You are on page 1of 9

Page |1

NASKAH PUBLIKASI

STUDY NILAI SATURASI OKSIGEN PERIFER PASCA ANESTESI UMUM


INHALASI PADA PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK
DI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU
MANADO

Disusun Oleh :

SURYANI SALOMBE
NIM : PO7120412032

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2014

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


2014 Keperawatan Anestesi dan Reanimasi
Page |2

STUDY OF OXYGEN SATURATION VALUES POST INHALATION GENERAL


ANESTHESIA TO THE SMOKERS AND NON SMOKERS AT
RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU
MANADO

ABSTRACT

Suryani Salombe, Bondan Palestin, Ana Ratnawati

Jurusan Keperawatan Anestesi dan Reanimasi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jl. Tatabumi No. 3
Banyuraden Gamping, Sleman, Yogyakarta 55293. E-mail :
Dosen Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Background : Oxygen (O2) Saturation post anesthesia particularly inhalation general anesthesia is so influenced by
condition of lungs health system. One of the factors that is convinced influencing toward respiration system disorder such
as chronic bronchitis and lung empisema is smoking factor (Satriya, 2013). The smoker patients when was anesthetized
will slow up induction post inhalation anesthesia, that is caused the patients had oxygen saturation decreasing and
airway cleanliness creasing that noticed by production increasing.
Research Goal : Know the value of oxygen saturation post inhalation general anesthesia in patients smokers and non
smokers at RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado.
Research Method : Observational analytic with quantitative method, research design used cross sectional. Research
population is all patients of smoker and no smoker that had inhalation general anesthesia at RSUP. Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Sampling used purposive sampling technique.
Research Result : Oxygen saturation post inhalation general anesthesia to the smoker patient is known minimum value
is 95 and maximum value is 98, and average value is in amount of 97,59. Oxygen saturation post inhalation general
anesthesia to the smoker and no smoker patients is known minimum value 99, maximum value is 100 and also average
value is in amount of 99,82.
Conclusion : There are changes in oxygen saturation value post inhalation general anesthesia between smoker and
non smoker groups at RSUD Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Keywords : Respiration process, oxygen saturation, inhalation general anesthesia, smoke.

INTISARI

Latar Belakang : Saturasi oksigen (O2) pasca anestesi, khususnya anestesi umum inhalasi sangat dipengaruhi oleh
keadaan sistem kesehatan paru. Salah satu faktor yang diyakini berpengaruh terhadap keadaan kelainan sistem
pernapasan seperti bronchitis kronis dan empisema paru adalah faktor rokok (Satriya, 2013). Pasien perokok saat di
anastesi akan memperlambat induksi pasca anestesi inhalasi, hal ini disebabkan pasien mengalami penurunan saturasi
oksigen serta penurunan bersihan jalan nafas yang ditandai dengan peningkatan produksi.
Tujuan Penelitian : Mengetahui nilai saturasi oksigen paska anestesi umum inhalasi pada pasien perokok dan bukan
perokok di RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado.
Metode Penelitian : Observasional Analitik dengan menggunakan metode kuantitatif, desain penelitian menggunakan
Cross Sectional. Populasi penelitian semua pasien perokok dan bukan perokok yang sudah menjalani anestesi umum
inhalasi di RSUP Dr. R. D. Kandou Manado. Sampel dilakukan dengan teknik Purposive Sampling.
Hasil Penelitian : Saturasi oksigen pasca anestesi umum inhalasi pada perokok diketahui nilai minimum 95 nilai
maksimum 98 dan rata-rata sebesar 97,59. Saturasi oksigen pasca anestesi umum inhalasi pada perokok dan bukan
perokok diketahui nilai minimum 99, nilai maksimum 100 serta nilai rata-rata sebesar 99,82.
Kesimpulan : Terdapat perubahan nilai saturasi oksigen pasca anestesi umum inhalasi antara kelompok merokok dan
tidak merokok di RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado.
Kata Kunci : Efektivitas, Proses Pernafasan, Saturasi oksigen, Anestesi Umum Inhalasi, Rokok.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


2014 Keperawatan Anestesi dan Reanimasi
Page |3

PENDAHULUAN bronchitis kronis dan empisema paru adalah


Keefektifan jalan napas dan saturasi faktor rokok (Suhaimi, 2011)3.
oksigen (O2) pasca anestesi, khususnya Menurut WHO Expert Committee On
anestesi umum inhalasi sangat dipengaruhi Smoking Control dalam Alderson (2013)4,
oleh keadaan sistem kesehatan paru. rokok adalah penyebab utama timbulnya
Keadaan ini dikarenakan pengangkutan O2 bronchitis kronis dan empisema paru. Selain
menuju jaringan tertentu tergantung pada itu juga terdapat hubungan yang erat antara
jumlah O2 yang masuk kedalam paru-paru, merokok dan penurunan volume ekspirasi
adanya pertukaran gas dalam paru yang paksa pada detik pertama. Dilihat dari
adekuat, aliran darah menuju jaringan, serta besarnya angka perokok di Indonesia, tentu
kapasitas darah untuk mengangkut O2. Aliran hal ini menjadi fenomena yang menarik untuk
darah bergantung pada derajat konstriksi dikaji dan dipelajari. Bahan kimia dari rokok
jaringan vaskuler didalam jaringan serta curah yang diisap sebagian besar mempengaruhi
jantung. Jumlah O2 didalam darah ditentukan kesehatan, khususnya kesehatan paru.
oleh jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin Asap rokok terdiri dari 4000 jenis bahan
dalam darah serta afinitas hemoglobin kimia dan setidaknya 200 diantaranya
terhadap O2 (Tantri, 2013)1. berbahaya bagi kesehatan yang terbagi
Oksigen berdifusi dari bagian konduksi menjadi fase partikulat dan fase gas. Pada
paru kebagian respirasi paru sampai ke fase partikulat zat yang dihasilkan adalah
alveoli, membrana basalis dan endotel kapiler. nikotine, nitrosamine, nitrosonornikotin,
Dalam darah sebagian besar O2 bergabung polisiklik hidrokarbon, logam berat dan
dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut karsinogenik amine. Sedangkan pada fase
dalam plasma (3%). Dewasa muda pria, gas adalah karbonmonoksid, karbondioksid,
jumlah darahnya ± 75 ml/kg, sedangkan benzene, amonia, formaldehid, hidrosianida
wanita ± 65 ml/kg. Satu ml darah pria dan lain-lain (Roberts dalam Suhaimi, 2011)3.
mengandung kira-kira 280 juta molekul Hb. Bahan-bahan kimia dari rokok selain bersifat
Satu molekul Hb sanggup mengikat 1molekul toksis terhadap jaringan syaraf, meningkatkan
O2 membentuk HbO2 (Wijaya, 2009)2. tekanan darah, menimbulkan penyakit jantung
Reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin koroner juga menimbulkan berbagai penyakit
menjadikannya sebagai pembawa O2 yang paru seperti Kanker paru, emfisema paru,
sangat serasi. Hemoglobin adalah protein penyakit paru obstruksi kronis / PPOK,
yang dibentuk dari 4 subunit, masing-masing penyakit paru obstruksi menahun / PPOM dan
mengandung gugus heme yang melekat pada bronkitis kronis (Sitoepu dalam Suhaimi,
sebuah rantai polipeptida. Heme adalah 2011)3.
kompleks yang dibentuk dari suatu porfirin Merokok dapat menyebabkan
dan 1 atom besi fero. Masing-masing dari ke- perubahan struktur dan fungsi saluran napas
4 atom besi dapat mengikat satu molekul O2 dan jaringan paru-paru. Saluran napas
secara reversibel. Atom besi tetap berada menjadi besar, sel mukosa membesar
dalam bentuk fero, sehingga reaksi (Hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah
pengikatan O2 merupakan suatu reaksi banyak (Hiperplasia). Pada saluran napas
oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi kecil, terjadi radang ringan hingga
pengikatan hemoglobin dengan O2 lazim penyempitan akibat bertambahnya sel dan
ditulis sebagai Hb + O2 ↔ HbO2 (Wijaya, penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru,
2009)2. terjadi peningkatan jumlah sel radang dan
Kelainan sistem pernapasan seperti kerusakan alveoli. Akibat perubahan tersebut
obstruksi jalan napas, atau keadaan yang akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru
dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas, dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini
infeksi jalan napas, serta gangguan-gangguan menjadi dasar utama terjadinya penyakit
lain yang dapat menghambat pertukaran gas, obstruksi paru menahun (PPOM) (Chitika,
empisema dan bronchitis kronis. Hal ini perlu 2013)5.
diantisipasi dan ditangani dengan baik agar Menurut Depkes (2010)6, Indonesia saat
tidak terjadi kegawatan napas. Salah satu ini menduduki posisi peringkat ke-3 dengan
faktor yang diyakini berpengaruh terhadap jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina
keadaan kelainan sistem pernapasan seperti dan India, dan masih menduduki posisi
peringkat ke-5 konsumen rokok terbesar

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


2014 Keperawatan Anestesi dan Reanimasi
17
Page |4

setelah Cina, Amerika Serikat, Rusia dan Berdasarkan catatan dari Rekam Medis
Jepang (data tahun 2007). Data terbaru RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dari
menunjukkan prevalensi merokok dewasa bulan Januari - Desember tahun 2012, jumlah
usia 15 tahun ke atas pada 2010 mencapai pasien yang menjalani anestesi umum
35%, yang terdiri atas 65% pria dan 35% inhalasi sebanyak 517 kasus, sehingga dari
wanita. Dalam sepuluh tahun terakhir (2001– data tersebut didapatkan banyaknya pasien
2010), dilaporkan bahwa usia perokok pemula tiap bulan yang menjalani anestesi umum
yaitu 5-9 tahun meningkat 400% dari 0,4% inhalasi sebesar 43 orang. Waktu studi
(Susenas 2001) menjadi 1,7% (Riskesdas pendahuluan penulis memperoleh data rekam
2010). Prevalensi perokok usia remaja 13-15 medis sebanyak 20 pasien yang menjalani
tahun juga mengalami peningkatan dari anestesi umum inhalasi, terdiri dari 10 pasien
12,6% pada tahun 2006 menjadi 20,3% pada perokok dan 10 pasien bukan perokok.
tahun 2009. Berdasarkan data tersebut diketahui 6 pasien
Secara nasional, prevalensi perokok (60%) perokok setelah dilakukan anestesi
tahun 2010 sebesar 34,7%, tertinggi di umum inhalasi pasien mengalami penurunan
Provinsi Kalimantan Tengah (43,2%) dan SpO2, susah bernafas, mengalami ateletaksis
terendah di Sulawesi Tenggara sebesar dan terdapat suara tambahan nafas dan
28,3%. Prevalensi perokok usia 10-14 tahun, mempunyai nilai saturasi oksigen perifer <
pada 1995 sebesar 0,3% atau sekitar 71.000 95%, sedangkan pada pasien bukan perokok
orang, dan pada tahun 2010 meningkat tajam sebanyak 7 pasien (70%) didapatkan data
menjadi sekitar 426.000 orang. Artinya dalam saturasi oksigen perifer > 95% dan tidak ada
kurun waktu 15 tahun, jumlah perokok pada suara nafas tambahan.
kelompok umur ini meningkat enam kali lipat. Berdasarkan permasalahan tersebut,
Diperkirakan lebih dari 40,3 juta anak tinggal dan mengingat saturasi oksigen perifer
bersama dengan perokok dan terpapar asap sebagai faktor penting dalam pasca anestesi
rokok, yang beresiko mengalami peningkatan umum inhalasi, maka peneliti tertarik untuk
resiko bronkitis, pnemonia, infeksi telinga mengadakan penelitian dengan judul Study
tengah, asma serta keterlambatan nilai saturasi oksigen perifer pasca anestesi
pertumbuhan paru-paru dan menyebabkan umum inhalasi pada perokok dan bukan
kesehatan yang buruk pada masa dewasa perokok di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
(Depkes, 2010)6. Pasien perokok saat di Manado, karena saturasi oksigen perifer yang
anestesi akan memperlambat induksi pasca efektif dapat mempengaruhi pemulihan
anestesi inhalasi, hal ini disebabkan pasien pasien.
mengalami penurunan saturasi oksigen
(Dibawah 95%) atau kadar oksigen dalam METODE PENELITIAN
darah akan terjadi penurunan sebesar 15% Jenis penelitian ini merupakan penelitian
dari normal (Anikha, 2011)7. Observasional dengan menggunakan metode
Selain itu menurut Anzca (2013)8, kuantitatif. Dalam penelitian ini yang menjadi
perokok memiliki peningkatan produksi lendir, fokus pengamatan adalah Nilai saturasi
yang dapat menyumbat saluran udara oksigen perifer pasca anestesi umum inhalasi,
sehingga membuat penyempitan saluran sedangkan perokok maupun bukan perokok
udara sehingga selama anestesi lebih diasumsikan sebagai faktor penyebab
rentan. Hal ini dikarenakan penyumbatan timbulnya saturasi oksigen tersebut.
saluran napas akan menghambat pengiriman Penelitian ini menggunakan desain
oksigen dan dapat mengancam nyawa penelitian Cross Sectional, yaitu pengumpulan
pasien. Perokok memiliki penurunan data dilakukan dalam waktu bersamaan, atau
kemampuan untuk membawa oksigen dalam data yang menunjukkan titik waktu tertentu
darah, namun berhenti merokok selama lebih ( Riwidikdo, 2007 )9. Notoatmodjo ( 2005 )10
dari 12 jam sangat meningkatkan kemampuan mengemukakan bahwa pendekatan Cross
membawa oksigen dalam darah. Ada juga Sectional, merupakan suatu bentuk penelitian
bukti komplikasi pernapasan meningkat dengan pengukuran variabel dilakukan
selama dan setelah anestesi umum pada sesaat, artinya sampel dilakukan pengukuran
anak-anak terpapar asap rokok.  variabel satu kali pada saat pemeriksaan atau
pengkajian data.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


2014 Keperawatan Anestesi dan Reanimasi
17
Page |5

Populasi dalam penelitian ini adalah Adapun perhitungannya sebagai berikut :


seluruh subyek penelitian (Arikunto, 2006)11. 2
1 . 43 . 0,5.0,5
Populasi dalam penelitian ini adalah semua S= 2 2
0,05 ( 43 -1 ) + 1 . 0,5 . 0,5
pasien perokok dan bukan perokok yang
sudah menjalani anestesi umum inhalasi di
RSUP Dr. R. D. Kandou Manado. 10,75
=
Berdasarkan survei yang dilakukan pasien 0,105 + 0,25
perokok dan bukan perokok yang sudah
menjalani anestesi umum inhalasi di RSUP 10,75
=
Dr. R. D. Kandou Manado tercatat 517 pasien 0,355
selama tahun 2012, sehingga didapat 43
pasien per bulan. = 30,28 = 31
Sampel adalah bagian yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap Penentuan besarnya sampel
mewakili seluruh populasi yang diambil berdasarkan perhitungan di atas ditambah
dengan cara atau teknik tertentu 10% sehingga didapat sampel sebesar 31+ 3
10
(Notoatmodjo, 2005) . Pengambilan sampel = 34 orang yang terbagi dalam dua kelompok
dilakukan dengan teknik Purposive Sampling. yaitu kelompok perokok 34 orang dan
Menurut Sugiyono (2007)12 Purposive kelompok bukan perokok 34 orang.
Sampling adalah teknik penentuan sampel Variabel dalam penelitian ini yaitu nilai
dengan pertimbangan / kriteria tertentu, yaitu : saturasi oksigen perifer pasca anestesi umum
a. Inklusi : inhalasi.
1) Pasien post anestesi umum inhalasi di Definisi Operasional :
RSUP Dr. R. D. Kandou Manado. 1. Pasien perokok dan bukan perokok
2) Usia 17-55 tahun. a. Pasien perokok dalam penelitian ini
3) Status fisik ASA I-II adalah pasien yang menyatakan pernah
4) Lama operasi tidak lebih dari 2 jam. mengkonsumsi rokok dan sampai
5) Pasien dengan teknik anestesi umum sekarang masih mengkonsumsi rokok
dengan inhalasi Facemask. setiap hari.
6) Pasien dengan teknik anestesi umum b. Bukan perokok dalam penelitian ini
dengan inhalasi Laringeal Mask Airway. adalah pasien yang selama hidupnya
7) Pasien dengan teknik anestesi umum memang belum pernah mengkonsumsi /
dengan inhalasi Endotraceal tube. menghisap rokok, yaitu pasien yang
8) Pasien setuju berpartisipasi dalam belum pernah mengkonsumsi /
penelitian. menghisap asap rokok secara langsung
b. Eksklusi : dari mulutnya.
1) Pasien dengan riwayat asma, Data diperoleh dengan cara
tuberkulosis paru, abses paru, infeksi wawancara pada responden sebelum
paru dan kelompok pasien dengan dilakukan anestesi inhalasi, sehingga
penyakit paru akibat kerja. diperoleh data kategorik (perokok dan
2) Didapatkan infeksi saluran napas akut. bukan perokok).
3) Pasien Syok. 2. Saturasi oksigen perifer pasca anestesi
Penentuan besar sampel dalam umum inhalasi dalam penelitian ini adalah
penelitian dihitung dengan menggunakan jumlah oksigen (%) dalam tubuh yang
rumus yang dikembangkan oleh Isaac dan dibawa oleh hemoglobin. Saturasi oksigen
Michael dalam Sugiyono (2007)12 diukur menggunakan oksimeter setelah
pasien anestesi umum inhalasi berada di
2
λ . N. P.Q ruang pemulihan dan dilakukan tiap 5
S= 2 2 menit sekali selama 15 menit pertama.
d ( N-1) + λ .P.Q
Skala pengukuran dikategorikan dalam
skala nominal, yaitu :
Dengan rumus di atas peneliti menetapkan λ 2 (1) Saturasi oksigen perifer tidak efektif,
dengan dk = 1, jumlah populasi (N = 43), taraf jika nilainya < 95%.
kesalahan 5% (d = 0,05), P = Q = 0,5 ; (2) Saturasi oksigen perifer efektif, jika
nilainya ≥ 95%.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


2014 Keperawatan Anestesi dan Reanimasi
17
Page |6

sebanyak 19 orang (55,9%) juga berumur 26–


35 tahun. Karakteristik berdasarkan jenis
HASIL PENELITIAN kelamin respoden, pada kelompok tidak
Data penelitian berdasarkan merokok sebagian besar berjenis kelamin
karakteristik yang diamati dalam penelitian ini perempuan yaitu sebanyak 24 orang (70,6%).
adalah umur, jenis kelamin, pekerjaan, Begitu juga dengan kelompok merokok,
diagnosa, status fisik, dan jenis operasi. sebagian besar responden juga berjenis
kelamin perempuan sebanyak 21 orang
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik (61,8%). Pekerjaan mayoritas yang digeluti
Responden diRSUP Prof. Dr. R. D. Kandou responden pada kelompok tidak merokok
Manado adalah ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebanyak
24 orang (70,6%). Pada kelompok merokok
Kelompok sebagian besar juga bekerja sebagai ibu
rumah tangga (IRT) yaitu sebanyak 19 orang
Tidak
Merokok
(55,9%). Diagnosa pada kelompok tidak
Karateristik Responden Merokok merokok sebagian besar adalah FAM yaitu
sebanyak 12 orang (35,3%), sedangkan pada
F % f % kelompok merokok, sebagian besar
1. Usia responden juga di diagnosis FAM yaitu
15 – 25 tahun 1 2,9 4 11,8 sebanyak 9 orang ( 26,5%).
26 – 35 tahun 23 67,6 19 55,9 Karakteristik responden berdasarkan
> 35 tahun 10 29,4 11 32,4 status fisik (ASA) pada responden yang tidak
2. Jenis Kelamin
merokok diketahui seluruhnya berada pada
Laki-laki status fisik ASA 2, sedangkan pada
10 29,4 13 38,2
Perempuan
24 70,6 21 61,8
responden yang merokok, sebanyak 30 orang
( 88,2 %) berada pada status fisik ASA 2.
3. Pekerjaan Karakteristik berdasarkan jenis operasi yang
IRT
Tani
19 55,9 19 55,9 dijalani responden, pada kelompok tidak
10 29,4 12 35,3 merokok sebagian besar adalah GA dengan
PNS
5 14,7 3 8,8
LMA yaitu sebanyak 20 orang (58,8%),
4. Diagnosa sedangkan pada kelompok merokok sebagian
APP 6 17,6 2 5,9
BATU Ureter [S] 1 /
besar menjalani operasi GA dengan ET yaitu
3 Proximal 2 5,9 0 0 sebanyak 21 orang (61,8%).
Exterpasi 0 0 2 5,9
BPH 4 11,8 0 0 Tabel 4.2 Nilai Rata- rata Saturasi Oksigen
FAM 12 35,3 9 26,5 Perifer Pasca Anestesi Pada Pasien Merokok
HIL 0 0 2 5,9 Dengan Tidak Merokok
KET 3 8,8 5 14,7
Koletiasis 7 20,6 3 8,8
Laparotomi 0 0 3 8,8 Deskriptif Data
Struma 0 0 7 20,6
STT Manus (D) 0 0 1 2,9 Kelompok Rata- Standar
Min Max
5. Status Fisik (ASA) rata Deviasi
ASA I 0 0 4 11,8
ASA II 34 100 30 88,2 Merokok 95 98 97,59 0,783

6. Jenis Operasi Tidak


GA dengan ET 14 41,2 21 61,8 99 100 99,82 0,387
Merokok
GA dengan LMA 20 58,8 11 32,4
GA dengan 0 0 2 5,9
Facemask
Tabel 4.2 Menunjukkan hasil deskriptif
data antara kelompok merokok dan tidak
merokok. Diketahui pada kelompok merokok
Tabel 4.1. menunjukkan sebagian besar
nilai minimum 95 nilai maksimum 98 dan rata
responden tidak merokok sebanyak 23 orang
- rata sebesar 97,59. Sedangkan pada
(67,6%) berumur 26 – 35 tahun. Sedangkan
kelompok tidak merokok diketahui nilai
pada responden yang tidak merokok
minimum 99, nilai maksimum 100 serta nilai
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
2014 Keperawatan Anestesi dan Reanimasi
17
Page |7

rata - rata sebesar 99,82. yang terikat oleh hemoglobin (Hb) terhadap
kemampuan total Hb darah dalam mengikat
O2 dimana saturasi oksigen atau SpO 2 harus
PEMBAHASAN lebih tinggi dari 95% pada pasien normal.
1. Saturasi Oksigen Perifer Pasca Anestesi Artinya saturasi oksigen perifer dikatakan
Umum Inhalasi Pada Kelompok Yang normal pada pasien yang tidak merokok di
Merokok. RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Hasil penelitian diketahui pada Seseorang yang tidak merokok memiliki
kelompok merokok nilai minimum 95 nilai tingkat sensifitas terhadap penambahan CO2,
maksimum 98 dan rata-rata sebesar 97,59. maka ketika diberikan O2 pada pasca
Nilai ini menunjukkan bahwa terdapat nilai anestesi, perubahan kadar O2 dirasakan
saturasi oksigen perifer 95 orang pada cukup bagi orang-orang yang tidak merokok.
kelompok perokok. Saturasi oksigen perifer di Namun, pada kenyataannya orang yang
bawah 95 % dapat memicu terjadinya spasme bukan perokok juga dapat memiliki resiko
laring, atelektasis dan pneumonia. kekurangan oksigen, maka bagi para pasien
Perokok akan cenderung memiliki yang tidak merokok juga perlu diberikan
tingkat sensitifitas lebih kecil terhadap tambahan oksigen serta dipantau secara
perubahan kadar CO2 dibandingkan dengan intensif dan dijaga agar SpO2 minimal 95 %.
yang bukan perokok. Pasien perokok lebih 3. Saturasi Oksigen Perifer Pasca Anestesi
sensitif pada perubahan kadar O2 pada saat Umum Inhalasi Pada Perokok Dan Bukan
diberikan pada saat anestesi. Hal inilah yang Perokok.
dapat menyebabkan seorang pasien perokok Hasil penelitian ini mendukung
lebih rentan terserang hiperkapnia. penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Menurut Riyadi dalam Muhiman Sudiatmika (2011)15, ia meneliti tentang
13
(2002) , pasien dengan riwayat perokok berat Perbedaan Waktu Pulih Sadar pada Pasien
(di atas 20 batang sehari) dapat Perokok dan Bukan Perokok dengan Anestesi
memperlambat induksi pada pasca anestesi Umum Inhalasi di IBS RSUD Undata Palu.
inhalasi, karena akan terjadi peningkatan Hasil yang diperoleh menunjukkan sebagian
produksi mukus, batuk dan spasme laring. besar pasien bukan perokok (85%)
Asap rokok terdiri dari 4000 jenis bahan kimia menunjukkan waktu pulih dengan cepat,
dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya sedangkan pada perokok hanya 38,8 %.
bagi kesehatan yang terbagi menjadi fase Seorang pasien pasca anestesi umum
partikulat dan fase gas. Maka hal-hal yang inhalasi yang merokok memang lebih cepat
dapat dilakukan responden sebelum dilakukan pulih dibandingkan dengan yang tidak
operasi untuk memperbaiki faat paru, merokok, namun pasien perokok lebih
menghilangkan bronchospasme dan beresiko terangsang batuk, tahan nafas. Hal
memberantas infeksi antara lain : Kebiasaan ini dapat memicu turunnya kebersihan jalan
merokok harus dihentikan, Sekret harus nafas terutama peningkatan mukus,
dikeluarkan dan melakukan latihan penurunan saturasi oksigen perifer (dibawah
pernafasan, serta dilakukan terapi inhalasi 95%) yang akhirnya dapat memicu terjadinya
yaitu dengan memberikan IPPB (Intermittent spasme laring, atelektasis dan pneumonia.
Positive Pressure Breathing). Saturasi harus dimonitor secara terus-
2. Saturasi Oksigen Perifer Pasca Anestesi menerus oleh perawat anestesi dan harus
Umum Inhalasi Pada Kelompok Yang dijaga agar SpO2 minimal 90 % jika tidak,
Tidak Merokok. gangguan pernafasan bisa terjadi. Gangguan
Hasil penelitian pada kelompok tidak yang biasa terjadi adalah hiperkarbia. Saturasi
merokok menunjukkan nilai minimum 99, nilai oksigen perifer atau SpO2 dipengaruhi oleh
maksimum 100 serta nilai rata-rata sebesar beberapa faktor yakni perubahan kadar Hb,
99,82. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai sirkulasi yang buruk, aktivitas (menggigil /
saturasi oksigen perifer pada kelompok bukan gerakan berlebihan), ukuran jari terlalu besar
perokok relatif baik jika dilihat dari rata-rata atau terlalu kecil, akral dingin, denyut nadi
yang cukup tinggi. terlalu kecil, adanya cat kuku berwarna gelap.
Seperti yang diungkapkan oleh Hal tersebut merupakan hal yang perlu
Djojobroto (2007)14 saturasi oksigen perifer diperhatikan dalam pengukuran saturasi
merupakan rasio antara jumlah oksigen aktual oksigen perifer pasca anestesi umum inhalasi.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


2014 Keperawatan Anestesi dan Reanimasi
17
Page |8

Mangku (2010)16, menjelaskan bahwa


anestesi umum merupakan tindakan
meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih SARAN
kembali (Reversibel). Anestesi umum Berdasarkan dari kesimpulan penelitian
menyebabkan mati rasa karena obat ini di atas, maka dapat diberikan saran sebagai
masuk ke jaringan otak dengan tekanan berikut :
setempat yang tinggi. Selama masa induksi 1. Bagi Ilmu Pengetahuan
harus diberikan cukup banyak obat bius Hasil penelitian ini dapat menjadi
beredar pula didalam darah dan tinggal sumbangan ilmu pengetahuan khususnya
didalam jaringan tubuh. Pada seorang ruang lingkup keperawatan tentang nilai
perokok atau pasien yang mengalami saturasi oksigen perifer pada pasien pasca
kelainan pada paru-parunya, tahanan jalan anestesi.
nafas akan meninggi terutama sekali pada 2. Pihak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
waktu ekspirasi, hal ini disebabkan oleh Manado
penyempitan bronchioli, edema mukosa dan Hasil penelitian ini agar dapat menjadi
ventilasi yang tidak adekuat serta elastisitas acuan untuk lebih meningkatkan kualitas
paru juga akan berkurang. Terjadinya pelayanan khususnya dalam pencegahan
komplikasi paska bedah terhadap paru pada turunnya saturasi oksigen perifer serta
pasien perokok cenderung meningkat. Pada komplikasi aspirasi lain yang berhubungan
pra operasi dianjurkan untuk berhenti dengan saturasi oksigen perifer.
merokok guna mengembalikan fungsi paru 3. Peneliti lain
secara perlahan. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan
Berdasarkan hasil penelitian, penelitian wawasan peneliti selanjutnya mengenai
terdahulu dan teori juga yang berkaitan saturasi oksigen perifer pada pasien pasca
dengan Saturasi Oksigen Perifer Pasca anestesi, tanpa ada gangguan turunnya
Anestesi Umum Inhalasi pada Perokok dan saturasi oksigen perifer, sehingga menjadi
Bukan Perokok terdapat keterkaitan bahwa bekal bagi peneliti selanjutnya dalam
pasien yang merokok cenderung beresiko menerapkan asuhan keperawatan dengan
turunnya saturasi oksigen perifer (dibawah lebih baik.
95%) dibandingkan dengan pasien yang tidak
merokok, dengan demikian hal-hal yang
dilakukan responden sebelum dilakukan DAFTAR PUSTAKA
operasi untuk memperbaiki faal paru, 1. Tantri, A., 2013. Kadar Oksigen dalam
menghilangkan bronchospasme dan Darah. Diunduh tanggal 06 Juni 2013
memberantas infeksi mampu menurunkan dari http://www.biologi-
resiko turunnya saturasi oksigen perifer di sel.com/2013/04/kadar-oksigen-dalam-
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. darah.html
2. Wijaya, A.M., 2009. Sistem Sirkulasi
Darah dalam Tubuh. Diunduh tanggal
KESIMPULAN 06 Juni 2013 dari
Berdasarkan hasil penelitian dan http://www.infodokterku.com/index.php
pembahasan pada bab sebelumnya maka /component/ content/article/13-macam-
dapat diambil kesimpulan bahwa : macam-info/yang-perlu-anda-
1. Diketahui nilai saturasi oksigen perifer ketahui/50-sistem-sirkulasi-dalam-
pasien pasca anestesi umum inhalasi di tubuh-manusia
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. 3. Suhaimi, R., 2011. Gambaran
2. Saturasi oksigen perifer pasca anestesi Pengetahuan Dan Sikap Remaja
umum inhalasi pada perokok diketahui nilai Tentang Bahaya Merokok di Desa Sei
minimum 95 nilai maksimum 98 dan rata - Mencirim Kecamatan Sunggal
rata sebesar 97,59. Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.
3. Saturasi oksigen perifer pasca anestesi SKRIPSI. Fakultas Keperawatan.
umum inhalasi pada bukan perokok Universits Sumatera Utara.
diketahui nilai minimum 99, nilai maksimum 4. Alderson, MR., 2013. Controlling the
100 serta nilai rata - rata sebesar 99,82. Smoking Epidemic: Report of the WHO
Expert Committee on Smoking Control.
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
2014 Keperawatan Anestesi dan Reanimasi
17
Page |9

Diunduh tanggal 17 Juni 2013


darihttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ar
ticles/PMC2010105/
5. Chitika, 2013. Dampak Merokok pada
Paru-Paru. Diunduh tanggal 17 Juni
2013 dari
http://contohartikelku.com/dampak-
merokok-pada-paruparu/
6. Depkes R.I, 2010. PROMKES : Indonesia
(bukan) Surga Rokok. Diunduh tanggal
17 Juni 2013 dari
http://www.promkes.depkes.go.id/inde
x.php/program/ pengendalian-
rokok/40-indonesia-bukan-surga-rokok
7. Anikha, Fenomena Rokok. Diunduh
tanggal 17 Juni 2013 dari http://anikha-
w-b-
fkm11.web.unair.ac.id/artikel_detail-
38066-Task-Fenomena%20
Rokok.html
8. Anzca, 2013. Smoking and Anaesthesia.
Diunduh tanggal 17 Juni 2013
dari
http://www.anzca.edu.au/patients/frequ
ently-asked-questions/smoking-and-
anaesthesia.html
9. Riwidikdo, H, 2007, Statistik Kesehatan,
Mitra Cendekia, Yogyakarta.
10. Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
11. Arikunto, S ( 2006 ). Prosedur Penelitian
Suatu pendekatan Praktek, Edisi VI,
PT. Rineka Cipta. Jakarta
12. Sugiyono. 2007. Statistik untuk Penelitian.
Alfabeta, Bandung.
13. Muhiman, M., 2002. Anestesiologi. CV.
Infomedika, Jakarta.
14. Djojobroto, D., 2007. Respirologi :
Respirasi Medicine. Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
15. Sudiatmika, I.K., 2011. Perbedaan Waktu
Pulih Sadar pada Pasien Perokok dan
Bukan Perokok dengan Anestesi
Umum Inhalasi di IBS RSUD Undata,
Palu. Skripsi. Jurusan Keperawatan
Poltekkes Yogyakarta, Yogyakarta.
16. Mangku, 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesi
dan Reanimasi. PT, index, Jakarta.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


2014 Keperawatan Anestesi dan Reanimasi
17

You might also like