Professional Documents
Culture Documents
Respons Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Terhadap Cekaman Kekeringan
Respons Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Terhadap Cekaman Kekeringan
29
Toruan-Mathius et al.
30
Respons tanaman kelapa sawit ….
hingga 40% dan CPO hingga 21-65% masing-masing klon yang relatif toleran dan
(Calliman & Southworth, 1998; Siregar, moderat terhadap cekaman kekeringan di
1998). lapang. Tanaman berupa planlet ditanam di
Mekanisme adaptasi tanaman untuk dalam pot plastik volume 5 kg berisi media
mengatasi cekaman kekeringan adalah campuran tanah, pasir dan kompos ( v:v:v =
dengan pengaturan osmotik sel. Pada 1:1:1). Tanaman diberi pupuk lengkap NPK
mekanisme ini terjadi sintesis dan akumulasi Superstar 15:15:15 dengan dosis 1-5 g
senyawa organik yang dapat menurunkan setiap bulan secara bertahap mengikuti
potensial osmotik sehingga menurunkan pertambahan umur tanaman sampai tanaman
potensial air dalam sel tanpa membatasi berumur 14 bulan. Pada umur tersebut
fungsi enzim serta menjaga turgor sel. tanaman digunakan untuk percobaan (A)
Beberapa senyawa yang berperan dalam penetapan titik layu permanen dan (B)
penyesuaian osmotikal sel antara lain gula respons tanaman terhadap cekaman
osmotik ( Wang et al., 1995; Yakhushiji kekeringan.
et al., 1998), prolin dan betain (Maestri
et al., 1995), protein dehidrin (Close, 1997) Penetapan titik layu permanen
dan asam absisik (ABA) yang berperan
dalam memacu akumulasi senyawa tersebut Perlakuan cekaman kekeringan diberi
(Dingkhun et al., 1991). setelah media tanaman pada kondisi
Subronto et al. (2000) melaporkan bahwa 14 kapasitas lapang. Penetapan kapasitas lapang
persilangan tanaman kelapa sawit (induk DA dilakukan dengan menyiramkan air pada
10 DxDA 8 D; DA 8 self, bapak LM 9 T x media tanaman sampai jenuh. Perlakuan
LM 2 T) tanggap terhadap perlakuan ceka- cekaman kekeringan berupa lama hari tidak
man kekeringan berdasarkan peubah fisiolo- dilakukan penyiraman setelah media tanam
gis yang diukur. Untuk mengetahui lebih dalam keadaan kapasitas lapang, sedang
jauh repon tanaman kelapa sawit terhadap kontrol adalah tanaman pada kondisi
cekaman kekeringan, perlu dilakukan pene- kapasitas lapang.
litian khususnya pembentukan senyawa- Percobaan menggunakan rancangan
senyawa osmotikal dan protein baru. faktorial acak lengkap yang diulang tiga
Tujuan penelitian ini adalah untuk kali. Faktor pertama adalah jenis klon terdiri
mempelajari respons tanaman kelapa atas dua taraf yaitu klon MK356 dan
sawitterhadap cekaman kekeringan. MK365. Sedangkan faktor kedua adalah
lamanya cekaman kekeringan yang terdiri
Bahan dan Metode atas delapan taraf yaitu 0 (kontrol), 3, 6, 9,
12, 15, 18, dan 21 hari. Peubah yang diukur
Bahan tanam adalah potensial air daun, kadar air daun,
kadar air relatif (KAR), luas daun spesifik
Bahan tanam yang digunakan adalah (LDS) dan kadar air tanah. Semua peubah
dua klon kelapa sawit yaitu MK 356 dan diukur pada daun contoh dari dua lembar
MK365 berasal dari Balai Penelitian daun umur relatif sama yaitu daun nomor
Marihat, Pematang Siantar. Menurut dua dan tiga dari daun tombak.
Subronto et al. (2000) MK356 dan MK365
31
Toruan-Mathius et al.
Potensial air daun diukur menggunakan Peubah yang diukur adalah potensial,
alat pressure chamber (PC) seperti yang air daun, kadar air daun, KAR, LDS, kadar
dilakukan Syarif & Naiola (1966). Kadar air prolin, glisisn-betain, gula-gula osmotikal,
relatif (KAR) diukur dengan menimbang dan asam absisik (ABA). Waktu panen,
bobot segar (bs) potongan daun meng- kriteria contoh daun diukur, prosedur
gunakan pelubang gabus, setelah itu segera pengukuran satus air daun sama seperti
direndam dalam akuades selama 24 jam percobaan sebelumnya.
untuk mendapatkan bobot turgid (bt).
Selanjutnya potongan daun dikeringkan
oven sehingga mendapat bobot kering (bk). Analisis prolin
Kadar air relatif dihitung dengan rumus (bs-
bk)/(bt-bk)x100%. Luas daun spesifik (LDS) Kadar prolin dianalisias berdasarkan
merupakan nisbah antar luas permukaan metode Bates et al. (1973) dengan sedikit
daun (L) dengan bobot kering daun tersebut perubahan. Potongan daun yang telah di-
(bk). Pengukuran luas daun dilakukan keringkan secara dingin ditimbang sebanyak
dengan mengukur luas total potongan daun 0,5 g kemudian digerus dan dihomogenasi
menggunakan pelubang gabus, yang dengan 10 mL asam sulfo-salisilat 3%.
kemudian dikering oven untuk mendapatkan Selanjutnya disentrifus pada 9.000xg selama
bobot kering. Nilai LDS diperoleh dengan 15 menit. Sebanyak 2 mL supernatan
rumus L/bk yang dinyatakan dalam m2/g direaksikan dengan 2 mL asam ninhidrin dan
basis kering. Kadar air tanah berbasis bobot 2 mL asam asetat glasial di dalam tabung
kering yang dihitung berdasarkan( bobot reaksi dan dipanaskan dalam pengangas air
basah -bobot kering) /bobot kering x 100%. pada temperatur 100o C selama 60 menit.
Data dianalisis menggunakan program Larutan kemudian didinginkan di dalam es
Statistical Analysis System, dan uji beda selama 5 menit, larutan diekstraksi dengan
nyata dengan uji Duncan. Selanjutnya 4 mL toluen sampai terbentuk kromoform.
ditetapkan titik layu permanen daun Untuk menetapkan kadar prolin, larutan
berdasarkan potensial airnya. Hasil yang berwarna diukur absorbansinya dengan
penetapan ini digunakan sebagai acuan taraf Spectronic 20 Genesys pada panjang
lama cekaman kekeringan pada percobaan gelombang 5230 nm. Sedang sebagai standar
berikutnya. digunakan DL-Proline(Sigma) 0,1-3,0
mM yang dilarutkan dalam asam
Respons tanaman terhadap cekaman sulfosalisilat 3%. Kadar prolin dinyatakan
kekeringan sebagai µmol/g daun basis kering.
32
Respons tanaman kelapa sawit ….
dan diencerkan dengan 2 N H2SO4 dengan konsentrasi 200 µg/mL dalam etanol. Kadar
perbandingan 1:1 (v:v) dan sebanyak 0,5 mL masing-masing gula dinyatakan dalam
didinginkan selama 60 menit. Selanjutnya persen.
campuran direaksikan dengan 0,2 mL KI-I2
dingin untuk pembentukan kristal periodida. Analisis SDS-PAGE protein
Kristal yang terbentuk dilarutkan dalam Ekstraksi protein dan elektroforesis gel
9 mL dikloroetan dan diukur absorbansinya mengikuti prosedur Laemmli (1970).
dengan Spectronic 20 Genesys pada panjang Sebanyak 0,3 g daun segar digerus dalam
gelombang 498 nm dengan standar glisin- lumpang proselein dengan memberikan
betain (Sigma). Kadar glisin betain nitrogen cair sampai menjadi tepung. Contoh
dinyatakan sebagai µmoL/g daun basis diekstraksi dengan 1 mL bufer ekstrak (Tris
kering. HCL 0,1 M pH 7,2) dan 7,5 µL
merkaptoetanol. Kuantifikasi protein hasil
Analisis ABA ekstraksi ditetapkan menurut Bradford
Sebanyak 0,5 g daun yang telah (1976).
dikeringkan secara dingin digerus dan Elektroforesis protein contoh dilakukan
diekstrak dengan 1 mL larutan metanol menggunakan gel akrilamida. Gel pemisah
secara mekanik. Kadar ABA dianalisis adalah 10% akrilamida (Tris-HCL 1,5 M pH
secara ELISA menurut prosedur manual 8,8; 10% SDS; 10% akrilamida/bis; 10%
Agdia Phytodeek ABA (cat. No. PDK amonium persulfat dan 0,25 TEMED).
09347/0096) menggunakan Sigma Sedangkan stacking gel adalah 4%
Diagnostica EIA Multi-Well Reader dengan akrilamida (Tris HCL 0,5 pH 6,8; 10%
standar (Sigma). Kadar ABA dinyatakan SDS; 4% akrilamida/bis; 10% amonium
dalam µmol/g daun basis kering. persulfat dan 0,4% TEMED). Elektroforesis
dijalankan pada Bio-Rad Power Pac 3000
Analisis gula osmotik dengan larutan bufer elektroda Tris base,
glisin dan SDS pH 8,3 1 x konsentrasi pada
Sebanyak 0,5 g daun yang telah 100 V selama 90 menit. Standar protein
dikeringkan secara dingin digerus dan menggunakan MW-SDS-200 KIT Sigma.
diekstrak dengan 10 mL alkohol 80%, dan Pewarnaan gel menggunakan komasi biru,
disentrifus pada 10.000 x g selama 15 menit. selanjutnya gel diawetkan menggunakan
Jenis dan kadar gula osmotikal ditetapkan selopan.
menggunakan HPLC Hitachi dengan kondisi Perbedaan respons tanaman terhadap
kolom C18, untuk fase gerak menggunakan cekaman kekeringan ditetapkan berdasarkan
asetonitril:metanol dengan kecepatan alir ada tidaknya pita protein yang dimiliki
1µL/menit, volume 10 µL, panjang secara bersama
gelombang 254 nm. Standar sukrosa,
glukosa, stahiosa, silosa, sorbitol, dan Analisis protein dengan elektroforesis SDS-
manitol (Sigma) masing-masing dengan PAGE dua dimensi (SDS-PAGE 2D)
33
Toruan-Mathius e al.
Bahan tanam yang digunakan adalah 12 selama 3,5jam (Bio-Rad Power PAC 3000).
hibrida yang merupakan progeni dari tiga Elektroforesis untuk dimensi kedua
persilangan. Hibrida tersebut adalah H2 dari mengikuti prosedur Laemmli (1970) . Gel
persilangan (D10DxD8D)x(L9TxL2T); H12 pemisah menggunakan 10% akrilamida,
dari persilangan (D8D Self) x (L9T x L2T) sedangkan stacking gel menggunakan 4%
keduanya berpotensi toleran terhadap ceka- akrilamida. Sebelum elektroforesis dilaku-
man kekeringan. H3 dan H9 yang merupa- kan, gel hasil elektroforesis dimensi pertama
kan hibrida hasil persilangan (BJ028D x dikeluarkan dari tabung kapiler dan ditidur-
BJ2117P) berpotensi peka terhadap cekaman kan di atas stacking gel. Selanjutnya dilapisi
kekeringan, sebagai pembanding. Tetua- dengan SDS bufer contoh berimbang.
tetua persilangan merupakan tanaman hasil Elektroforesis dijalankan pada 100 V selama
penelusuran dan penyeleksian di lapang 90 menit. Gel hasil elektroforesis selanjut-
yang diduga menurunkan sifat toleran nya diwarnai dengan komasi biru dan
terhadap cekaman kekeringan dan diawetkan menggunakan selopan. Standar
berproduksi tinggi (Subronto et al., 2000). protein menggunakan SDS-PAGE 2-D
Hibrida hasil persilangan tersebut berasal standar, No.161-0320 Bio-Rad.
dari Balai Penelitian Marihat, Pematang Perbedaan respons tanaman terhadap
Siantar berupa kecambah. Bibit tanaman cekaman kekeringan didasarkan pada ada
diperlihara seperti dalam percobaan tidaknya perbedaan titik isofokusing dan
sebelumnya. Cekaman kekeringan diberikan bobot molekul protein tersebut. Di samping
dengan dan tanpa penyiraman selama 18 itu juga diamati tebal tipisnya bercak dan
hari. ada tidaknya bercak protein baru.
Analisis protein dengan SDS-PAGE
2D dilakukan dengan menetapkan Analisis data dan penetapan peubah
konsentrasi protein dari ekstrak menurut terseleksi
Bradford (1976). Analisis protein dua
dimensi dilakukan dalam dua tahap yaitu Analisis data dengan sidik ragam dan
Isoelectric focusing dimensi pertama dan uji Duncan menggunakan program SAS.
tahap SDS-PAGE sebagai dimensi kedua. Selanjutnya dipilih beberapa peubah yang
Gel untuk Isoelectric focusing menggunakan paling memberi respon terhadap cekaman
4% akrilamida (9,2 M Urea; 4% kekeringan.
akrilamida/bis; 20% tritonX-100; 2% bio-
lyte 3/10 amfolit; 0,01% amonium persulfat, Hasil dan Pembahasan
dan 0,1% TEMED). Gel dibuat dalam
tabung kapiler. Sebanyak 100 µg ekstrak Penetapan titik layu permanen
protein elektroforesis pada gel tabung Hasil yang diperoleh menunjukkan
kapiler dan menggunakan overly buffer (9 M bahwa cekaman kekeringan menurunkan
Urea; 1% biolyte 3/10 amfolit dan 0,05% kadar air tanah media tumbuh pada kedua
bromofenol biru). Elektroforesis dijalankan klon yang diuji, dengan tingkat penurunan
pada bufer atas 100 mM NaOH dan bufer antar keduanya tidak berbeda (Tabel 1).
bawah 10 mM H3PO4 pada 500 V selama Lama cekaman kekeringan juga berpengaruh
10 menit pertama dan selanjutnya 750 V
34
Respons tanaman kelapa sawit ….
Tabel 1. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap perubahan kadar air tanah dan status air pada klon MK
356 dan MK 365
Table 1. Effect of water stress on the differences of soil water content and water status of MK 356 and MK
365 clones.
Keterangan : Angka yang diuji dengan huruf yang sama pada lajur atau baris pada peubah yang
sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 0.05
Explanation : Numbers were tested with the same letters in the same rows or lines with the same
parameters is not significantly different with Duncan test 0.05
pada penurunan potensial air daun, dari 21 hari. Klon MK 365 mengalami
kadar air daun, KAR, dan LDS pada kedua cekaman lebih berat dibandingkan dengan
klon. Potensial air daun MK 365 menurun klon MK 356. Kadar air tanah menurun
lebih cepat dibandingkan dengan MK 356 tajam setelah 6 hari selanjutnya menurun
demikian juga dengan kadar air daun dan perlahan sampai 18 hari setelah diberi
KAR (Tabel 1). LDS berbeda setelah kedua cekaman kekeringan. Sedang potensial air
klon mengalami cekaman kekeringan lebih daun pada kedua klon menurun sekitar
35
Toruan-Mathius et al.
–1,55 sampai -2,0 mPa setelah 6-9 hari translokasi hara mineral, transpirasi dan
dicekam kekeringan, dan terus mengalami fotosintesis serta translokasi fotosintat.
penurunan dan mencapai < - 2,55 mPa Savin & Nicolas (1996) menyatakan bahwa
setelah 18 hari dicekam kekeringan. Pada tanaman yang mengalami cekaman keke-
hari ke 21 setelah cekaman kekeringan, daun ringan, secara visual tampak daun meng-
tanaman sudah mulai mengering atau sudah alami kelayuan dan menggulung sehingga
mengalami layu permanen sedangkan kadar menghambat fotosintesis. Akibat lanjut dari
air tanah sekitar 10%. Penyiraman berlebih cekaman kekeringan adalah menurunnya
yang dilakukan untuk menguji titik layu laju fotosintesis dan sering sekali meng-
permanen menunjukkan bahwa tanaman akibatkan organ fotosintesis mengalami
tetap layu dan mengering. Hal ini menunjuk- penuaan dini yang mengakibatkan menurun-
kan bahwa titik layu permanen telah dimulai nya akumulasi fotosintat. Yu (1999)
pada 18 hari cekaman kekeringan. Berdasar- melaporkan bahwa akumulasi fotosintat
kan respons fisiologis tersebut, maka pada yang terbatas atau terhenti mengakibatkan
percobaan berikutnya perlakuan lama tanaman berada pada tingkat kekurangan
cekaman kekeringan ditetapkan empat taraf karbohidrat. Di samping itu juga meng-
yaitu 0 (kontrol), 7, 14 dan 18 hari. akibatkan terpacunya degradasi lemak dan
protein, akumulasi asam amino, dan
Respons fisiologis tanaman kelapa sawit mengurangi aktivitas enzim glikolisis. Pada
terhadap cekaman kekeringan tanaman yang peka terhadap cekaman
kekeringan, perubahan metabolisme tersebut
Cekaman kekeringan nyata berpe- akan mempercepat kerusakan sel-sel yang
ngaruh terhadap potensial air daun, kadar air bersifat tidak dapat balik, sehingga
daun dan KAR (Tabel 2). Hal ini mengakibatkan kematian.
menunjukkan bahwa ditinjau dari status air Subronto et al. (2000) melaporkan
daun, kedua klon memberi respons yang bahwa peubah nisbah luas daun, limpasan
tidak berbeda terhadap cekaman kekeringan. metabolit, kadar P limpasan, pH limpasan,
Potensial air dan KAR serta kandungan air kadar K limpasan, nisbah tajuk-akar,
daun mengalami penurunan masing-masing turgiditas relatif, kadar air daun, bobot daun
sejak 7 dan 14 hari tanaman diberi cekaman spesifik, defisit air jenuh, kapasitas penyim-
kekeringan. Nilai potensial air daun menga- panan air, persentase integritas absolut
lami penurunan dari –0,57 mPa (kadar air membran sel menunjukkan tanggap yang
tanah 32,02%) menjadi –3,25 mPa pada 18 nyata atas perlakuan cekaman kekeringan
hari cekaman kekeringan, dengan kondisi terhadap 14 persilangan tanaman kelapa
tanaman menunjukkan gejala layu per- sawit (induk DA 10 DxDA 8 D; DA 8 self,
manen. Diperoleh korelasi yang sangat erat bapak LM 9 T x LM 2 T).
antar peubah yang diukur. Respons tanaman terhadap cekaman
Menurut Kirkham (1990) pengaruh kekeringan adalah mengatur status air dalam
fisiologis cekaman kekeringan pada tanaman tubuhnya. Kemampuan pengaturan status air
adalah terjadinya perubahan potensial air, sangat ditentukan oleh toleransi tanaman
potensial osmotik, potensial turgor sel, yang terhadap cekaman kekeringan yaitu melalui
dapat mempengaruhi perilaku stomata. penyesuaian osmotik (Kirkham, 1990).
Perubahan ini mempengaruhi absorpsi dan Tanaman yang kurang toleran akan
36
Respons tanaman kelapa sawit ….
Tabel 2. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kadar air tanah dan status air daun klon MK356 dan MK 365.
Table 2. Effect of water stress on soil water content and leaves water status of MK 356 and MK 365 clones
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada lajur atau baris pada peubah yang sama tidak
berbeda nyata pada uji Duncan 0.05
Explanation : Numbers were tested with the same letters in the same rows or lines with the same
parameters is not significantly different with Duncan test 0.05
37
Toruan-Mathius et al.
Tabel 3. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kadar prolin, glisin-betain, dan gula osmotikal klon
MK356 dan MK365
Table 3. Effect of water stress on proline, glycine-betain and osmotical sugar of MK 356 and MK 365
clones.
Lama cekaman kekeringan (hari)
Klon (Duration of drought stress, days)
(Clones) 0 7 14 18 Rataan
(Avarage)
Prolin, µmol/g bk MK356 2,49 6,95 27,68 53,46 22,64a
(Proline, µmol/g dw)
MK365 2,10 4,67 45,13 63,06 22,65a
38
Respon tanaman kelapa sawit …..
39
Toruan-Mathius et al.
tanaman, yang menyebabkan daya adap- sentrasi protein, tercermin dari perubahan
tasinya terhadap cekaman kekeringan lebih tebal-tipisnya pita protein yag ditunjukkan
rendah. Namun, sampai sejauh ini belum pada elektroforegram (Gambar 1). Tampak
ditemukan kisaran kadar ABA yang mem- bahwa cekaman kekeringan menyebabkan
beri pengaruh terbaik sebagai penentu ting- menurunnya konsentrasi protein, yang
kat toleransi terhadap cekaman kekeringan. ditunjukkan oleh menipisnya pita protein
Kadar prolin pada MK 356 dan MK terutama pada cekaman kekeringan 18 hari.
365 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Beberapa pita protein khususnya dengan
glisin-betain. Prolin diduga selain berfungsi bobot molekul di atas 66 kDa dan yang
sebagai osmoprotektan dalam penyesuaian ber-bobot molekul sangat rendah di bawah
osmotik sel, juga sebagai penetralisasi sifat 29 kDa mengalami degradasi. Terjadi
toksik amina. Hal ini menunjukkan bahwa induksi protein baru dengan BM 36 kDa
MK 356 mempunyai respons yang relatif pada hibrida yang berpotensi toleran (H6
berbeda dengan MK 356 terhadap cekaman dan H9), protein tersebut tidak ditemukan
kekeringan, khususnya kadar ABA. pada hibrida yang berpotensi tidak toleran
Subronto et al. (2000) melaporkan bahwa (Gambar 1).
induk klon MK 356 dan MK 365 ternyata Girousse et al. (1996) menemukan
mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda di terjadinya penurunan kadar protein pada
lapang, yaitu relatif toleran untuk MK 356 tanaman alfalfa yang mengalami cekaman
dan moderat untuk MK 365 terhadap kekeringan. Cekaman kekeringan dapat
cekaman kekeringan. Delauney & Verma mengakibatkan terhambatnya sintesis
(1993) menyatakan bahwa senyawa- protein dan menyebabkan hidrolisis atau
osmoprotektan prolin, glisin betain dan degradasi. Degradasi protein menghasilkan
osmotikum lainnya dapat digunakan sebagai asam-asam amino, senyawa volatil, amida,
pembeda tingkat toleransi tanaman terhadap peptida, dan amina. Amina (NH3) bersifat
cekaman kekeringan. Tanaman yang toksik bagi sel yang dapat dinetralisisr oleh
mempunyai tingkat peningkatan osmotikum prolin. Dalam keadaan tanaman mengalami
yang lebih tinggi diduga lebih toleran cekaman kekeringan, prolin merupakan
dibandingkan dengan tanaman yang tingkat asam amino yang paling banyak
peningkatan osmotikumnya lebih rendah. diakumulasi.
Apabila terjadi penurunan, maka penurunan
yang lebih sedikit dianggap yang toleran. Profil protein SDS-PAGE 2 D
Maestri et al. (1995) dan Siswanto et al.
(1997) melaporkan bahwa pada tanaman SDS-PAGE 2D protein hibrida yang
kopi yang dicekam kekeringan terjadi diuji menunjukkan pada H2 dan H12 yang
akumulasi prolin dan juga betain yang berpotensi peka protein tersebut tidak
ditemukan pembentukan protein baru
Elektroforesis SDS PAGE protein (Gambar 2). Sedangkan pada H9 (hibrida
yang berpotensi toleran) setelah dicekam
Respon kelapa sawit terhadap cekaman kekeringan selama 18 hari, terjadi induksi
kekeringan pada perubahan profil protein protein baru pI 4,7-36 kDa, pI 5,3-34 kDa
SDS-PAGE 1D beragam antar hibrid yang dan pI 4,6-32kDa pada H3 dan pI 5,3- 36
diuji. Secara umum tampak bahwa cekaman kDa (Gambar 3). Terinduksinya protein baru
kekeringan mempengaruhi perubahan kon- tersebut menunjukkan bahwa hibrida yang
40
Toruan-Mathius et al.
41
Respons tanaman kelapa sawit ….
42
Toruan-Mathius et al.
dicekam kekeringan tidak saja terjadi perubahan kadar air daun, kadar air relatif,
peningkatan akumulasi protein dengan berat luas daun spesifik, potensial air daun, prolin,
molekul 26-70 kDa tetapi juga ditemukan glisin betain, ABA, gula-gula osmotik
protein 25 kDa yang tidak ditemukan pada terutama glukosa dan silosa, serta protein
tanaman kontrol, protein tersebut dengan bobot molekul rendah.
menghilang setelah tanaman yang semula Perbedaan respons klon MK 356
dicekam disiram kembali. Kirkham (1990) dengan MK 365 terjadi pada kadar gula
menyatakan bahwa tanaman yang peka silosa, ABA, profil SDS-PAGE protein dan
kekeringan akan mengalami kerusakan protein dengan berat molekul 36 kDa.
protein yang lebih banyak dibandingkan Hibrida berpotensi toleran memberikan
dengan tanaman yang lebih toleran. respons terhadap cekaman kekeringan
dengan menginduksi protein baru pI 4,7-36
Kesimpulan kDa, pI 5,3-34 kDa, pI 4,6-32 kDa dan
pI 5,3-36 kDa, sedangkan pada hibrida yang
Respons tanaman kelapa sawit klon berpotensi peka tidak ditemukan adanya
MK 356 dan MK 365 terhadap cekaman induksi protein baru.
kekeringan ditunjukkan dengan adanya
43
Respons tanaman kelapa sawit …
.
Daftar Pustaka
Fernandez , R.T., R.L. Perry & A. Flore (1997).
Aurora, R., D.S. Pitchay & B.C.Bearce (1998). Drought response of young apple trees on
Water-stress-induced heat in geranium leaf three rootstocks. II. Gas exchange,
tissues: A possible linkage through stress chlorophyll fluorescence, water relations,
proteins ?. Physiol. Plant., 103, 24-34. and leaf abscisic acid. J. Amer. Hort. Sci.,
122(6), 841-848.
Bates, L.S., R.P. Waldren & I.D. Teare (1973).
Grieve, C.M. & S.R. Grattan (1983). Rapid assay
Rapid determination of free proline for
for determination of water soluble
water stress studies. Plant and Soil, 39,
quartenary ammonium compounds. Plant
205-207.
and Soil, 70, 303-307.
Bradford, M.M. (1976). A rapid and sensitive
Girousse, C., R. Bournoville & J.L. Bonnemain
method for the quantification of microgram
(1996). Water deficit-induced changes in
quantities of protein utilizing the principal
concentrations in proline and some other
of protein-dye binding. Anal. Biochem., 72,
amino acids in phloem sap of alfalfa. Plant
248-254.
Physiol., 111, 109-113.
Bray, E.A. (1997). Moleculer responses to water
Ingram, J., & D.Bartles (1996). The molecular
deficit. Plant Physiol., 103, 1035-1040.
basis of dehydration tolerance in plants.
Bray, E.A. (1997). Plant responses to water Ann. Rev. Physiol. Mol. Biol., 47, 377-403.
deficit. Trend Plant Sci., 2(21), 48-54.
Kirkham, M.B. (1990). Plant responses to water
Calliman, J.P. & A. Southworth (1998). Effect of deficits. p.323-342. In B.A. Stewart and
drought and haze on the performance of oil D.R. (Ed). Irrigation of Agricultural Crops.
palm. In Proc.Int. Oil Palm. Conf., Bali, Madison, Wisconsin USA.
September 23-25, 1998. Medan, Indonesian
Laemmli, U.K. (1970). Cleavage of structural
Oil Palm Research Institute, 1999. p. 250-
proteins during the assembly of the head of
274.
bacteriophage T4. Nature, 227,680-685.
Close, T.J. (1997). Dehydrin: A commonaly in
Levitt, J.(1980). Responses of plants to
the response of plants to dehydration and
environmental stresses: Water, radiation,
low temperature. Physiol. Plant., 100, 291-
salt, and other stresses. Vol. II. New York,
196.
Academic Press.
Delauney, A.J. & D.P.S. Verma (1993). Proline
Maestri, M., F.M. Da Matta, A.J. Regazzi & R.S.
biosynthesis and osmo-regulation in plants.
Barros (1995). Accumulation of proline and
The Plant J., 4(2), 215-223.
quartenary ammonium compounds in
Dingkhun, M., R.T. Cruz, J.C. O’Toole, N.C. mature leaves of water stressed coffee
Turner & K.Doerffling (1991). Responses plants (Coffea arabica and C. canephora).
of seven diverse rice cultivars to water J. Hort. Sci., 70(2), 229-233.
deficits. III. Accumulation of abscisic acid
Montero, E., C. Cabot., J. Barcelo & C.
and proline in relation to leaf water-
Poschnrieder (1997). Endogenous abscisic
potential and osmotic adjusment. Field
acid levels are linked to decreased growth
Crops Res., 27, 103-117.
of bush bean plants treated with NaCl.
Physiol. Plant., 101,17-22.
44
Toruan-Mathius et al.
Pelah, D., W. Wang, A. Altman, O. Shoseyov & Subronto, I.Y. Harahap & Latif (2000).
D. Bartles (1997). Differential Penggunaan parameter fisiologis untuk
accumulation of water stress-related mendapatkan bahan tanaman kelapa sawit
proteins, sucrose synthase and soluble yang toleran terhadap cekaman kekeringan.
sugars in Populus species that differ in their J. Pen. Kelapa Sawit, 8(3), 153-165.
water stress response. Physiol. Plant., 99,
153-159. Syarif, F. & P. Naiola (1996). Fluktuasi air
musiman (seasonal) dan harian (diurnal)
Sabehat, A., D. Weiss & S. Lurie (1998). Heat- empat gulma lahan terdegradasi akibat
shock proteins and cross-tolerance in penambangan emas di Cigaru, Pelabuhan
plants. Physiol Plant., 103, 437-441. Ratu, Sukabumi. Dalam Pros. Konp. XIII
HIGI. p.55-60.
Savin, R. & M.E.Nicolas (1996). Effect of short
periods of drought and high temperature on Viestra, R.D. (1993). Protein degradation in
grain growth and starch plants. Annu. Rev. Plant Physiol. Plant
accumulation of two malting barley Mol. Biol., 44, 385-410.
cultivars. Aust. J. Plant Physiol., 23, 201-
210. Wang, Z., B. Quebedeaux & G.W. Stutte (1995).
Osmotic adjusment: effect water stress on
Setiawan, K. (1998). Study on varietal differences carbohydrates in leaves, streams and roots
of drought tolerance in peanut. (Thesis). of apple. Aust. J. Plant Physiol., 22, 747-
Tokyo University of Agriculture. 754.
Siregar, H.H. (1998). Model simulasi produksi Yakhushiji, H., K. Morinaga & H. Nonami
kelapa sawit berdasarkan karakteristik (1998). Sugar accumulation and
kekeringan. Kasus kebun kelapa sawit di partitioning in Satsuma Mandarin tree
Lampung. (Thesis Magister Sains) Bogor, tissue and fruit in respons to drought stress.
Institut Pertanian Bogor. J. Amer. Soc. Hort. Sci., 123(4), 719-726.
Siswanto, N.Toruan-Mathius & Tirtoboma Yu, S.M. (1999). Cellular and genetic response of
(1997). Gene expression and signal plants to sugar starvation. Plant Physiol.,
121, 687-693.
45