatkan akurasi dalam
proses menyusun teks siswa serta memungkinkan siswa untuk memanfaatkannya selama perencanaan
dan penerjemahan. Hal ini tidak mungkin dilakukan dengan ACF. Studi menunjukkan bahwa seorang
siswa yang menerima ACF dari gurunya kesulitan untuk meneruskan serta memonitor hasil tulisannya,
berbeda dengan siswa yang menerima SCF yang memiliki lebih banyak kesempatan untuk menyusun
kalimat yang benar saat mereka menyelesaikan tugas menulis serta mengkoreksinya dan mereka juga
secara langsung dapat menerima umpan balik dari para guru (Brodahl&Hansen, 2011). Kedepannya,
para siswa ini dapat melanjutkan kembali tulisannya dan memperbaiki kualitas tulisannya sesuai dengan
umpan balik yang didapat dari guru dan mereka juga punya lebih banyak waktu untuk mengerjakannya
kapan saja dan di mana saja.

Berkaitan dengan manfaat yang disediakan SCF bagi para siswa, maka para guru hendaknya dapat
mengimplementasikan SCF terhadap pengajaran Bahasa Inggris terutama pada pelajaran Writing, agar
para siswa dapat memetik manfaatnya dan meningkatkan kemampuan menulis mereka.

22 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
D. Kesimpulan

Google Docs sangat bermanfaat diterapkan pada model pembelajaran daring di era pandemi
saat ini. Proses pembuatan dan pengiriman dokumen yang tadinya terhambat jarak dan waktu, sekarang
sudah bisa dilakukan dengan cepat melalui layanan yang disediakan. Kebanyakan dari fitur di Google
Docs memungkinkan para pengguna untuk bertemu secara langsung (real time) dan menuangkan ide-
ide melalui media menulis bersama. Jika para pengguna sudah mengetahui bagaimana cara
menggunakan Google Docs. dengan baik, para pengguna akan dapat merasakan manfaat dari Google
Docs ini untuk membantu proses kelancaran dalam pekerjaan, terutama dalam menulis berkolaborasi.
Selain efisien, Google Docs. juga sangat ekonomis karena fitur ini tidak berbayar dan dapat digunakan
oleh semua usia. Resiko kehilangan dokumen juga dapat diminimalisir dengan penggunaan Google
Docs ini. Google Docs. memberikan kesempatan serta menyediakan media yang lebih baik bagi semua
kalangan tidak hanya para akademisi, untuk dapat berkolaborasi dalam sebuah tulisan yang nantinya
mungkin dapat meningkatkan minat untuk publikasi artikel hasil dari berkolaborasi agar ide atau
gagasan kita dapat dikenal banyak khalayak serta dapat menginspirasi. Kelompok belajar atau peer
exchange yang didukung dengan tujuan melakukan penelitian bersama atau bertukar pengalaman
penelitian dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan pengembangan profesional guru.

References

Allen, J., & Shockley, B. B.(1998). Potential engagements: Dialogue among school and university
research communities. In B. S. Bisplinghoff & J. Al-len (Eds.), Engaging teachers: Creating
teaching/researching relationships (pp. 61-71). Portsmouth, NH: Heinemann.

Alwaleedi, M., A.; Gillies, R., M. & Hamid, O. (2018). Collaborative writing in Arabic as a second
language (ASL) classroom: a mixed-method study. Language, Culture and Curriculum. DOI:
10.1080/07908318.2018.1521422

Ary, D., Jacobs, L. C., & Sorensen, C. K. (2010). Introduction to Research in Education. United States:
Wadsworth, Cengage Learning.

Brodahl, C., Hadjerrouit, S., & Hansen, N. (2011). Collaborative writing with web 2.0 technologies:
Education students’ perceptions. Journal of Information Technology Education, 3(10), 73-103.

Camerling, B., C., F. (2020). The implementation of collaborative writing in improving students writing
skill at 11th grade of science class at SMA Pertiwi Ambon. Tahuri. Vol 17(1).

Chen, W. & Yu, S. (2019). Implementing collaborative writing in teacher-centered classroom contexts:
student belief and perceptions. Language Awareness. DOI: 10.1080/09658416.2019.1675680

Cheng, Xiao & Pan, Xunyi. 2019. English language teacher learning in professional learning
communities: a case study of a Chinese secondary school. Professional Development in Education.
https://doi.org/10.1080/19415257.2019.1579109

Clayton (Missouri) Research Review Team: Beck, C., Dupont, L, Geismar-Ryan, L, Henke, L, Pierce,
K. M., & Von Hatten, C. (2001). Who owns the story? Ethical issues in the conduct of practitioner
research. In J. Zeni (Ed.), Ethical issues in practitioner research (pp. 45-58). New York: Teachers
College Press.

23 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
Cochran-Smith, M., & Lytle, S. L. (2009). Inquiry as stance: Practitioner research for the next
generation. New York: Teachers College Press

Dalby, D & Swan, M. (2019). Using digital technology to enhance formative assessment in
Mathematic’s classroom. British Journal of Educational Technology, 50,832-845.
Doi:10.1111/bjet.2019.50.issue-2.

Deveci, T. (2018). Student perceptions on collaborative writing in a project-based course. Universal


Journal of Educational Research. Vol 6(4), 721-732.

Erlingsson, C., & Brysiewicz, P. (2017). A hands-on guide to content analysis. African Journal of
Emergenct Medecine. 7 (2017), 93-99.

Gholami, J., & Talebi, Z. (2012). The effects of implicit and explicit feedback on EFL
learners’grammatical accuracy: The case of regular past tense in English. International Journal of
Physical and Social Sciences, 2(6), 39-62.

Howard, R. M. (2001). Collaborative pedagogy. In G. Tate, A. Rupiper, & K. Schick (Eds.). A guide to
composition pedagogies(pp. 54-70). Oxford: Oxford University Press.

J. Williams. (2012) The potential role(s) of writing in second language development. Journal of Second
Language Writing, 21, pp. 321–331.

Kapuscinski, P. (1997). The collaborative lens: A new look at an old research study. In H. Christiansen,
L. Goulet, C. Krentz, & H. Maeers (Eds.), Recreating relationships: Collaboration and educational
reform (pp. 3-12). Albany, NY: State University of New York Press.

Keffer, A., Wood, D., Carr, S., Mattison, L., & Lanier, B. (1998). Ownership and the well-planned
study. In B. S. Bisplinghoff & J. Allen (Eds.), Engaging teachers: Creating teaching/researching
relationships (pp. 27-34). Ports-mouth, NH: Heinemann.

Levine, Nicole. Retrieved from https://id.wikihow.com/Membuat-Google-Doc. 20/11/2020

Li, M. (2018). Computer-mediated collaborative writing in L2 contexts: an analysis of empirical


research. Computer Assisted Language Learning. DOI: 10.1080/09588221.2018.1465981

M. H. Long. (2007). Problems in SLA. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.

N. Shintani, N, and S. Aubrey. (2016). The Effectiveness of Synchronous and Asynchronous


Written Corrective Feedback on Grammatical Accuracy in a Computer-Mediated Environment‖.
The Modern Language Journal 100, 1, pp.296-319.

Prenger, R., Poortman, C.L., & Handelzaltz, A. (2018). The effects of networked professional learning
communities. Journal of Teacher Education 2019, Vol. 70(5) 441–452. DOI:
10.1177/0022487117753574 journals.sagepub.com/home/jte

R. Ellis. (2003). Task-based language learning and teaching. Oxford: Clarendon Press, 2003.

Ritchie, J. S., & Wilson, D. E. (2000). Teacher narrative as critical inquiry: Rewriting the script. New
York: Teachers College Press.

Rust, F., & Meyers, E. (2003). Introduction. In E. Meyers & F. Rust (Eds.), Taking action with teacher
research (pp. 1-16). Portsmouth, NH: Heinemann.Senese, J. C. (2001). The action research laboratory
as a vehicle for school change. In G. Burnaford, J. Fischer, & D. Hobson (Eds.), Teachers doing
research: The power of action through inquiry (pp. 307-325). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum
Associates.

24 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1
S. Aubrey. (2014). Students‘ attitudes towards the use of an online editing program in an EAP course.
Annual Research Review, 17, pp. 45–57.

S. Kim. (2010). Revising the revision process with Google Docs. In S. Kasten (Ed.), TESOL classroom
practice series. Effective second language writing, pp. 171–177. Alexandria, VA: TESOL Publications.

Schultz, K. (1997). Do you want me to be in my story?: Collaborative writing in an urban elementary


classroom. Journal of Literacy Research. Vol. 29 (2) – 253-287.

Selcuk, H., Jones, J. & Vonkova, H. (2019). The emergence and influence of group leaders in web-
based collaborative writing: self-reported accounts of EFL learners. Computer Assisted Language
Learning. DOI: 10.1080/09588221.2019.1650781

Short, Deborah J., Cloud, Nancy., Morris, Patricia., & Motta, Julie. (2012). Cross-District
Collaboration: Curriculum and Professional Development. TESOL Journal 3.3. doi: 10.1002/tesj.27

Verplaetse, Lorries Stoops., Ferraro, Marisa., & Anderberg, Ann. (2012). Collaboration Cubed:
Isolated Mainstream Teachers Become ESL Experts to School Systems. TESOL Journal 3.3. doi:
10.1002/tesj.29

25 | J u r n a l G r a m a s w a r a V o l . 1 N o . 1

You might also like