Professional Documents
Culture Documents
Muchammad Athok - 151-176
Muchammad Athok - 151-176
6∑ D
2
r s=1− 2
n( n −1)
di mana n = jumlah responden atau subjek. Dengan memasukkan harga harga dari Tabel
9-04 ke dalam rumus (9.03) diperoleh:
6∑ D
2
( 6 ) ( 80 )
r s=1− =1− =1−0,364=0,636
n ( n −1 ) 11. ( 121−1 )
2
Pengujian signifikansi r s Makna r s sama dengan koefisien korelasi yang telah dibahas
dalam bab IX yakni, r s = 0 berarti tidak ada korelasi dan r s=+¿1,0 atau r s=−1,0berarti
terdapat korelasi yang sempurna. Sebagaimana telah diuraikan, pimpinan perusahaan
berkeyakinan bahwa, pelatihan akan meningkatkan penju alan. Hal ini berarti pula pengujian
koefisien korelasi dilakukan dengan pengujian sisi kanan (right-tailed test). Dengan melihat
harga r s =0,636 epsilon diketahui bahwa, ada korelasi positif antara pelatihan dan peningkatan
penjualan namun apakah korelasi itu cukup signifikan untuk mendukung hipotesis yang
dikemukakan di atas.
Untuk lebih menyakinkan pengujian perlu dilakukan dengan pengujian CR pada tingkat
signifikansi a tertentu. Syarat pengujian dilakukan sekurang kurangnya dengan sampel n = 10.
CR=r s .
√ n−2
2
1−r s
(10,04)
CR=r s .
√ n−2
2
1−r s
=0,636.
√
11−2
1−(0.636)2
=2,47
Harga CR yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan harga t tabel dilakukan dengan
tingkat signifikansi alpha =0,05 dan dengan menggunakan tabel df,a) tertentu, di mana df = n
- 2 dalam contoh ini df = 11 - 2 = 9 Jika pengujian untuk distribusi-t (lampiran C) diperoleh:
t_{9005} =1,833 . Karena CR(=2,47)>t tsbe (1,833), maka H diterima.
E. Pengujian Mann-Whitney
Penggunaan Wilcoxon signed rank test jika pengukuran sejumlah pasangan data
dilakukan dengan sampel tunggal. Jika analisis perbedaaan hendak dilakukan atas suatu data
yang diperoleh dari dua kelompok sampel yang berbeda, maka pengujian haruslah
menggunakan Mann-Whitney test.
Dimisalkan pimpinan suatu perguruan tinggi ingin mengetahui penghasilan alumni
lulusan sepuluh tahun yang lalu dari jurusan perdagangan dan jurusan perbankan dengan
mengirimkan lembaran angket. Hasil angkat tersebut ditabulasi seperti tertera pada Tabel 10-
05. Prosedur pengujian dengan Mann-Whitney test ini dijelaskan sebagai berikut.
N 1 ( N 1+1 ) 8 ( 9+1 )
I =N 1. N 1. + −R 1=( 8 ) ( 12 )+ −91,5=40,5
2 2
N 2 ( N 2 +1 ) 12 ( 12+1 )
Atau U =N 1. N 1. + −R2= ( 8 )( 12 ) + −118,5=55,5
2 2
Harga U tabel diperoleh dari lampiran H untuk N 1=8 dan N 1=12. Pada tingkat signifikasi a
= 0,01, diperoleh U tabel =17 . Karena U Hitung > U tabel maka H 0 diterima dan disimpulkan tidak
ada perbedaan yang signifikasi penghasilan dari dua kelompok alumni tersebut.
tanda plus dan minus; bisa juga dinyatakan lulus dan tidak lulus, atau setuju den tidak setuju,
tergantung pada masalah yang dikaji.
- + Jumlah
Kelompok 1 A B A+B
Kelompok 2 C D C+D
Jumlah A+C B+D N
Pengujian digunakan untuk menentukan apakah dua kelompok subjek berbeda proporsi
pada mana mereka berada dalam kedua klasifikasi. Dalam Tabel 10-06 (di mana A, B, C, dan
D merupakan frekuensi) akan menentukan apakah proporsi kelompok 1 dan kelompok 2
berbeda secara signifikan. Jika jumlah marjinal dianggap tetap, maka probabilitas eksak
(exact probability) ditentukan berdasarkan distribusi hipergeometrik:
p=
(
A +C
A
=
) (
( A+C ) !
A !C ! ) (10.08)
(
N
A+ B ) N!
( A+ B ) ! ( C+ D ) !
( A+ B ) ! ( C+ D ) ! ( A+C ) ! (B+ D)
p=
N ! A !B ! C ! D !
Rumus (10.08) itu menunjukkan bahwa, probabilitas dari kejadian yang teramati
diperoleh sebagai nisbah dari perkalian faktorial keempat jumlah marjinal dibagi dengan
perkalian faktorial frekuensi tiap-tiap sel dikalikan dengan jumlah sampel N. Sebagai contoh
penggunaan rumus (10.08), dimisalkan hasil pengamatan ditabulasi seperti Tabel 10-07, di
mana A = 10, B = 0, C=4, dan D=5. Jumlah marjinal (A + B) =10,(C+D)=9,(A+C)=14. dan
(B+ D) = 5, serta V = 19
10 ! 9 ! 4 ! 5 !
p= =0,0108
19 ! 10 ! 0 !4 ! 5 !
7! 5 !5 ! 7 !
Dari Tabel 10-08: p1 = =0,04399
12!1 ! 7 ! 5 !
7! 5 !5 ! 7 !
dan dari Tabel 10-09: p1 = =0,04399
12!1 ! 7 ! 5 !
jumlah Probabilitas:
p= p1 + p2=0,04399+0,0126=0,04525
Harga probabilitas p=0,04525 digunakan untuk mengevaluasi, apakah data Tabel 10-08
layak untuk menolak H. Dari contoh-contoh di atas, dapat diketahui jika angka-angka dalam
sel-sel tabel kontigensi itu besar, maka perhitungan akan sangat melelahkan.
- + Jumlah
Kelompok 1 1 6 7
Kelompok 2 4 1
Jumlah 5 7 12
Jika peneliti bermaksud menggunakan tingkat signifikansi (significance level) lebih
diutamakan dari nilai probabilitas p, maka peneliti dapat menggunakan lampiran I (Table of
Critical Values of D [or C) in The Fisher's Test, selanjutnya disingkat dengan tabel Fisher's
Test) sebagai referensi. Penggunaan tabel yang tertera dalam lampiran I dapat mengurangi
perhitungan yang melelahkan seperti dicontohkan di atas. Dengan menggunakan tabel
tersebut peneliti dapat secara langsung menentukan tingkat signifikansi dari nilai-nilai hasil
pengamatan dalam tabel kontigensi 2 x 2. Tabel dalam lampiran I itu disusun untuk N≤ 30
dan jumlah marjinal pada sisi kanan tidak lebih besar daripada 15, dalam arti (A + B) atau
(C+ D) tidak boleh lebih besar daripada 15. (Catatan: Dapat terjadi jumlah marjinal di kolom
bawah memenuhi syarat tetapi pada lajur kanan tidak memenuhi syarat. Dalam hal ini dapat
diatasi dengan membalik label di bagian atas dari tabel kontigensi). Di bawah ini dijelaskan
prosedur penggunaan tabel Fisher's test.
Uji Statistik. Pengkajian ini menggunakan dua sampel independen dengan jumlah
kecil. Pembedaan bersifat dikhotomi sehingga pengujian dilakukan dengan Fisher test.
Tingkat Signifikansi. Dipilih α= 0,05 dan N = 15. Daerah Penolakan. Karena H,
menunjukkan arah perbendaan, maka daerah Penolakan adalah satu sisi. H, akan ditolak jika
data hasil observasi berbeda dengan nilai dalam tabel Fisher test untuk α= 0,05.
Keputusan. Dari Tabel 10-10 diketahui: (A + B)=(1+8)=9 dan (C+D)=(6+ 0) 6.
Mengacu pada lampiran I (Tabel Fisher test) menunjukkan bahwa, pada harga B 8, diperoleh
harga D = 0 pada a = 0,005 (uji satu sisi). Karena harga ini lebih kecil daripada a = 0,05, maka
keputusannya adalah menolak H, dan menerima H. Disimpulkan: "Terdapat perbedaan
kecekatan memulai tugas pertama antara lulusan Perguruan Tinggi X dan Perguruan Tinggi
Y."
G. x 2−Test
Jika data dari suatu penelitian terdiri dari frekuensi dalam kategori deskrit, maka X2-
Test dapat digunakan untuk menentukan signifikansi perbedaan antara dua kelompok
independen
Hipotesis yang diuji lazimnya menyatakan bahwa, dua kelompok berbeda dalam
beberapa karakteristik tertentu yang ditandai oleh perbedaan frekuensi relatif dalam beberapa
kategori. Untuk menguji hipotesis ini, frekuensi dari tiap tiap kategori dihitung, dan
membandingkan proporsi dari kasus-kasus dari suatu kelompok dalam berbagai kategori
dengan proporsi kasus-kasus dari kelompok lainnya.
Sebagai contoh, misalnya pengujian apakah dua kelompok karyawan berbeda tanggapan
(setuju atau tidak setuju) atas rancangan Undang-Undang Tenaga Kerja yang baru. Pendapat
yang sama dapat pula ditanyakan kepada kelompok karyawan pria dan karyawan wanita.
Pengujian hipotesis nol dilakukan dengan menggunakan rumus:
r k
(Oij −E ij )2
x 2= ∑ ∑ (10.09)
i=1 j=1 Eij
di mana 0,= jumlah kasus yang dikategorikan pada lajur ke-i dan kolom ke ¡; E =
jumlah kasus yang diharapkan pada H, yang dikategorikan pada lajur ke-i
r
dan kolom ke-i; ∑ ❑= tanda penjumlahan sel-sel pada semua lajur-r dan
i=1
kolom-k.
Harga yang diperoleh dengan rumus (10.09) terdistribusi dengan derajat kebebasan df=(r-1)
(k-1) di mana rjumlah lajur dan k=jumlah kolom dari tabel kontigensi.
Untuk menemukan frekuensi yang diharapkan dari suatu sel, kalikan jumlah marjinal
yang berkaitan dengan sel yang dikaji, lalu dibagi dengan jumlah seluruh
Kasus N.Sebagai ilustrasi cara menghitung frekuensi yang diharapkan, C diberikan
ebuah contoh seperti tertera pada Tabel 10-11. Misalkan seseorang ingin meneliti hubungan
antara ukuran tinggi badan dan mutu kepemimpinannya. Pada abel 10-11 responden terdiri
dari 43 orang pendek dan 52 orang tinggi. esponden dikategorikan sebagai Pemimpin,
Pengikut, dan Netral. Hipotesis nol mengemukakan bahwa, tidak terdapat perbedaan proporsi
antara pemimpin berpostur pendek dan pemimpin berpostur tinggi. Demikian pula tidak ada
perbedaan antara proporsi pengikut berpostur pendek dan proporsi pengikut ang berpostur
tinggi. Berdasarkan hipotesis tersebut, tentukan frekuensi yang harapkan untuk setiap sel
dengan metode yang telah diterangka di atas.
Untuk sel-11 besarnya frekuensi yang diharapkan adalah:
( 43)(44) (52)(15)
E11= =19,9 dan untuk sel-32: E32= =8,2
95 95
Harga-harga tersebut Eij itu kemudian dimasukan ke dalam tabel kontigensi seperti
tertera pada tabel 10-12 (dicetak italik)
Jika harga Eij itu berdekatan dengan harga Oijmaka selilsih (Oij −Eij ) akan kecil dan
sebagai konsekuensinya harga X 2 juga kecil. Dengan harga X 2 yang kecil H 0 tidak bisa
ditolak, sebaliknya jika selisih ¿ ¿) besar, maka harga X 2 juga besar; semakin besar perbedaan
itu makin besar pula peluang untuk menolak H 0. Dengan demikian suatu H 0 ditolak jika
2 2 2
X hitung > X tabel. Dalam hal ini yang dimaksud dengan X hitung adalah hasil perhitungan
berdasarkan data observasi dan X 2tabel adalah harga X 2 yang diperoleh dari tabel distribusui- X 2
(;lampiran D). jika dalam
Tabel 10-12: Tabel Frekuensi Pemgamatan dan Frekuensi Yang Diharapkan
Soal ini ditetapkan tingkat signifikasi 99% atau a = 0,01, maka untuk menentukan,
apakah H 0ditolak atau diterima, terlebih dahulu harus menghitung besarnya X 2 dengan
menggunakan rumus (10.09):
r k 2
(O ij −Eij ) ( 12−19,9)2 (32−24,1)2 (22−16,3)2 (14−19,7)2 (9−6,8)2
X ∑∑
2
= +¿ + + + ¿
i=1 j=1 Eij 19,9 24,1 16,3 19,7 6,8
2
(6−8,2)
+ =3,14 +2,59+1,99+1,65+0,71+ 0,59=10,67
8,2
2
x=
(
N | AD−BC|−
N
2) 2
untuk df = 1
( A +B )( C + D ) ( A+C)( B+ D)
(10.10)
Rumus ini lebih mudah penggunaanya dari pada rumus (10.09). untuk meningkatkan
pemahaman, berikut ini diberikan contoh penyelesaiann soal pada tabel 10-10 tetapi
dengan data yang berbeda seperti ditunjukan pada tabel 10-13.
Tabel 10-13: Tabel kotigensi Pengamatan Kecekatan Memulai Perkerjan
2
X =
(
N | AD−BC|−
N
2 )2
=
(
80 |( 10 )( 13 )−( 11 )( 46 )|− )80
2
2
=5,42
( A+ B ) ( C+ D )( A+C ) ( B+ D ) ( 21 )( 59 )( 56 ) ( 24 )
Dari tabel D diperoleh harga kritis X 2.01; 2=3,84 . Karena X 2hitung > X 2tabelmaka H 0 (hipotesis tiada
perbedaan) ditolak.
Eij . Kecil. X 2 −test dapat diterapkan dalam bentuk tabel kotigensi jika frekunesi yang
diharapkan Eij cukup besar. Kalau Eij lebih kecil dari pada mimimal, maka pengujian tidak
tepat atau tidak bermakna. Cochran (1954) merekomendasikan kaidah-kaidah berikut ini.
1) Dalam tabel 2 x 2, untuk N > 40 harga X 2 dapat dihitung dengan rumus (10.10).
2) Jika N antara 20 dan 40 , rumus (10.10) dapat dipakai jika Eij >5. Jika Eijminimum >5
gunakan Fisher-Test.
3) jika N < 20 gunakan Fisher-Test.
H. Rangkuman
Statistika nonparametrik digunakan apabila pola distribusi data tdak diketahui atau jika
data bersifat kategorikal. Beberapa metode pengujian yang banyak digunakan dalam
pendidikan a.I. sign test, Wilcoxon sign ranked test; mann-Whitney test dapat digunakan
untuk pengujian hipotesis, sementara spearman's rank correlation seperti hal analisis
korelasi digunakan untuk mengkaji
Kedekatan hubungan antardua varibel. Fisher's exact probability test digunakan untuk data
deskrit. Metode kalkulasi pada umunya disaijikan dalam bentuk tabel kotigensi sehingga
mudah dipahami.
I. Soal -soal
S10-02: Misalkan seorang psikolog ingin menguji apakah kehadiran dalam kelas play
group berdampak atas persepsi sosial anak kembar (terhadap lingkungannya). Psikolog itu
menskor respons anak-anak atas gambar-gambar yang dipertontonkan kepada delapan
pasangan anak kembar. Cara yang sama dilakukan terhadap anak-kembar tersebut di rumah
mereka masing-masing. Skor yangdihasilkan ditabulasi seperti tertera dalam tabel di
bawah ini. Anda diminta mengolah data tersebut dan menyimpulkan, apakah terdapat
perbedaan yang signifikan karena pengaruh lingkungan terhadap persepsi sosial anak-
kembar.
S10-03: Suatu studi untuk mengkaji hubungan antara minat pada pendidikan kejuruan
dan pilihan kurikulum dengan laju pengunduran diri oleh mahasiswa yang pandai. Sebagai
subjek dipilih mahasiswa dengan nilai 90 atau lebih pada saat mengikuti ujian saringan masuk
perguruan tinggi, dan yang mengubah matakuliah pilihannya sesudah matrikulasi. Peneliti
membandingkan mahasiswa yang pandai, yang memilih kurikulum yang banyak peminatnya
ditandai dengan skor test minat terhadap pendidikan kejuruan (perubahan ini disebut "positif")
Dibandingkan dengan mahasiswa yang pandai tetapi perubahan pilihannya tidak Sesuai
(bertentangan) dengan saran panitia penguji. Hipotesis peneliti adalah, mereka yang
mengubah pilihannya ke arah yang positif lebih bertahan sampai ulus. Data yang diperoleh
dari penelitian tersebut dicantumkan dalam tabel ontigensi di bawah ini. Anda diminta untuk
membuktikan, apakah hipotesis tersebut benar.
Arah Perubahan
Kurikulum
Ketahanan Positif Negatif
Studi Di Mundur 59 7
P.T. Tetap 8 26
J. Daftar Pustaka
A. Pendahuluan
Dalam bab ini dibahas mengenai metode korelasi khusus yang mencakup koefisien
korelasi biserial, korelasi tetrakhorik dan koefisien-Phi untuk analisis masalah-masalah
khusus tetapi dimungkinkan juga untuk menggunakan metode-metode sebelumnya seperti
analisis varians, rumus-rumus korelasi, dan regresi serta uji-x2. Sebagai contoh, untuk
menguji linieritas regresi dilakukan dengan memakai besaran nisbah-F.
B. Nisbah Korelasi
Nisbah korelasi adalah indeks korelasi umum terutama jika data membentuk regresi
nonlinier. Dalam hal ini rerata dari satu variabel tidak secara progresif bertambah
sebanding dengan pertambahan pada variabel lainnya. Kasus ini telah dibahas dalam bab
IX. Hubungan nonlinier dijumpai dalam kasus korelasi antara skor kinerja dan umur
kronologis, atau kinerja dan peningkatan keterampilan seperti yang dibahas dalam bab IX.
1. Dua Garis Regresi dan Dua Nisbah-Korelasi. Diagram sebaran yang ditunjukkan
pada Tabel 11-01 menggambarkan hubungan antara skor kinerja dalam formblock-test
dan umur kronologis lima sampai dengan 14 tahun. Skor kinerja diwakili oleh waktu
yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas dengan pengertian, waktu yang lama
menunjukkan kinerja yang rendah, sebaliknya waktu yang singkat menunjukkan
kinerja yang baik.
Data tersebut membentuk dua garis regresi yang berbentuk kurva seperti ditunjukkan
pada Gambar 11-01. Kurva dengan garis utuh menunjukkan hubungan antara skor
kinerja dan umur, sedangkan kurva dengan garis putus-
Putus menunjjukan hubungan antara umur dan skor kinerja. Kedua garis regresi itu berbeda
bentuk dan kemiringannya. Kasus ini menghasilkan dua nisbah korelasi atau koefisien-Eta,
satu untuk masing-masing garis regresi jika pada regresi linier berlaku r yx=r xy, maka pada
kasus ini nisbah korelasi diestimasi dengan rumus:
sy'
r xy= ,(nisbah korelasi untuk regesi Y sebagai fungsi X) (11,01a)
sy'
sx '
r ijxy = ,(nisbah korelasi untuk regesi X sebagai fungsi Y) (11,01a)
sx '
Dimana s y ' = simpangan-baku dari Y' yang diprediksi dari X; s x' = simpanga-baku dari X'
yang diprediksi dari Y': serta s y ' dan s x merupakan simpangan-baku dari keseluruhan
distribusi. Cara menentukan besarnya s y ' dan s x dengan metode tabulasi dijelaskan berikut ini.
Tabel 11-01: Sebaran Suatu Data Nisbah Korelasi
Waktu fy y
2
fyy
2
fyy
i2
(skor) 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
60-64 1 1 +4 2 36
55-59 3 3 +4 3 34
50-54 2 1 3 +5 54 56
45-49 0 2 1 3 +2 7 78
40-44 1 4 2 0 01 8 +3 7 55
35-39 1 5 0 1 10 8 0 0 4
30-34 1 0 5 2 31 0 0 1 13 -1 9 0
25-29 1 6 1 72 3 1 1 21 -2 0 9
20-24 0 6 40 1 0 2 1 14 -3 -34 8
15-19 1 1
10 8 7 5 0 0 34 -3 -37 766
10-14 0 24 5 4 3 5 26 -4 -128 54
5-9 1 2 3 2 4 4 16 -5 -34 33
fx 9 13 15 18 21 18 19 12 24 10 150 -269 1425
x
f
-3 -2 -1 0 +1 +2 +3 +4 3 +6
fx x
i
- - - 0 21 36 57 45 +3 60 229
2 26 15
7
fx x
i2
8 52 15 0 21 72 171 32 -45 360 1343
1
Σ f xy y
2
3 22 -2 - - -50 -61 -40 -54 -42 -267
2 25 47
Σ f xy x y
2 2
- - 2 0 - - - - - - -
9 44 47 10 183 160 22 252 1096
6 0 0
Pada tabel 11-01, umur kronologis dinyatakan sebagai besaran (chrologlcalage, CA), skor
kinerja dinyatakan sebagai besaran Y (waktu penyelesaian tugas). frekuensi menurut umur
dinyatakan sebagai sedangkan frekuensi menurut waktu (skor kinerja) dinyatakan sebagai f y 1
titik-titik garis utuh menyatakan skor rata-rata untuk umur tertentu. Sebagai contoh, skor rata-
rata untuk umur lima tahun (dimana f x =9) adalah:
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 fy y
2 y
f f
y2
55-59 1 1 +4 2 36
50-54 2 2 3 +4 3 34
45-49 3 1 3 +5 54 56
40-44 1 0 7 3 +2 7 78
35-39 2 08 8 8 +3 7 55
30-34 3 7 9 7 8 0 0 4
25-29 65 9 7 7 5 4 13 -1 9 0
20-24 5 0 7 7 4 2 1 4 1 21 -2 0 9
15-19 5 6 7 7 3 1 1 1 2 14 -3 -34 8
10-14 5 7 8 2 3 1 2 1 34 -3 -37 766
5-9 7 1 1 1 2 3 4 26 -4 - 54
12
8
fy 9 13 15 18 21 18 19 121 15 10 15 -5 -34 33
0
Cara menghitung nisbah korelasi dengan metode tabulasi ditunjukkan dalam tabel 11-02
untuk S y dan tabel 10-03 untuk S y dengan menggunakan besaran-besaran dari tabel 11-02
diperoleh:
3456,6
Y= =23 , 0
150
∑
2
n c ( y − y ) 16544,96
1 1
2
s=
y = =111,04
N−1 150−1
dan S y = √ 111,04=10,54
Tabel 11-02: Komputasi Nisbah Korelasi Untuk Regresi Skor vs Umur Kronologis
X
1
Nc Y
1
Nc Y
1
Y −Y
1
¿ (Y −Y )
14 14 72,9 110,0 -12,0 144,0 1440,00
13 15 61,9 210,0 -9,0 81,00 1215,00
12 12 14,8 174,0 -8,5 72,25 867,00
11 13 11,9 304,0 -7,0 49,25 913,03
10 13 11,9 325,8 -4,9 24,01 423,18
9 18 14,5 436,8 -2,2 4,84 101,34
8 21 9,09 451,8 +2,1 4,41 79,0
7 13 14,3 469,5 +8,3 68,89 103,35
6 5 12,3 526,5 +1,5 306,25 391,0
5 12 45,3 448,2 +26,8 71,24 6464,14
Σ N=150 - 3456,5 - - 16544,96
Untuk menghitung nisbah korelasi telebih dahulu harus dihitung simpangan baku S y
Berdasarkan data hasil onservasi seperti yang tertera pada tabel 11-3 di bawah ini.
3455
Y= =23,0
150
Σ f y (Y −Y )2 3455
=158,17 dan S y = √ 158,17=12,58
2
S=
y =
N 150
Dengan demikian nisbah korelasi (atau koefisien Eta) regresi Y sebagai fungsi:
S y ' 10,54
r nyx = = =0,838
S y 12,58
Tabel 11-03:komputasi simpangan Baku S y
Y YT fy f yYT Y Y −Y (Y −Y ) f y (Y −Y )
60-64 62 1 62 23,0 39,0 1521 1526
55-59 57 3 171 23,0 34,0 1156 3488
50-54 52 3 156 23,0 29,0 876 2567
45-49 47 3 141 23,0 24,0 576 1345
40-44 42 8 366 23,0 19,0 381 8017
35-39 37 8 296 23,0 14,0 196 1989
30-34 32 13 416 23,0 9,0 81 1087
25-29 27 21 567 23,0 4,0 16 134
20-24 22 14 308 23,0 -1 1 14
15-19 17 34 578 23,0 -6 36 1225
10-14 12 26 312 23,0 -11 121 3198
5-9 7 16 112 23,0 -16 256 4091
Σ N=150 3455 - - - 23725
2 2
Harga SSt =( N−1 ) . S y =( 150−1 )( 12,58 ) =23580,20
- 23580,20 149 Σ
SS e 16544,90
MS e = = =1883,33
df 9
183,33 SS w 7 035,24
F hitung = =36,6 MS w = = =50,25
50,26 df 140
Kekeliruan baku estimasi dalam suatu regresi nonlinier dapat diitung dari SSw dengan
rumus: S yx =
SS w
N−2 √
Dari contoh di atas, diperoleh:
S yx =
√ SS w
N−2
=
√
7035,24
150−2
= √ 47,535=6,75
Kekeliruan baku dari suatu estimasi menjelaskan, sejauh mana disperse dan harga Y
terhadap harga-harga prediksi Y∕ . besaran 6,75 menjelasakan bahwa dua pertiga skor
pengujian pada from-board dapat diharapkan berada dalam 6,75 satuan dari harga yang
diprediksi, jika harga yang diprediksi itu merupakan rerata dari kolom-kolom diagram
sebaran. Estimasi semacam itu berguna jika varians dalam kolom-kolom itu cukup
seragam, dengan lain perkataan jika data mendekati homo scedasticity ( varians-varians
kolom yang sama).
3. Uji Linieritas Suatu Regresi. Kadang-kadang dijumpai kasus dimana perlengkungan
suatu regresi sangat samar-samar sehingga menimbulkan keraguan-raguan dalam
menentukan bentuk dasarnya, apakah berupa garis lengkung atau garis lurus. Untuk
memastikannya perlu diadakan pengujian linieritas berdasarkan uji-F yang didasarkan
pada analisis varian. Uji linieritas ditentukan dengan menggunakan rumus:
2 2
(r n −r )( N −k )
F= 2 (11-04)
(1−r n )(k −2)
Dimana k = jumlah kolom atau lajur. Untuk. Menerapkan persamaan (11.04) pada
masalah yang dibahas di atas terkebih dahulu perlu dihitung besar Pearon r dengan
pertolongan persamaan (M. ZelditchnJr., 1958:78):
r =N . ∑ f xy x y −¿ ¿ ¿
' '
(11-05)
Dengan memasukan harga-harga menurut notasi persamaan (11.05) yang tertera pada
tabel 11-05 diperoleh:
150. (−1106 )−(229)(−276)
r=
√ [( 150.1343 )−¿ (229 )2][( 150.1425 ) −(−267 )2 ]¿
−165900+61143 −104168
r= =
√( 201450−52441)(213456−71726) √(149728)(14625)
−104757
r= =−0,716
(738)(726,9)
F hitung =¿ ¿
25,8282
¿ =10,883
2,827
Dengan merujuk pada lampiran-E (tabel nisbah-F) untuk df 1 =( k−2 )=8 dan
df 2 =N−K =140 diperoleh harga F tabel=2,63 (interpolasi) pada a = 0,01. Karena
F hitung > F tabel maka dapat dinterpretasikan terdapat perbedaan r dan r yx yang besar dan
membuktikan adana regresi yang nonlinier.
Dalam kasus ini hipotesis yang diuji menatakan bahwa, regresi Y atas X adalah linier.
Dalam pernyataan yang eskak, hipotesis itu mempersyaratkan semua rerata dari kolom-
kolom berada pada satu garis lurus di mana kemiringan(slope) ditentukan oleh person r.
dalam kasus ang dibahas ini persyaratan linieritas tidak dipenuhi.
( )
X P−X P pq
r bls = (11.06)
ST Y
di mana X, rerata harga X dari kelompok yang lebih tinggi, X= rerata harga X dari
kelompok yang lebih rendah, p= proporsi kelompok yang lebih tinggi, q=proporsi
kelompok yang lebih rendah, Y= ordinat dari distribusi normal yang memisahkan
kedua proporsi tersebut (lihat Gambar 11-02) dan S, simpangan baku dari
keseluruhan sampel dari variabel kontinu X. Tabel 11-05 menunjukkan tabel data
untuk menghitung r, di mana proporsi siswa antara yang lulus dan yang gagal
masing-masing adalah p=0,65 dan q =0,35. Dari tabel distribusi normal kedua
proporsi itu dipisahkan oleh ordinat y = 0,3704 (Gambar 11-02).
( )
X P−X P pq
r bls =
ST Y
r bls =
17,68
. (
98,27−83,64 ( 0,65 )( 0,35 )
0,3704 )
=0,586
Tabel 11-05:Distribusi Skor Dari Dua Kelompok Siswa Yang Menempuh Ujian
Kompetensi
SKOR
40- 50- 60- 70- 80- 90- 100- 110- 120- 130- n n/N
49 59 69 79 89 99 109 119 129 139
Siswa 1 2 4 5 6 54 54 34 6 13 0,65
lulus 0
Siswa 3 4 5 67 4 6 65 45 6 54 70 0,35
gagal
jumlah 2 16 4 5 `1 12 12 12 2 23 20 1,00
0
2. Kekeliruan Baku Dari r bls Untuk menguji hipotesis yang mengungkapkan bahwa,
suatu r bls diperoleh dari populasi di mana r bls =0 pada kondisi p dan q tidak kurang
dari 0,25 ditentukan dengan rumus:
Sr . bls =
√ pq (11.07)
Y √N
r bls 0,4778
Nisbah = =5,582;pada a = (z=1,96) harga r bls =0,585 itu lebih besar
S r . bls 5,6473
daripada 1,965r . bls sehingga dapat disimpulkan bahwa r bls didapat dari populasi
pbls =0
( )
X P−X P P
r bls = (11.08)
ST Y
Pada hakikatnya koefisien korelasi biserial adalah product moment ryang didesain
untuk mengestimasi Pearson r. Oleh sebab itu harus pula memenuhi persyaratan
Pearson r, yakni syarat normalitas dan linieritas regresi. Kemiringan (skewne yang
ekstrem mengindikasikan sebaran yang tidak normal.
Mengacu pada kriteria di atas, dalam kenyataan sehari-hari terdapat peristiwa-
peristiwa di mana besaran variabel Y yang kontinu namun pada rentang tertentu
terdapat ketidakteraturan (irregularities) yang tidak memungkinkan penggunaan rumus
Pearson r. Dalam kasus-kasus seperti ini dapat digunakan pendekatan biserial. Kondisi-
kondisi demikian bisa terjadi jika terjadi peman patan sebaran (truncated distribution),
atau karena jumlah pengelompokan kategori variabel Y yang kecil dan jika ada dugaan
sebaran yang tidak sama (unequidistant) pada skala metrik.
Sebelum menghitung terlebih dahulu perlu ditentukan proporsi p dang untuk setiap
distribusi Y. Dalam hal ini besaran p dan q yang mendekati median akan memberikan
yang besar. Perlu diingat pula, jika persyaratan normalitas sebaran dan linieritas regresi
dipenuhi, lebih dipilih untuk menggunakan Pearson r. Hal ini disebabkan kurang
reliabel dibandingkan dengan Pearson r.
E. Point Biserial r
Jika satu dari dua variabel dalam masalah korelasi merupakan dikhotomi asli, maka
jenis koefisien korelasi yang digunakan adalah point beserial rpbis Contoh contoh
dikhotomi asli adalah pria vs putri, guru vs bukan guru, petani vs bukan petani, dan
sebagainya. Bimodal walaupun tidak menunjukkan adanya kategori yang deskrit, juga
lebih tepat didekati dengan point beserial daripada beserial r. Contoh dari jenis ini
adalah responden yang buta-warna vs responden yang tidak buta-warna, narkotik vs
tidak narkotik, kriminal vs tidak kriminal, dan sebagainya. Koefisien korelasi point
beserial dihitung dengan rumus:
Koefisien korelasi point biserial dihitung dengan rumus:
X P−X P
r bls = . √ p .q (11.09)
ST
r bls =
X P XP p
ST
.
√
q
(11.10)