You are on page 1of 25

JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan

ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

PENGARUH PERKEMBANGAN UMKM DAN KEPATUHAN


WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI
INDONESIA

Izhar Rismawan1; Mutia Azzahra2; Rizka Nurul Aulia3


rismawanizhar@gmail.com
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Bandung

Abstract: The UMKM growth and tax compliance is quite closely related to tax
revenue in Indonesia. Rationally, UMKM and tax compliance can determine the
level of tax revenue. Where there is a gap between the development of UMKM
which is increasing but the realization of tax revenues still have not yet reached
the target was determined as well as tax compliance does not have an effect on
tax revenues. Therefore, the purpose of this research is to examine more deeply
the influence of UMKM growth and tax compliance on tax revenue in Indonesia
and the appropriate strategy to increase tax revenue. The objects used in this
research are Total UMKM, Tax Compliance, and Tax Revenues in Indonesia. The
method used is the Ordinary Least Square Method in multiple linear regression
analysis using E-Views10. The data used is time series in 2011-2020 and
collection technique is literature studies. The results of research shows that the
variable of X1 (Total UMKM) is 0.0011 and X2 (Tax Compliance) is 0.0451,
which means that both variables have a positive and significant effect on the Y
variable (Tax Revenue). For further researchers, it is expected to use other
variables such as wealth tax and big companies.

Keywords: tax revenue, total UMKM, tax compliance

PENDAHULUAN
Pajak merupakan kontribusi wajib dan pribadi bagi wajib pajak dalam hal-
hal yang menyangkut kegiatan negara dan bagi kepentingan umum di antaranya,
seperti pembangunan infrastruktur fasilitas umum, subsidi kebutuhan
masyarakat, kontribusi dana modal, dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah) hingga pembiayaan hutang terhadap luar negeri. Pajak sebagai
instrumen fiskal memiliki peran penting dan dominan dalam menunjang
kegiatan pemerintahan (Pradini dan Nurcahyanto, 2017).
Bank Dunia (world bank) mencatat rasio pajak (tax ratio) Indonesia paling
rendah jika dibandingkan negara berkembang lain. Indonesia termasuk salah
satu negara yang memiliki perbedaan terbesar antara realisasi penerimaan
dengan potensi pendapatan. Berdasarkan riset yang dilakukan Bank Dunia,
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

posisi rasio penerimaan pajak Indonesia jauh berada di bawah negara


berkembang, misalnya Brasil, India, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Republik
Dominika. Indonesia diketahui hanya unggul tipis dengan Sri Lanka (Fitriani,
2020).
Penerimaan pajak di Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh jumlah
UMKM dan tingkat kepatuhan wajib Pajak. Penerimaan pajak terbesar berasal
dari sektor UMKM yang diketahui akhir-akhir ini sebesar 64% dimana jika
jumlah UMKM meningkat maka jumlah penerimanaan pajak akan bertambah.
Kemudian penerimaan pajak juga dipengaruhi oleh tingkat kepatuhan wajib
pajak dimana jika tingkat kepatuhan wajib pajaknya rendah maka jumlah
penerimaan pajak akan berkurang (Gustomo, 2021).
Permasalahan tingkat kepatuhan wajib pajak menjadi permasalahan yang
terus menerus terjadi dalam bidang perpajakan. Di Indonesia tingkat kepatuhan
wajib pajak masih rendah. Perpajakan di Indonesia masih saja mengalami
kendala dalam realisasi penerimaan pajak di mana kepatuhan wajib pajak yang
masih belum memenuhi target. Jumlah masyarakat wajib pajak yang patuh
dalam membayar pajak selama tahun 2011-2020 dapat dikatakan selalu
mengalami peningkatan. Namun hal ini tidak sebanding dengan jumlah total
wajib pajak selama tahun 2011-2020 tersebut yang lebih besar. Kepatuhan wajib
pajak di Indonesia dari tahun ketahun mengalami trend kenaikan dari segi
jumlah kepatuhan pembayaran pajak, tetapi dari pembanding jumlah total wajib
pajak tetap tergolong rendah (Akbar, 2020).
Karena peran pajak sangat besar bagi negara, pemerintah berupaya untuk
meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Upaya untuk mengoptimalkan
penerimaan pajak ini mengalami kendala, salah satunya adanya aktivitas
penghindaran pajak atau disebut tax avoidance (Swingly dan Sukartha, 2015).
perusahaan merupakan salah satu Wajib Pajak yang memberikan kontribusi
terbesar dalam penerimaan pajak negara. Bagi perusahaan, pajak merupakan
beban yang akan mengurangi laba bersih sehingga perusahaan selalu
menginginkan pembayaran pajak seminimal mungkin (Astuti dan Aryani, 2016).
(Budiman dan Setiyono, 2012) menyatakan bahwa praktek penghindaran pajak
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

yang dilakukan oleh Wajib Pajak badan (perusahaan) sering kali dilakukan
melalui kebijakan yang diambil oleh pimpinan perusahaan. (Dyreng et al., 2010)
juga menyimpulkan bahwa individu (Top Executive) dalam suatu perusahaan
memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak perusahaan.
Berdasarkan fenomena tersebut, Rendahnya tingkat kepatuhan wajib
pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sangat ironis jika
dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan usaha di Indonesia. Pertumbuhan
jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Namun, peningkatan jumlah UMKM tersebut tidak
diimbangi dengan kesadaran para pemilik UMKM untuk melaksanakan
kewajiban perpajakannya (Yusro dan Kiswanto, 2014) Hal tersebut dapat dilihat
berdasarkan Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Data Hubungan Variabel Bebas dengan Terikat

Tahun Penerimaan Jumlah Kepatuhan Wajib Total Wajib


Pajak (milyar) UMKM (unit) Pajak (orang) Pajak (juta
orang)

2011 873.874 55.206.444 9.330.000 17.690.000

2012 980.518 56.534.592 9.480.000 17.650.000

2013 1.077.306 57.895.721 9.960.000 17.730.000

2014 1.146.865 57.895.721 10.850.000 18.350.000

2015 1.240.418 59.262.772 10.970.000 18.150.000

2016 1.284.970 61.651.177 12.250.000 20.160.000

2017 1.343.529 62.922.617 12.050.000 16.600.000

2018 1.518.789 64.194.057 12.550.000 17.650.000

2019 1.546.141 65.465.497 13.390.000 18.330.000

2020 1.404.507 64.200.000 14.760.000 19.000.000


Sumber: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Koperasi dan UKM Republik
Indonesia, diolah oleh penulis (2021).
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

Berdasarkan tabel diatas jumlah UMKM di Indonesia setiap tahunnya


mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2020 yang mengalami penurunan
sebesar 64.200.000 dari periode waktu sebelumnya sebesar 65.465.497.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terus berkontribusi
terhadap produk domestik bruto (PDB) dari tahun ke tahun.kontribusi UMKM
terhadap PDB atas dasar harga berlaku sebesar Rp 9.580,8 triliun. Kontribusi ini
naik 5,7% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 9.062,6 triliun. Jika
dibandingkan dengan perusahaan besar seperti Industri pengolahan, berdasarkan
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan PDB atas dasar harga berlaku
(ADHB) menurut lapangan usaha industri pengolahan sebesar Rp 805,62 triliun
atau 19,29% dari total PDB Nasional senilai Rp 4.175,84 triliun pada kuartal II-
2021 (Databoks, 2021), Artinya sektor UMKM berkontribusi terhadap PDB
lebih besar dari sektor Industri Pengolahan.
Namun Menurut kementerian koperasi dan UKM, kontribusi sektor
UMKM terhadap total penerimaan pajak masih terbilang minim Rp. 5 triliun-
Rp. 6 triliun / tahun. Jumlah UMKM yang terdaftar dalam sistem perpajakan
jumlahnya masih sedikit sekitar 2,3 Juta Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak
Orang Pribadi. Padahal jumlah UMKM di Indonesia mencapai 60.000.000
pelaku usaha (Vanomy, 2021).
Salah satu penyebab rendahnya kontribusi pajak dari UMKM adalah
karena tak sedikit dari pelaku UMKM yang memiliki kemampuan terbatas
dalam pembukuan dan menjalani administrasi perpajakan. Hal tersebut
menyebabkan pelaku UMKM kesusahan dalam melaksanakan kewajiban
mereka sebagai wajib pajak, Selain itu, rendahnya jumlah UMKM yang
terdaftar pada sistem DJP pun merupakan salah satu penyebab rendahnya
kontribusi UMKM terhadap pajak. Dari banyaknya UMKM yang beredar di
Indonesia, hanya sebagian kecil yang terdaftar sehingga Wajib Pajak UMKM
yang menyetor dan melaporkan pajak pun sedikit (Ananda, 2021).
Berdasarkan fakta yang ada tersebut, kami tertarik untuk mengetahui dan
meneliti lebih dalam terkait apakah perkembangan UMKM dan Kepatuhan
wajib pajak mempengaruhi tingkat penerimaan pajak di Indonesia dan
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

bagaimana cara untuk meningkatkan penerimaan pajak selain dari kebijakan


yang sudah diterapkan oleh Direktorat Jendral Pajak tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA ATAU LANDASAN TEORI


Pengertian Penerimaan Pajak
Penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan yang dapat diperoleh
secara terus-menerus dan dapat dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan
pemerintah serta kondisi masyarakat. Penerimaan pajak adalah penghasilan yang
diperoleh oleh pemerintah yang bersumber dari pajak rakyat. Tidak hanya sampai
pada definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan
dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri
awal negara ini yaitu menyejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang
berdasarkan kepada keadilan sosial (Hestanto, 2021).
Pengertian UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah)
Dalam dunia usaha, terdapat beberapa jenis usaha yang dapat dijalankan
secara individu maupun perusahaan, salah satunya adalah usaha kecil,
menengah dan mikro yang jumlahnya di Indonesia semakin meningkat dari
tahun ke tahun. UMKM memiliki peran penting dalam pembangunan,
perekonomi Indonesia dan juga wahana kreatifitas masyarakat dalam
mengembangkan potensi yang dimiliki (Putra, 2016). UMKM berdasarkan UU
No.20 Tahun 2008 pasal 1, disebutkan bahwa:
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro berikut:
1. Memiliki karyawan kurang dari 4 orang;
2. Aset (kekayaan bersih) hingga Rp50 juta per tahun;
3. Omzet penjuaan tahunan hingga Rp300 juta per tahun.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

yang memenuhi kriteria usaha kecil berikut:


1. Memiliki karyawan lebih dari 5 orang dan kurang dari 19 orang;
2. Aset (kekayaan bersih) dari Rp50 juta hingga Rp500 juta;
3. Omzet penjualan tahunan dari Rp300 juta hingga Rp 2,5 Miliar.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha
kecil atau usaha besar dengan kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki karyawan lebih dari 20 hingga 99 orang;
2. Aset (kekayaan bersih) antara Rp500 juta hingga Rp10 Miliar;
3. Omzet penjualan tahunan antara Rp2,5 Miliar hingga Rp50 Miliar.
Sedangkan, menurut Kementrian Koperasi dan UMKM dalam (Aufar,
2014:8) menjelaskan bahwa Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI)
adalah entitas usaha yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp.
200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki
penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha
Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia
yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200.000.000 s.d. Rp.
10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan.
Dalam peraturan perpajakan, sesuai dengan PP 46/2013, sebagaimana
telah diubah dengan PP 23/2018 disebutkan bahwa PPh final untuk wajib
pajak UMKM adalah pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto atau omzet di bawah
Rp 4,8 Miliar dalam setahun.
Berdasarkan uraian di atas, penulis berpendapat bahwa usaha kecil,
menengah dan mikro adalah bidang usaha yang dimiliki oleh perorangan atau
badan usaha mandiri yang memenuhi kriteria tertentu (seperti pembatasan modal
dan pembatasan total omzet satu tahun). Pada saat yang sama, dapat dilihat dari
perspektif undang-undang perpajakan bahwa standar untuk usaha kecil,
menengah dan mikro dalam undang-undang perpajakan tidak memperlakukan
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

standar lain secara berbeda, tetapi dengan asumsi bahwa total omset tahunan
semua perusahaan tidak melebihi Rp 4,8 miliar, mereka dapat dimasukkan
dalam UMKM sesuai dengan undang-undang perpajakan.
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance).
Menurut Balter (dalam Zain, 2008: 49) penghindaran pajak
merupakan usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk mengurangi
atau menghapus hutang pajak yang tidak melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Penghindaran pajak ini
sengaja dilakukan oleh perusahaan dalam rangka memperkecil
besarnya tingkat pembayaran pajak yang harus dilakukan dan
meningkatkan cash flow perusahaan. Tidak ada suatu pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh perusahaan dan sebaliknya akan diperoleh
penghematan pajak dengan cara mengatur tindakan yang menghindarkan
aplikasi pengenaan pajak melalui pengendalian fakta-fakta sedemikian rupa
sehingga terhindar dari pengenaan pajak yang lebih besar atau sama sekali
tidak kena pajak.
Menurut Mortenson (dalam Zain, 2008: 49) penghindaran pajak
berkenaan dengan pengaturan sesuatu peristiwa sedemikian rupa untuk
meminimkan atau menghilangkan beban pajak dengan memerhatikan
ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkan. Oleh
karena itu, penghindaran pajak tidak merupakan pelanggaran atas
perundang-undangan perpajakan atau secara etik tidak dianggap salah dalam
rangka usaha wajib pajak untuk mengurangi, menghindari, meminimkan
atau meringankan beban pajak dengan cara-cara yang dimungkinkan oleh
undang-undang pajak. Cara-cara tersebut dapat berupa pemindahan subjek
pajak dan/atau objek pajak ke negara-negara yang memberikan perlakuan
pajak khusus atau keringanan pajak atas suatu jenis penghasilan dan
usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi ekonomi
dari transaksi melalui pemilihan formal yang memberikan beban pajak
yang paling rendah.
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

Menurut Anderson (dalam Zain, 2008 : 50) penghindaran pajak


adalah cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan perundang-
undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan
pajak. Penghindaran pajak ini juga merupakan suatu proses pengendalian
tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang tidak
dikehendaki. Penghindaran pajak bertujuan untuk meminimalkan beban
pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan
perpajakan suatu negara sehingga ahli pajak menyatakan legal karena
tidak melanggar peraturan perpajakan. Penghindaran pajak dapat disebut
juga sebagai suatu perencanaan pajak (tax planning).
Berdasarkan Uraian tersebut, penghindaran pajak adalah upaya wajib
pajak untuk memanfaatkan kelemahan peraturan perundang-undangan untuk
mengurangi beban pajak. Penghindaran pajak ini sah karena tidak melanggar
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan wajib pajak yaitu dimana wajib pajak memenuhi kewajiban
perpajakannya dan melaksanakan hak perpajakan dengan baik dan benar sesuai
dengan peraturan dan undang-undang pajak yang berlaku (Ilhamsyah et al.,
2016).
Kebijakan/Program Untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak
1. Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Pemerintah Indonesia telah melakukan suatu kebijakan di bidang perpajakan
yang merupakan upaya “terobosan” pemerintah dalam memperoleh dana dalam
jangka waktu yang lebih cepat. Kebijakan tersebut adalah kebijakan Pengampunan
Pajak atau yang dikenal dengan Tax Amnesty. Tujuan jangka pendeknya adalah
meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Tax amnesty
diberlakukan di Indonesia, didasarkan pada Undang-undang Nomor 11 Tahun
2016 tentang Pengampunan Pajak (Ispriyarso, 2019).
Tax amnesty adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah
kepada Wajib Pajak meliputi penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi
administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan
dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan
membayar uang tebusan. Pasal 1 angka 1 UU Pengampunan Pajak menyebutkan
bahwa Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang,
tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang
perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (Ispriyarso, 2019). Kebijakan tax
amnesty ini yang telah dilaksanakan pemerintah pada tahun 2016 dan berakhir
pada tahun 2017.
2. Program Sunset policy
Program ini menekankan pada aspek penghapusan sanksi administrasi pajak
dan diharapkan dapat mendorong wajib pajak untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya dengan benar. Konsep dasar undang-undang perpajakan yang
mendasari sunset policy adalah system self assessment. Dalam system self
assessment, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam rangka memperoleh
fasilitas sunset policy wajib pajak juga diberi kepercayaan untuk menentukan SPT
atau pembetulan SPT Tahunan pajak penghasilan Tahun pajak yang akan
disampaikan (Suryarini & Anwar, 2012).
Sunset policy hanya memberikan penghapusan atau pengurangan sanksi
administrasi. Sedangkan pokok utang pajaknya tetap harus dilunasi. Pidana juga
otomatis gugur jika wajib pajak melunasi pokok utang pajak yang belum
dilaporkan atau belum dibayarkan untuk tahun-tahun pajak yang mendapat
fasilitas Sunset Policy. Pemberian fasilitas ini juga dibatasi selama satu tahun
sejak undang-undang ini diberlakukan (Suryarini & Anwar, 2012).
Kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak yang disarankan penulis
adalah dengan memperluas tax base (basis penerimaan pajak) perpajakan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan penerimaan ataupun
pencapaian target pajak. Salah satunya adalah penerapan pajak plastik, dan pajak
makanan berlemak.
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

Penggunaan plastik berdampak pada lingkungan dimana Berdasarkan dinas


Lingkungan Hidup Sampah kantong plastik dapat mencemari tanah, air, laut,
bahkan udara. Kantong plastik terbuat dari penyulingan gas dan minyak yang
disebut ethylene. Minyak, gas dan batu bara mentah adalah sumber daya alam
yang tak dapat diperbarui. Semakin banyak penggunaan palstik berarti semakin
cepat menghabiskan sumber daya alam tersebut. Berdasarkan eksternalitas negatif
yang ditimbulkan tersebut penerapan pajak penggunaan plastik dapat
meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak selain itu dapat mengurangi
eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari penggunaan plastik tersebut.
Selain itu makanan berlemak tidak hanya berdampak pada risiko obesitas
dan penyakit jantung. Hal ini juga meningkatkan risiko beragam penyakit kanker
seperti kanker payudara, kanker usus besar, dan kanker paru (Swari, 2021).
Menurut Kementerian Kesehatan RI, jumlah penderita obesitas Indonesia
menempati peringkat ke-10 dunia. Maka perlu adanya kebijakan terkait
permasalahan tersebut salah satunya dengan memberlakukan pajak terhadap
makanan berlemak di sisi lain dapat meningkatkan penerimaan pajak dan
mengurangi eksternalitas negatif dari makanan berlemak tersebut.
Hubungan antar Variabel
Kepatuhan didalam kepatuhan pajak merupakan perilaku yang ditunjukkan
oleh wajib pajak untuk melakukan suatu tindakan tunduk dan patuh dalam
menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai aturan perundang-undangan yang
berlaku (Estiningsih, 2014).
Kepatuhan wajib pajak menjadi salah satu faktor penting untuk
mewujudkan sasaran penerimaan pajak. Semakin pesat pertumbuhan UMKM di
Indonesia, maka akan semakin besar kepatuhan wajib pajak UMKM, sehingga
semakin besar penerimaaan pajak di sektor UMKM (Antika et al., 2020).
Kepatuhan wajib pajak mempunyai hubungan dengan penerimaan pajak
karena apabila kepatuhan dari wajib pajak meningkat maka secara tidak langsung
juga akan memperbesar penerimaan negara dari sektor pajak (Mutia, 2014).
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

Penelitian Terdahulu

Judul, Nama Peneliti, dan


No. Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Tahun Literatur

1. Analisis Kinerja Direktorat 1) Penerimaan Penerimaan pajak di


Jendral Pajak dalam pajak Indonesia selama lima
Optimalisasi Penerimaan 2) Pandemi Covid- tahun belum mampu
Pajak di Era-Pandemi Covid- 19 mencapai target. Di
19 3) Kepatuhan tahun 2020 di bulan
(Akbar, 2020) Wajib Pajak September penerimaan
4) Rasio Pajak pajak di Indonesia adalah
720,62 triliun rupiah dari
target 1.198,82 triliun
rupiah. Data kepatuhan
pajak diukur melalui
pelaporan SPT Tahunan
juga masih tergolong
rendah yakni hanya
60,34% saja jumlah
wajib pajak yang taat
pajak. Tax ratio yang
selama 5 tahun terakhir
cenderung diangka yang
sama dan tidak megalami
peningkatan. Hal ini
dapat digambarkan
bahwa kinerja DJP dalam
penerimaan pajak harus
ditingkatkan dan
membutuhkan strategi
dalam mengoptimalkan
penerimaan pajaknya.
2. Kepatuhan Wajib Pajak 1) Kualitas Berdasarkan hasil
UMKM di Kabupaten Kudus Pelayanan analisis dan pembahasan
Selama Pandemi Covid–19. Petugas Pajak diatas dapat disimpulkan
In Seminar Nasional (X1) bahwa kualitas pelayanan
Manajemen, Ekonomi dan 2) Sanksi petugas pajak
Akuntansi. Perpajakan (X2) berpengaruh positif
(Antika et al., 2020). 3) Biaya Kepatuhan terhadap kepatuhan wajib
Pajak (X3) pajak, sanksi perpajakan
4) Sosialisasi juga berpengaruh positif
Perpajakan (X4) terhadap kepatuhan wajib
5) Kondisi pajak, biaya kepatuhan
Keuangan (X5) pajak tidak berpengaruh
6) Kepatuhan terhadap kepatuhan wajib
Wajib Pajak (Y) pajak, sosialisasi
perpajakan berpengaruh
positif terhadap
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

Judul, Nama Peneliti, dan


No. Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Tahun Literatur

kepatuhan wajib pajak,


dan kondisi keuangan
tidak berpengaruh pada
kepatuhan wajib pajak.
Batasan dalam penelitian
ini adalah penelitian ini
kurang menjelaskan
kesesuaian antara model
dan sampel (probabilitas
0,00 sedangkan tingkat
penerimaan 0,05),
penelitian ini kurang
menjelaskan kesesuaian
sampel dengan populasi
(GFI of 0,851 lebih kecil
dari 0,90), dan variabel
bebas penelitian ini
dalam menjelaskan
tingkat kesesuaian model
variabel terikat belum
mendekati tingkat
penerimaan (AGFI 0,802
kurang dari 0,90).
3. Penerimaan Pajak turun 2,5% 1) Penerimaan Penerimaan pajak pada
hingga akhir Maret Pajak akhir tahun 2020
(Binbangkum, 2020). 2) Anggaran mengalami penurunan
Pendapatan dan hal ini disebabkan karena
Belanja Negara diterapkannya
(APBN) Pembatasan Sosial
3) Pandemi Covid- Berskala Besar (PSBB)
19 akibat corona yang
mengakibatkan aktivitas
ekonomi dan juga
diberlakukannya
berbagai paket stimulus
pajak per April, kinerja
penerimaan pajak ke
depannya akan
mengalami tekanan yang
cukup berat. Menurut
Menkeu, beberapa pos
penerimaan pajak yang
terkoreksi cukup dalam
seperti Pajak Penghasilan
(PPh) Migas yang turun
akibat melemahnya harga
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

Judul, Nama Peneliti, dan


No. Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Tahun Literatur

minyak mentah dan gas


dan nilai tukar rupiah
yang di luar asumsi.
4. Bank Dunia: Rasio Pajak 1) Rasio Pajak Rasio pajak (tax ratio)
Indonesia Paling Rendah di 2) Produk Indonesia paling rendah
Antara Negara Berkembang Domestik Bruto dibandingkan negara
(Fitriani, 2020) (PDB) berkembang lain
3) Penerimaan (emerging and
Pajak developing market
economies/EMDEs).
Ralph Van Doorn
mengatakan penerimaan
Indonesia jika
dibandingkan dengan
rasio produk domestik
bruto (PDB) pada 2018
tercatat yaitu 14,6 persen.
Jumlah tersebut sangat
rendah jika dibandingkan
dengan negara
berkembang lain yang
rata-rata 27,8 persen.
Berdasarkan riset yang
dilakukan Bank Dunia,
posisi rasio penerimaan
pajak Indonesia jauh
berada di bawah negara
berkembang, misalnya
Brasil, India, Thailand,
Malaysia, Filipina, dan
Republik Dominika.
Indonesia diketahui
hanya unggul tipis
dengan Sri Lanka.
5. Analisis Pengaruh 1) Pajak Daerah 1) Hasil pengujian
Penerimaan Pajak Daerah 2) Retribusi secara parsial,
Dan Retribusi Daerah Daerah menunjukan bahwa
Terhadap Peningkatan PAD 3) Pendapatan Asli variabel penerimaan
Sekabupaten/Kota Di Daerah (PAD) pajak daerah
Provinsi Bali berpengaruh
(Kusuma dan Wirawati, signifikan terhadap
2013) peningkatan PAD se-
Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali.
2) Hasil pengujian
secara parsial,
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

Judul, Nama Peneliti, dan


No. Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Tahun Literatur

menunjukan bahwa
variabel penerimaan
retribusi daerah
berpengaruh
signifikan terhadap
peningkatan PAD se-
Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali.
3) Hasil statistik
menjelaskan bahwa
penerimaan pajak
daerah lebih dominan
kontribusinya dalam
peningkatan PAD
Provinsi Bali yakni
sebesar 84,9%
sedangkan untuk
retribusi daerah
hanya 16,6%
kontribusinya
terhadap PAD se-
Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali.
Kerangka Pikir
Penerimaan pajak yang tinggi menandakan bahwa banyaknya orang
membayar pajak dari banyaknya orang membayar pajak tersebut disebabkan
karena pengetahuan wajib pajak yang meningkat. Pengetahuan wajib pajak yang
meningkat akan membuat kesadaran wajib pajak meningkat pula karena kesadaran
masyarakat dalam membayar pajak meningkat akan membuat tingkat kepatuhan
wajib pajak juga meningkat.
Dari tingkat kepatuhan wajib pajak yang meningkat tersebut akan
meningkatkan penerimaan pajak sekaligus menambah jumlah realisasi pajak yang
nantinya realisasi pajak tersebut juga akan meningkatkan penerimaan pajak.
Selanjutnya realisasi pajak yang meningkat akan membuat tarif pajak menurun
karena realisasi pajak sudah mendekati target pajak. Target pajak yang diturunkan
akan menguntungkan sektor UMKM dimana pumungutan pajak akan menurun
dan membuat sektor UMKM meningkat dan jumlah UMKM juga akan meningkat.
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

Jumlah UMKM yang meningkat akan mempengaruhi penerimaan pajak


karena penerimaan pajak dari sektor UMKM cukup besar maka penerimaan pajak
juga akan meningkat. Ketika penerimaan pajak meningkat maka akan digunakan
salah satunya untuk meningkatkan kesejahteraan UMKM Penerimaan pajak yang
meningkat artinya biaya pengeluaran negara/belanja pemerintah juga semakin
tinggi.belanja pemerintah digunakan salah satunya untuk pembangunan dan
peningkatan ekonomi yang nantinya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat artinya sektor UMKM juga akan sejahtera
dan dapat meningkatkan jumlah UMKM.

- +

Jumlah Pertumbuhan
Tarif Pajak
UMKM Ekonomi

- +
+ + + Pengeluaran
Negara
Realisasi
Pajak

Penerimaan
+ Pajak +
+
Tingkat
Kepatuhan
Wajib Pajak
+ Pengetahuan
Wajib Pajak
Kesadaran
Wajib Pajak

+ +

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian


JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

METODE PENELITIAN
1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data sekunder yaitu
data yang diperoleh dan dibuat oleh pihak lain yang dikumpulkan dalam kurun
waktu tertentu dari suatu sampel. Data yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah data time series. Ketersediaan data merupakan suatu hal yang mutlak
dipenuhi dalam suatu penelitian ilmiah. Jenis data yang tersedia harus
disesuaikan dengan kebutuhan dalam suatu penelitian. Data yang digunakan
adalah data sekunder selama sepuluh tahun.
2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data sekunder dari penelitian ini bersumber dari data resmi
Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak), Kementerian Keuangan, Kementerian
Koperasi dan UMKM dan data sekunder lainnya. Jenis data yang digunakan
adalah time series dari tahun 2011 sampai 2020. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen yang terdiri dari
jumlah UMKM dan kepatuhan wajib pajak di Indonesia terhadap variabel
dependen yaitu penerimaan pajak di Indonesia. Dalam penelitian ini, model di
estimasi dengan menggunakan data time series. Dengan periode pengamatan
tahun dari tahun 2011 sampai dengan 2020.
3. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu
variabel dependen dan variabel independen.
a) Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data
penerimaan pajak di Indonesia. Pajak nasional digunakan untuk belanja
negara dan menjalankan berbagai program pemerintah untuk kepentingan
masyarakat luas.
b) Variabel Independen (X)
Variabel independen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data
jumlah UMKM (X1) dan data tingkat kepatuhan wajib pajak (X2).
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

4. Metode Analisis
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Teknik analisis
data kuantitatif meliputi penyajian data, analisis data menggunakan E-Views 10
dan penarikan kesimpulan. Penelitian menggunakan metode analisis regresi
linear berganda. Dalam regresi linear berganda ini, data yang digunakan yaitu
data time series dalam jangka waktu dari tahun 2011-2020. Untuk membuktikan
kebenaran dari hipotesis maka diperlukan alat analisis data dan mengetahui
pengaruh yang di timbulkan oleh variabel-variabel bebas (Jumlah UMKM dan
Kepatuhan Wajib Pajak) terhadap variabel terikat (Penerimaan Pajak), maka
digunakan model ekonometrika. Model dasar yang digunakan dari persamaan
estimasi adalah model OLS (Ordinary Least Squares). Dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari variabel Jumlah UMKM dan
Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Penerimaan Pajak, maka digunakan analisis
regresi linier berganda sebagai analisis yang tepat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Regresi
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -2725356. 519097.7 -5.250179 0.0012


X1 0.069526 0.013139 5.291680 0.0011
X2 -0.020837 0.026976 -0.772435 0.0451

R-squared 0.955993 Mean dependent var 1241692.


Adjusted R-squared 0.943419 S.D. dependent var 223045.3
S.E. of regression 53055.19 Akaike info criterion 24.83938
Sum squared resid 1.97E+10 Schwarz criterion 24.93015
Log likelihood -121.1969 Hannan-Quinn criter. 24.73980
F-statistic 76.03220 Durbin-Watson stat 1.540506
Prob(F-statistic) 0.000018

Estimation Command:
=========================
LS Y C X1 X2

Estimation Equation:
=========================
Y = C(1) + C(2)*X1 + C(3)*X2

Substituted Coefficients:
=========================
Y = -2725355.50255 + 0.0695259166775*X1 + 0.0208374517685*X2
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

A. Uji Asumsi Klasik


Multikolonieritas

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C 2.69E+11 957.2875 NA
X1 0.000173 2253.650 7.237962
X2 0.000728 352.6601 7.237962

Hasil uji multikolinieritas, dapat dilihat pada tabel kolom Centered VIF.
Berdasarkan hasil uji multikolinieritas dapat diketahui bahwa nilai VIF dari kedua
variabel sama-sama sebesar 7.2379 yang artinya VIF dari kedua variabel tidak
lebih besar dari 10. Maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas pada
kedua variabel bebas tersebut.
Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.318869 Prob. F(2,5) 0.3467


Obs*R-squared 3.453559 Prob. Chi-Square(2) 0.1779

Nilai Prob. F(2,5) sebesar 0.3467 dapat juga disebut sebagai nilai
probabilitas F hitung. Nilai Prob. F hitung lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%)
sehingga, berdasarkan uji hipotesis, H0 diterima yang artinya tidak terjadi masalah
autokorelasi dalam model regresi.
Normalitas
4
Series: Residuals
Sample 2011 2020
Observations 10
3

Mean 5.46e-10
Median -17910.43
2 Maximum 74061.80
Minimum -54776.83
Std. Dev. 46790.28
Skewness 0.650831
1 Kurtosis 1.958996

Jarque-Bera 1.157505
0 Probability 0.560597
-50000 0 50000
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

Keputusan terdistribusi normal tidaknya residual secara sederhana dengan


membandingkan nilai Probabilitas JB (Jarque-Bera) hitung dengan tingkat alpha
0,05 (5%). Apabila Prob. JB hitung lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa residual terdistribusi normal dan sebaliknya, apabila nilainya lebih kecil
maka tidak cukup bukti untuk menyatakan bahwa residual terdistribusi normal.
Berdasarkan hasil uji normalitas dapat diketahui bahwa nilai Prob. JB hitung
sebesar 0.5605 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual terdistribusi
normal yang artinya asumsi klasik tentang kenormalan telah dipenuhi.
Linieritas

Value df Probability
t-statistic 0.740022 6 0.4872
F-statistic 0.547633 (1, 6) 0.4872
Likelihood ratio 0.873441 1 0.3500

Apabila nilai Prob. F hitung lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%) maka
model regresi memenuhi asumsi linieritas dan sebaliknya, apabila nilai Prob. F
hitung lebih kecil dari 0,05 maka model tidak memenuhi asumsi linieritas.
Berdasarkan hasil uji linieritas diketahui bahwa nilai Prob. F hitung dapat dilihat
pada baris F-statistic kolom Probability. Pada kasus ini nilainya 0.4872 lebih
besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi telah memenuhi
asumsi linieritas.
Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.298149 Prob. F(2,7) 0.7512


Obs*R-squared 0.784985 Prob. Chi-Square(2) 0.6754
Scaled explained SS 0.184435 Prob. Chi-Square(2) 0.9119

Keputusan terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi linier


adalah dengan melihat Nilai Prob. F-statistic (F hitung). Apabila nilai Prob. F
hitung lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%) maka H0 diterima yang artinya
tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model regresi, sedangkan apabila
nilai Prob. F hitung lebih kecil dari dari tingkat alpha 0,05 (5%) maka H 0 ditolak
yang artinya terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model regresi. Berdasarkan
hasil uji heteroskedastisitas dapat diketahui bahwa nilai Prob. F hitung sebesar
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

0.7512 yang artinya lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%) sehingga,
berdasarkan uji hipotesis, H0 diterima yang artinya tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas dalam model regresi.
B. Uji Kelayakan Model

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -2725356. 519097.7 -5.250179 0.0012


X1 0.069526 0.013139 5.291680 0.0011
X2 -0.020837 0.026976 -0.772435 0.0451

R-squared 0.955993 Mean dependent var 1241692.


Adjusted R-squared 0.943419 S.D. dependent var 223045.3
S.E. of regression 53055.19 Akaike info criterion 24.83938
Sum squared resid 1.97E+10 Schwarz criterion 24.93015
Log likelihood -121.1969 Hannan-Quinn criter. 24.73980
F-statistic 76.03220 Durbin-Watson stat 1.540506
Prob(F-statistic) 0.000018

A. Uji T
Hasil uji t dapat dilihat pada nilai prob. t hitung. Apabila nilai prob. t hitung
lebih kecil dari tingkat kesalahan (alpha) 0,05 maka dapat dikatakan bahwa
variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya, sedangkan
apabila nilai prob. t hitung lebih besar dari tingkat kesalahan 0,05 maka dapat
dikatakan bahwa variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikatnya. Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa nilai prob. t hitung dari
variabel bebas jumlah UMKM (X1) sebesar 0.0011 yang artinya lebih kecil dari
0,05 sehingga variabel bebas jumlah UMKM (X1) berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat penerimaan pajak (Y) pada alpha 5% atau dengan kata
lain, jumlah UMKM berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pada taraf
keyakinan 95%. Sama halnya dengan pengaruh variabel bebas tingkat kepatuhan
wajib pajak (X2) terhadap variabel terikat penerimaan pajak (Y), karena nilai
prob. t hitung (0.0451) yang artinya lebih kecil dari 0,05 sehingga variabel bebas
tingkat kepatuhan wajib pajak (X2) berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat penerimaan pajak (Y) pada alpha 5% atau dengan kata lain, tingkat
kepatuhan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pada
taraf keyakinan 95%.
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

B. Uji F
Hasil uji F dapat dilihat pada tabel di atas. Apabila nilai prob. F hitung lebih
kecil dari tingkat kesalahan/error (alpha) 0,05 maka dapat dikatakan bahwa model
regresi yang diestimasi layak, sedangkan apabila nilai prob. F hitung lebih besar
dari tingkat kesalahan 0,05 maka dapat dikatakan bahwa model regresi yang
diestimasi tidak layak. Berdasarkan hasil uji f dapat diketahui bahwa nilai prob. F
(Statistic) sebesar 0.000018 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa model regresi yang diestimasi layak digunakan untuk
menjelaskan pengaruh jumlah UMKM (X1) dan tingkat kepatuhan wajib pajak
(X2) terhadap penerimaan pajak (Y).
C. Koefisien Determinasi
Nilai koefisien determinasi dapat diukur oleh nilai Adjusted R-Square. Karena
nilai Adjusted R-Square digunakan pada saat variabel bebas lebih dari satu.
Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi dapat diketahui bahwa Nilai Adjusted
R-Square sebesar 0.943419 yang artinya menunjukkan bahwa proporsi pengaruh
variabel jumlah UMKM (X1) dan tingkat kepatuhan wajib pajak (X2) terhadap
variabel penerimaan pajak (Y) sebesar 94,34%. Artinya, jumlah UMKM dan
tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak memiliki proporsi
pengaruh sebesar 94,34% sedangkan sisanya 5,66% (100% - 94,34%) dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak ada didalam model regresi.

PEMBAHASAN HASIL UJI HIPOTESIS


Pengaruh Jumlah UMKM Terhadap Penerimaan Pajak
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan nilai Jumlah
UMKM mempengaruhi Penerimaan Pajak. Nilai prob. t hitung dari Jumlah
UMKM sebesar 0.0011 artinya nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi α
0,05 sehingga variabel tersebut dapat dikatakan berpengaruh positif secara
signifikan terhadap Penerimaan Pajak pada alpha 5%.
Nilai Jumlah UMKM berpengaruh positif secara signifikan terhadap
Penerimaan Pajak di Indonesia tahun 2011-2020 dengan koefisien sebesar
0.069525. Koefisien regresi Jumlah UMKM bernilai positif artinya pada saat
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

Jumlah UMKM naik maka penerimaan pajak akan mengalami kenaikan. Begitu
pula pada saat persentase jumlah umkm turun maka persentase Penerimaan Pajak
mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Sitinjak, 2018) bahwa Jumlah UMKM memiliki nilai signifikansi positif sebesar
0,000 yang berarti jika Jumlah UMKM mengalami peningkatan maka penerimaan
pajak juga meningkat. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Kibassa (2012) yang
menjelaskan bahwa UMKM memberikan kontribusi yang tinggi terhadap
penerimaan pajak. UMKM di Indonesia memiliki peran yang kuat terhadap
perekonomian rakyat. Sebagai contoh, UMKM terbukti dapat bertahan saat krisis
moneter pada tahun 1997, sedangkan usaha yang lebih besar banyak yang
mengalami kebangkrutan.
Pengaruh Tingkat Kepatuhan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan nilai
Kepatuhan Wajib Pajak mempengaruhi penerimaan pajak. Nilai prob. t hitung dari
Kepatuhan Wajib Pajak sebesar 0.0451 artinya nilai tersebut lebih kecil dari
tingkat signifikansi α 0,05 sehingga variabel tersebut dapat dikatakan berpengaruh
positif secara signifikan terhadap Penerimaan Pajak pada alpha 5%.
Nilai Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh positif secara signifikan terhadap
Penerimaan Pajak di Indonesia tahun 2011-2020 dengan koefisien sebesar
0.020837. Koefisien regresi Kepatuhan Wajib Pajak bernilai positif artinya pada
saat Kepatuhan Wajib Pajak naik maka penerimaan pajak akan mengalami
kenaikan. Begitu pula pada saat persentase Kepatuhan Wajib Pajak turun maka
persentase Penerimaan Pajak mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Monica dan Andi, 2018) bahwa Kepatuhan Wajib
Pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penerimaan Pajak. Hal tersebut
juga sejalan dengan sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia, yakni
sistem self assessment di mana dalam sistem ini Wajib Pajak diberikan wewenang
dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
dengan perundang-undangan perpajakan yang berlaku (Siti Resmi, 2014). Adapun
penelitian lain yang dilakukan oleh (Inayah, 2016) bahwa kepatuhan wajib pajak
berpengaruh terhadap penerimaan pajak dan menunjukkan hubungan positif, oleh
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

karena itu semakin tinggi tingkat Kepatuhan Wajib Pajak, maka akan
meningkatkan Penerimaan Pajak.
Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu kondisi yang dapat membantu
meningkatkan penerimaan pajak. Adanya peningkatan penerimaan pajak dapat
diakibatkan oleh semakin banyaknya wajib pajak yang sadar akan kewajibannya
membayar pajak. Selain itu, adanya pelayanan yang baik serta prosedur yang
sederhana dan mudah mendorong masyarakat untuk membayar pajak tepat waktu.
Penerimaan pajak yang lebih baik dan efektif diwujudkan oleh kepatuhan wajib
pajak serta faktor-faktor lain (Monica dan Andi, 2018).

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut ini.
1. Variabel X1 (Jumlah UMKM) memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap variabel Y (Penerimaan Pajak). Ketika Jumlah UMKM meningkat
maka Penerimaan Pajak juga akan meningkat.
2. Variabel X2 (Kepatuhan Wajib Pajak) memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap variabel Y (Penerimaan Pajak). Ketika Kepatuhan Wajib
Pajak meningkat maka Penerimaan Pajak juga akan meningkat.
Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis
merekomendasikan saran sebagai berikut ini.
1. Untuk meningkatkan penerimaan pajak perlu adanya upaya dari pemerintah
yakni dengan memperluas tax base perpajakan dalam rangka meningkatkan
penerimaan dalam pembayaran pajak, yakni pemberlakuan pajak plastik dan
makanan berlemak.
2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan variabel lain seperti dari
sisi wajib pajak orang kaya dan perusahaan besar.
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber artikel jurnal :
Akbar, L. R. (2020). Analisis Kinerja Direktorat Jenderal Pajak Dalam
Optimalisasi Penerimaan Pajak Pandemi Covid-19. Journal of Applied
Business and Economics (JABE), 7(1), 98–110.
Antika, F. N., Budiman, N. A., & Mulyani, S. (2020). Kepatuhan Wajib Pajak
Umum di Kabupaten Kudus Selama Pandemi COVID-19. Seminar Nasional
Manajemen, September, 408–417.
Astuti, T. P., & Aryani, Y. A. (2016). Tren Pengindaran Pajak Perusahaan
Manufaktur di Indonesia yang Terdaftar di BEI Tahun 2001-2014. Jurnal
Akuntansi, 20(3), 375–388. www.pajak.go.id
Binbangkum, D. (2020). Penerimaan pajak turun 2,5% hingga akhir maret. Seksi
Informasi Hukum, 5–7.
Budiman, J., & Setiyono. (2012). Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance).
Dyreng, S. D., Hanlon, M., & Maydew, E. L. (2010). The Effects Of Executives
On Corporate Tax Avoidance. Accounting Review, 85(4), 1163–1189.
https://doi.org/10.2308/accr.2010.85.4.1163
Estiningsih, W. (2014). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pajak
Usaha Kecil Menengah (UKM). SOSIO E-KONS, 6(1), 56–65.
Fitriani, I. (2020). Analisis Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Pertambahan Nilai Pada PT. Pandugo Mitra Utama Di Sidoarjo. Skripsi.
Ilhamsyah, R., Endang, M. G. W., & Dewantara, R. Y. (2016). Pengaruh
Pemahaman dan Pengetahuan Wajib Pajak Tentang Peraturan Perpajakan,
Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, dan Sanksi Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor (Studi Samsat Kota
Malang). Jurnal Perpajakan (JEJAK), 8(1), 1–9.
Inayah, A. N. (2016). Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Penerimaan
Pajak Di Kota Bogor. Jurnal Lentera Akuntansi, 4, 119–129.
Ispriyarso, B. (2019). Keberhasilan Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax
Amnesty) di Indonesia. Administrative Law and Governance Journal, 2(1),
47–59. https://doi.org/10.14710/alj.v2i1.47-59
Kusuma, M., & Wirawati, N. (2013). Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan PAD Sekabupaten/Kota Di
Provinsi Bali. E-Jurnal Akuntansi, 5(3), 574–585.
Monica, R., & Andi, A. (2018). Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak, Pemeriksaan
Pajak, Dan Pencairan Tunggakan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Badan
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serang Tahun 2012-2016. Jurnal Riset
Akuntansi Terpadu, 12(1), 64–83. https://doi.org/10.35448/jrat.v12i1.5343
Mutia, S. P. T. (2014). Pengaruh sanksi perpajakan, kesadaran perpajakan,
pelayanan fiskus, dan tingkat pemahaman terhadap kepatuhan wajib pajak
orang pribadi (Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar
di KPP Pratama Padang). Artikel Ilmiah, 2(1), 2–29.
Pradini, A. J., & Nurcahyanto, S. H. (2017). Strategi Peningkatan Kepatuhan
Wajib Pajak Dalam Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Di
JEMAP: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, dan Perpajakan
ISSN: 2622-612X (Media Online) │ Vol.X │ No.X │ Bulan Tahun hlm.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Semarang Candisari. 1–16.


Putra, A. H. (2016). Peran Umkm Dalam Pembangunan Dan Kesejahteraan
Masyarakat Kabupaten Blora. Jurnal Analisa Sosiologi, 5(2), 40–52.
https://doi.org/10.20961/jas.v5i2.18162
Sitinjak, N. D. (2018). Pengaruh Jumlah UMKM dan Pertumbuhan Tenaga Kerja
Terhadap Penerimaan Pajak. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 6(1),
51–56. https://doi.org/10.26905/jmdk.v6i1.2065
Suryarini, T., & Anwar, S. (2012). Dampak Kebijakan Sunset Policy Terhadap
Kemauan Membayar Pajak Pada Kpp Semarang Barat. Jurnal Dinamika
Akuntansi, 2(2), 135–145. https://doi.org/10.15294/jda.v2i2.1937
Swingly, C., & Sukartha, I. M. (2015). Pengaruh Karakter Eksekutif, Komite
Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage, dan Sales Growth pada Tax
Avoidance. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 10(1), 47–62.
Vanomy, A. E. (2021). Analisa Dampak Kebijakan Penurunan Tarif Pajak
Penghasilan (PPh) Final Untuk UMKM Terhadap Penerimaan Pajak Negara
Di Kota Batam Prov. Kepri. Profit: Jurnal Administrasi Bisnis, 15(2), 1–13.
https://doi.org/10.21776/ub.profit.2021.015.02.1
Yusro, H. W., & Kiswanto. (2014). Pengaruh Tarif Pajak, Mekanisme
Pembayaran Pajak dan Kesadaran Membayar Pajak Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak UMKM di Kabupaten Jepara. Accounting Analysis Journal,
3(4), 429–436.
Sumber website/ halaman online :
Ananda, C.F. (2021). Asa Pajak UMKM. Candrafajriananda.com. Diakses pada
24 Desember 2021, melalui https://candrafajriananda.com/asa-pajak-
umkm/ /asa-pajak-umkm/
Hestanto. (2021). Penerimaan Pajak. Hestanto.web.id. Diakses pada 24
Desember 2021, melalui https://www.hestanto.web.id/penerimaan-pajak/
Fitriani, F.F. (2020). Bank Dunia: Rasio Pajak Indonesia Paling Rendah di
Antara Negara Berkembang. Ekonomibisnis.com. Diakses pada 24
Desember 2021,
https://ekonomi.bisnis.com/read/20200622/9/1255978/bank-dunia-rasio-
pajak-indonesia-paling-rendah-di-antara-negara-berkembang
Gustomo, M. (2021). Menciptakan Pajak yang Ramah untuk UMKM.
Kementerian Keuangan. Diakses pada 24 Desember 2021, melalui
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/menciptakan-
pajak-yang-ramah-untuk-umkm/
Swari, R.C. (2021). 7 Bahaya Sering Makan Makanan Berminyak.
Hellosehat.com. Diakses pada 24 Desember 2021, melalui
https://hellosehat.com/nutrisi/tips-makan-sehat/bahaya-makanan-
berminyak/
Sumber buku :
Siti, R. (2014). Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi 8. Jakarta Selatan: Salemba
Empat.
Zain, M. (2008) Manajemen Perpajakan, Edisi 3. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat.

You might also like