Professional Documents
Culture Documents
06 Eklesiologi Sakramental
06 Eklesiologi Sakramental
Angga Avila
Independent Researcher, Jakarta, Indonesia
angga.avila@gmail.com
Abstract: After the 16th-century reformation, the church was faced Article history
Submitted 12 February 2021
with the situation of ecclesiological plurality, both differences in
Revised 14 July 2021
traditions and church divisions into many denominations, in- Accepted 30 July 2021
cluding evangelical churches. Despite the fact that the evangelical
movement was founded with the primary objective of spreading Keywords
the gospel, it is devoid of coherence in ecclesiology. Based on Totus Christus; Augustine;
ecclesiology; sacramental;
Augustine’s idea of totus Christus, this research presents a con-
eucharist; evangelical;
structive ecclesiology proposal for evangelical churches. Drawing Lord’s Supper
primarily on Augustine’s notion of totus Christus, and by showing
that this idea is central to his theological construction, the author © 2021 by author.
proposes the importance of revisiting the doctrine of totus Christus Licensee Veritas: Jurnal
Teologi dan Pelayanan.
to create an ecclesiology that links to sacramentology and This article is licensed under
soteriology. The contribution of this research is to show that the the term of the Creative
doctrine of totus Christus is more organic and sacramental so that Commons Attribution-
it can become the foundation and aspiration for evangelical NonCommercial-ShareAlike
churches united as the body of Christ to participate in His 4.0 International
redemptive works for the salvation of the world.
Research Highlights
• The author proposes a constructive ecclesiology aimed at
promoting church unity in diversity by adopting Augustine’s
idea of totus Christus, which does not separate sacramentology
from soteriology and ecclesiology.
• The findings of the study reveal that the unity and foundation Scan this QR
of ecclesiology are not based on confessions and dogmas but code with
your mobile
sacramental participation in the body of Christ through the devices to
work of the Holy Spirit. read online
238 Eklesiologi Sakramental (Angga Avila)
Angga Avila
Peneliti Independen, Jakarta, Indonesia
angga.avila@gmail.com
Abstrak: Setelah reformasi di abad ke-16, gereja diperhadapkan pada situasi pluralitas
eklesiologis, baik perbedaan tradisi maupun pemisahan gereja dengan banyak denominasi, tidak
terkecuali gereja-gereja injili. Meskipun gerakan injili diawali dengan satu tujuan untuk
pemberitaan Injil, namun secara eklesiologis tidak memiliki koherensi. Penelitian ini bertujuan
untuk memberikan sebuah usulan eklesiologi konstruktif bagi gereja-gereja injili yang
didasarkan kepada konsep totus Christus Agustinus. Dengan mengacu kepada gagasan totus
Christus dari Agustinus, dan menunjukkan bahwa konsep ini adalah dasar yang penting bagi
konstruksi teologisnya, penulis memaparkan pentingnya melihat kembali doktrin totus Christus
untuk menciptakan eklesiologi yang terhubung dengan sakramentologi dan soteriologi.
Kontribusi penelitian ini adalah untuk memperlihatkan doktrin totus Christus lebih bersifat
organik dan sakramental sehingga dapat menjadi fondasi dan aspirasi bagi gereja-gereja injili
sebagai tubuh Kristus yang bersatu di dalam kepelbagaiannya untuk berpartisipasi di dalam
karya keselamatan Kristus bagi dunia.
Kata-kata kunci: Totus Christus; Agustinus; eklesiologi; sakramental; ekaristi; injili; Perjamuan
Kudus
1
Mark A. Noll, The Rise of Evangelicalism: The Age of 2
Jan S. Aritonang, “Dampak Reformasi terhadap Per-
Edwards, Whitefield and the Wesleys (Downers Grove: pecahan Gereja dan Maknanya bagi Upaya Penyatuan
InterVarsity Academic, 2003), 14; Mark A. Noll, The New Gereja,” Jurnal Ledalero 16, no. 2 (Desember 2017): 212–
Shape of World Christianity: How American Experience 213, http://doi.org/10.31385/jl.v16i2.103.204-225.
Reflects Global Faith (Grand Rapids: Eerdmans, 2009), 3
Noll, The Rise of Evangelicalism, 17.
43–44.
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 20, no. 2 (2021): 237–255 239
Bagi Noll, eklesiologi injili mula-mula ber- konsep yang melihat bahwa Kristus dan
orientasi pada pemberitaan Injil. Terkait hal gereja-Nya bersama-sama bersatu sebagai
ini, Leanne van Dyke juga menyitir bahwa “keseluruhan Kristus.” Persatuan ini terjadi
kaum injili, sebagai pewaris tradisi Reformasi, secara mistik, sehingga gereja disebut sebagai
tidak memiliki sebuah bangunan eklesiologi, tubuh mistik Kristus yang melanjutkan peker-
atau paling tidak kehilangan koherensi ekle- jaan Kristus di tengah dunia.
siologis. 4 Di kalangan injili, diskursus eklesio-
logi masih berpusat di sekitar tahbisan perem- Penelitian ini bukan yang pertama melakukan
puan, krisis skandal kepemimpinan, atau pem- adopsi demikian. J. David Moser menunjuk-
baruan gaya ibadah yang mendesak identitas kan bahwa konsep totus Christus merupakan
gereja. Eklesiologi injili, bagi van Dyke, ber- konsep yang biblikal dan baik secara teologis.
kutat di seputar isu praktikal: kebijakan, pe- Pandangan ini disetujui oleh Michael Horton.
merintahan, keuangan, dan kepemimpinan. 5 Namun, tulisan Moser belum menunjukkan
lebih jauh konstruksi eklesiologi berdasarkan
Walau begitu, perbedaan historis, minat, dan konsep totus Christus itu sendiri. 8 Bersama
eklesiologis ini memunculkan satu pertanya- Moser dan Horton, penulis akan menunjuk-
an teologis: Jika dari awalnya gerakan injili kan kemungkinan mengadopsi konsep totus
majemuk satu dengan yang lain, mungkinkah Christus Agustinus dan menawarkan sebuah
memandang persatuan gereja dari sudut teo- konstruksi eklesiologis bagi teologi injili.
logi injili? Jika mungkin, konsep teologis apa Karena konsep totus Christus tidak memi-
yang dapat menyatukan gerakan injili? Di sahkan sakramentologi dengan soteriologi
tengah maraknya studi Agustinus dalam dan eklesiologi, maka melalui artikel ini pe-
kalangan injili, 6 dapatkah pandangan eklesio- nulis berharap dapat mendorong persatuan
logisnya berkontribusi di dalam konstruksi gereja di tengah diversitas. Lebih jauh, sama
eklesiologi injili yang Michael F. Bird sebut seperti yang J. Todd Billings tulis dan juga
“has always been a bit of conundrum”? 7 disetujui Bird, bahwa kaum Reformed masa
kini harus melihat bahwa teologi sakramental
METODE PENELITIAN Luther, Calvin, dan Zwingli lebih dekat de-
ngan bapa-bapa patristik seperti Agustinus,
Di dalam penelitian ini akan digunakan studi artikel ini menawarkan adopsi pandangan
literatur untuk mengkaji perspektif Agustinus sakramental Agustinus bagi eklesiologi injili. 9
tentang gereja, khususnya konsep totus
Christus dan relasinya dengan konsep Pembahasan dimulai dengan uraian dua
kesatuan gereja, serta mengadopsinya bagi model soteriologi, sakramentologi, dan ekle-
eklesiologi injili. Totus Christus adalah sebuah siologi injili dari Gregg R. Allison dan Kevin
4
Leanne van Dyk, “The Church in Evangelical Theol- 7
Michael F. Bird, Evangelical Theology (Grand Rapids:
ogy and Practice,” dalam The Cambridge Companion to Zondervan, 2013), §8.1, Kindle.
Evangelical Theology, ed. T. Larsen and D.J. Treier (Cam- 8
J. David Moser, “Totus Christus: A Proposal for Pro-
bridge: Cambridge University Press, 2007), 125, testant Christology and Ecclesiology,” Pro Ecclesia: A
https://doi.org/10.1017/CCOL0521846986. Van Dyk bah- Journal of Catholic and Evangelical Theology 29, no. 1
kan menulis, “Ecclesiology, it would seem, is not an explicit (2019): 3–30, https://doi.org/10.1177/1063851219891630;
part of evangelical identity” (ibid., 129). Bdk. G. Michael Horton, “Affirming Moser’s Well-Qualified
Vandervelde, “The Challenge of Evangelical Ecclesio- Totus Christus,” Pro Ecclesia: A Journal of Catholic and
logy,” Evangelical Review of Theology 27, no. 1 (2003): 4– Evangelical Theology, 29, no. 1 (2019): 43–44, https://doi.
26, dan Noll, The Rise of Evangelicalism, 17. org/10.1177/1063851219892188.
5
Van Dyk, “The Church,” 129. 9
J. Todd Billings, “The Promise of Catholic Calvinism,”
6
Contohnya James K.A. Smith di dalam bukunya You Perspectives: A Journal of Reformed Thought 21, no. 4 (April
are what You Love (Grand Rapids: Brazos, 2016) dan On 2006), https://www.academia.edu/37517448/_The_Promise
the Road with Saint Augustine: A Real-World Spirituality for _of_Catholic_Calvinism_Perspectives_A_Journal_of_Ref
Restless Hearts (Grand Rapids: Brazos, 2019). ormed_Thought_April_2006_12_15, diakses 31 Desember
2021. Bdk. Bird, Evangelical, §8.1, Kindle.
240 Eklesiologi Sakramental (Angga Avila)
J. Vanhoozer. Selanjutnya, penulis akan mem- Konstruksi yang sama juga dapat ditemukan
bahas konsep totus Christus dari Agustinus di dalam pandangan tokoh injili seperti
dan menunjukkan jalinan antara soteriologi, Allison dan Vanhoozer. Gerakan injili sendiri
sakramentologi, dan eklesiologi dalam pemi- sangat majemuk dan memiliki pandangan
kiran Agustinus, sebuah eklesiologi yang juga yang tidak homogen. Dengan memakai
mendorong persatuan gereja. Pada bagian Allison dan Vanhoozer, artikel ini berusaha
berikutnya, penulis akan menganalisis ekle- menggambarkan konstruksi soteriologi, sakra-
siologi Agustinus dan injili. Uraian akan di- mentologi, dan eklesiologi gerakan injili
akhiri dengan memaparkan usulan konstruk- modern.
tif yang terurai dalam tiga konsep: ekaristi
eklesial, ekaristi liturgikal, dan ekaristi histo- Gerakan injili memiliki keragaman dalam
rikal. Bersama Hans Boersma, sakramental memandang soteriologi, tetapi pada umum-
harus dipahami sebagai realitas dunia yang nya setuju dengan pemahaman penal substitu-
menunjuk pada kehadiran Allah dan berpar- tionary atonement atau penebusan pengganti
tisipasi dengan realitas yang lebih besar dan hukuman. 12 Kematian Kristus mengindikasi-
kekal. 10 kan sebuah “hukuman” karena Dia menang-
gung penalti di dalam kematian-Nya. Kemati-
HASIL DAN PEMBAHASAN an Yesus juga adalah sebuah “pengganti”
karena Dia menjadi pengganti umat manusia
Sketsa Eklesiologi, Soteriologi dan menanggung hukuman dosa. Bagi Luther,
Sakramentologi dalam Gerakan Injili tidak ada obat bagi dosa manusia kecuali
Anak Tunggal Allah melangkah dalam dilema
Setelah reformasi abad ke-16, perkembangan manusia dan, dengan tubuh dan darah-Nya,
gereja ditandai dengan berpisahnya gereja menjadi kurban bagi dosa. Dengan jalan ini,
Protestan dari gereja Katolik Roma. Pada Kristus, yang oleh rahmat dan kasih kepada
umumnya, gereja-gereja Protestan menolak manusia, menanggung murka dan maut. 13
teologi Katolisisme, termasuk totus Christus.
Kebanyakan gereja-gereja injili juga tidak Bagi kaum injili, keselamatan bersifat final
memegang doktrin ini, atau berorientasi pada dan individual, dengan formulasi umum by
gagasan sakramentalisme, walaupun ajaran grace alone through faith alone in Christ
ini dapat ditemukan dalam perdebatan ekle- alone. 14 Vanhoozer membagi struktur buku
siologis Luther dan Calvin. Treier berpenda- Biblical Authority after Babel ke dalam lima
pat kaum injili seringkali abai atau tidak sadar prinsip, dan hal ini tampaknya menunjukkan
tentang sakramentalisme yang ditemukan di bahwa kelima prinsip tersebut merupakan
dalam pemikiran Luther dan Calvin. 11 konstruksi penting bagi soteriologi injili.
Kelima prinsip tersebut adalah: sola gratia,
sola fide, sola scriptura, solus Christus, dan soli
10
Hans Boersma, Heavenly Participation: The Weaving 13
Martin Luther, “Epistle Sermon: Twenty-fourth
of a Sacramental Tapestry (Grand Rapids: Eerdmans, Sunday after Trinity,” dalam The Precious and Sacred
2011), Introduction, Kindle. Writings of Martin Luther, ed. John Nicholas Lenker
11
Daniel J. Treier, “Evangelical Theology,” dalam The (Minneapolis: The Luther Press, 1909), 9:43–45.
Cambridge Dictionary of Christian Theology, ed. Ian A. 14
John Calvin dalam Institutes, terj. Battles, 2.16.13 juga
McFarland, David A.S. Fergusson, Karen Kilby, dan Iain menegaskan bahwa “we have in his death the complete
R. Torrance (Cambridge: Cambridge University Press, fulfillment of salvation, … and the penalty paid in full.” Hal
2011), 174. yang sama di utarakan di dalam Belgic Confession. Lihat
12
Timothy Larsen, “Defining and Locating Evangeli- Gregg R. Allison, Historical Theology: An Introduction to
calism,” dalam The Cambridge Companion to Evangelical Christian Doctrine (Grand Rapids: Zondervan Academic,
Theology, 9; D. Stephen Long, “Justification and Atone- 2011), Chapter 18, Kindle.
ment,” dalam The Cambridge Companion to Evangelical
Theology, 81–82.
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 20, no. 2 (2021): 237–255 241
deo gloria. 15 Selain itu, soteriologi injili Gregg Allison mendasarkan kehadiran Kris-
biasanya juga direpresentasikan melalui tus di dalam Perjamuan Kudus bukan di da-
konsep ordo salutis. 16 Seperti pembahasan di lam cara yang misterius maupun magis tetapi
atas, soteriologi bagi gerakan injili tidak berdasarkan atribut dasar kemahahadiran
berkaitan dengan sakramentologi, tetapi (omnipresence) Allah. Perjamuan Kudus juga
bukan berarti sakramen tidak memiliki peran menjadi sebuah tanda karya penebusan
di dalam konstruksi teologi gerakan injili. 17 Kristus yang terjadi hanya sekali di dalam
karya penebusan salib. Allison juga mene-
Konsep consubstantiation Luther memandang kankan bahwa partisipasi bukan hanya seka-
peran Perjamuan Kudus sebagai bagian yang dar mengingat. “Rather, from my perspective,”
tidak terpisahkan dari firman Tuhan, dan tulis Allison, “the God-man Jesus Christ, who
memberikan konfirmasi kepada umat atas reigns from heaven, is ontologically present
janji pengampunan dosa. Sedangkan, Zwingli everywhere and spiritually present either to bless
dengan konsep memorial oath memandang or to judge the church’s celebration of his new
Perjamuan Kudus sebagai sebuah peringatan. covenant ordinance of the Supper.” 19 Selanjut-
Kunci dari Perjamuan Kudus adalah meng- nya, Allison melihat bahwa Perjamuan Kudus
ingat karya Kristus di salib dan hal ini mem- juga memiliki peran sebagai simbol kesatuan
butuhkan iman. Walaupun hanya berbentuk gereja. “When the church—all its members—
sebuah peringatan, Perjamuan Kudus tetap- observes the ordinance in a worthy manner, the
lah penting dan diperlukan sebab hal ini Lord’s Supper symbolizes and fosters the unity
adalah sebuah sumpah. Perjamuan kudus of the body of Christ. … Because of this whole-
adalah janji kesetiaan Tuhan untuk peng- body symbolism.” 20
genapan keselamatan bagi umat-Nya. Karena
itu, Perjamuan Kudus menjadi bukti respons Allison melihat bahwa roti dan anggur adalah
kesetiaan umat kepada gereja. Perjamuan elemen simbolis. Aksi pemecahan dan pem-
kudus bagi Calvin dipahami sebagai real bagian roti juga menggambarkan pengur-
presence. Calvin menyatakan bahwa Kristus banan Yesus bagi orang-orang berdosa dan
sungguh-sungguh hadir secara spiritual di da- merupakan sarana yang gereja gunakan untuk
lam Perjamuan Kudus. Bagi Calvin, Perjamu- mengingat karya keselamatan Kristus. Perja-
an Kudus berfungsi untuk memeteraikan muan pada hakikatnya bersifat peringatan.
firman Allah. Tulis Calvin, “The church is Tetapi simbol ini bukanlah simbol semata,
made aware of these ‘spiritual blessings’ through sebab Allah sungguh-sungguh hadir di dalam
the preached word, which must always accom- natur-Nya yang omnipresent. Perjamuan Ku-
pany the sacraments so as to explain them.” 18 dus juga merupakan sebuah simbol kesatuan
tubuh Kristus yang adalah gereja. Namun,
pemahaman Allison mengenai tubuh Kristus
15
Hal ini terlihat dari penyusunan buku Vanhoozer “Conversion and Sanctification,” dalam The Cambridge
yang dibagi dalam kelima sola secara susunannya. Kevin J. Companion to Evangelical Theology, 115.
Vanhoozer, Biblical Authority after Babel: Retrieving the 17
Contohnya kaum Presbiterian di Skotlandia dan
Solas in the Spirit of Mere Protestant Christianity (Grand Irlandia utara di abad ke-17. Jemaat didorong untuk
Rapids: Baker Academic, 2016), Contents, Kindle. mempersiapkan “musim perjamuan” selama beberapa
16
Donald K. McKim mendefinisikan ordo salutis seba- hari Minggu. Khotbah-khotbah akan berfokus pada topik
gai berikut, “A term found particularly in Calvinistic theology perjamuan dan, di akhir pekan jelang perjamuan, diadakan
to indicate the temporal order of the process of the salvation ibadah khusus sebelum esok hari menerima perjamuan.
of the sinner according to the work of God. Elements include Noll, The Rise of Evangelicalism, 39.
calling, regeneration, adoption, conversion, faith, 18
Allison, Historical Theology, chapter 29.
justification, etc.” Lih. Donald K. McKim, The Westminster 19
Gregg R. Allison, Sojourners and Strangers: The
Dictionary of Theological Terms, ed. ke-2 (Louisville: WJK, Doctrine of the Church (Wheaton: Crossway, 2012),
2014), 222. Bagi teolog Baptis Miyon Chung, kaum Chapter 11, Kindle.
Evangelical menempatkan topik pertobatan “within a 20
Allison, Sojourners and Strangers, chapter 11.
temporal scheme of the ordo salutis.” Lih. Miyon Chung,
242 Eklesiologi Sakramental (Angga Avila)
tidaklah sama dengan konsep totus Christus. menekankan makna persatuan yang terkan-
Bagi Allison, kesatuan umat dalam gereja dung di dalam Perjamuan Kudus. Keduanya
sebagai tubuh Kristus bersifat simbolis. menjadikan Perjamuan Kudus sebagai dasar
persatuan gereja secara simbolis ke dalam
Sama seperti Allison, Vanhoozer melihat tubuh Kristus.
bahwa Perjamuan Kudus adalah sebuah bagi-
an penting dari praktik Kristen. Bagi Problem Eklesiologis Kaum Injili
Vanhoozer, Perjamuan Kudus membuat ge-
reja berpartisipasi dalam perjamuan terakhir. Menurut Allison, gereja secara historis
Mengacu kepada 1 Korintus, Vanhoozer me- mendefinisikan dirinya sebagai sebuah tubuh
lihat Perjamuan Kudus sebagai bentuk pro- yang terdiri dari orang yang percaya kepada
klamasi Injil. 21 Vanhoozer, seperti Allison, Yesus Kristus, yang di dalamnya Roh Kudus
setuju dengan pemaknaan rekonsiliasi dan mengerjakan misi-Nya melalui komunitas.
persatuan yang terkandung di dalam Perja- Tujuan gereja yaitu menyenangkan Tuhan
muan Kudus. Praktik Perjamuan Kudus men- melalui penyembahan, membangun jemaat
jadi simbol bahwa persekutuan di dalam melalui pengabaran firman dan sakramen,
Kristus bisa melampaui aspek konfesional, serta bergerak secara misional untuk berin-
denominasional, geografikal, dan batas-batas teraksi dengan orang yang belum percaya
kontekstual. melalui penginjilan dan perbuatan baik. 24
Bagi Allison, pada umumnya gerakan injili
Konstruksi soteriologi injili tidak memberi- membangun eklesiologi berdasarkan pende-
kan ruang bagi sakramentologi untuk ber- katan fungsional dan teleologis, tidak seperti
peran secara aktif. Sentralitas firman terlihat gereja mula-mula yang lebih banyak meng-
dengan sangat jelas, sehingga formulasi Per- gunakan pendekatan ontologis. 25
jamuan Kudus yang harus didahului dengan
pemberitaan firman berulang kali ditekan- Allison menekankan bahwa persatuan jemaat
kan. 22 Sekalipun para Reformator, Allison, ini tidak terjadi secara alamiah, sebab bagi
dan Vanhoozer berusaha membangun relasi Allison persatuan antara pendosa ini terjadi
antara soteriologi dan sakramentologi, natur di dalam anugerah. Orang-orang yang telah
soteriologi injili yang menekankan supremasi, diselamatkan oleh Kristus dipersatukan ke
kecukupan, dan finalitas peristiwa salib (me- dalam tubuh-Nya. Bagi Allison, komunitas
lalui pengabaran firman) menghasilkan kon- yang disebut gereja ini memiliki relasi kove-
struksi yang lebih banyak menekankan pemi- nantal dengan Allah di dalam Yesus Kristus.
sahan antara soteriologi oleh karya Kristus
dan sakramentologi yang mewujud dalam Selain itu, Allison juga menekankan keberpu-
gereja. 23 Sekalipun tidak mengafirmasi konsep satan pada sola Scriptura di dalam konstruksi
totus Christus, baik Allison dan Vanhoozer eklesiologinya. Salah satu sifat penting bagi
21
Kevin J. Vanhoozer dan Daniel J. Treier, Theology cal Ecclesiology,” Ecclesiology 1, no. 1 (2004): 30, https://
and the Mirror of Scripture: A Mere Evangelical Account, doi.org/10.1177/174413660400100101.
Studies in Christian Doctrine and Scripture (Downers 23
Dalam tradisi totus Christus, dimensi yang terlihat
Grove: InterVarsity Academics, 2015), Conclusion, dari sakramentologi menjadi titik tekannya. Namun, hal
Kindle. ini tidak disetujui oleh John Webster, jika doktrin ini
22
Bagi Frank C. Senn, banyak gereja Kristen Protestan “elides the distinction between Christ and the objects of his
(termasuk injili di dalamnya) menitikberatkan pem- mercy.” Bersama Barth, Webster percaya bahwa
beritaan firman sebagai puncak dari liturgi ibadah. Hal ini eklesiologi injili harus berbeda. Segala upaya
berbeda dengan Gereja Katolik Roma dan Ortodoks mensintesiskan kristologi dan eklesiologi harus
Timur yang menjadi ekaristi sebagai puncak dari liturgi dipatahkan dengan “the all-shattering truth of unus solus
ibadah. Lihat Frank C. Senn, Introduction to Christian creator” (Webster, “On Evangelical Ecclesiology,” 23–24).
Liturgy (Minneapolis: Fortress, 2012), Chapter 2, Kindle. 24
Allison, Historical Theology, chapter 26.
John Webster juga mengusulkan sebuah eklesiologi injili 25
Allison, Sojourners and Strangers, chapter 1.
yang berpusat pada firman. John Webster, “On Evangeli-
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 20, no. 2 (2021): 237–255 243
sebuah gereja adalah logosentris, yaitu ber- tus sudah final bagi kaum berdosa. Terutama
pusat kepada Firman Tuhan. Yesus Kristus jika menilik peristiwa kenaikan, Vanhoozer
yang adalah inkarnasi dari Firman dan Alki- percaya bahwa Kristus sudah tidak berada di
tab adalah firman yang diinspirasikan. Bagi dunia. Vanhoozer, bersama Webster, mene-
Allison, gereja harus konfesional, yang berarti gaskan bahwa gereja sebagai “tubuh Kristus”
gereja dan anggotanya dipersatukan melalui adalah sebuah realitas yang mewujud oleh
pengakuan iman di dalam Kristus dan penga- karena dihidupkan dan digerakkan oleh Roh
kuan-pengakuan iman Kristen historis guna Kudus. 28 Namun demikian, Vanhoozer juga
mempertahankan koherensi, integritas, dan melihat bahwa kaum injili, sebagai buah Pro-
identitas Kristen. 26 testantisme yang berpisah dari Gereja Katolik
Roma, tidak memiliki konstruksi eklesiologi
Selain itu, Allison menekankan persatuan yang utuh.
gereja dengan mendasarkannya pada misteri
kesatuan Allah Trinitas. Bagi Allison, selain Bagi Vanhoozer, dasar kesatuan gereja injili
kesatuan gereja yang berdasarkan Alkitab, adalah kesatuan konfesional. 29 Berbeda dari
kesatuan dengan natur trinitarian Allah bu- Allison, Vanhoozer memandang kelima sola
kanlah sebuah uniformitas melainkan kesa- Reformasi sebagai dasar ekumenis injili.
tuan di dalam diversitas. Vanhoozer berpendapat bahwa kelima sola
bukanlah sebuah konfesi. “The solas are,” tulis
Vanhoozer menolak pemahaman totus Chris- Vanhoozer, “a renewal of catholic Christianity,
tus dikarenakan kecenderungan untuk meng- providing deeper insights into the triune logic of
asimilasi kristologi dalam eklesiologi sehingga the gospel.” 30 Namun demikian, kelima sola
mengancam integritas solus Christus di dalam tetap dapat dipandang sebagai konfesi dalam
konstruksi soteriologi injili. Vanhoozer me- gerakan yang Vanhoozer sebut sebagai mere
nyadari tidak ada konstruksi eklesiologi yang evangelicalism.
universal di dalam gerakan injili. Walau de-
mikian, ada empat kesepakatan di kalangan Injili sebagai gerakan Protestan lintas deno-
Protestan: (1) gereja dibentuk oleh injil; (2) minasi, bagi Vanhoozer, mengakui Kristus se-
gereja adalah milik Kristus; (3) gereja adalah bagai kepala gereja. Karena itu, konsep solus
perkumpulan yang di dalamnya firman Allah Christus dan soli Deo gloria dapat menjadi
diberitakan melalui perkataan dan sakramen; dasar relasi ekumenis. Vanhoozer menulis
dan (4) persekutuan ini bersifat apostolik. 27 bahwa Kristus, sebagai Kepala Gereja, “has
authorized local households to preserve the
Tentang konsep totus Christus, Vanhoozer integrity of the gospel and has given each church
melihat relasi gereja dengan Yesus Kristus its own set of house keys.” 31 Selanjutnya, di
bukanlah ontologis tetapi kovenantal dan spi- bagian soli Deo gloria, Vanhoozer menun-
ritual. Yesus Kristus memiliki karakter infali- jukkan bahwa injili adalah sebuah “gerakan,”
bilitas sedangkan gereja tidak. Vanhoozer bukan hanya soal keadilan sosial dan kebaik-
juga berpendapat tidak ada anugerah yang an terhadap sesama, tetapi juga untuk kesa-
dapat gereja salurkan, sebab penebusan Kris- tuan gereja. Gereja adalah sebuah entitas
26
Tentang pengakuan-pengakuan iman sebagai pemer- 29
Vanhoozer dan Treier, Theology and the Mirror of
satu gereja, Allison mengambil pemikiran Thomas Oden Scripture, Chapter 5. Untuk seutuhnya, lihat Vanhoozer
(Allison, Sojourners and Strangers, chapter 4). yang menilik doktrin totus Christus Agustinus (Vanhoozer,
27
Vanhoozer, Biblical Authority, chapter 4. “Ecclesiology as a Dogmatic Discipline,” 293–310;
28
Kevin J. Vanhoozer, “Ecclesiology as a Dogmatic Vanhoozer, Biblical Authority, Introduction).
Discipline,” dalam T&T Clark Handbook of Ecclesiology, 30
Vanhoozer, Biblical Authority, conclusion.
ed. Kimlyn J. Bender dan D. Stephen Long (Edinburgh: 31
Ibid.
T&T Clark, 2020), 306–307. Bdk. Webster, “On Evangel-
ical Ecclesiology,” 24–25.
244 Eklesiologi Sakramental (Angga Avila)
seperti negara lokal, yang dipersatukan di sakramental para Reformator dekat dengan
dalam satu konstitusi (Alkitab), kepala (Kris- bapa-bapa gereja kuno, maka niscaya ekle-
tus), dan etos (Roh Kudus) sehingga menjadi siologi sakramental dapat menjadi sebuah
kudus. 32 jembatan.
Sedangkan bagi Allison, eklesiologi dapat di- Totus Christus dalam Pemikiran Agustinus
bangun berdasarkan konfesi yang tetap setia
kepada tradisi Protestan. Konsep logosentris Bagi Gereja Katolik, Kristus dan gereja-Nya
menjadi dasar yang penting bagi eklesiologi bersama-sama bersatu sebagai “keseluruhan
Allison, sehingga pendekatan konfesional Kristus” (totus Christus). Persatuan ini terjadi
adalah keniscayaan bagi konstruksi eklesiolo- secara mistis, sehingga gereja disebut sebagai
gi Allison. Di sisi lain, Vanhoozer menyadari tubuh mistik Kristus yang melanjutkan inkar-
keterbatasan dari pendekatan konfesional. nasi dan pekerjaan Kristus di tengah dunia. 36
Tanpa ada otoritas seperti Magisterium di
Gereja Katolik Roma yang menyatukan Totus Christus adalah sebuah konsep yang
gereja-gereja injili, pendekatan konfesional penting di dalam konstruksi teologis Agus-
tidak memiliki otoritas untuk menciptakan tinus. Bagi Agustinus, melalui inkarnasi, Sang
satu dasar konfesi universal. 33 Berbeda dari Firman menyatukan dirinya kepada seluruh
Allison, Vanhoozer, yang melihat kelima sola umat manusia dan melalui proses ini setiap
sebagai pembaruan Kristen yang katolik, manusia dapat bersatu kepada Sang Firman. 37
lebih memerhatikan solusi ekumenis. 34 Tulis Agustinus, “To that flesh the Church is
joined, and so there is made the whole Christ,
Baik Allison maupun Vanhoozer menunjuk- Head and body.” 38 Proses penyatuan ini me-
kan bahwa sakramen dan gereja menempati nyatukan soteriologi, sakramentologi, dan
posisi penting dalam konstruksi teologis me- eklesiologi. Gereja disebut tubuh Kristus yang
reka. Istilah-istilah seperti kovenantal, sum- terdiri dari orang-orang yang telah disela-
pah, janji, dan logosentrisme terkait erat de- matkan dan dipersatukan ke dalam tubuh
ngan sakramentologi dan eklesiologi. Namun, Kristus melalui sakramen Perjamuan Kudus.
konstruksi teologi yang ditawarkan lebih ba- Hanya gereja yang adalah tubuh Kristus inilah
nyak menekankan pemisahan antara soterio- yang layak dan bisa untuk memberikan sakra-
logi dari sakramentologi dan eklesiologi. men Perjamuan Kudus yang berfungsi untuk
Dapat dikatakan, hal ini merupakan upaya meregenerasi dan menyatukan umat ke
untuk menjaga penekanan kepada finalitas dalam tubuh Kristus. Dengan demikian,
dan kecukupan karya penebusan Kristus. 35 gereja harus dipandang sebagai sakral dan,
konsekuensinya, kesatuan gereja pun
Bagaimana totus Christus milik Agustinus dijunjung tinggi. 39
menawarkan pendekatan sakramental yang
mengaitkan dimensi soteriologi, sakramento- Eklesiologi, sakramen, dan soteriologi terkait
logi, dan eklesiologi? Jika Todd Billings dan erat dan tidak dapat dipisahkan. Untuk dapat
Michael Bird memandang bahwa teologi memahami konsep eklesiologi Agustinus,
32
Ibid. Horizons: The Journal of the College Theology Society 37, no.
33
Vanhoozer, Biblical Authority, introduction. 1 (2010): 8–9, https://doi.org/10.1017/S0360966900006824.
34
Ibid. 37
David V. Meconi. The One Christ: St. Augustine's
35
Terdapat kekhawatiran peleburan antara kristologi Theology of Deification (Washington: Catholic University
dan eklesiologi, yang pada akhirnya juga akan berkaitan of America Press, 2015), 194.
dengan soteriologi dan sakramentologi (Vanhoozer, 38
Augustine, Tract. ep. Jo. 1.2.
“Ecclesiology as a Dogmatic Discipline,” 305). 39
Meconi, The One Christ, xii.
36
Kimberly Baker, “Augustine's Doctrine of the Totus
Christus: Reflecting on the Church as Sacrament of Unity,”
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 20, no. 2 (2021): 237–255 245
perlu dilihat garis besar konsep soteriologi terbesar yang menghalangi manusia menjadi
dan sakramentologi Agustinus. Menurut sempurna. Pertama, ketidakmampuan manu-
pembacaan David Meconi, Agustinus me- sia untuk mencintai Allah karena kejatuhan.
mandang Adam dan Hawa diciptakan sebagai Kedua, perbedaan substansi antara Pencipta
gambar Allah yang belum sempurna, tetapi dan ciptaan membuat manusia tidak mungkin
pada hakikatnya diciptakan untuk menjadi dapat masuk ke dalam persekutuan Allah
gambar yang sempurna. 40 Manusia diciptakan Trinitas. Menjawab permasalahan pertama,
untuk menerima hidup yang kekal, jika dia Agustinus percaya bahwa kematian Yesus di
taat kepada Allah. Namun demikian, kekekal- salib adalah untuk menebus manusia dari
an bukanlah properti yang dimiliki secara in- kejatuhannya. Akibatnya, manusia dimampu-
heren dalam diri manusia. 41 Kekekalan ada- kan untuk kembali mengakses pengetahuan
lah natur yang hanya dimiliki oleh Allah, dan akan Allah dan mengarahkan cinta mereka
manusia hanya dapat menerima kekekalan kepada Allah. Kendati manusia telah mene-
melalui partisipasi di dalam persekutuan rima anugerah penebusan, proses keselamat-
Allah Trinitas. Karena itu, bagi Agustinus, an, bagi Agustinus, terus berlanjut. Manusia
manusia pada hakikatnya diciptakan untuk perlu berpartisipasi di dalam sakramen dan
menjadi manusia yang sempurna dengan cara berbuat kebaikan sebagai proses reorientasi
menjadi gambar Allah yang sempurna, se- cinta dan proses pemulihan dan penyempurna-
hingga manusia dapat berpartisipasi di dalam an yang berlangsung secara terus-menerus. 44
persekutuan Allah Trinitas.
Bagi Agustinus, walaupun manusia secara na-
Agustinus percaya bahwa setiap pengetahuan tural berusaha mencari dan mencintai Allah,
sudah tertanam di dalam diri manusia. Dalam Agustinus tidak percaya bahwa manusia
mengetahui (knowing), manusia mengingat dapat meraih persatuan dengan Allah melalui
informasi yang ada di dalam diri mereka dan upayanya sendiri. Seluruh proses keselamatan
menyimpannya ke dalam memori mereka. merupakan anugerah dari Allah Trinitas
Seluruh hal yang dapat manusia ketahui, bagi semata sebab, pada hakikatnya, manusia
Agustinus, sudah berada di dalam diri manu- memiliki substansi sebagai ciptaan dan tidak
sia. Pengetahuan akan Allah termasuk di da- dapat bersatu dengan Allah yang memiliki
lamnya. 42 Sebab itu, seharusnya manusia da- substansi sebagai Pencipta. Bagi Agustinus,
pat secara inheren mengetahui tentang Allah. hanya inkarnasi Yesus Kristus yang memiliki
Ketika manusia mengingat akan Allah, ia persatuan hipostatik antara substansi Pencip-
mampu mencintai Allah. Bagi Agustinus, ma- ta dan ciptaan. Hanya Penciptalah yang dapat
nusia akan diserupakan dengan objek/subjek menjadi solusi permasalahan ini. Di sini,
yang dicintainya. Dengan mencintai Allah, Agustinus memakai Yohanes 1:12 sebagai
manusia akan menjadi semakin serupa dengan dasar awal pemikirannya dan, mirip tradisi
Allah, dan, karena itu, semakin sempurna. Timur, berkesimpulan bahwa Allah menjadi
manusia (Yesus) supaya manusia dapat men-
Bagi Agustinus, kejatuhan manusia telah jadi allah.
menghalangi manusia untuk mengakses me-
mori pengetahuan akan Allah. 43 Di sini, ada Dalam teologi, konsep ini dikenal sebagai
dua hal penting yang menjadi permasalahan theosis atau divinization. 45 Teologi ini men-
40
Ibid., 49. nor does it depart from us by being born” (Augustine, Trin.
41
Ibid., 56. 9.7.12).
42
Augustine, Conf. 9.8.12–35. Di buku lainnya, ia juga 43
Augustine, Trin. 8.2.3.
menulis, “With the eye of the mind, therefore, we perceive in 44
Augustine, Tract. ep. Jo. 6.8.
that eternal truth, from which all temporal things have been 45
Dalam bukunya, Meconi mengutip Agustinus, “In
made … The true knowledge of things, thence conceived, we order to make gods of those who were merely human, one
bear with us as a word, and beget by speaking from within;
246 Eklesiologi Sakramental (Angga Avila)
jawab permasalahan perbedaan substansi an- tus telah dipecahkan dan dicurahkan di atas
tara ciptaan dan Pencipta. Melalui inkarnasi salib adalah sebuah keniscayaan. 47 Dengan
Kristus, manusia dimungkinkan untuk masuk demikian, sakramen Perjamuan Kudus, bagi
ke dalam persekutuan Allah Trinitas melalui Agustinus, berfungsi sebagai: pertama, media
Kristus yang merupakan persatuan antara penyaluran anugerah yang memulihkan dan
substansi Pencipta dan ciptaan. Karena itu, menguatkan orang percaya; dan, kedua, me-
bagi Agustinus, keselamatan tidak pernah nyatukan setiap orang percaya ke dalam tu-
bersifat individual. Manusia harus dipersatu- buh Kristus.
kan ke dalam tubuh Kristus yang adalah
gereja untuk dapat berpartisipasi di dalam Gereja memiliki peran sentral dalam soterio-
persekutuan Allah Trinitas. logi Agustinus. Pada mulanya, Allah mencip-
takan manusia untuk berpartisipasi dalam
Sakramen memiliki peranan penting di dalam persekutuan dengan Allah Trinitas. Manusia
konstruksi soteriologi Agustinus. Sakramen dapat mengambil bagian dalam persekutuan
berperan dalam proses penyaluran anugerah ini hanya melalui gereja yang adalah tubuh
dan pemulihan manusia yang bersifat terus- Kristus. Di saat yang sama, untuk dapat
menerus. Dengan demikian, sakramen adalah mengambil bagian dalam persekutuan gereja
cara yang diberikan Allah untuk memper- dan tertanam di dalam tubuh Kristus, setiap
satukan manusia dengan tubuh Kristus yang orang percaya harus menerima sakramen Per-
adalah gereja. Walaupun pengurbanan Yesus jamuan Kudus yang diberikan oleh rohaniwan
di salib telah menebus manusia dari dosa se- yang sudah ditahbiskan. 48
cara penuh, manusia memerlukan sakramen
sebagai bagian dari proses peneguhan kesela- Bagi David Meconi, Agustinus memandang
matan. “It is good for us,” tulis Agustinus, “not gereja sebagai tubuh mistik Kristus. Akan te-
to love the world, lest the sacraments remain in tapi, Hans Boersma melihat bahwa Agustinus
us to our condemnation, not as supports to our percaya gereja lebih dari sekadar tubuh mistik
salvation. It is a support to our salvation to have Kristus. 49 Bersama Henri de Lubac, Boersma
the root of charity, to have the strength of piety, melihat bahwa Kristus memiliki “tiga tubuh,”
not only its appearance.” 46 yakni: tubuh historis atau kelahiran dari Anak
Dara (historical body), tubuh ekaristik yang
Sakramen Perjamuan Kudus yang diterima direpresentasikan oleh roti dan anggur
dengan hati yang terarah mencintai Allah (eucharistic body) , dan tubuh eklesial, yaitu
memiliki peran yang amat penting di dalam gereja sebagai tubuh-Nya (ecclesial body).
proses pemulihan orang percaya. Konsekuen- Menurut Boersma, Agustinus pun meman-
sinya, seseorang yang telah dipulihkan, ber- dang tubuh Kristus yang esa ini sebagai en-
partisipasi dalam komunitas dan turut serta titas historis, ekaristik, dan eklesial. Dalam
dipersatukan di dalam tubuh Kristus. Dalam manifestasi yang berbeda-beda, mereka ter-
khotbahnya dari surat 1 Yohanes, Agustinus hubung secara sakramental. Melalui Perja-
menandaskan pentingnya menerima sakra- muan Kudus, setiap anggota jemaat yang
men Perjamuan Kudus, bahwa menerima roti tergabung dalam gereja sungguh-sungguh
dan anggur yang adalah tubuh dan darah Kris-
who was God made himself human.” Meconi, The One Christ.” Hans Boersma, Heavenly Participation: The
Christ, xii. Weaving of a Sacramental Tapestry (Grand Rapids:
46
Augustine, Tract. ep. Jo. 2.9. Eerdmans, 2011), part 2, Kindle.
47
Teolog Hans Boersma menulis, “Augustine says 48
Agustinus menekankan keniscayaan tahbisan yang
something rather different: You become the body of Christ; sah oleh gereja yang memiliki suksesi apostolik, yakni
you become what you eat. We could perhaps say—somewhat Gereja Katolik (Augustine, Bapt. 1.3.4).
anachronistically—that, for Augustine, transubstantiation 49
Boersma, Heavenly Participation, part 2.
meant that the Spirit changed our substance into the body of
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 20, no. 2 (2021): 237–255 247
bersatu secara substansi dalam tubuh Kristus lah pekerjaan Kristus itu sendiri yang dinya-
yang sejati. takan kepada dunia. 53
Kimberly Baker juga berpendapat bahwa Dengan demikian, eklesiologi terkait erat de-
eklesiologi Agustinus terkait erat dengan kris- ngan sakramentologi dan soteriologi. Konsep
tologi, karena konsep totus Christus mene- kesatuan tubuh Kristus berakar dalam totus
kankan persatuan jemaat gereja pada masa Christus. Dalam eksposisi surat 1 Yohanes,
itu. 50 Persatuan ini dapat terjadi melalui cinta Agustinus menyatakan bahwa perpecahan di
transformatif yang dinyatakan di dalam peris- dalam gereja adalah sebuah dosa yang amat
tiwa Inkarnasi. Bagi Baker, persatuan antara besar. Bagi Agustinus, seseorang yang menye-
Kristus dan gereja terjadi atas dasar cinta babkan perpecahan dan tidak menghormati
Kristus yang begitu besar kepada gereja-Nya. gereja sebenarnya sedang memecah dan me-
Berdasarkan Ennarationes de Psalmos yang rendahkan tubuh Kristus itu sendiri. 54 Tidak
menunjukkan sudut pandang Agustinus ten- hanya itu, seperti dipaparkan oleh Baker,
tang ketidakterpisahan Kristus dan gereja, eklesiologi Agustinus yang sakramental ini
Baker menunjukkan keterkaitan yang erat memberikan kekayaan dan potensi lebih luas
antara Kristus sebagai Kepala dan gereja di dalam aplikasinya. 55
sebagai tubuh. Bagi Agustinus, Perjamuan
Kudus berperan sebagai pemersatu jemaat ke Totus Christus sebagai Dasar Eklesiologi
dalam tubuh Kristus. 51 Sakramental: Sebuah Proposal Konstruktif
Bagi Baker, Agustinus melihat bahwa gereja
bukan hanya menjadi pemberi dan penerima Keberatan utama kaum injili terhadap konsep
sakramen, tetapi gereja sendiri bersifat sakra- totus Christus bertujuan untuk melindungi
mental. 52 Hal itu berarti ketika orang Kristen konsep solus Christus dalam soteriologi. 56
di masa kini berpartisipasi di dalam gereja Kendati demikian, penolakan ini terjadi
yang adalah sakramental, mereka berpartisi- karena kesalahpahaman atas konsep totus
pasi di dalam misi Kristus untuk menyatukan Christus yang dianggap meleburkan batasan
seluruh umat manusia ke dalam tubuh Kris- antara Pencipta dan ciptaan. 57 Dari penelitian
tus, yang berarti membawa kesatuan, perda- Moser dan Horton, totus Christus dapat
maian, dan membantu orang-orang yang diterapkan dalam eklesiologi injili. Bagi
membutuhkan pertolongan. Misi gereja ada- Horton, terdapat perbedaan antara persatuan
50
Baker, “Augustine's Doctrine,” 7–24. archive/hist_councils/ii_vatican_council/documents/vat-
51
Tulis Baker, “The starting point of the union of the totus ii_const_19641121_lumen-gentium_en.html.
Christus is Christ’s solidarity with humanity in the 54
Augustine, Tract. ep. Jo. 6.13.
Incarnation, but Augustine teaches that those who are 55
Baker, “Augustine's Doctrine,” 22.
conformed to Christ and his passion become members of the 56
Sebagai contoh, Michael F. Bird mencatat keberatan
Body of Christ. This conformation takes place through the bahwa doktrin ini mengidentikkan Kristus dengan gereja
sacraments of baptism and the Eucharist, which Augustine sebagai mediator keselamatan, menggantikan peran Roh
connects concretely to Christ’s passion as he interprets the Kudus. Bird, Evangelical Theology, §8.4. Bdk. Webster
blood and water flowing from Christ’s side to be these yang, bersama Barth, menyebut doktrin ini “a rather ill-
sacraments.” Baker, “Augustine's Doctrine,” 14–15. digested theology” (Webster, “On Evangelical Ecclesiol-
52
Baker, “Augustine's Doctrine,” 16. ogy,” 34).
53
Pandangan Baker ini memiliki kesamaan dengan 57
Penulis tidak akan membahas detail isu ini, karena isu
eklesiologi dokumen Konsili Vatikan II Lumen Gentium ini telah dibahas oleh David J. Moser. Misalnya, keberatan
yang memandang gereja sebagai sacrament of unity, “Since utama Vanhoozer dan teolog Reformed John Webster
the Church is in Christ like a sacrament or as a sign and terhadap konsep totus Christus adalah perbedaan antara
instrument both of a very closely knit union with God and of Allah dan ciptaan. Namun, Moser, yang menggunakan
the unity of the whole human race, it desires now to unfold Agustinus, von Balthasar, dan Barth, menunjukkan bahwa
more fully to the faithful of the Church and to the whole world totus Christus tidak meleburkan batasan antara Allah dan
its own inner nature and universal mission.” Lihat Paul VI, ciptaan. Pembahasan lebih detail dapat ditemukan dalam
Lumen Gentium, Dogmatic Constitution on the Church Moser, “Totus Christus,” 3–30.
(November 21, 1964), chapter 1, https://www.vatican.va/
248 Eklesiologi Sakramental (Angga Avila)
hipostatik di dalam Kristus dan persatuan gereja-Nya. Telah dibahas di atas, Agustinus
mistikal antara gereja dan Kristus. Karena itu, menggunakan konsep penyatuan ke dalam
adopsi totus Christus seharusnya bukan gereja, yang adalah tubuh Kristus, sebagai
sebuah masalah. 58 satu-satunya jalan bagi manusia untuk dapat
masuk ke dalam persekutuan dengan Allah
Komitmen Agustinus kepada totus Christus Trinitas. Hanya melalui Kristus, Sang Kepala,
terlihat dari pandangannya bahwa gereja dan gereja sebagai tubuh-Nya, umat manusia
adalah tubuh eklesial Kristus (ecclesial body), dapat bersekutu dengan Allah Trinitas. 59
yang berarti kesatuan gereja menjadi hal yang
penting baginya. Karena itu, untuk menjawab Dengan demikian, inkarnasi adalah peristiwa
masalah diversitas gereja, Agustinus melihat yang amat penting dalam teologi Agustinus.
pentingnya pemersatu gereja dan aparatus Baginya, peristiwa penyaliban Kristus yang
yang menjaga persatuan itu. Gereja yang se- menebus manusia dari dosa secara penuh
jati diikat oleh pengakuan iman bersama. Ia adalah peristiwa pemecah-mecahan tubuh
juga melihat dirinya, yang adalah uskup, seba- historis dan pencurahan darah Kristus, se-
gai penjaga persatuan gereja. Gereja-gereja hingga setiap orang yang menerimanya dapat
lokal, dengan menjaga konfesi mereka juga dipersatukan ke dalam Kristus. 60 Dengan
mempertahankan kesatuan gereja. demikian, peristiwa di atas salib menjadi
Perjamuan Kudus pertama. 61 Inkarnasi yang
Bersama Baker yang memandang gereja seba- berpuncak pada salib menjadi peristiwa yang
gai yang sakramental dan totus Christus seba- bersifat sakramental. Di dalamnya, Allah Tri-
gai dasar eklesiologi, serta Boersma yang nitas berkarya bagi dunia sehingga manusia
melihat bahwa Kristus memiliki “tiga tubuh” dapat dipersatukan dan masuk ke dalam per-
(historis, ekaristik dan eklesial), penulis sekutuan dengan Allah Trinitas melalui gere-
mengusulkan sebuah eklesiologi yang ja yang adalah tubuh Kristus.
dipersatukan secara sakramental, melalui
sakramen Perjamuan Kudus. Oleh sebab itu, seluruh karya kehidupan
Kristus, yang puncaknya penebusan di salib,
Ekaristi Eklesial (Ecclesial Eucharist) adalah ekaristi eklesial. Peristiwa ini dipan-
dang sebagai momentum ketika dunia mene-
Sebagaimana David Moser nyatakan, konsep rima keselamatan melalui tubuh yang dipe-
solus Christus dapat berjalan beriringan cahkan dan darah yang dicurahkan. Namun,
dengan konsep totus Christus. Gereja sebagai mengacu kepada Hans Urs von Balthasar,
tubuh Kristus dipersatukan tidak secara ekaristi tidak hanya mencakup peristiwa salib,
hipostatik, tetapi melalui kasih Yesus yang namun bersifat trinitaris yang mewujud dalam
secara sukarela memberikan dirinya kepada keseluruhan hidup Kristus. 62 Melalui inkarna-
58
Tulis Horton, “The concern expressed in my riposte is side of Christ … The Church is both the blood of Christ
not with Moser’s definition and defense of ‘Totus Christus,’ poured out for the salvation of the world and the bride who,
which I find persuasive. Rather, I take exception to his in receiving the substance of Christ’s life in the Eucharist,
description of my position in this paper, since I have defended brings new life to the world.” Nicholas Healy dan David L.
‘Totus Christus’ with precisely the provisos that he Schindler, “For the Life of the World: Hans Urs von
recommends. Overall, however, I hope that David Moser’s Balthasar on the Church as Eucharist,” dalam Cambridge
articulation of the motif receives a wide readership.” Horton, Companion to Hans Urs von Balthasar, ed. Edward T.
“Affirming Moser’s Well-Qualified Totus Christus,” 43–44. Oakes dan David Moss (Cambridge: Cambridge Univer-
59
Moser, “Totus Christus,” 12–17. sity Press, 2006), 57, https://doi.org/10.1017/CCOL0521
60
Boersma, Heavenly Participation, part 2. 814677.005.
61
Gagasan serupa dapat ditemukan dalam Hans Urs 62
Hans Urs von Balthasar, Theo-Drama: Theological
von Balthasar. Nicholas Healy dan David Schindler Dramatic Theory, Vol. 4: The Action (San Francisco:
menulis tentang von Balthasar, “This is why the theological Ignatius, 1994), 391–392.; Hans Urs von Balthasar, New
tradition has always understood the true birth of the Church Elucidations (San Francisco: Ignatius, 1996), 118–119.
as symbolized by the blood and water coming from the pierced
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 20, no. 2 (2021): 237–255 249
Dengan demikian, ekaristi eklesial adalah sa- Karya keselamatan Allah yang dihayati dalam
kramen perdana yang terjadi dalam rangkaian ekaristi memiliki signifikansi untuk memben-
inkarnasi. Tubuh historis Kristus dipecah- tuk umat yang partisipatif. Oleh sebab itu,
pecahkan dan darah-Nya dicurahkan di atas ekaristi liturgikal dapat diartikan sebagai anu-
salib. Melalui karya salib Kristus, manusia gerah Allah yang menghidupkan karya anu-
telah ditebus secara penuh dari dosa. Melalui gerah dalam diri umat sebagai satu tubuh.
ekaristi eklesial ini, Allah Trinitas memberi- Ekaristi adalah sebuah misteri iman yang di
kan gereja, yang adalah tubuh Kristus, kepada dalamnya jemaat turut berpartisipasi dan
manusia sehingga manusia, oleh karya Roh berkolaborasi melalui Kristus Sang Mediator.
Kudus, dipersatukan ke dalam gereja dan Melalui partisipasi ini, gereja semakin hari
masuk ke dalam persekutuan dengan Allah semakin dipersatukan di dalam Kristus dan
Trinitas. satu sama lain, sampai akhirnya Allah
63
Contoh yang terkenal adalah adagium Athanasius: 66
Seperti Wolterstorff tegaskan, “In the enactment of
“He, indeed, assumed humanity that we might become God.” the liturgy not only does the church act in such a way as to
Athanasius, Inc. 54. actualize and manifest herself; God also acts.” (ibid.).
64
Filsuf Nicholas Wolterstorff menulis bahwa sebuah 67
James K.A. Smith, Imagining the Kingdom (Grand
teks liturgis ada “not for its own sake but for the sake of Rapids: Baker Academic, 2013), Introduction, Kindle.
enactments of the liturgy.” Nicholas Wolterstorff, The God
We Worship (Grand Rapids: Eerdmans, 2015), Chapter 1,
Kindle.
65
Ibid.
250 Eklesiologi Sakramental (Angga Avila)
68
Bdk. Paul VI, Sacrosanctum Concilium, Constitution dirayakan di setiap ibadah, namun pada kenyataannya
on the Sacred Liturgy (December 4, 1963), https:// tidak semua gereja melaksanakan ekaristi di setiap
www.vatican.va/archive/hist_councils/ii_vatican_council/d Minggu. Allison, Sojourners and Strangers, Chapter 11.
ocuments/vat-ii_const_19631204_sacrosanctum- 70
Menurut Allison, konsep persatuan secara misterius
concilium_en.html ini dapat ditemukan di dalam pemikiran Calvin dan
69
World Council of Churches, The Church Towards a diafirmasi oleh Allison, “What, then, our mind does not
Common Vision, Faith and Order Paper No. 214 (Geneva: comprehend, let faith conceive: The Spirit truly unites things
WCC Publications, 2013), https://www.oikoumene.org/ separated in space” (Allison, Sojourners and Strangers,
sites/default/files/Document/The_Church_Towards_a_co Chapter 1). Boersma menulis bahwa, bagi Agustinus, umat
mmon_vision.pdf. Vanhoozer dan Allison menganggap dipersatukan ke dalam real body of Christ (Boersma,
bahwa ekaristi adalah hal yang penting dan seharusnya Heavenly Participation, Part 2).
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 20, no. 2 (2021): 237–255 251
sebagai sakramen anugerah, yang di dalam- Dengan mendasarkan identitas dan kesatuan
nya jemaat, melalui wewenang dan karya Roh gereja dalam sakramen Perjamuan Kudus, ge-
Kudus, berpartisipasi melalui dan di dalam reja menjadi gereja yang berpartisipasi secara
gereja sebagai tubuh eklesial Kristus. Hakikat real dan utuh di dalam misi Kerajaan Allah
gereja sakramental yaitu turut berpartisipasi oleh karena karya Roh Kudus. 71 Ketika gereja
di dalam ekaristi historis. Gereja harus di- berpartisipasi di dalam ekaristi historis, tuju-
pecah-pecahkan guna memberitakan kema- an utama dari pemecahan tubuh Kristus ada-
tian Tuhan sampai Ia datang. lah proklamasi Injil, seperti yang ditegaskan
rasul Paulus, “Sebab setiap kali kamu makan
Harus diingat di sini, ketika tubuh eklesial roti ini dan minum cawan ini, kamu mem-
Kristus dipecah-pecahkan, hal ini tidak ber- beritakan kematian Tuhan sampai Ia datang”
arti terdapat eksklusi dan perpecahan. Peme- (1Kor. 11:26).
cahan tubuh eklesial Kristus di sini mengacu
kepada diversitas, yang tidak didasarkan pada Dengan melihat dimensi sakramental gereja,
perbedaan dogma maupun konfesi tetapi maka identitas gereja yang sejati tidak berdiri
terjadi dalam partisipasi sakramental ekaristi di atas konfesi yang menjadi penentu pem-
historis di bawah pimpinan Roh Kudus. bacaan teks kitab suci. Gereja berdiri di atas
Karena itu, secara teologis, walaupun gereja anugerah Allah Trinitas yang diberikan atas
terlihat memiliki diversitas dan terpecah- dasar kasih Allah Trinitas kepada umat-Nya.
pecah secara institusional, gereja yang adalah Sakramen adalah anugerah yang telah diberi-
tubuh eklesial Kristus tetap memiliki kesatu- kan oleh Allah Trinitas kepada gereja-Nya.
an utuh secara sakramental dan spiritual Gereja, sebagai tubuh Kristus dan dalam
sebagai satu tubuh Kristus (totus Christus)— kuasa Roh Kudus, dipanggil untuk berparti-
kesatuan yang real. sipasi mengerjakan karya keselamatan di
dalam ekaristi historis secara nyata di tengah
Dengan demikian, konsep ekaristi historis ini sejarah dunia. Hal ini berarti gereja harus
dapat menghindarkan gereja dari pendekatan dipecah-pecahkan dan disebarkan ke seluruh
heresiologi ketika menanggapi perbedaan- bumi untuk memproklamasikan kabar baik.
perbedaan ajaran. Hal ini bukan untuk me-
ngesampingkan kebenaran dan kemurnian Perbedaan konfesi, denominasi, dan doktri-
doktrin tetapi sebagai respons terhadap plu- nal dalam gerakan injili, Protestantisme,
ralitas dan diversitas ajaran. Pluralitas ini bahkan Gereja Katolik, Ortodoks Timur dan
adalah bagian identitas gereja yang menye- Koptik seharusnya tidak menjadi penghalang
jarah. Di sini pendekatan konfesional tidak bagi kesatuan eklesial. Bentuk anugerah dan
cukup untuk menjadi identitas dan dasar partisipasi dalam sakramen ekaristi historis
kesatuan gereja. Berbeda dengan pendekatan mendorong kesatuan sakramental di antara
konfesional yang berpotensi menimbulkan anggota tubuh Kristus, dorongan yang di-
polemik internal, pendekatan sakramental hidupkan oleh Roh Kudus guna mewujud-
menitikberatkan kepada spirit misional, spirit nyatakan totus Christus di dalam dunia.
yang hidup dan lestari dalam gerakan injili.
Roh Kudus adalah Roh yang mempersatukan Akhirnya, jika bagi Webster, “The Christian
gereja melalui sakramen supaya gereja mem- faith is thus ecclesial because it is evangelical.
persaksikan karya Kristus yang sempurna. But it is no less true that it is only because the
Christian faith is evangelical that it is ecclesial,”
maka tak kurang benarnya bahwa iman yang
71
Walau tidak memfokuskan pada sakramen, Webster
juga menegaskan pokok ini, lihat Webster, “On
Evangelical Ecclesiology,” 26–27.
252 Eklesiologi Sakramental (Angga Avila)
eklesial dan injili ini juga sakramental. 72 Iman pada situasi dan fakta pluralitas eklesiologis,
yang sakramental tidak bertentangan dengan, baik perbedaan tradisi maupun perpecahan
tetapi sebaliknya menegaskan, gereja sebagai gereja.
buah karya Allah Trinitas melalui firman-
Nya. Gereja yang sakramental berpartisipasi dalam
persekutuan Allah Trinitas. Persekutuan ini
KESIMPULAN membuahkan semangat untuk memersatukan
seluruh dunia ke dalam Kristus. Dengan ke-
Kajian ini telah menelusuri kemungkinan bagi sadaran bahwa Allah Trinitas adalah Allah
kaum injili untuk memikirkan ulang konsep yang hidup dan bekerja melalui tubuh Kristus,
totus Christus serta mengupayakan penerap- maka gereja sebagai tubuh Kristus seharusnya
annya dalam eklesiologi injili. Penulis meng- terdorong untuk menerima perbedaan dan
usulkan sebuah pendekatan eklesiologis bagi pluralitas gereja. Identitas gereja berakar
teologi injili yang berpijak pada totus Christus. pada tubuh Kristus, yang secara sukarela
Pertama, harus dipahami bahwa totus Christus telah dipecah-pecahkan di atas salib untuk
bukan konsep eksklusif Gereja Katolik Roma membawa semua ciptaan ke dalam pelukan
kendatipun dicetuskan oleh Agustinus, bapa persekutuan agung Allah Trinitas. Oleh sebab
gereja terbesar tradisi Barat. Totus Christus itu, kesatuan dan dasar eklesiologi sejatinya
dapat menjadi dasar bagi gereja untuk men- bukan didasarkan pada konfesi dan dogma,
jadi tubuh Kristus yang bersatu di dalam melainkan partisipasi sakramental di dalam
kepelbagaiannya. Dengan melihat pada di- tubuh Kristus melalui kuasa Roh Kudus.
mensi sakramental-ekaristik, artikel ini me- Kesimpulan ini selaras dengan pandangan
nunjukkan bahwa ekaristi yang diilhami oleh Billings, bahwa “these Trinitarian and Christol-
totus Christus, seperti usulan Agustinus, mem- ogical confessions helped to undergird a high
buat kesatuan gereja menjadi sebuah kenis- sacramental theology, to nourish and empower
cayaan. Sebab itu, kontribusi spesifik dari Christ’s body, the church.” 73
artikel ini adalah doktrin totus Christus, alih-
alih sebagai perwujudan institusional, dapat Kesatuan gereja adalah pengharapan gereja-
dilihat lebih organik dan sakramental dan gereja Tuhan. Sejatinya, setiap umat yang me-
dapat menjadi aspirasi kesatuan eklesial di ngasihi Yesus merindukan persekutuan yang
kalangan injili. utuh dan penuh secara real bersama saudara-
saudari di dalam tubuh Kristus yang sejati.
Sepanjang hidupnya, Agustinus terus berdoa Seperti tulis Paulus, “Sebab Ia telah menya-
dan berharap untuk kesatuan gereja. Keuta- takan rahasia kehendak-Nya kepada kita,
maan totus Christus dan penekanan kesatuan sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu
di dalam khotbah-khotbahnya menunjukkan rencana kerelaan yang dari semula telah dite-
kerinduan ini. Di dalam polemiknya dengan tapkan-Nya di dalam Kristus sebagai persiap-
golongan Donatis, Agustinus selalu membuka an kegenapan waktu untuk mempersatukan
pintu dan berharap agar kaum Donatis kem- di dalam Kristus sebagai Kepala segala se-
bali dan bersekutu dalam komuni yang sama. suatu, baik yang di sorga maupun yang di
Di masa lalu, eklesiologi yang dilandasi kon- bumi” (Ef. 1:9–10).
sep totus Christus menekankan persatuan ge-
reja di bawah institusi Gereja Roma Katolik.
Di masa modern ini, gereja diperhadapkan
72
Webster, “On Evangelical Ecclesiology,” 10. Dalam bentuk jamak ketika mengutip Webster. Kata “ekaristi”
artikelnya tentang eklesiologi sebagai disiplin dogmatika, hanya muncul di kepustakaan.“Perjamuan Kudus” tidak
Vanhoozer hanya sekali menyebut “sakramen” dalam disebut satu kali pun. Vanhoozer, “Ecclesiology,” 293–310.
kaitan dengan pelayanan firman dan sekali lagi dalam 73
Billings, “The Promise of Catholic Calvinism.”
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 20, no. 2 (2021): 237–255 253