You are on page 1of 30

Pada J diberi pangkat 1.

Selisih terkecil berikutnya = (2) ada pada D dan I; ini berarti


menempati pangkat 2 dan 3 tetapi siapa ada pada posisi 2 dan siapa pada posisi 3?
Untuk mengatasi kesulitan ini, maka D dan I masing-masing diberi pangkat 2,5
(berasal dari [2+3]/2=2,5). Selisih terkecil berikutnya adalah [4] di tempati oleh C dan
H; keduanya diberi pangkat 4,5. Kemudian |-4| didisi oleh F denan pangkat 6, lalu |+5|
diisi oleh E dengan Pangkat 7. Sign rank, ini ditulis dalam kolom 5.
c. langkah berikutnya adalah menjumlahkan sign rank positif dan negatif (ditulis dalam
kolom 6 dan 7). Dalam hal ini diperoleh sign rank positif = +25,5 dan sign rank negatif
= -10,5. (Catatan: tanda positif atau negatif dari sign rank merujuk pada tanda di
kolom 4). Jumlah yang terkecil (positif atau negatif) dinyatakan sebagai nilai dari T =
10,5.

Tabel 10-03: Tabulasi dan Pengolahan Data Pengukuran

Responden R T (R-T) Rank Sign rank


selisih Positif Negatif
mutlak
A 9 3 +6 8 +8
B 5 5 0 diabaiakan
C 6 3 +3 4,5 +4,5
D 3 1 2 2,5 +2,5
E 10 5 +5 7 +7
-6
F 4 8 -4 6
G 2 2 0 Diabaikan
-4,5
H 5 8 -3 4,5
I 6 4 +2 2,5 +2,5
J 7 6 +1 1 +1
Jumlah +25,5 -10,5
n = 8 (jumlah pengukuran yang relevan)
T = 10,5 (jumlah terkecil dari signed rank)

d. langkah berikutnya adalah menentukan keseimpulan dari pengujian hippotesis dengan


jalan membandingkan T hitung dengan T tabel untuk tingkat signifikasi yang ditetapkan
sebelumnya (dalam hal ini a = 0,05). Jika T hitung≤ T tabel maka hipotesis nol harus
ditolak. Sebaliknya jika T hitung > T tabel maka H 0diterima. Dengan demikian disimpulkan
bahwa, pengujian knee-jerk tidak terdapat perbedaan yang signifikan karena pengaruh
kondisi (tegang atau relaksasi).

D. Spearman's Rank Corelation Coefficient


Spearman's rank correlation coefficient r s merupakan ukuran kedekatan asosiasi
antara dua variable ordinal. Prosedur komputasi untuk menghitung r s akan diperagakan
dengan contoh yang tertera pada tabel 10-04. Dalam contoh
tersebut dimisalkan sebelas salesman mendapat pelatihan teknik peningkatan penjualan
suatu produk. Setelah menyelesaikan pelatihan tersebut, mereka diwajibkan
mempraktikkan teknik tersebut. Dihipotesiskan bahwa, peserta yang memperoleh nilai
tinggi akan menjual lebih banyak daripada peserta yang memperoleh nilai rendah.
Langkah-langkah pengolahan data byuntuk menghitung
Spearman's rank correlatoin coefficient dilakukan sebagai berikut.
Meranking data. Peserta dengan nilai pelatihan tertinggi diberi nilai 1 berturut-turut ke
angka yang lebih besar untuk nilai pelatihan yang makin rendah. Salesman dengan
penjualan tertinggi diberi nilai 1 berturut-turut ke angka yang lebih besar untuk salesman
dengan hasil penjualan yang main rendah (perhatikan kolom 2 dan 3 dari Tabel 10-04.

Tabel 10-04: Tabulasi Data Untuk Menghitung Spearman's r s

Responden Tingkat Tingkat Selisih D


2

Hasil Hasil Antartingkatan


Pelatihan (X) Penjualan (D = Y-X)
(Y)
A 1 4 -3 9
B 2 6 -4 16
C 3 1 2 4
D 4 2 2 4
E 5 7 -2 4
F 6 10 -4 16
G 7 3 4 16
H 8 5 3 9
I 9 8 1 1
J 10 9 1 1
K 11 11 0 0
∑ D=0 ∑ D 2=80
Menghitung Perbedaan Antartingkatan (Rank). Menghitung selisih antara tingkat
nilai pelatihan dan tingkat hasil penjualan dengan rumus: D=X-Y, dan hasilnya ditulis
pada kolom 4. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung kuadrat dari selisih-selisih
tersebut (D2) dan ditulis pada kolom 5.
Menghitung Spearman's r. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan rumus
Spearman:

6∑ D
2
r s=1− 2
n( n −1)
di mana n = jumlah responden atau subjek. Dengan memasukkan harga harga dari Tabel
9-04 ke dalam rumus (9.03) diperoleh:

6∑ D
2
( 6 ) ( 80 )
r s=1− =1− =1−0,364=0,636
n ( n −1 ) 11. ( 121−1 )
2

Pengujian signifikansi r s Makna r s sama dengan koefisien korelasi yang telah dibahas
dalam bab IX yakni, r s = 0 berarti tidak ada korelasi dan r s=+¿1,0 atau r s=−1,0berarti
terdapat korelasi yang sempurna. Sebagaimana telah diuraikan, pimpinan perusahaan
berkeyakinan bahwa, pelatihan akan meningkatkan penju alan. Hal ini berarti pula pengujian
koefisien korelasi dilakukan dengan pengujian sisi kanan (right-tailed test). Dengan melihat
harga r s =0,636 epsilon diketahui bahwa, ada korelasi positif antara pelatihan dan peningkatan
penjualan namun apakah korelasi itu cukup signifikan untuk mendukung hipotesis yang
dikemukakan di atas.
Untuk lebih menyakinkan pengujian perlu dilakukan dengan pengujian CR pada tingkat
signifikansi a tertentu. Syarat pengujian dilakukan sekurang kurangnya dengan sampel n = 10.

Nisabah kritis (critical ratio) Untuk Spearmant's r s dihitung dengan rumus:

CR=r s .
√ n−2
2
1−r s
(10,04)

CR=r s .
√ n−2
2
1−r s
=0,636.

11−2
1−(0.636)2
=2,47

Rumusan keputusan menjadi:

Terima H 0 jiks CR > t tabel

Tolak H 0 dan terima H 1 jika CR ≤ t tabel

Harga CR yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan harga t tabel dilakukan dengan
tingkat signifikansi alpha =0,05 dan dengan menggunakan tabel df,a) tertentu, di mana df = n
- 2 dalam contoh ini df = 11 - 2 = 9 Jika pengujian untuk distribusi-t (lampiran C) diperoleh:
t_{9005} =1,833 . Karena CR(=2,47)>t tsbe (1,833), maka H diterima.
E. Pengujian Mann-Whitney
Penggunaan Wilcoxon signed rank test jika pengukuran sejumlah pasangan data
dilakukan dengan sampel tunggal. Jika analisis perbedaaan hendak dilakukan atas suatu data
yang diperoleh dari dua kelompok sampel yang berbeda, maka pengujian haruslah
menggunakan Mann-Whitney test.
Dimisalkan pimpinan suatu perguruan tinggi ingin mengetahui penghasilan alumni
lulusan sepuluh tahun yang lalu dari jurusan perdagangan dan jurusan perbankan dengan
mengirimkan lembaran angket. Hasil angkat tersebut ditabulasi seperti tertera pada Tabel 10-
05. Prosedur pengujian dengan Mann-Whitney test ini dijelaskan sebagai berikut.

Tabel 10-05: Tabyulasi Data Untuk Pengujian Dengan Mann-Whiteny Test

Alumni jurusan Perdagangan Alumni Jurusan Perbankan


Responden Gaji* Rank Responden Gaji* Rank
A 22,4 15 J 21,9 14
B 17,8 3 K 16,7 1
C 26,5 16 L 23,6 17
D 19,3 8 M 34,5 10
E 18,2 5,5 N 12,1 5,5
F 21,1 13 O 11,2 4
G 19,7 11 P 24,5 19
H 43,5 20 Q 45,6 1
R 21,5 7
S 12,4 9
T 22,5 2
32,9 18
N 1=8 R1=9,15 N 2=12 R1=118 , 5

*Gaji tahunan dalam ribuan dolar.

Merumuskan hipotesis. Pimpinan perguruan tinggi tersebut merumuskan hipotesis nol (


H 0) yang menyatakan: "tidak terdapat perbedaan penghasilan antara alumni jurusan
perdagangan dan alumni jurusan perbankan." Sedangkan hipotesis alternatif ( H 1,)
menyatakan "terdapat perbedaan penghasilan antara alumni jurusan perdagangan dan alumni
jurusan perbankan."
Meranking penghasilan. Data penghasilan ditulis dalam kolom 2 dan 5. Jumlah
responden masing-masing jurusan adalah N 1 = 8 dan N 2, 12. Ranking penghasilan dimulai
dari responden yang berpenghasilan terendah diranking nomor 1 dan responden yang
berpenghasilan tertinggi diranking nomor 20. Perhatikan, rank ing tidak membedakan
kelompok alumni.
Menjumlahkan nilai ranking untuk tiap kelompok sampel. Penjumlahan nilai ranking
menghasilkan R1 = 91,5 untuk kelompok alumni jurusan perdagangan dan R, = 118,5 untuk
kelompok jurusan perbankan.
Menghitung statistik U. statisik U dihitung dengan rumus:
N (N 1 +1)
U =N 1. N 2+ −R 1 (10,06)
2
N (N 2 +1)
U =N 1. N 2+ −R 2 (10,06)
2

Dtatistik U dihitungdengan kedua rumus tersebut. untukpengujian hipotesis pili nlai U


terkecil. Untuk menguji kebenaran komputasi U dilakukan dengan menggunakan rumus:

U terkecil=¿ N 1 N 2−¿U ¿ ¿ (10,07)


terbesar

Dengan menggunakan rumus (10,05) s/d (10.07) diperoleh:

N 1 ( N 1+1 ) 8 ( 9+1 )
I =N 1. N 1. + −R 1=( 8 ) ( 12 )+ −91,5=40,5
2 2

N 2 ( N 2 +1 ) 12 ( 12+1 )
Atau U =N 1. N 1. + −R2= ( 8 )( 12 ) + −118,5=55,5
2 2

Pemeriksaan komputasi statistik U terkecil :


40,5 = (8)(12) – 55,5 = 96 – 55,5 = 40,5 (perhitungan betul).
Misalkan pengujian didasarkan pada tingkat signifikasi a = 0,01, dan pernyataan
keputusan: Terima H 0 jika U Hitung > U tabel

Tolak H 0 dan terima H 1 jika U Hitung ≤ t tabel

Harga U tabel diperoleh dari lampiran H untuk N 1=8 dan N 1=12. Pada tingkat signifikasi a
= 0,01, diperoleh U tabel =17 . Karena U Hitung > U tabel maka H 0 diterima dan disimpulkan tidak
ada perbedaan yang signifikasi penghasilan dari dua kelompok alumni tersebut.

F. The Fisher Exact Probabilty Test


The Fisher exact probability test merupakan teknik nonparametrik yang banyak
digunakan untuk menganalisis data deskrit (baik nominal maupun ordinal) jika dua data
sampel independen berukuran kecil. Teknik ini digunakan jika skor dari dua sampel acak
semuanya berada dalam salah satu atau kedua kelas yang mutu ally exclusive. Dengan lain
perkataan, setiap subjek dari kedua kelompok mendapat satu dari dua peluang jawaban. Skor
itu dinyatakan dalam bentuk frekuensi dalam tabel kontigensi 2 x 2 seperti ditunjukkan pada
tabel 10-06. Kelompok I dan II bias terdiri dari dua kelompok Independen. Misalnya,
kelompok eksperimental dan kelompok kendali, pria dan wanita, bermasalah dan tidak
bermasalah, dan sebagainya. Judul kolom ditentukan secara bebas (arbritrary), misalnya
dengan

tanda plus dan minus; bisa juga dinyatakan lulus dan tidak lulus, atau setuju den tidak setuju,
tergantung pada masalah yang dikaji.

Tabel 10-06: Tabel Kontigensi 2 X 2

- + Jumlah
Kelompok 1 A B A+B
Kelompok 2 C D C+D
Jumlah A+C B+D N

Pengujian digunakan untuk menentukan apakah dua kelompok subjek berbeda proporsi
pada mana mereka berada dalam kedua klasifikasi. Dalam Tabel 10-06 (di mana A, B, C, dan
D merupakan frekuensi) akan menentukan apakah proporsi kelompok 1 dan kelompok 2
berbeda secara signifikan. Jika jumlah marjinal dianggap tetap, maka probabilitas eksak
(exact probability) ditentukan berdasarkan distribusi hipergeometrik:

p=
(
A +C
A
=
) (
( A+C ) !
A !C ! ) (10.08)
(
N
A+ B ) N!
( A+ B ) ! ( C+ D ) !

( A+ B ) ! ( C+ D ) ! ( A+C ) ! (B+ D)
p=
N ! A !B ! C ! D !

Rumus (10.08) itu menunjukkan bahwa, probabilitas dari kejadian yang teramati
diperoleh sebagai nisbah dari perkalian faktorial keempat jumlah marjinal dibagi dengan
perkalian faktorial frekuensi tiap-tiap sel dikalikan dengan jumlah sampel N. Sebagai contoh
penggunaan rumus (10.08), dimisalkan hasil pengamatan ditabulasi seperti Tabel 10-07, di
mana A = 10, B = 0, C=4, dan D=5. Jumlah marjinal (A + B) =10,(C+D)=9,(A+C)=14. dan
(B+ D) = 5, serta V = 19

Tabel 10-07: Tabel kontigensi 2 x 2


- + Jumlah
Kelompok 1 10 0 10
Kelompok 2 4 5 9
Jumlah 14 5 19

Dengan mensubsitusikan hasil pengamatan ke dalam rumus (9.08) peroleh:

10 ! 9 ! 4 ! 5 !
p= =0,0108
19 ! 10 ! 0 !4 ! 5 !

Misalkan probabilitas distribusi frekuensi di bawah H, adalah p=0,0108. Dalam contoh


di atas perhitungan menjadi sederhana karena salah satu sel mempunyai frekuensi nol (B = 0).
Apabila tidak satu selpun berfrekuensi sama dengan nol, maka harus dipikirkan bahwa,
penyimpangan yang lebih ekstrim dari distribusi di bawah H, dapat terjadi dengan jumlah
marjinal yang sama.
Untuk pengujian statistik dari suatu H, dengan pertanyaan Bagaimanakah robabilitas di
bawah H, dari suatu kejadian yang ekstrim? Misalkan pengujian statistik dari data seperti
ditunjukkan pada Tabel 10-08 terhadap keadaan ekstrim ang ditunjukkan pada Tabel 10-09.
Dalam hal ini, pengujian hipotesis nol dari data Tabel 10-08, probabilitas yang diperoleh
harus dijumlahkan dengan probabilitas dari kondisi yang lebih ektrim (Tabel 10-09). Dengan
menggunakan umus 10.08) diperoleh:

7! 5 !5 ! 7 !
Dari Tabel 10-08: p1 = =0,04399
12!1 ! 7 ! 5 !

7! 5 !5 ! 7 !
dan dari Tabel 10-09: p1 = =0,04399
12!1 ! 7 ! 5 !

jumlah Probabilitas:
p= p1 + p2=0,04399+0,0126=0,04525

Harga probabilitas p=0,04525 digunakan untuk mengevaluasi, apakah data Tabel 10-08
layak untuk menolak H. Dari contoh-contoh di atas, dapat diketahui jika angka-angka dalam
sel-sel tabel kontigensi itu besar, maka perhitungan akan sangat melelahkan.
- + Jumlah
Kelompok 1 1 6 7
Kelompok 2 4 1
Jumlah 5 7 12
Jika peneliti bermaksud menggunakan tingkat signifikansi (significance level) lebih
diutamakan dari nilai probabilitas p, maka peneliti dapat menggunakan lampiran I (Table of
Critical Values of D [or C) in The Fisher's Test, selanjutnya disingkat dengan tabel Fisher's
Test) sebagai referensi. Penggunaan tabel yang tertera dalam lampiran I dapat mengurangi
perhitungan yang melelahkan seperti dicontohkan di atas. Dengan menggunakan tabel
tersebut peneliti dapat secara langsung menentukan tingkat signifikansi dari nilai-nilai hasil
pengamatan dalam tabel kontigensi 2 x 2. Tabel dalam lampiran I itu disusun untuk N≤ 30
dan jumlah marjinal pada sisi kanan tidak lebih besar daripada 15, dalam arti (A + B) atau
(C+ D) tidak boleh lebih besar daripada 15. (Catatan: Dapat terjadi jumlah marjinal di kolom
bawah memenuhi syarat tetapi pada lajur kanan tidak memenuhi syarat. Dalam hal ini dapat
diatasi dengan membalik label di bagian atas dari tabel kontigensi). Di bawah ini dijelaskan
prosedur penggunaan tabel Fisher's test.

Tabel 10-09: Tabel Kontigensi 2 x 2


- + Jumlah
Kelompok 1 0 7 7
Kelompok 2 5 0 5
Jumlah 5 7 12

Langkah 1: Tentukan harga (A + B) dan (C + D) dari data penelitian.


Langkah 2: Cari nilai (A+B) dalam tabel Fisher's test pada kolom Total in right
Margin yang sesuai dengan data penelitian.
Langkah 3: Dalam kolom yang sama pilih harga (C +D) sesuai dengan data penelitian.
Langkah 4: Untuk harga (C + D) itu terdapat beberapa harga B; jika tidak ada harga
sesuai dengan B berdasarkan data penelitian, gunakan data penelitian A. Jika nilai A yang
dipakai, maka nilai C harus dipakai sebagai pengganti nilai D.
Langkah 5: Selanjutnya amati nilai D dari data penelitian. Jika nilai D dari data
penelitian sama atau kurang dari nilai yang terdapat dalam tabel di bawah tingkat signifikansi
yang ditetapkan, maka data hasil observasi itu signifikan pada tingkat yang ditetapkan.
Perlu diingat bahwa, tingkat signifikansi yang tertera dalanı tabel Fisher's test adalah
harga-harga pendekatan. Misalnya probabiltas eksak dari suatu data adalah dalam tabel
dinyatakan signifikan pada a=0,01. Apabila peneliti menghendaki probabilitas eksak, maka
disarankan untuk menghitung dengan rumus (10.08).
Tabel Fisher's test yang tertera dalam lampiran I adalah untuk uji satu sisi. Untuk uji
dua sisi, nilai-nilai dalam tabel tersebut harus dikalikan dua. Untuk meningkatkan pemahaman
akan digunakan data yang tertera dalam Tabel 10-08 mana (A+B) = 7 dan (C + D) = 5.
Dengan pertolongan tabel Fisher's test dalam ampiran I, untuk (A + B) = 7 dan (C + D) = 5
terdapat tiga alternatif nilai untuk B, yakni 7,6, dan 5. Sedangkan hasil observasi diperoleh B
sama dengan 6. Selanjutnya hasil observasi D= 1 (Tabel 10-08), sementara pada lampiran I,
untuk nilai D = 1 dinyatakan signifikan pada a = 0,05. Kondisi ini sesuai dengan hasil
perhitungan probabilitas eksak p = 0,045 (pembulatan, uji satu-sisi). Untuk uji dua sisi
memungkinkan penolakan H, pada a = 2 x (0,05) = 0,10.
Sebuah contoh pengkajian perilaku karyawan lulusan dari dua perguruan tinggi yang
bekerja dalam suatu perusahaan rekayasa. Perilaku yang dikaji adalah kecekatan memulai
tugas pertama pada hari pertama mereka memulai bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Peneliti merumuskan:
Hipotesis Nol: H: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam kecekatan memulai
pekerjaan pertama yang mereka peroleh.
Hipotesis Alternatif H:Terdapat perbedaan yang signifikan dalam kecekatan memulai
pekerjaan pertama antara sarjana lulusan kedua perguruan tinggi.
Data Observasi. Data observasi dalam bentuk tabel konigensi 2 x 2 ditunjukkan pada
Tabel 10-10 di bawah ini.

Tabel 10-10: Tabel Kontigensi Pengamatan Kecekatan Memulai Pekerjaan

Cepat Lamban Jumlah


memulai memulai
Sarjana PT "X" 1 8 9
Sarjana PT "Y" 6 0 6
Jumlah 7 8 15

Uji Statistik. Pengkajian ini menggunakan dua sampel independen dengan jumlah
kecil. Pembedaan bersifat dikhotomi sehingga pengujian dilakukan dengan Fisher test.
Tingkat Signifikansi. Dipilih α= 0,05 dan N = 15. Daerah Penolakan. Karena H,
menunjukkan arah perbendaan, maka daerah Penolakan adalah satu sisi. H, akan ditolak jika
data hasil observasi berbeda dengan nilai dalam tabel Fisher test untuk α= 0,05.
Keputusan. Dari Tabel 10-10 diketahui: (A + B)=(1+8)=9 dan (C+D)=(6+ 0) 6.
Mengacu pada lampiran I (Tabel Fisher test) menunjukkan bahwa, pada harga B 8, diperoleh
harga D = 0 pada a = 0,005 (uji satu sisi). Karena harga ini lebih kecil daripada a = 0,05, maka
keputusannya adalah menolak H, dan menerima H. Disimpulkan: "Terdapat perbedaan
kecekatan memulai tugas pertama antara lulusan Perguruan Tinggi X dan Perguruan Tinggi
Y."

G. x 2−Test

Jika data dari suatu penelitian terdiri dari frekuensi dalam kategori deskrit, maka X2-
Test dapat digunakan untuk menentukan signifikansi perbedaan antara dua kelompok
independen
Hipotesis yang diuji lazimnya menyatakan bahwa, dua kelompok berbeda dalam
beberapa karakteristik tertentu yang ditandai oleh perbedaan frekuensi relatif dalam beberapa
kategori. Untuk menguji hipotesis ini, frekuensi dari tiap tiap kategori dihitung, dan
membandingkan proporsi dari kasus-kasus dari suatu kelompok dalam berbagai kategori
dengan proporsi kasus-kasus dari kelompok lainnya.
Sebagai contoh, misalnya pengujian apakah dua kelompok karyawan berbeda tanggapan
(setuju atau tidak setuju) atas rancangan Undang-Undang Tenaga Kerja yang baru. Pendapat
yang sama dapat pula ditanyakan kepada kelompok karyawan pria dan karyawan wanita.
Pengujian hipotesis nol dilakukan dengan menggunakan rumus:

r k
(Oij −E ij )2
x 2= ∑ ∑ (10.09)
i=1 j=1 Eij

di mana 0,= jumlah kasus yang dikategorikan pada lajur ke-i dan kolom ke ¡; E =
jumlah kasus yang diharapkan pada H, yang dikategorikan pada lajur ke-i
r
dan kolom ke-i; ∑ ❑= tanda penjumlahan sel-sel pada semua lajur-r dan
i=1

kolom-k.
Harga yang diperoleh dengan rumus (10.09) terdistribusi dengan derajat kebebasan df=(r-1)
(k-1) di mana rjumlah lajur dan k=jumlah kolom dari tabel kontigensi.
Untuk menemukan frekuensi yang diharapkan dari suatu sel, kalikan jumlah marjinal
yang berkaitan dengan sel yang dikaji, lalu dibagi dengan jumlah seluruh
Kasus N.Sebagai ilustrasi cara menghitung frekuensi yang diharapkan, C diberikan
ebuah contoh seperti tertera pada Tabel 10-11. Misalkan seseorang ingin meneliti hubungan
antara ukuran tinggi badan dan mutu kepemimpinannya. Pada abel 10-11 responden terdiri
dari 43 orang pendek dan 52 orang tinggi. esponden dikategorikan sebagai Pemimpin,
Pengikut, dan Netral. Hipotesis nol mengemukakan bahwa, tidak terdapat perbedaan proporsi
antara pemimpin berpostur pendek dan pemimpin berpostur tinggi. Demikian pula tidak ada
perbedaan antara proporsi pengikut berpostur pendek dan proporsi pengikut ang berpostur
tinggi. Berdasarkan hipotesis tersebut, tentukan frekuensi yang harapkan untuk setiap sel
dengan metode yang telah diterangka di atas.
Untuk sel-11 besarnya frekuensi yang diharapkan adalah:

( 43)(44) (52)(15)
E11= =19,9 dan untuk sel-32: E32= =8,2
95 95

Harga-harga tersebut Eij itu kemudian dimasukan ke dalam tabel kontigensi seperti
tertera pada tabel 10-12 (dicetak italik)

Tabel 10.11: Tabel Kontigensi Tinggi Badan vs Kepemimpinan

Pendek Tinggi Jumlah


Pemimpin 12 32 44
Pengikut 22 44 36
Netral 9 6 15
Jumlah 43 52 95

Jika harga Eij itu berdekatan dengan harga Oijmaka selilsih (Oij −Eij ) akan kecil dan
sebagai konsekuensinya harga X 2 juga kecil. Dengan harga X 2 yang kecil H 0 tidak bisa
ditolak, sebaliknya jika selisih ¿ ¿) besar, maka harga X 2 juga besar; semakin besar perbedaan
itu makin besar pula peluang untuk menolak H 0. Dengan demikian suatu H 0 ditolak jika
2 2 2
X hitung > X tabel. Dalam hal ini yang dimaksud dengan X hitung adalah hasil perhitungan
berdasarkan data observasi dan X 2tabel adalah harga X 2 yang diperoleh dari tabel distribusui- X 2
(;lampiran D). jika dalam
Tabel 10-12: Tabel Frekuensi Pemgamatan dan Frekuensi Yang Diharapkan

Pendek Tinggi Jumlah


Pemimpin 19,9 12 24,1 32 44
Pengikut 16,3 22 19,7 14 36
Netral 6,8 9 8,2 6 15
Jumlah 43 52 95

Soal ini ditetapkan tingkat signifikasi 99% atau a = 0,01, maka untuk menentukan,
apakah H 0ditolak atau diterima, terlebih dahulu harus menghitung besarnya X 2 dengan
menggunakan rumus (10.09):

r k 2
(O ij −Eij ) ( 12−19,9)2 (32−24,1)2 (22−16,3)2 (14−19,7)2 (9−6,8)2
X ∑∑
2
= +¿ + + + ¿
i=1 j=1 Eij 19,9 24,1 16,3 19,7 6,8
2
(6−8,2)
+ =3,14 +2,59+1,99+1,65+0,71+ 0,59=10,67
8,2

Dengan derajat-kebebasan, df =( r−1 ) ( k −1 )=( 3−1 )( 2−1 )=2

Untuk mementukan tingkat signifikasi X 2 =10,67 dengan df = 2 dilakukan dengan


menggunakan tabel distibusi- X 2 pada lampiran D. dari tabel tersebut diperoleh harga
X 2.01; 2=9,210. Karena X 2hitung > X 2tabel, maka H ditolak.

a. Tabel Kontigensi 2 x 2. Penggunan X 2 −test dalam bentuk tabel kotigensi 2 x 2 (seperti


pada Fisher's test) dimana r dan k sama dengan 2 dapat di-hitung dengan rumus:

2
x=
(
N | AD−BC|−
N
2) 2
untuk df = 1
( A +B )( C + D ) ( A+C)( B+ D)
(10.10)

Rumus ini lebih mudah penggunaanya dari pada rumus (10.09). untuk meningkatkan
pemahaman, berikut ini diberikan contoh penyelesaiann soal pada tabel 10-10 tetapi
dengan data yang berbeda seperti ditunjukan pada tabel 10-13.
Tabel 10-13: Tabel kotigensi Pengamatan Kecekatan Memulai Perkerjan

Cepat Lamban Jumlah


memulai memulai
Sarjana PT "X" 10 11 21
Sarjana PT "Y" 46 13 59
Jumlah 56 24 80

Dalam soal ini (A + B) = 21, (C + D) = 59, (A + C) = 56, (B + D) = 24 dan N = 80. Jika


pengujian H 0 ditetapkan pada tingkat signifikansi a = 0,05, maka pengujian dimulai
dengan menghitung harga X 2 dengsn rumus (10.10) menghasilkan:

2
X =
(
N | AD−BC|−
N
2 )2
=
(
80 |( 10 )( 13 )−( 11 )( 46 )|− )80
2
2
=5,42
( A+ B ) ( C+ D )( A+C ) ( B+ D ) ( 21 )( 59 )( 56 ) ( 24 )

Dari tabel D diperoleh harga kritis X 2.01; 2=3,84 . Karena X 2hitung > X 2tabelmaka H 0 (hipotesis tiada
perbedaan) ditolak.

Eij . Kecil. X 2 −test dapat diterapkan dalam bentuk tabel kotigensi jika frekunesi yang
diharapkan Eij cukup besar. Kalau Eij lebih kecil dari pada mimimal, maka pengujian tidak
tepat atau tidak bermakna. Cochran (1954) merekomendasikan kaidah-kaidah berikut ini.

1) Dalam tabel 2 x 2, untuk N > 40 harga X 2 dapat dihitung dengan rumus (10.10).
2) Jika N antara 20 dan 40 , rumus (10.10) dapat dipakai jika Eij >5. Jika Eijminimum >5
gunakan Fisher-Test.
3) jika N < 20 gunakan Fisher-Test.

H. Rangkuman
Statistika nonparametrik digunakan apabila pola distribusi data tdak diketahui atau jika
data bersifat kategorikal. Beberapa metode pengujian yang banyak digunakan dalam
pendidikan a.I. sign test, Wilcoxon sign ranked test; mann-Whitney test dapat digunakan
untuk pengujian hipotesis, sementara spearman's rank correlation seperti hal analisis
korelasi digunakan untuk mengkaji
Kedekatan hubungan antardua varibel. Fisher's exact probability test digunakan untuk data
deskrit. Metode kalkulasi pada umunya disaijikan dalam bentuk tabel kotigensi sehingga
mudah dipahami.

I. Soal -soal

S10-01: Suatu penelitian untuk mengungkapkan berat-ringannya hukuman atas


kenakalan karena pengaruh film, menghasilkan data seperti tertera di bawah ini. Anda
diminta untuk menyimpulkan hasilnya.
Jumlah Jumlah hukuman setelah
hukuman melihat film
sebelum Dikurangi Ditambah
melihat Ditambah 59 7
film Dikurangi 8 26

S10-02: Misalkan seorang psikolog ingin menguji apakah kehadiran dalam kelas play
group berdampak atas persepsi sosial anak kembar (terhadap lingkungannya). Psikolog itu
menskor respons anak-anak atas gambar-gambar yang dipertontonkan kepada delapan
pasangan anak kembar. Cara yang sama dilakukan terhadap anak-kembar tersebut di rumah
mereka masing-masing. Skor yangdihasilkan ditabulasi seperti tertera dalam tabel di
bawah ini. Anda diminta mengolah data tersebut dan menyimpulkan, apakah terdapat
perbedaan yang signifikan karena pengaruh lingkungan terhadap persepsi sosial anak-
kembar.

Pasangan Skor presepsi Skor presepsi


sosial di play sosial di
group rumah
A 82 34
B 34 45
C 45 6
D 67 54
E 6 43
F 77 22
G 65 45
H 56 67

S10-03: Suatu studi untuk mengkaji hubungan antara minat pada pendidikan kejuruan
dan pilihan kurikulum dengan laju pengunduran diri oleh mahasiswa yang pandai. Sebagai
subjek dipilih mahasiswa dengan nilai 90 atau lebih pada saat mengikuti ujian saringan masuk
perguruan tinggi, dan yang mengubah matakuliah pilihannya sesudah matrikulasi. Peneliti
membandingkan mahasiswa yang pandai, yang memilih kurikulum yang banyak peminatnya
ditandai dengan skor test minat terhadap pendidikan kejuruan (perubahan ini disebut "positif")
Dibandingkan dengan mahasiswa yang pandai tetapi perubahan pilihannya tidak Sesuai
(bertentangan) dengan saran panitia penguji. Hipotesis peneliti adalah, mereka yang
mengubah pilihannya ke arah yang positif lebih bertahan sampai ulus. Data yang diperoleh
dari penelitian tersebut dicantumkan dalam tabel ontigensi di bawah ini. Anda diminta untuk
membuktikan, apakah hipotesis tersebut benar.
Arah Perubahan
Kurikulum
Ketahanan Positif Negatif
Studi Di Mundur 59 7
P.T. Tetap 8 26

S10-04: Seorang peneliti ingin mengetahui dampak atas kepemimpinan di ingkungan


industri, yakni antara personnel concern dan production concern dengan menggunakan 12
responden (karyawan). Skor penelitian ditabulasi seperti tertera di bawah ini. Anda diminta
menyimpulkan hasilnya.

Responden Personel Production


Concern Concern
A 82 34
B 34 45
C 45 6
D 67 54
E 6 43
F 77 22
G 65 45
H 56 67
I 123 89
J 23 67
K 765 89
L 76 90

J. Daftar Pustaka

Guilford, J.P., B. Fruchter (1978), Fundamental Statistics In Psychology And Education,


McGraw-Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo.
Siegel, S. (1956), Nonparametric Statistics for The Behabioral Science, McGraw
Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo. Lipson, C., Narendra J. Seth (1973), Engineering
Experiments, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo.
11. METODE KORELASI KHUSUS

A. Pendahuluan
Dalam bab ini dibahas mengenai metode korelasi khusus yang mencakup koefisien
korelasi biserial, korelasi tetrakhorik dan koefisien-Phi untuk analisis masalah-masalah
khusus tetapi dimungkinkan juga untuk menggunakan metode-metode sebelumnya seperti
analisis varians, rumus-rumus korelasi, dan regresi serta uji-x2. Sebagai contoh, untuk
menguji linieritas regresi dilakukan dengan memakai besaran nisbah-F.

B. Nisbah Korelasi
Nisbah korelasi adalah indeks korelasi umum terutama jika data membentuk regresi
nonlinier. Dalam hal ini rerata dari satu variabel tidak secara progresif bertambah
sebanding dengan pertambahan pada variabel lainnya. Kasus ini telah dibahas dalam bab
IX. Hubungan nonlinier dijumpai dalam kasus korelasi antara skor kinerja dan umur
kronologis, atau kinerja dan peningkatan keterampilan seperti yang dibahas dalam bab IX.
1. Dua Garis Regresi dan Dua Nisbah-Korelasi. Diagram sebaran yang ditunjukkan
pada Tabel 11-01 menggambarkan hubungan antara skor kinerja dalam formblock-test
dan umur kronologis lima sampai dengan 14 tahun. Skor kinerja diwakili oleh waktu
yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas dengan pengertian, waktu yang lama
menunjukkan kinerja yang rendah, sebaliknya waktu yang singkat menunjukkan
kinerja yang baik.
Data tersebut membentuk dua garis regresi yang berbentuk kurva seperti ditunjukkan
pada Gambar 11-01. Kurva dengan garis utuh menunjukkan hubungan antara skor
kinerja dan umur, sedangkan kurva dengan garis putus-
Putus menunjjukan hubungan antara umur dan skor kinerja. Kedua garis regresi itu berbeda
bentuk dan kemiringannya. Kasus ini menghasilkan dua nisbah korelasi atau koefisien-Eta,
satu untuk masing-masing garis regresi jika pada regresi linier berlaku r yx=r xy, maka pada
kasus ini nisbah korelasi diestimasi dengan rumus:

sy'
r xy= ,(nisbah korelasi untuk regesi Y sebagai fungsi X) (11,01a)
sy'

sx '
r ijxy = ,(nisbah korelasi untuk regesi X sebagai fungsi Y) (11,01a)
sx '

Dimana s y ' = simpangan-baku dari Y' yang diprediksi dari X; s x' = simpanga-baku dari X'
yang diprediksi dari Y': serta s y ' dan s x merupakan simpangan-baku dari keseluruhan
distribusi. Cara menentukan besarnya s y ' dan s x dengan metode tabulasi dijelaskan berikut ini.
Tabel 11-01: Sebaran Suatu Data Nisbah Korelasi

Waktu fy y
2
fyy
2
fyy
i2

(skor) 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
60-64 1 1 +4 2 36
55-59 3 3 +4 3 34
50-54 2 1 3 +5 54 56
45-49 0 2 1 3 +2 7 78
40-44 1 4 2 0 01 8 +3 7 55
35-39 1 5 0 1 10 8 0 0 4
30-34 1 0 5 2 31 0 0 1 13 -1 9 0
25-29 1 6 1 72 3 1 1 21 -2 0 9
20-24 0 6 40 1 0 2 1 14 -3 -34 8
15-19 1 1
10 8 7 5 0 0 34 -3 -37 766
10-14 0 24 5 4 3 5 26 -4 -128 54
5-9 1 2 3 2 4 4 16 -5 -34 33
fx 9 13 15 18 21 18 19 12 24 10 150 -269 1425
x
f
-3 -2 -1 0 +1 +2 +3 +4 3 +6
fx x
i
- - - 0 21 36 57 45 +3 60 229
2 26 15
7
fx x
i2
8 52 15 0 21 72 171 32 -45 360 1343
1
Σ f xy y
2
3 22 -2 - - -50 -61 -40 -54 -42 -267
2 25 47
Σ f xy x y
2 2
- - 2 0 - - - - - - -
9 44 47 10 183 160 22 252 1096
6 0 0
Pada tabel 11-01, umur kronologis dinyatakan sebagai besaran (chrologlcalage, CA), skor
kinerja dinyatakan sebagai besaran Y (waktu penyelesaian tugas). frekuensi menurut umur
dinyatakan sebagai sedangkan frekuensi menurut waktu (skor kinerja) dinyatakan sebagai f y 1
titik-titik garis utuh menyatakan skor rata-rata untuk umur tertentu. Sebagai contoh, skor rata-
rata untuk umur lima tahun (dimana f x =9) adalah:

[(1 x 62) + (3 x 57) + (2 x 52) + (1 x 42) + (1 x 47) + (1 x 37) + (1 x 32)]/9 = 49,8.


Demikian jug tanda-tanda silang pada garis putus-putus menyatakan umur rata-rata untuk skor
tertentu. Sebagai contoh umur rata-rata untuk interval skor (50-54) dimana f y =3 adalah: [(2 x
5) + (1 x 6)]/3 = 5,33.

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 fy y
2 y
f f
y2

55-59 1 1 +4 2 36
50-54 2 2 3 +4 3 34
45-49 3 1 3 +5 54 56
40-44 1 0 7 3 +2 7 78
35-39 2 08 8 8 +3 7 55
30-34 3 7 9 7 8 0 0 4
25-29 65 9 7 7 5 4 13 -1 9 0
20-24 5 0 7 7 4 2 1 4 1 21 -2 0 9
15-19 5 6 7 7 3 1 1 1 2 14 -3 -34 8
10-14 5 7 8 2 3 1 2 1 34 -3 -37 766
5-9 7 1 1 1 2 3 4 26 -4 - 54
12
8
fy 9 13 15 18 21 18 19 121 15 10 15 -5 -34 33
0

Gambar 11-01: Kurva Regrasi Dari DataTabel 11-1

Cara menghitung nisbah korelasi dengan metode tabulasi ditunjukkan dalam tabel 11-02
untuk S y dan tabel 10-03 untuk S y dengan menggunakan besaran-besaran dari tabel 11-02
diperoleh:
3456,6
Y= =23 , 0
150


2
n c ( y − y ) 16544,96
1 1
2
s=
y = =111,04
N−1 150−1
dan S y = √ 111,04=10,54

Tabel 11-02: Komputasi Nisbah Korelasi Untuk Regresi Skor vs Umur Kronologis

X
1
Nc Y
1
Nc Y
1
Y −Y
1
¿ (Y −Y )
14 14 72,9 110,0 -12,0 144,0 1440,00
13 15 61,9 210,0 -9,0 81,00 1215,00
12 12 14,8 174,0 -8,5 72,25 867,00
11 13 11,9 304,0 -7,0 49,25 913,03
10 13 11,9 325,8 -4,9 24,01 423,18
9 18 14,5 436,8 -2,2 4,84 101,34
8 21 9,09 451,8 +2,1 4,41 79,0
7 13 14,3 469,5 +8,3 68,89 103,35
6 5 12,3 526,5 +1,5 306,25 391,0
5 12 45,3 448,2 +26,8 71,24 6464,14
Σ N=150 - 3456,5 - - 16544,96

Untuk menghitung nisbah korelasi telebih dahulu harus dihitung simpangan baku S y
Berdasarkan data hasil onservasi seperti yang tertera pada tabel 11-3 di bawah ini.

3455
Y= =23,0
150
Σ f y (Y −Y )2 3455
=158,17 dan S y = √ 158,17=12,58
2
S=
y =
N 150

Dengan demikian nisbah korelasi (atau koefisien Eta) regresi Y sebagai fungsi:

S y ' 10,54
r nyx = = =0,838
S y 12,58
Tabel 11-03:komputasi simpangan Baku S y

Y YT fy f yYT Y Y −Y (Y −Y ) f y (Y −Y )
60-64 62 1 62 23,0 39,0 1521 1526
55-59 57 3 171 23,0 34,0 1156 3488
50-54 52 3 156 23,0 29,0 876 2567
45-49 47 3 141 23,0 24,0 576 1345
40-44 42 8 366 23,0 19,0 381 8017
35-39 37 8 296 23,0 14,0 196 1989
30-34 32 13 416 23,0 9,0 81 1087
25-29 27 21 567 23,0 4,0 16 134
20-24 22 14 308 23,0 -1 1 14
15-19 17 34 578 23,0 -6 36 1225
10-14 12 26 312 23,0 -11 121 3198
5-9 7 16 112 23,0 -16 256 4091
Σ N=150 3455 - - - 23725

2. Hubungan Nisbah-Korelasi Dengan Analisis Varlans. Mereka yang telah


mempelajari metode analisis varlans ( bab VII) akan segera mengetahui bahwa, kolom-
kolom dalam tabel 11-02 serupa dengan hasil dari klasifikasi satu arah atas variabel
umur kronologis. Harga-harga dalam tabel tersebut memungkinkan untuk mengadakan
analisis varians, jumlah 16544,96 pada kolom terakhir akan dikenali sebagai SSb (lihat
tabel 11-04).

2 2
Harga SSt =( N−1 ) . S y =( 150−1 )( 12,58 ) =23580,20

Dan SSw =SS t−SS b atau SS w =23580,20−16544,96=7035,24

(Lihat rumus [7.01]).


Dengan pertolongan tabel distribusi-F (lampiran E), harga F Tabel pada df, = 9 dan df2 =
140 diperoleh harga F Tabel = 2,54 pada tingkat signifikansi a = 0,01, yang berarti F Hitung
> F Tabel '
Hubungan yang dibahas ini lebih bersifat teoritik, tetapi pada kenyataanya koefisien-Eta
yang diperoleh cukup tinggi (r nyx = 0,838) sehingga meyakinkan adanya hubungan
antara umur kronologis dan skor tes. Lebih jauh, ternyata koefisien-Eta dapat
mengungkapkan tingkat hubungan antara dua variabel yang dikaji, sedangkan nisbah-F
tidak dapat mengungkapkan hubungan itu. Oleh sebab itu analisis varians atas nisbah
korelasi hanya dipakai jika harga koefisien-Eta (r ) mendekati harga marjinal terendah
untuk dinayatakan signifikan.
Tabel 11-04:Analisis Varians Berdasarkan Statistik Nisbah-Korelasi
MS SS df Komponen

1838,33 16544,96 9 Antarkelompok (b)


50,25 7035,24 140 Dalam kelompok (w)

- 23580,20 149 Σ

SS e 16544,90
MS e = = =1883,33
df 9
183,33 SS w 7 035,24
F hitung = =36,6 MS w = = =50,25
50,26 df 140

Kekeliruan baku estimasi dalam suatu regresi nonlinier dapat diitung dari SSw dengan

rumus: S yx =
SS w
N−2 √
Dari contoh di atas, diperoleh:

S yx =
√ SS w
N−2
=

7035,24
150−2
= √ 47,535=6,75

Kekeliruan baku dari suatu estimasi menjelaskan, sejauh mana disperse dan harga Y
terhadap harga-harga prediksi Y∕ . besaran 6,75 menjelasakan bahwa dua pertiga skor
pengujian pada from-board dapat diharapkan berada dalam 6,75 satuan dari harga yang
diprediksi, jika harga yang diprediksi itu merupakan rerata dari kolom-kolom diagram
sebaran. Estimasi semacam itu berguna jika varians dalam kolom-kolom itu cukup
seragam, dengan lain perkataan jika data mendekati homo scedasticity ( varians-varians
kolom yang sama).
3. Uji Linieritas Suatu Regresi. Kadang-kadang dijumpai kasus dimana perlengkungan
suatu regresi sangat samar-samar sehingga menimbulkan keraguan-raguan dalam
menentukan bentuk dasarnya, apakah berupa garis lengkung atau garis lurus. Untuk
memastikannya perlu diadakan pengujian linieritas berdasarkan uji-F yang didasarkan
pada analisis varian. Uji linieritas ditentukan dengan menggunakan rumus:

2 2
(r n −r )( N −k )
F= 2 (11-04)
(1−r n )(k −2)

Dimana k = jumlah kolom atau lajur. Untuk. Menerapkan persamaan (11.04) pada
masalah yang dibahas di atas terkebih dahulu perlu dihitung besar Pearon r dengan
pertolongan persamaan (M. ZelditchnJr., 1958:78):

r =N . ∑ f xy x y −¿ ¿ ¿
' '
(11-05)

Dengan memasukan harga-harga menurut notasi persamaan (11.05) yang tertera pada
tabel 11-05 diperoleh:
150. (−1106 )−(229)(−276)
r=
√ [( 150.1343 )−¿ (229 )2][( 150.1425 ) −(−267 )2 ]¿
−165900+61143 −104168
r= =
√( 201450−52441)(213456−71726) √(149728)(14625)
−104757
r= =−0,716
(738)(726,9)

Dengan menggunakan persamaan (10.04)

F hitung =¿ ¿

25,8282
¿ =10,883
2,827

Dengan merujuk pada lampiran-E (tabel nisbah-F) untuk df 1 =( k−2 )=8 dan
df 2 =N−K =140 diperoleh harga F tabel=2,63 (interpolasi) pada a = 0,01. Karena
F hitung > F tabel maka dapat dinterpretasikan terdapat perbedaan r dan r yx yang besar dan
membuktikan adana regresi yang nonlinier.
Dalam kasus ini hipotesis yang diuji menatakan bahwa, regresi Y atas X adalah linier.
Dalam pernyataan yang eskak, hipotesis itu mempersyaratkan semua rerata dari kolom-
kolom berada pada satu garis lurus di mana kemiringan(slope) ditentukan oleh person r.
dalam kasus ang dibahas ini persyaratan linieritas tidak dipenuhi.

C. Koefisien Korelasi Biserial


Koefisien korelasi biserial didesain khusus untuk situasi di mana kedua variabel
yang dikorelasikan merupakan data kontinu, tetapi salah satu dari kedua variabel karena
suatu sebab tereduksi menjadi dua kategori. Pereduksian itu terjadi sebagai konsekuensi
cara memperoleh data. Misalnya, jika pada satu variabel apakah siswa lulus atau gagal
dalam ujian kompetensi. Dalam hal ini dapat diasumsikan adanya suatu kontinum
sepanjang mana individu-individu berbeda dalam pencapaian prestasi untuk dinyatakan
lulus dalam ujian tersebut. Mereka yang prestasinya di atas standard tertentu dinyatakan
lulus, sebaliknya yang prestasinya di bawah standard dinyatakan tidak lulus atau gagal.
contoh, sebagai standardnya adalah kelulusan dari suatu pelatihan penerbang (pilot
trainng). Walaupun tidak semua wisudawan memiliki prestasi yang sama dan tidak
semua tereliminasi, yang menjadi kajian adalah termasuk kategori manakah masing-
masing individu itu. Jika diasumsikan sebaran variabel yang didikhotonomikan itu
normal, maka untuk mengetahui kekuatan hubungan antarvariabel itu diperlukan suatu
rumus untuk menghitung koefisien korelasinya.
1. Komputasi Koefisien Korelasi Biserial. Konsep derivasi rumus koefisien korelasi
biserial didasarkan pada kenyataan bahwa, pada r=0 tidak terdapat perbedaan
antarrerata untuk variabel kontinu, sedangkan pada perbedaan antarrerata yang
makin besar, makin besar pula korelasinya. Rumus umum untuk koefisien korelasi
biserial:

( )
X P−X P pq
r bls = (11.06)
ST Y

di mana X, rerata harga X dari kelompok yang lebih tinggi, X= rerata harga X dari
kelompok yang lebih rendah, p= proporsi kelompok yang lebih tinggi, q=proporsi
kelompok yang lebih rendah, Y= ordinat dari distribusi normal yang memisahkan
kedua proporsi tersebut (lihat Gambar 11-02) dan S, simpangan baku dari
keseluruhan sampel dari variabel kontinu X. Tabel 11-05 menunjukkan tabel data
untuk menghitung r, di mana proporsi siswa antara yang lulus dan yang gagal
masing-masing adalah p=0,65 dan q =0,35. Dari tabel distribusi normal kedua
proporsi itu dipisahkan oleh ordinat y = 0,3704 (Gambar 11-02).

Dengan menggunakan rumus (11.06) diperoleh harga koefisien korelasi biserial


(setelah terlebih dahulu menghitung harga-harga rerata dan simpangan baku: X,
98,27; X83,64 dan S, 17,68).

( )
X P−X P pq
r bls =
ST Y

r bls =
17,68
. (
98,27−83,64 ( 0,65 )( 0,35 )
0,3704 )
=0,586

Tabel 11-05:Distribusi Skor Dari Dua Kelompok Siswa Yang Menempuh Ujian
Kompetensi
SKOR
40- 50- 60- 70- 80- 90- 100- 110- 120- 130- n n/N
49 59 69 79 89 99 109 119 129 139
Siswa 1 2 4 5 6 54 54 34 6 13 0,65
lulus 0
Siswa 3 4 5 67 4 6 65 45 6 54 70 0,35
gagal
jumlah 2 16 4 5 `1 12 12 12 2 23 20 1,00
0
2. Kekeliruan Baku Dari r bls Untuk menguji hipotesis yang mengungkapkan bahwa,
suatu r bls diperoleh dari populasi di mana r bls =0 pada kondisi p dan q tidak kurang
dari 0,25 ditentukan dengan rumus:

Sr . bls =
√ pq (11.07)
Y √N

Untuk kasus di atas diperoleh: Sr . bls =


√( 0,65 ) ( 0,35 ) = 0,4778 =0,901
0,3704 √200 5,6473

r bls 0,4778
Nisbah = =5,582;pada a = (z=1,96) harga r bls =0,585 itu lebih besar
S r . bls 5,6473
daripada 1,965r . bls sehingga dapat disimpulkan bahwa r bls didapat dari populasi
pbls =0

3. Rumus Alternatif. Koefisien korelasi biserial juga dapat dihitung dengan


menggunakan rumus alternatif:

( )
X P−X P P
r bls = (11.08)
ST Y

Dimana X t = rerata dari seluruh sampel. Keuntungan penggunaan rumus (11.08)


dibandingkan dengan rumus (11.06) adalah hanya memerlukan dua distribusi
dibandingkan dengan tiga distribusi (distribusi yang lulus dan distribusi kesuluruhan
sampel).
D. Bila Mendikhotomikan Distribusi

Pada hakikatnya koefisien korelasi biserial adalah product moment ryang didesain
untuk mengestimasi Pearson r. Oleh sebab itu harus pula memenuhi persyaratan
Pearson r, yakni syarat normalitas dan linieritas regresi. Kemiringan (skewne yang
ekstrem mengindikasikan sebaran yang tidak normal.
Mengacu pada kriteria di atas, dalam kenyataan sehari-hari terdapat peristiwa-
peristiwa di mana besaran variabel Y yang kontinu namun pada rentang tertentu
terdapat ketidakteraturan (irregularities) yang tidak memungkinkan penggunaan rumus
Pearson r. Dalam kasus-kasus seperti ini dapat digunakan pendekatan biserial. Kondisi-
kondisi demikian bisa terjadi jika terjadi peman patan sebaran (truncated distribution),
atau karena jumlah pengelompokan kategori variabel Y yang kecil dan jika ada dugaan
sebaran yang tidak sama (unequidistant) pada skala metrik.
Sebelum menghitung terlebih dahulu perlu ditentukan proporsi p dang untuk setiap
distribusi Y. Dalam hal ini besaran p dan q yang mendekati median akan memberikan
yang besar. Perlu diingat pula, jika persyaratan normalitas sebaran dan linieritas regresi
dipenuhi, lebih dipilih untuk menggunakan Pearson r. Hal ini disebabkan kurang
reliabel dibandingkan dengan Pearson r.

E. Point Biserial r

Jika satu dari dua variabel dalam masalah korelasi merupakan dikhotomi asli, maka
jenis koefisien korelasi yang digunakan adalah point beserial rpbis Contoh contoh
dikhotomi asli adalah pria vs putri, guru vs bukan guru, petani vs bukan petani, dan
sebagainya. Bimodal walaupun tidak menunjukkan adanya kategori yang deskrit, juga
lebih tepat didekati dengan point beserial daripada beserial r. Contoh dari jenis ini
adalah responden yang buta-warna vs responden yang tidak buta-warna, narkotik vs
tidak narkotik, kriminal vs tidak kriminal, dan sebagainya. Koefisien korelasi point
beserial dihitung dengan rumus:
Koefisien korelasi point biserial dihitung dengan rumus:

X P−X P
r bls = . √ p .q (11.09)
ST

Dengan beberapa rumus alternatif:

r bls =
X P XP p
ST
.

q
(11.10)

You might also like