Professional Documents
Culture Documents
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh :
SURYANI SALOMBE
NIM : PO7120412032
ABSTRACT
Jurusan Keperawatan Anestesi dan Reanimasi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jl. Tatabumi No. 3
Banyuraden Gamping, Sleman, Yogyakarta 55293. E-mail :
Dosen Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Background : Oxygen (O2) Saturation post anesthesia particularly inhalation general anesthesia is so influenced by
condition of lungs health system. One of the factors that is convinced influencing toward respiration system disorder such
as chronic bronchitis and lung empisema is smoking factor (Satriya, 2013). The smoker patients when was anesthetized
will slow up induction post inhalation anesthesia, that is caused the patients had oxygen saturation decreasing and
airway cleanliness creasing that noticed by production increasing.
Research Goal : Know the value of oxygen saturation post inhalation general anesthesia in patients smokers and non
smokers at RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado.
Research Method : Observational analytic with quantitative method, research design used cross sectional. Research
population is all patients of smoker and no smoker that had inhalation general anesthesia at RSUP. Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Sampling used purposive sampling technique.
Research Result : Oxygen saturation post inhalation general anesthesia to the smoker patient is known minimum value
is 95 and maximum value is 98, and average value is in amount of 97,59. Oxygen saturation post inhalation general
anesthesia to the smoker and no smoker patients is known minimum value 99, maximum value is 100 and also average
value is in amount of 99,82.
Conclusion : There are changes in oxygen saturation value post inhalation general anesthesia between smoker and
non smoker groups at RSUD Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Keywords : Respiration process, oxygen saturation, inhalation general anesthesia, smoke.
INTISARI
Latar Belakang : Saturasi oksigen (O2) pasca anestesi, khususnya anestesi umum inhalasi sangat dipengaruhi oleh
keadaan sistem kesehatan paru. Salah satu faktor yang diyakini berpengaruh terhadap keadaan kelainan sistem
pernapasan seperti bronchitis kronis dan empisema paru adalah faktor rokok (Satriya, 2013). Pasien perokok saat di
anastesi akan memperlambat induksi pasca anestesi inhalasi, hal ini disebabkan pasien mengalami penurunan saturasi
oksigen serta penurunan bersihan jalan nafas yang ditandai dengan peningkatan produksi.
Tujuan Penelitian : Mengetahui nilai saturasi oksigen paska anestesi umum inhalasi pada pasien perokok dan bukan
perokok di RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado.
Metode Penelitian : Observasional Analitik dengan menggunakan metode kuantitatif, desain penelitian menggunakan
Cross Sectional. Populasi penelitian semua pasien perokok dan bukan perokok yang sudah menjalani anestesi umum
inhalasi di RSUP Dr. R. D. Kandou Manado. Sampel dilakukan dengan teknik Purposive Sampling.
Hasil Penelitian : Saturasi oksigen pasca anestesi umum inhalasi pada perokok diketahui nilai minimum 95 nilai
maksimum 98 dan rata-rata sebesar 97,59. Saturasi oksigen pasca anestesi umum inhalasi pada perokok dan bukan
perokok diketahui nilai minimum 99, nilai maksimum 100 serta nilai rata-rata sebesar 99,82.
Kesimpulan : Terdapat perubahan nilai saturasi oksigen pasca anestesi umum inhalasi antara kelompok merokok dan
tidak merokok di RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado.
Kata Kunci : Efektivitas, Proses Pernafasan, Saturasi oksigen, Anestesi Umum Inhalasi, Rokok.
setelah Cina, Amerika Serikat, Rusia dan Berdasarkan catatan dari Rekam Medis
Jepang (data tahun 2007). Data terbaru RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dari
menunjukkan prevalensi merokok dewasa bulan Januari - Desember tahun 2012, jumlah
usia 15 tahun ke atas pada 2010 mencapai pasien yang menjalani anestesi umum
35%, yang terdiri atas 65% pria dan 35% inhalasi sebanyak 517 kasus, sehingga dari
wanita. Dalam sepuluh tahun terakhir (2001– data tersebut didapatkan banyaknya pasien
2010), dilaporkan bahwa usia perokok pemula tiap bulan yang menjalani anestesi umum
yaitu 5-9 tahun meningkat 400% dari 0,4% inhalasi sebesar 43 orang. Waktu studi
(Susenas 2001) menjadi 1,7% (Riskesdas pendahuluan penulis memperoleh data rekam
2010). Prevalensi perokok usia remaja 13-15 medis sebanyak 20 pasien yang menjalani
tahun juga mengalami peningkatan dari anestesi umum inhalasi, terdiri dari 10 pasien
12,6% pada tahun 2006 menjadi 20,3% pada perokok dan 10 pasien bukan perokok.
tahun 2009. Berdasarkan data tersebut diketahui 6 pasien
Secara nasional, prevalensi perokok (60%) perokok setelah dilakukan anestesi
tahun 2010 sebesar 34,7%, tertinggi di umum inhalasi pasien mengalami penurunan
Provinsi Kalimantan Tengah (43,2%) dan SpO2, susah bernafas, mengalami ateletaksis
terendah di Sulawesi Tenggara sebesar dan terdapat suara tambahan nafas dan
28,3%. Prevalensi perokok usia 10-14 tahun, mempunyai nilai saturasi oksigen perifer <
pada 1995 sebesar 0,3% atau sekitar 71.000 95%, sedangkan pada pasien bukan perokok
orang, dan pada tahun 2010 meningkat tajam sebanyak 7 pasien (70%) didapatkan data
menjadi sekitar 426.000 orang. Artinya dalam saturasi oksigen perifer > 95% dan tidak ada
kurun waktu 15 tahun, jumlah perokok pada suara nafas tambahan.
kelompok umur ini meningkat enam kali lipat. Berdasarkan permasalahan tersebut,
Diperkirakan lebih dari 40,3 juta anak tinggal dan mengingat saturasi oksigen perifer
bersama dengan perokok dan terpapar asap sebagai faktor penting dalam pasca anestesi
rokok, yang beresiko mengalami peningkatan umum inhalasi, maka peneliti tertarik untuk
resiko bronkitis, pnemonia, infeksi telinga mengadakan penelitian dengan judul Study
tengah, asma serta keterlambatan nilai saturasi oksigen perifer pasca anestesi
pertumbuhan paru-paru dan menyebabkan umum inhalasi pada perokok dan bukan
kesehatan yang buruk pada masa dewasa perokok di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
(Depkes, 2010)6. Pasien perokok saat di Manado, karena saturasi oksigen perifer yang
anestesi akan memperlambat induksi pasca efektif dapat mempengaruhi pemulihan
anestesi inhalasi, hal ini disebabkan pasien pasien.
mengalami penurunan saturasi oksigen
(Dibawah 95%) atau kadar oksigen dalam METODE PENELITIAN
darah akan terjadi penurunan sebesar 15% Jenis penelitian ini merupakan penelitian
dari normal (Anikha, 2011)7. Observasional dengan menggunakan metode
Selain itu menurut Anzca (2013)8, kuantitatif. Dalam penelitian ini yang menjadi
perokok memiliki peningkatan produksi lendir, fokus pengamatan adalah Nilai saturasi
yang dapat menyumbat saluran udara oksigen perifer pasca anestesi umum inhalasi,
sehingga membuat penyempitan saluran sedangkan perokok maupun bukan perokok
udara sehingga selama anestesi lebih diasumsikan sebagai faktor penyebab
rentan. Hal ini dikarenakan penyumbatan timbulnya saturasi oksigen tersebut.
saluran napas akan menghambat pengiriman Penelitian ini menggunakan desain
oksigen dan dapat mengancam nyawa penelitian Cross Sectional, yaitu pengumpulan
pasien. Perokok memiliki penurunan data dilakukan dalam waktu bersamaan, atau
kemampuan untuk membawa oksigen dalam data yang menunjukkan titik waktu tertentu
darah, namun berhenti merokok selama lebih ( Riwidikdo, 2007 )9. Notoatmodjo ( 2005 )10
dari 12 jam sangat meningkatkan kemampuan mengemukakan bahwa pendekatan Cross
membawa oksigen dalam darah. Ada juga Sectional, merupakan suatu bentuk penelitian
bukti komplikasi pernapasan meningkat dengan pengukuran variabel dilakukan
selama dan setelah anestesi umum pada sesaat, artinya sampel dilakukan pengukuran
anak-anak terpapar asap rokok. variabel satu kali pada saat pemeriksaan atau
pengkajian data.
rata - rata sebesar 99,82. yang terikat oleh hemoglobin (Hb) terhadap
kemampuan total Hb darah dalam mengikat
O2 dimana saturasi oksigen atau SpO 2 harus
PEMBAHASAN lebih tinggi dari 95% pada pasien normal.
1. Saturasi Oksigen Perifer Pasca Anestesi Artinya saturasi oksigen perifer dikatakan
Umum Inhalasi Pada Kelompok Yang normal pada pasien yang tidak merokok di
Merokok. RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Hasil penelitian diketahui pada Seseorang yang tidak merokok memiliki
kelompok merokok nilai minimum 95 nilai tingkat sensifitas terhadap penambahan CO2,
maksimum 98 dan rata-rata sebesar 97,59. maka ketika diberikan O2 pada pasca
Nilai ini menunjukkan bahwa terdapat nilai anestesi, perubahan kadar O2 dirasakan
saturasi oksigen perifer 95 orang pada cukup bagi orang-orang yang tidak merokok.
kelompok perokok. Saturasi oksigen perifer di Namun, pada kenyataannya orang yang
bawah 95 % dapat memicu terjadinya spasme bukan perokok juga dapat memiliki resiko
laring, atelektasis dan pneumonia. kekurangan oksigen, maka bagi para pasien
Perokok akan cenderung memiliki yang tidak merokok juga perlu diberikan
tingkat sensitifitas lebih kecil terhadap tambahan oksigen serta dipantau secara
perubahan kadar CO2 dibandingkan dengan intensif dan dijaga agar SpO2 minimal 95 %.
yang bukan perokok. Pasien perokok lebih 3. Saturasi Oksigen Perifer Pasca Anestesi
sensitif pada perubahan kadar O2 pada saat Umum Inhalasi Pada Perokok Dan Bukan
diberikan pada saat anestesi. Hal inilah yang Perokok.
dapat menyebabkan seorang pasien perokok Hasil penelitian ini mendukung
lebih rentan terserang hiperkapnia. penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Menurut Riyadi dalam Muhiman Sudiatmika (2011)15, ia meneliti tentang
13
(2002) , pasien dengan riwayat perokok berat Perbedaan Waktu Pulih Sadar pada Pasien
(di atas 20 batang sehari) dapat Perokok dan Bukan Perokok dengan Anestesi
memperlambat induksi pada pasca anestesi Umum Inhalasi di IBS RSUD Undata Palu.
inhalasi, karena akan terjadi peningkatan Hasil yang diperoleh menunjukkan sebagian
produksi mukus, batuk dan spasme laring. besar pasien bukan perokok (85%)
Asap rokok terdiri dari 4000 jenis bahan kimia menunjukkan waktu pulih dengan cepat,
dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya sedangkan pada perokok hanya 38,8 %.
bagi kesehatan yang terbagi menjadi fase Seorang pasien pasca anestesi umum
partikulat dan fase gas. Maka hal-hal yang inhalasi yang merokok memang lebih cepat
dapat dilakukan responden sebelum dilakukan pulih dibandingkan dengan yang tidak
operasi untuk memperbaiki faat paru, merokok, namun pasien perokok lebih
menghilangkan bronchospasme dan beresiko terangsang batuk, tahan nafas. Hal
memberantas infeksi antara lain : Kebiasaan ini dapat memicu turunnya kebersihan jalan
merokok harus dihentikan, Sekret harus nafas terutama peningkatan mukus,
dikeluarkan dan melakukan latihan penurunan saturasi oksigen perifer (dibawah
pernafasan, serta dilakukan terapi inhalasi 95%) yang akhirnya dapat memicu terjadinya
yaitu dengan memberikan IPPB (Intermittent spasme laring, atelektasis dan pneumonia.
Positive Pressure Breathing). Saturasi harus dimonitor secara terus-
2. Saturasi Oksigen Perifer Pasca Anestesi menerus oleh perawat anestesi dan harus
Umum Inhalasi Pada Kelompok Yang dijaga agar SpO2 minimal 90 % jika tidak,
Tidak Merokok. gangguan pernafasan bisa terjadi. Gangguan
Hasil penelitian pada kelompok tidak yang biasa terjadi adalah hiperkarbia. Saturasi
merokok menunjukkan nilai minimum 99, nilai oksigen perifer atau SpO2 dipengaruhi oleh
maksimum 100 serta nilai rata-rata sebesar beberapa faktor yakni perubahan kadar Hb,
99,82. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai sirkulasi yang buruk, aktivitas (menggigil /
saturasi oksigen perifer pada kelompok bukan gerakan berlebihan), ukuran jari terlalu besar
perokok relatif baik jika dilihat dari rata-rata atau terlalu kecil, akral dingin, denyut nadi
yang cukup tinggi. terlalu kecil, adanya cat kuku berwarna gelap.
Seperti yang diungkapkan oleh Hal tersebut merupakan hal yang perlu
Djojobroto (2007)14 saturasi oksigen perifer diperhatikan dalam pengukuran saturasi
merupakan rasio antara jumlah oksigen aktual oksigen perifer pasca anestesi umum inhalasi.