You are on page 1of 60

INOVASI BUDIDAYA RUMPUT

LAUT (KOTONI DAN GRACILARIA)

Disampaikan pada acara:


Lideman, Ph.D Kuliah “Inovasi dan Kewirausahaan
Rumput Laut”
Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar Webinar (Zoom meeting),
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2 Oktober 2021
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Lideman bin Achmad Zawawi
Palembang, 01 April 1972
E-mail: lidemanz@yahoo.com
Kantor: Balai Prikanan Budidaya Air Payau Takalar, Komplek BBAP
Takalar, BontoloE, Galesong Selatan, Takalar, Sulawesi
Selatan 92254. Tel. 0418-2326577. Fax. 0418-2326777
Rumah: Kompek Citra Sudiang Indah Blok X8 No 13 Makassar. HP.
0853-9649-3456

▪ SD Neg. 1 Petaling
20 Mei 2012 ▪ SMP Abaadi 2-FKIP Unsri Palembang
▪ SMA Neg. 10 Palembang
▪ Institut Pertanian Bogor, Bogor (S1)
▪ Kagoshima University, Jepang (S2)
▪ Kagoshima University, Jepang (S3)

Untuk: Materi Ajar “Inovasi


Budidaya Rumput Laut”,
2 Oktober 2021 (Zoom)
❖ RINGKASAN PRESENTASI
✓ Status Budidaya Rumput Laut di Indonesia
✓ Pembenihan (SPORA dan KULTUR JARINGAN) dan
Pembesaran Kotoni (Kappaphycus alvarezii)
✓ Pembenihan (SPORA) dan Pembesaran Gracilaria
(G. changii)
✓ Fotosintesis dan Pertumbuhan Rumput Laut
INDONESIA: Second larger world fisheries production
Trend of World Fish Production Top 10 World Fish Producer
(1950-2015) (2016)
No. Country Tonnes (Thousand)
1 China 63,631
2 Indonesia 16,581
3 India 5,703
4 Vietnam 3,635
5 Bangladesh 2,204
6 Philippines 1,405
7 Egypt 1,371
8 Republic of Korea 1,351
9 Norway 1,326
Source: SOFIA, FAO 2018
10 Chile 1,050
Source: SOFIA FAO 2018
Contribution of Aquaculture for
world fisheries
• Production of catch fisheries is
stagnant, while production of
1991 : 8%
2000 : 25,7%
aquaculture increases
2016 : 46,8 % • Aquaculture is an potential sector
for prosperity especially in coastal
Source: FAO, 2018 area
4
Top Ten World Seaweed Production 2015 (FAO, 2018)
4% 1% 1%1% 0% 0% 0%
China
6% Indonesia
Philippines
South Korea
120 48% Japan
Production (x1000 dried ton)

100
39% Malaysia
80 Zanzibar
60
North Korea
Madagaskar
40
Indonesia Solomon Is.
20
The Philippines
0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
➢ Indonesia is number second in Seaweed
Year Production in the world
(Sumber: Bixler and Porse, 2011)
➢ Indonesia is number one in production of
“tropical seaweed” (cottonii, spinosum and
gracilaria) (Bixler and Porse, 2011)
5
6
5 MAIN EXPORT COMODITIES OF FISHERIES SECTOR
✓ Export 2018 (Annual Report MMAF, 2019):
✓ Seaweed is no.1 in export volume (213,01 thousand ton or 11,03%).
✓ Seaweed is no. 5 in export value

USD 1,74 Miliar USD 291,84 Jt

(Sumber: Laporan Tahunan KKP, 2019) (Sumber: BPS 2020) 7


➢Bahan Aktif: Karaginan (Kotonii) dan Agar
(Gracilaria)
✓ Berfungsi sebagai pengental, pengemulsi, coagulan
dan pengisi nut, digunakan untuk berbagai industry
makanan, kesehatan, kosmetik, tekstil, mikrobiologi
dll.
✓ Pengembangan budidaya RL mendorong kesempatan
kerja, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat pesisir.

8
INDUSTRI KAPSUL
BioStimulant
Liquid fertilizer
(SAP)

11
RUMPUT LAUT YANG DIBUDIDAYAKAN Export Rumput Laut 2019 (Kg
Kering):
Kappaphycus alvarezii K. striatus
(Eucheuma cottonii) (K. striatum) 1. Eucheuma cottonii
(93.728.599,38)
2. Gracilaria (51.631.932,1)
3. E. spinosum (23.240.113,1)
4. Sargassum (1.244.550)
Cottonii Tambalang Sakol
5. Gelidium (45.860)
E. spinosum Caulerpa 6. Karaginan (12.819.651)
(E. denticulatum) Gracilaria (Anggur Laut)
7. Agar-agar (710.853)
(Sumber BPS, Akses Mei 2020)

Potensial untuk di
Budidayakan
Indonesia Seaweed Production
(Satudata KKP, 2019)

12,000
TOP TEN 2018:
Production (x1000 tones wet

10,000 1. Sulawesi Selatan


11,269 2. NTT
10,548
8,000 10,077 3. Sulawesi Tengah
11,050 10,320
9,298 4. NTB
weight)

6,000 5. Jawa Timur


6,515 6. Maluku
4,000
5,183 7. Kalimantan Utara
2,000 8. Sulawesi Tenggara
3,918
9. Sulawesi Utara
0 10. Maluku Utara
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Year
13
❖ RINGKASAN PRESENTASI
✓ Status Budidaya Rumput Laut di Indonesia
✓ Pembenihan (SPORA dan KULTUR JARINGAN) dan
Pembesaran Kotoni (Kappaphycus alvarezii)
✓ Pembenihan (SPORA ) dan Pembesaran Gracilaria
(G. changii)
✓ Fotosintesis dan Pertumbuhan Rumput Laut
◍ Bibit
- Tidak cukup secara kuantitas dan kualitas, adanya siklus terputus
- Pembudidaya perlu 1-2 siklus untuk perbanyakan bibit setelah
musim/cuaca ekstrim (angin barat)
❖ Permasalahan - Sumber bibit umumnya berasal dari penanaman kembali thallus
Teknis dalam tanpa seleksi

Budidaya ◍ Lingkungan pemeliharaan


Rumput Laut - Cuaca yang ekstrim (kemarau panjang, angin barat) menurunkan
(Kotoni) bahkan memutus rantai kegiatan produksi
◍ Penyakit: ice-ice, epifit

Permasalahan Bibit:
Pengembangan Spora 15
❖ MENGAPA BIBIT DARI SPORA?

➢ Produksi bibit rumput laut dari spora sukses diterapkan untuk


Porphyra (bahan baku nori) dan Kelp (Undaria, Laminaria) yang
dibudidayakan di Jepang, Korea dan daerah subtropic lainnya.
➢ Distribusi/transportasi bibit lebih efisien, perlu 2,4 – 2,8 Ton bibit/Ha.
➢ Produksi bibit dari spora relative lebih mudah, cepat dan lebih
murah dibandingkan melalui kultur jaringan.
➢ Keberadaan bibit bisa berkelanjutan, karena sumber bibit tidak
tergantung pada musim.
➢ Sumber bibit bisa terselusuri untuk kepentingan perdagangan dan
penelitian/pengembangan.
➢ Bibit dari spora yang menempel di tali tidak perlu biaya ikat bibit dan
bisa dipanen parsial.
16
Produksi
Porphyra di laut
❑ SUKSES STORI menggunakan
PENGGUNAAN bibit dari spora
SPORA SEBAGAI
BIBIT (PORPHYRA)
DI JEPANG DAN (Saho and Yarish
CHINA in Andersen,
2005)

17
❑ SUKSES STORI PENGGUNAAN SPORA
SEBAGAI BIBIT PORPHYRA DI KOREA

(Saho and Yarish in


Andersen, 2005)

18
❖ PRODUKSI BIBIT KAPPAPHYCUS
BERASAL DARI SPORA

ASAL INDUKAN:
KEP. PADAIDO
KAB. BIAK NUMFOR
(-1ᵒ 17’ 20” ; 136ᵒ 22’ 34”)

19
❑ LOKASI LAIN INDUKAN
KOTONI YANG
MENGANDUNG SPORA

✓ Indukan rumput berspora


juga ditemukan di Kab.
Muna Dan Kab. Bombana.

✓ Koleksi, pelepasan dan


pemeliharaan spora sudah
dilakukan di Lab. Kultur
Jaringan “Moico” di Kab.
Bombana

20
❑ KEGIATAN PELEPASAN DAN
PEMELIHARAAN SPORA KAPPAPHYCUS:
✓ Laboratorium BKIPM Biak, 20 – 22 Maret 2021
✓ BPBAP Takalar

21
❖ Pelepasan dan kultur spora
Kappaphycus, indukan dari Biak, Papua
20 Mar 2021 20 Mar 2021 21 Mar 2021 30 Apr 2021 25 May 2021

22
❑ PLANTLET DARI SPORA DIPELIHARA DI BOTOL
DAN DI SHAKER

23
❖ IDENTIFIKASI JENIS INDUKAN
RUMPUT LAUT DARI BIAK
3. ANALISA KUALITAS GEL
DILAKUKAN OLEH PT. INRI
2. SEL (BOMBANA, SULTRA)
1. MORFOLOGI Indukan Biak
4. ANALISA 5. ANALISA DNA
BIBIT YG
HIDUP
VS

24
❖ PERMASALAHAN DALAM
PEMELIHARAAN BIBIT SPORA
KAPPAPHYCUS DI LAB

- Diatom - Epifit : Neoshiponia


❑ MEDIA
- Protozoa
YANG KAYA
NUTRIEN

25
❖ PENGEMBANGAN BIBIT KULTUR JARINGAN
RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii)

◍ Sel baru yang tumbuh dari kultur jaringan


tumbuh relative lebih cepat
Advantage ◍ Pertumbuhan bibit yang berasal dari kultur
of tissue jaringan lebih tinggi (Sulistiani, 2012)
culture ◍ Terjadi seleksi selama proses produksi bibit
◍ Jumlah dan Kualitas bibit bisa dikontrol

26
TAHAPAN PRODUKSI BIBIT KULTUR JARINGAN
RUMPUT LAUT KOTONI (Kappaphycus alvarezii)

No Tahapan Hasil Waktu


1. Aklimatisasi indukan Indukan 1-2 bulan
2. Sterilisasi eksplan thallus Thalus steril 2-3 minggu
3. Induksi kalus Kalus 3-4 bulan
4. Regenerasi kalus/ Mikropropagul 3-4 bulan
produksi mikropropagul
5. Regenerasi mikropropagul/ Thalus muda/ 2-3 bulan
produksi thalus muda plantlet.
(plantlet)
6. Aklimatisasi plantlet Bibit siap turun 1-2 bulan
(di akuarium/bak) ke laut
7. Perbanyakan bibit di Laut.
➢ KJA 2 -4 bulan
➢ LOKASI BUDIDAYA Siap Sebar 1-2 bulan
Production stage of tissue culture of Kappaphycus alvarezii

Calus induction Calus

Plantlet culture in Plantlet ready to


the sea culture in the sea Plantlet 28
➢ PEMELIHARAAN ➢ PEMELIHARAAN
INDUKAN DI ➢ PEMELIHARAAN KALUS PLANTLET DI
GREENHOUSE DI RUANG KULTUR SHAKER

➢ PEMELIHARAAN
INDUKAN DAN PLANLET
DI RUANG KULTUR
➢ PEMELIHARAAN PLANTLET DI
KARAMBA JARING APUNG
Plantlet yang dipelihara di lokasi budidaya (awal dan
setelah 11 hari)
PEMBESARAN KOTONI

1. Seleksi Bibit
2. Pengikatan Bibit di Tali
3. Bibit 600 - 700 Kg per
0,25 Ha (100 bentang
@25 m)
4. Pemeliharaan di Laut
5. Panen 45 hari
6. Hasil panen 4 – 8 kali
dari berat bibit
7. Harga Rp 8.000-23.000
32
Lay out
Patok Utama Tali Sambung Tali Utama
Pemeliharaan (PE 5) (PE 8)
Kotonii

Pelampung Ø
10 cm
Bibit Tali Bentangan
Tali Pelampung
10-20 cm

PE Ø 3 mm (PE 5)

25 m
Tali Bentang PE
Ø 5 mm
Pelampung Ø
30 cm

Seed
Patok
Penunjang
1m 1m
100 m

Bibit Pelampung Ø 10 cm
20 cm
200 cm 33
PANEN DAN PASCA PANEN
✓ RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DAPAT DIPANEN PADA UMUR 40 –
45 HARI (KANDUNGAN KARAGENEN SUDAH BAIK)
✓ JIKA PANEN UNTUK BIBIT DAPAT DILAKUKAN PADA UMUR 30 – 35 HARI
✓ PANEN TOTAL DIANGKAT BERSAMA TALINNYA DIJEMUR DI BAWAH SINAR
MATAHARI
✓ ATAU RUMPUT LAUT YANG MASIH TERIKAT LANGSUNG DIJEMUR BERSAMA
TALI BENTANGAN DENGAN CARA MENGGANTUNG TALI BENTANGAN
✓ PADA CUACA BAIK PENJEMURAN DAPAT BERLANGSUNG 2 – 3 HARI
DENGAN KADAR AIR 33 -35 %.
✓ UNTUK LUAS AREAL 25 x 100 M2 (0.25 Ha; 1 UNIT) BIASANYA DIBUTUHKAN
BIBIT 600 Kg - 1 TON.
✓ DENGAN BIBIT 1 TON BASAH, DAPAT DIPEROLEH HASIL PANEN 500 – 600
KG KERING DAN 1 TON BASAH UNTUK BIBIT SIKLUS BERIKUTNYA.
❖ RINGKASAN PRESENTASI
✓ Status Budidaya Rumput Laut di Indonesia
✓ Pembenihan (SPORA dan KULTUR JARINGAN) dan
Pembesaran Kotoni (Kappaphycus alvarezii)
✓ Pembenihan (SPORA) dan Pembesaran Gracilaria
(G. changii)
✓ Fotosintesis dan Pertumbuhan Rumput Laut
Teknik Produksi Bibit Gracilaria melalui Spora

(Certificate of intelectual property- HAKI)

◍ Sebagai Sumber “Agar”, Sebelumnya, Gracilaria hanya


dikultur di tambak
◍ Sejak 2012 mulai dibudidayakan di laut
◍ Kultur di laut sebagai alternatif untuk petani yang tidak
mempunyai tambak
◍ Thallus Gracilaria sp. relative lebih kecil dari
Kappaphycus, jadi bibit mudah lepas.
◍ Perkembangan yang cepat dalam budidaya
◍ Membutuhkan banyak bibit untuk kegiatan
pembesarannya
36
Keuntungan Menggunakan Bibit Spora

➢ Bibit bisa tersedia sepanjang tahun, tidak


tergantung musim
➢ Bibit dapat digunakan untuk beberapa siklus; bisa
panen parsial tiap siklus
➢ Mengurangi biaya produksi pembesaran di laut
➢ Ketelusuran produk untuk kepentingan
perdagangan dan penelitian

37
Gracilaria changii dibudidayakan di
tambak dan di laut

38
❖ Koleksi indukan Gracilaria fertil

Life Cycle of Gracilaria (Yamamoto, 1991)


Gametophyte
(n)
❖ Gracilaria sp. Tetrasporophyte (2n)
Gametophyte
(Rodophyta) Tetraspore (n)
(n)

Carposporophyte Carpospore
containing (2n)
Carpospore is used
Fertili-
as source of spore Carposporophyte zation
for producing of (2n)

seed
39
❖ Proses produksi bibit spora Gracilaria

1. Koleksi dan aklimatisasi indukan


Gracilaria fertil
2. Pelepasan dan Penempelan spora
3. Pemeliharaan spora dan planlet

40
Sistem pelepasan dan penempelan spora pada tali
Fertile
Gracilaria Polyethylene as
a substrate

Screen (c)

Substrate (Polyethyle
rope, etc) (b)

Container (a)

41
❖ Prosedur produksi bibit Gracilaria melalui spora

Prosedur Koleksi dan Aklimatisasi


• Indukan Gracilaria changii fertil dari alam atau hasil
budidaya.
• Indukan diseleksi, dibersihkan dari kotoran dan di tampung
pada wadah stereofoam.
• Indukan dibawa ke lokasi pembenihan dengan suhu yang
dipertahankan kurang lebih 25 oC atau 5 oC lebih rendah dari
suhu di lokasi koleksi.
• sebelum dilakuan pelepasan spora, indukan dipelihara 1-2
hari di wadah yang mengandung air laut dengan salinitas 30
ppt dan pH 7,8 - 8.4.
42
Prosedur Pelepasan, Penempelan dan Pemeliharaan Spora pada Tali:
• Carposporophyte yang sudah diseleksi dipotong 1-1,5 cm yang mengandung 3-4 cytocarp.
• Sterilisasi: direndam dalam larutan iodin 1% selama 2-3 menit. Lalu dibilas dengan air laut
steril, minimal 3 kali.
• Carposporophyte diletakan di atas saringan dan terendam dalam media (PES 2% atau
Grund 0,1%) dengan kedalaman 2-3 cm dari atas permukaan media.
• Carposporophyte diangkat dari media pemeliharaan setelah 7-10 hari.
• Sesaat setelah pengangkatan Carposporophyte maka dilakukan pengecekan kondisi spora
dibawah mikroskop.
• Jika kondisi spora sehat, maka dilakukan pergantian media dan dipelihara sampai mempunyai
holdfast dan thalus (Gracilaria muda/plantlet), dengan kondisi suhu 25-27 oC, cahaya 500-1000 lux
dan salinitas 30 ppt.

Prosedur Pelepasan, Penempelan dan Pemeliharaan Spora pada Wadah Gelas:


• carposporophyte di wadah pemeliharaan (container gelas) dan terendam dalam media pemeliharaan
(PES atau Grund) dengan kedalaman 2-3 cm dari atas permukaan media. 43
❖ Penggunaan Bibit Gracilaria dari Spora

GORW OUT (Pond) HATCHERY GORW OUT (Sea) 44


Pemeliharaan Bibit Spora
Gracilaria di Laut

1. Sumber bibit: berasal dari spora


2. Transpor bibit: tali yang ada bibitnya dimasukan
ke kantong plasti yg berisi air laut
3. Aklimatisasi: mengganti air yang ada di
stereofoam sebanyak 50% dan diulang
sebanyak 3 kali dengan interval waktu 10-15
menit.
4. Tali dibentangkan di frame tempat
pemeliharaan di laut.
5. Siklus I : 60 to 70 hari, berikutnya: 30-40 hari

45
Bibit spora Gracilaria tumbuh di wadah gelas,
tali rafia dan tali polietilen

Spores on glass container (2,5


months)

46
❖ Pengaruh substrat
terhadap
perkembangan
spora

47
❖ Pengaruh
Kultur Media

Number of spores
released from
cystocarp (spore sacs)
to culture media for 8
consecutive days.

48
✓ Spores (carpospore)
that released and
spread in the media.
✓ Spore Ø = 20-35 µ.

❖ Eksperimen ✓ Spores attached to


perkembagan plastic petri dish
substrate in the
spora culture media.
✓ Spore Ø = 80-100 µ.

✓ Plantlet that grown


on substrate after 30
days of releasing the
spores.
✓ Bar is 1 mm 49
BUDIDAYA GRACILARIA-1
❑ Metoda Rawai
• Membersihkan lumpur yang menempel pada rumput laut dengan secara rutin
menggoyang tali bentang
• Membersihkan rumput laut dari lumut atau tanaman lain
• Membersihkan tali bentang, tali utama, tali frame (rangka), dari lumut dan tanaman
lain
• Menyulam tanaman yang rusak atau lepas dari ikatan
• Mengganti tali, patok, bambu, dan pelampung yang rusak.
• Menjaga tanaman dari serangan predator seperti ikan dan penyu (bila ada) dengan
menggunakan jaring
• Saat berusia 30 hari tanaman ditenggelamkan sedalam 35 -40 cm di bawah
permukaan air, dengan menggunakan pemberat.
50
BUDIDAYA GRACILAARIA-2

❑ Metoda tebar dasar


• Pergantian sekitar 50% air dalam tambak minimal 2 kali dalam seminggu,
semakin sering lebih baik (disesuaikan pasang surut)
• Pergantian sekitar 50% air dalam tambak, 1 atau 2 kali dalam seminggu, semakin
sering lebih baik (disesuaikan pasang surut)
• Memebersihkan rumput dari tanaman lain, lumpur, dan kotoran yang
menempel
• Membersihkan tambak dari tanaman pengganggu, kecuali klekap/lumut sebagai
makanan bandeng
• mengurai klekap (alga hijau) yang menumpuk sebagai makanan ikan bandeng
51
PANEN DAN PASCA PANEN

1) Panen
• Panen dilakukan setelah tanaman berusia minimal 30-45 hari
• Tehnik panen dilakukan panen keseluruhan (full harvest)
• Hasil panen thallus (cabang) yang tua (relatif besar dari cabang lainnya) untuk diproduksi kering, sedangkan
thallus muda ditanam kembali sebagai bibit
• Pada saat panen rumput laut dibersihkan dari lumpur dan kotoran lain yang menempel pada tanaman,
sebelum dilakukan pengeringan
1) Pasca Panen
• Rumput laut hasil panen dijemur dengan menggunakan alas (terpal atau waring), disarankan menggunakan
para-para, sampai kandungan air diperkirakan mencapai maksimal 18 %
• Setelah kering, diayak untuk membuang garam dan pasir yang masih menempel sekaligus melakukan sortasi
apabila terdapat material lain
• Dimasukkan ke dalam karung (bila memungkinkan dipres) dan disimpan di tempat yang tidak terkena embun,
air hujan dan tidak lembab 52
❖ RINGKASAN PRESENTASI
✓ Status Budidaya Rumput Laut di Indonesia
✓ Pembenihan (SPORA dan KULTUR JARINGAN) dan
Pembesaran Kotoni (Kappaphycus alvarezii)
✓ Pembenihan (SPORA) dan Pembesaran Gracilaria
(G. changii)
✓ Fotosintesis dan Pertumbuhan Rumput Laut
◍ A constraint on Kappapycus culture:
Low production at dry season : probably due to the
inproper enviroment condition (light, temperature,
nutrients?)

Research on light Oxygen evolution (µg O2/g/menit)


and temperature
DO Meter ❖ Mengetahui Oksigen
requirement for (YSI 58) yg diserap (Respirasi)
seaweed (K. dan Oksigen yg
alvarezii) diproduksi Rmpt Laut
❖ Kebutuhan Suhu dan
Cahaya untuk proses
Photosynthesis Parameters fotosintesis makro
Based on: water cooler
algae
Lamp
/hitter
1. Carbon screen (Coolnit CL- ❖ Menduga keberadaan
2. Oxgen evolution explants BOD 80F) Makroalga akibat
bottle
3. Chlorophyll Fluorescence perubahan iklim
54
◍ A constraint on Kappapycus culture:
Low production at dry season : probably due to the
inproper enviroment condition (light, temperature,
nutrients?)

Chlorophyll Fluorescence (electron transport rate, ❖ Kebutuhan Suhu dan Cahaya


max quantum yield, effective quantum yield) untuk proses fotosintesis
makro algae
❖ Mengetahui Cahaya yang
menyebabkan luju fotosintesis
menurun (Inhibiton Irradiaence)
❖ Mengetahui apakah
makroalgae mengalami stress
lingkungan atau tidak
❖ Menduga keberadaan
Makroalga akibat perubahan
iklim
55
❑MASALAH SUHU DAN CAHAYA Takalar ❑ Kappaphycus
alvarezii
DI LAUT (Takalar- Bali, Okt 2019) ❑ Higher Temperature
35 and Light
✓ No Growth
Temperature (oC)

30 ✓ Yellowish
25
Bali, Nusa
20 Lembongan ❑ K. alvarezii
❑ Lower Temperature
15
and Light
250000 ✓ Grow well
Light intensity (lux)

200000 ✓ Dark Brown


Time (hour)
150000
100000
50000 Bali, Nusa Penida ❑ K. striatum
0 ✓ Grow well
✓ Dark Green
✓ Optional species for
Time (hour) Culturing in Summer
season
❑ Temperature and Light Intensity in Takalar and Bali 56
➢ K. alvarezii yang di paparkan pada suhu tinggi (34 oC) dan
Cahaya tinggi (1.000 µmol photons m-2 s-1) terjadi stress
pada proses fotosintesis dan tidak bisa recovery

K. alvarezii_Takalar at 20 oC K. alvarezii_Takalar_at 27 oC K. alvarezii_Takalar_at 34 oC


Max. and Effective Quantum Yield

0.6

0.5 Dim Dim 100 µmol


Acclimation Acclimation
photons m-2
(Fv/Fm and ΦPSII)

0.4
Dark Dark
Dark
Dim
s-1
Acclimation
0.3 Acclimation Acclimation Acclimation

0.2
1000 µmol
photons m-2
0.1
s-1
0
0 6 12 18 24 30 0 6 12 18 24 30 0 6 12 18 24 30

Time (Hours) Time (Hours) Time (Hours)


PAR (µ mol photon m-2 s-1)

1
1,428 148 µmol
2
µmol

Depth (m)
3
POD(Stn. 1)
E(Z) = 160.1 e-0.58 Z
E(Z) = 1,964.8 e−0.60·Z 4
Control (Stn. 2)
R² = 0.9906 Expon. (POD(Stn. 1))
R² = 0.9925
Expon. (Control (Stn. 2))
5
Underwater PAR in Ujung Baji, South
Sulawesi, Indonesia (taken during 11:30
to 12:40)

Fine Weather without Cloud Cloudy

✓ Saturating irradiance of K. alvarezii (Brown) was 133-185


µmol photon m-2 s-1 (Borlongan et al., 2017) 58
◍ Temperature and Light Intensity in Takalar, South
Sulawesi, Indonesia

Temp, °C (19 August - 14 Sept 2020)

Temperature (oC)
34
33
32
31
30
29

Time (hour)

✓ Noon time, temperature was app. 31-33.5 oC


✓ K. alvarezi (Brown) need temperature of 27-31 oC
(Borlongan et al., 2017)
59
60

You might also like