You are on page 1of 51

Muchammad Athok

20206010
Statistik Pendidikan 2
Pada J diberi pangkat 1. Selisih terkecil berikutnya = (2) ada pada D dan I; ini berarti menempati pangkat 2 dan 3 tetapi
siapa ada pada posisi 2 dan siapa pada posisi 3? Untuk mengatasi kesulitan ini, maka D dan I masing-masing diberi
pangkat 2,5 (berasal dari [2+3]/2=2,5). Selisih terkecil berikutnya adalah [4] di tempati oleh C dan H; keduanya diberi
pangkat 4,5. Kemudian |-4| didisi oleh F denan pangkat 6, lalu |+5| diisi oleh E dengan Pangkat 7. Sign rank, ini ditulis
dalam kolom 5.
c. langkah berikutnya adalah menjumlahkan sign rank positif dan negatif (ditulis dalam kolom 6 dan 7). Dalam hal ini
diperoleh sign rank positif = +25,5 dan sign rank negatif = -10,5. (Catatan: tanda positif atau negatif dari sign rank
merujuk pada tanda di kolom 4). Jumlah yang terkecil (positif atau negatif) dinyatakan sebagai nilai dari T = 10,5

Mercury
Responden R T (R-T) Rank selisih Sign rank d. langkah berikutnya adalah menentukan
mutlak Positif Negatif
keseimpulan dari pengujian hippotesis
dengan jalan membandingkan dengan
A 9 3 +6 8 +8  
untuk tingkat signifikasi yang ditetapkan
B 5 5 0 diabaiakan    
C 6 3 +3 4,5 +4,5   sebelumnya (dalam hal ini a = 0,05). Jika
D 3 1 2 2,5 +2,5   ≤ maka hipotesis nol harus ditolak.
E 10 5 +5 7 +7   Sebaliknya jika > maka diterima.
F 4 8 -4 6   -6 Dengan demikian disimpulkan bahwa,
G 2 2 0 Diabaikan     pengujian knee-jerk tidak terdapat
H 5 8 -3 4,5   -4,5 perbedaan yang signifikan karena
I 6 4 +2 2,5 +2,5 pengaruh kondisi (tegang atau relaksasi).
J 7 6 +1 1 +1
Jumlah +25,5 -10,5
n = 8 (jumlah pengukuran yang relevan)
T = 10,5 (jumlah terkecil dari signed rank)

D. Spearman's Rank Corelation Coefficient


Spearman's rank correlation coefficient merupakan ukuran kedekatan asosiasi
antara dua variable ordinal. Prosedur komputasi untuk menghitung akan diperagakan
dengan contoh yang tertera pada tabel 10-04. Dalam contoh
tersebut dimisalkan sebelas salesman mendapat pelatihan teknik Tabel 10-04: Tabulasi Data Untuk Menghitung Spearman's
peningkatan penjualan suatu produk. Setelah menyelesaikan
pelatihan tersebut, mereka diwajibkan mempraktikkan teknik
tersebut. Dihipotesiskan bahwa, peserta yang memperoleh nilai
tinggi akan menjual lebih banyak daripada peserta yang
memperoleh nilai rendah. Langkah-langkah pengolahan data
byuntuk menghitung

Spearman's rank correlatoin coefficient dilakukan sebagai


berikut.

Meranking data. Peserta dengan nilai pelatihan tertinggi diberi


nilai 1 berturut-turut ke angka yang lebih besar untuk nilai
pelatihan yang makin rendah. Salesman dengan penjualan tertinggi
diberi nilai 1 berturut-turut ke angka yang lebih besar untuk
salesman dengan hasil penjualan yang main rendah (perhatikan
kolom 2 dan 3 dari Tabel 10-04.
Tabel 10-04: Tabulasi Data Untuk Menghitung Spearman's Menghitung Perbedaan
Respond Tingkat Tingkat Selisih Antartingkatan (Rank). Menghitung
en Hasil Hasil Antartingk selisih antara tingkat nilai pelatihan
Pelatiha Penjuala atan (D = dan tingkat hasil penjualan dengan
n (X) n (Y) Y-X) rumus: D=X-Y, dan hasilnya ditulis
A 1 4 -3 9 pada kolom 4. Kemudian dilanjutkan
B 2 6 -4 16 dengan menghitung kuadrat dari
C 3 1 2 4 selisih-selisih tersebut (D2) dan
D 4 2 2 4
ditulis pada kolom 5.
E 5 7 -2 4
F 6 10 -4 16 Menghitung Spearman's r.
G 7 3 4 16 Perhitungan ini dilakukan dengan
H 8 5 3 9 menggunakan rumus Spearman:
I 9 8 1 1
J 10 9 1 1
6 ∑ D2
K 11 11 0 0 r s=1 −
  ¿¿

di mana n = jumlah responden atau subjek. Dengan memasukkan


harga harga dari Tabel 9-04 ke dalam rumus (9.03) diperoleh:

6 ∑ D2 ( 6 ) ( 80 )
r s=1 − = 1− =1 − 0 , 364=0 , 636 n−2
n ( n −1 )
2
11 . ( 121 −1 ) CR=r s . 2
1 −r s
Pengujian signifikansi Makna sama dengan koefisien

√ √
korelasi yang telah dibahas dalam bab IX yakni, = 0 berarti
n− 2 11− 2
tidak ada korelasi dan 1,0 atau berarti terdapat korelasi yang CR=r s . 2
=0 , 636 . =2, 47
sempurna. Sebagaimana telah diuraikan, pimpinan perusahaan 1−r s 1−(0. 636)2
berkeyakinan bahwa, pelatihan akan meningkatkan penju alan.
Hal ini berarti pula pengujian koefisien korelasi dilakukan
Rumusan keputusan
dengan pengujian sisi kanan (right-tailed test). Dengan melihat
menjadi:
harga =0,636 epsilon diketahui bahwa, ada korelasi positif
antara pelatihan dan peningkatan penjualan namun apakah Terima jiks CR >
korelasi itu cukup signifikan untuk mendukung hipotesis yang Tolak dan terima jika CR ≤
dikemukakan di atas.
lebih menyakinkan pengujian perlu dilakukan dengan Harga CR yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan
pengujian CR pada tingkat signifikansi a tertentu. Syarat harga dilakukan dengan tingkat signifikansi alpha =0,05 dan dengan
pengujian dilakukan sekurang kurangnya dengan sampel n = 10. menggunakan tabel df,a) tertentu, di mana df = n - 2 dalam contoh
Nisabah kritis (critical ratio) Untuk Spearmant's dihitung ini df = 11 - 2 = 9 Jika pengujian untuk distribusi-t (lampiran C)
dengan rumus: diperoleh: t_{9005} =1,833 . Karena CR(=2,47)>t tsbe (1,833),
maka H diterima.
D. Pengujian Mann-Whitney
Penggunaan Wilcoxon signed rank test jika pengukuran sejumlah pasangan data dilakukan
dengan sampel tunggal. Jika analisis perbedaaan hendak dilakukan atas suatu data yang
diperoleh dari dua kelompok sampel yang berbeda, maka pengujian haruslah menggunakan
Mann-Whitney test. Dimisalkan pimpinan suatu perguruan tinggi ingin mengetahui penghasilan
alumni lulusan sepuluh tahun yang lalu dari jurusan perdagangan dan jurusan perbankan dengan
mengirimkan lembaran angket. Hasil angkat tersebut ditabulasi seperti tertera pada Tabel 10-05.
Prosedur pengujian dengan Mann-Whitney test ini dijelaskan sebagai berikut.
Tabel 10-05: Tabyulasi Data Untuk Pengujian Dengan Mann-
Whiteny Test

Alumni jurusan Perdagangan Alumni Jurusan Perbankan


Responden Gaji* Rank Responden Gaji* Rank
A 22,4 15 J 21,9 14
B 17,8 3 K 16,7 1
C 26,5 16 L 23,6 17
D 19,3 8 M 34,5 10
E 18,2 5,5 N 12,1 5,5
F 21,1 13 O 11,2 4
G 19,7 11 P 24,5 19
H 43,5 20 Q 45,6 1
      R 21,5 7
      S 12,4 9
      T 22,5 2
        32,9 18
   
*Gaji tahunan dalam ribuan dolar.

Merumuskan hipotesis. Pimpinan perguruan tinggi tersebut merumuskan hipotesis nol () yang
menyatakan: "tidak terdapat perbedaan penghasilan antara alumni jurusan perdagangan dan alumni
jurusan perbankan." Sedangkan hipotesis alternatif (,) menyatakan "terdapat perbedaan penghasilan
antara alumni jurusan perdagangan dan alumni jurusan perbankan."
Meranking penghasilan. Data penghasilan ditulis dalam kolom 2 dan 5. Jumlah responden masing-
masing jurusan adalah = 8 dan , 12. Ranking penghasilan dimulai dari responden yang berpenghasilan
terendah diranking nomor 1 dan responden yang berpenghasilan tertinggi diranking nomor 20.
Perhatikan, rank ing tidak membedakan kelompok alumni.
Menjumlahkan nilai ranking untuk tiap kelompok sampel. Penjumlahan nilai ranking menghasilkan
= 91,5 untuk kelompok alumni jurusan perdagangan dan R, = 118,5 untuk kelompok jurusan perbankan.
Menghitung statistik U. statisik U dihitung dengan rumus:
U =N 1 . N 2 +¿ ¿ Pemeriksaan komputasi statistik

Statistik U dihitungdengan kedua rumus tersebut. 40,5 = (8)(12) – 55,5 = 96 – 55,5 = 40,5
untukpengujian hipotesis pili nlai U terkecil. Untuk (perhitungan betul).
menguji kebenaran komputasi U dilakukan dengan Misalkan pengujian didasarkan pada tingkat
menggunakan rumus: signifikasi a = 0,01, dan pernyataan keputusan:
Terima jika >
Tolak dan terima jika ≤
Dengan menggunakan rumus (10,05) s/d (10.07) Harga diperoleh dari lampiran H untuk dan .
diperoleh: Pada tingkat signifikasi a = 0,01, diperoleh .
  Karena > maka diterima dan disimpulkan tidak
N 1 ( N 1 +1 ) 8 ( 9+1 )
I =N 1. N 1 . + − R1= ( 8 ) ( 12 ) + − 91, 5=40 ,5 ada perbedaan yang signifikasi penghasilan dari
2 2
dua kelompok alumni tersebut.
N 2 ( N 2 +1 ) 12 ( 12+ 1 )
1 .+ − R 2 = ( 8 ) ( 12 ) + − 118 , 5 =55 , 5
2 2
D. The Fisher Exact Probabilty Test
The Fisher exact probability test merupakan teknik nonparametrik yang banyak
digunakan untuk menganalisis data deskrit (baik nominal maupun ordinal) jika dua data
sampel independen berukuran kecil. Teknik ini digunakan jika skor dari dua sampel acak
semuanya berada dalam salah satu atau kedua kelas yang mutu ally exclusive. Dengan lain
perkataan, setiap subjek dari kedua kelompok mendapat satu dari dua peluang jawaban.
Skor itu dinyatakan dalam bentuk frekuensi dalam tabel kontigensi 2 x 2 seperti ditunjukkan
pada tabel 10-06. Kelompok I dan II bias terdiri dari dua kelompok Independen. Misalnya,
kelompok eksperimental dan kelompok kendali, pria dan wanita, bermasalah dan tidak
bermasalah, dan sebagainya. Judul kolom ditentukan secara bebas (arbritrary), misalnya
dengan tanda plus dan minus; bisa juga dinyatakan lulus dan tidak lulus, atau setuju den
tidak setuju, tergantung pada masalah yang dikaji.
Tabel 10-06: Tabel Kontigensi 2 X 2
  - + Jumlah
Kelompok 1 A B A+B
Kelompok 2 C D C+D
Jumlah A+C B+D N

Pengujian digunakan untuk menentukan apakah dua kelompok subjek berbeda proporsi pada mana mereka berada
dalam kedua klasifikasi. Dalam Tabel 10-06 (di mana A, B, C, dan D merupakan frekuensi) akan menentukan
apakah proporsi kelompok 1 dan kelompok 2 berbeda secara signifikan. Jika jumlah marjinal dianggap tetap, maka
probabilitas eksak (exact probability) ditentukan berdasarkan distribusi hipergeometrik:

( A )
A +C
( A!C! )
( A +C ) !

p= =
( A + B ) ( A +B )N! (C! + D ) !
N p= ¿ ¿
Rumus (10.08) itu menunjukkan bahwa, probabilitas dari kejadian yang teramati diperoleh sebagai nisbah
dari perkalian faktorial keempat jumlah marjinal dibagi dengan perkalian faktorial frekuensi tiap-tiap sel
dikalikan dengan jumlah sampel N. Sebagai contoh penggunaan rumus (10.08), dimisalkan hasil pengamatan
ditabulasi seperti Tabel 10-07, di mana A = 10, B = 0, C=4, dan D=5. Jumlah marjinal (A + B) =10,(C+D)=9,
(A+C)=14. dan (B+ D) = 5, serta V = 19

Tabel 10-07: Tabel kontigensi 2 x 2


  - + Jumlah
Kelompok 1 10 0 10
Kelompok 2 4 5 9
Jumlah 14 5 19
Dengan mensubsitusikan hasil pengamatan ke dalam rumus (9.08) peroleh:

10 !9 ! 4 !5 !
p= =0 , 0108
19 !10 !0 ! 4 !5 !

Misalkan probabilitas distribusi frekuensi di bawah H, adalah p=0,0108. Dalam contoh di atas perhitungan
menjadi sederhana karena salah satu sel mempunyai frekuensi nol (B = 0). Apabila tidak satu selpun
berfrekuensi sama dengan nol, maka harus dipikirkan bahwa, penyimpangan yang lebih ekstrim dari distribusi
di bawah H, dapat terjadi dengan jumlah marjinal yang sama.
Untuk pengujian statistik dari suatu H, dengan pertanyaan Bagaimanakah robabilitas di bawah H, dari suatu
kejadian yang ekstrim? Misalkan pengujian statistik dari data seperti ditunjukkan pada Tabel 10-08 terhadap
keadaan ekstrim ang ditunjukkan pada Tabel 10-09. Dalam hal ini, pengujian hipotesis nol dari data Tabel 10-
08, probabilitas yang diperoleh harus dijumlahkan dengan probabilitas dari kondisi yang lebih ektrim (Tabel 10-
09). Dengan menggunakan umus 10.08) diperoleh:
Dari Tabel 10-08: dan dari Tabel 10-09:

7 ! 5 ! 5 !7 ! 7 ! 5 !5 !7 !
p1 = =0 , 04399 p1 = =0 , 04399
12! 1! 7 ! 5 ! 12! 1! 7 ! 5 !

jumlah Probabilitas:

p= p 1+ p2 =0 , 04399+0 , 0126=0 , 04525

Harga probabilitas p=0,04525 digunakan untuk mengevaluasi, apakah data Tabel 10-08 layak untuk
menolak H. Dari contoh-contoh di atas, dapat diketahui jika angka-angka dalam sel-sel tabel
kontigensi itu besar, maka perhitungan akan sangat melelahkan.
  - + Jumlah
Kelompok 1 1 6 7
Kelompok 2 4 1  
Jumlah 5 7 12
Jika peneliti bermaksud menggunakan tingkat signifikansi
Tabel 10-09: Tabel Kontigensi 2 x 2
(significance level) lebih diutamakan dari nilai probabilitas p, maka
peneliti dapat menggunakan lampiran I (Table of Critical Values of D   - + Jumlah
[or C) in The Fisher's Test, selanjutnya disingkat dengan tabel Fisher's Kelompok 1 0 7 7
Test) sebagai referensi. Penggunaan tabel yang tertera dalam lampiran I Kelompok 2 5 0 5
dapat mengurangi perhitungan yang melelahkan seperti dicontohkan di Jumlah 5 7 12
atas. Dengan menggunakan tabel tersebut peneliti dapat secara
langsung menentukan tingkat signifikansi dari nilai-nilai hasil
pengamatan dalam tabel kontigensi 2 x 2. Tabel dalam lampiran I itu
disusun untuk N≤ 30 dan jumlah marjinal pada sisi kanan tidak lebih
besar daripada 15, dalam arti (A + B) atau (C+ D) tidak boleh lebih
besar daripada 15. (Catatan: Dapat terjadi jumlah marjinal di kolom
bawah memenuhi syarat tetapi pada lajur kanan tidak memenuhi syarat.
Dalam hal ini dapat diatasi dengan membalik label di bagian atas dari
tabel kontigensi). Di bawah ini dijelaskan prosedur penggunaan tabel
Fisher's test.
Langkah 1: Tentukan harga (A + B) dan (C + D) dari data penelitian.
Langkah 2: Cari nilai (A+B) dalam tabel Fisher's test pada kolom Total in right Margin yang sesuai
dengan data penelitian.
Langkah 3: Dalam kolom yang sama pilih harga (C +D) sesuai dengan data penelitian.
Langkah 4: Untuk harga (C + D) itu terdapat beberapa harga B; jika tidak ada harga sesuai dengan
B berdasarkan data penelitian, gunakan data penelitian A. Jika nilai A yang dipakai, maka nilai C harus
dipakai sebagai pengganti nilai D.
Langkah 5: Selanjutnya amati nilai D dari data penelitian. Jika nilai D dari data penelitian sama
atau kurang dari nilai yang terdapat dalam tabel di bawah tingkat signifikansi yang ditetapkan, maka data
hasil observasi itu signifikan pada tingkat yang ditetapkan.
Perlu diingat bahwa, tingkat signifikansi yang tertera dalanı tabel Fisher's test adalah harga-harga
pendekatan. Misalnya probabiltas eksak dari suatu data adalah dalam tabel dinyatakan signifikan pada
a=0,01. Apabila peneliti menghendaki probabilitas eksak, maka disarankan untuk menghitung dengan
rumus (10.08).
Tabel Fisher's test yang tertera dalam lampiran I adalah untuk uji satu sisi. Untuk uji dua sisi, nilai-
nilai dalam tabel tersebut harus dikalikan dua. Untuk meningkatkan pemahaman akan digunakan data yang
tertera dalam Tabel 10-08 mana (A+B) = 7 dan (C + D) = 5. Dengan pertolongan tabel Fisher's test dalam
ampiran I, untuk (A + B) = 7 dan (C + D) = 5 terdapat tiga alternatif nilai untuk B, yakni 7,6, dan 5.
Sedangkan hasil observasi diperoleh B sama dengan 6. Selanjutnya hasil observasi D= 1 (Tabel 10-08),
sementara pada lampiran I, untuk nilai D = 1 dinyatakan signifikan pada a = 0,05. Kondisi ini sesuai dengan
hasil perhitungan probabilitas eksak p = 0,045 (pembulatan, uji satu-sisi). Untuk uji dua sisi memungkinkan
penolakan H, pada a = 2 x (0,05) = 0,10.
Sebuah contoh pengkajian perilaku karyawan lulusan dari dua perguruan tinggi yang bekerja dalam
suatu perusahaan rekayasa. Perilaku yang dikaji adalah kecekatan memulai tugas pertama pada hari pertama
mereka memulai bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Peneliti merumuskan:
Hipotesis Nol: H: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam kecekatan memulai pekerjaan
pertama yang mereka peroleh.
Hipotesis Alternatif H:Terdapat perbedaan yang signifikan dalam kecekatan memulai pekerjaan
pertama antara sarjana lulusan kedua perguruan tinggi.
Data Observasi. Data observasi dalam bentuk tabel konigensi 2 x 2 ditunjukkan pada Tabel 10-10 di bawah ini.
Tabel 10-10: Tabel Kontigensi Pengamatan
Kecekatan Memulai Pekerjaan
  Cepat Lamban Jumlah
memulai memulai
Sarjana PT "X" 1 8 9
Sarjana PT "Y" 6 0 6
Jumlah 7 8 15

Uji Statistik. Pengkajian ini menggunakan dua sampel independen dengan jumlah kecil. Pembedaan
bersifat dikhotomi sehingga pengujian dilakukan dengan Fisher test.
Tingkat Signifikansi. Dipilih α= 0,05 dan N = 15. Daerah Penolakan. Karena H, menunjukkan arah
perbendaan, maka daerah Penolakan adalah satu sisi. H, akan ditolak jika data hasil observasi berbeda dengan
nilai dalam tabel Fisher test untuk α= 0,05.
Keputusan. Dari Tabel 10-10 diketahui: (A + B)=(1+8)=9 dan (C+D)=(6+ 0) 6. Mengacu pada lampiran I (Tabel
Fisher test) menunjukkan bahwa, pada harga B 8, diperoleh harga D = 0 pada a = 0,005 (uji satu sisi). Karena harga ini
lebih kecil daripada a = 0,05, maka keputusannya adalah menolak H, dan menerima H. Disimpulkan: "Terdapat
perbedaan kecekatan memulai tugas pertama antara lulusan Perguruan Tinggi X dan Perguruan Tinggi Y."

G.

Jika data dari suatu penelitian terdiri dari frekuensi dalam kategori deskrit, maka X2-Test dapat digunakan
untuk menentukan signifikansi perbedaan antara dua kelompok independen
Hipotesis yang diuji lazimnya menyatakan bahwa, dua kelompok berbeda dalam beberapa karakteristik tertentu
yang ditandai oleh perbedaan frekuensi relatif dalam beberapa kategori. Untuk menguji hipotesis ini, frekuensi
dari tiap tiap kategori dihitung, dan membandingkan proporsi dari kasus-kasus dari suatu kelompok dalam
berbagai kategori dengan proporsi kasus-kasus dari kelompok lainnya.
Sebagai contoh, misalnya pengujian apakah dua kelompok karyawan berbeda tanggapan (setuju atau tidak
setuju) atas rancangan Undang-Undang Tenaga Kerja yang baru. Pendapat yang sama dapat pula ditanyakan
kepada kelompok karyawan pria dan karyawan wanita.
Pengujian hipotesis nol dilakukan dengan menggunakan
rumus:

r k
( Oij − Eij ¿ 2
𝐱 =∑ ∑
2

i=1 j=1 Eij

di mana 0,= jumlah kasus yang dikategorikan pada lajur ke-i dan kolom ke ¡; E = jumlah kasus
yang diharapkan pada H, yang dikategorikan pada lajur ke-i
dan kolom ke-i; = tanda penjumlahan sel-sel pada semua lajur-r dan
kolom-k.
Harga yang diperoleh dengan rumus (10.09) terdistribusi dengan derajat kebebasan df=(r-1)(k-1)
di mana rjumlah lajur dan k=jumlah kolom dari tabel kontigensi.
Untuk menemukan frekuensi yang diharapkan dari suatu sel, kalikan jumlah marjinal
yang berkaitan dengan sel yang dikaji, lalu dibagi dengan jumlah seluruh
Kasus N.Sebagai ilustrasi cara menghitung frekuensi yang diharapkan, C diberikan ebuah contoh seperti tertera
pada Tabel 10-11. Misalkan seseorang ingin meneliti hubungan antara ukuran tinggi badan dan mutu
kepemimpinannya. Pada abel 10-11 responden terdiri dari 43 orang pendek dan 52 orang tinggi. esponden
dikategorikan sebagai Pemimpin, Pengikut, dan Netral. Hipotesis nol mengemukakan bahwa, tidak terdapat
perbedaan proporsi antara pemimpin berpostur pendek dan pemimpin berpostur tinggi. Demikian pula tidak ada
perbedaan antara proporsi pengikut berpostur pendek dan proporsi pengikut ang berpostur tinggi. Berdasarkan
hipotesis tersebut, tentukan frekuensi yang harapkan untuk setiap sel dengan metode yang telah diterangka di atas.
Untuk sel-11 besarnya frekuensi yang diharapkan adalah:

dan untuk sel-32:

Harga-harga tersebut itu kemudian dimasukan ke dalam tabel kontigensi seperti tertera pada tabel 10-12 (dicetak
italik)
Tabel 10.11: Tabel Kontigensi Tinggi Badan vs
Kepemimpinan

  Pendek Tinggi Jumlah


Pemimpin 12 32 44
Pengikut 22 44 36
Netral 9 6 15
Jumlah 43 52 95

Jika harga itu berdekatan dengan harga maka selilsih () akan kecil dan sebagai konsekuensinya
harga juga kecil. Dengan harga yang kecil tidak bisa ditolak, sebaliknya jika selisih ) besar, maka
harga juga besar; semakin besar perbedaan itu makin besar pula peluang untuk menolak . Dengan
demikian suatu ditolak jika . Dalam hal ini yang dimaksud dengan adalah hasil perhitungan
berdasarkan data observasi dan adalah harga yang diperoleh dari tabel distribusui-(;lampiran D). jika
dalam
Tabel 10-12: Tabel Frekuensi Pemgamatan dan
Frekuensi Yang Diharapkan

  Pendek Tinggi Jumlah


Pemimpin 19,9 12 24,1 32 44
Pengikut 16,3 22 19,7 14 36
Netral 6,8 9 8,2 6 15
Jumlah 43 52 95

Soal ini ditetapkan tingkat signifikasi 99% atau a = 0,01, maka untuk menentukan, apakah
ditolak atau diterima, terlebih dahulu harus menghitung besarnya dengan menggunakan
rumus (10.09):

+
Dengan derajat-kebebasan,
Untuk mementukan tingkat signifikasi dengan df = 2 dilakukan dengan menggunakan tabel distibusi- pada
lampiran D. dari tabel tersebut diperoleh harga Karena , maka H ditolak.

a. Tabel Kontigensi 2 x 2. Penggunan dalam bentuk tabel kotigensi 2 x 2 (seperti pada Fisher's test) dimana r dan
k sama dengan 2 dapat di-hitung dengan rumus:

untuk df = 1

Rumus ini lebih mudah penggunaanya dari pada rumus (10.09). untuk meningkatkan pemahaman, berikut ini
diberikan contoh penyelesaiann soal pada tabel 10-10 tetapi dengan data yang berbeda seperti ditunjukan pada
tabel 10-13.
Tabel 10-13: Tabel kotigensi Pengamatan Kecekatan
Memulai Perkerjan
  Cepat Lamban Jumlah
memulai memulai
Sarjana PT "X" 10 11 21
Sarjana PT "Y" 46 13 59
Jumlah 56 24 80

Dalam soal ini (A + B) = 21, (C + D) = 59, (A + C) = 56, (B + D) = 24 dan N = 80. Jika pengujian ditetapkan pada
tingkat signifikansi a = 0,05, maka pengujian dimulai dengan menghitung harga dengsn rumus (10.10)
menghasilkan:

2
X =
(
𝑁 | 𝐴𝐷 − 𝐵𝐶|−
𝑁
2 )2
=
(
80 |(10 ) ( 13 ) − ( 11 ) ( 46 )|− )
80
2
2
=5 , 42
( 𝐴+ 𝐵 ) ( 𝐶 + 𝐷 ) ( 𝐴+ 𝐶 ) ( 𝐵 + 𝐷 ) ( 21 ) ( 59 ) ( 56 ) ( 24 )

Dari tabel D diperoleh harga kritis . Karena maka (hipotesis tiada perbedaan) ditolak.
. Kecil. dapat diterapkan dalam bentuk tabel kotigensi jika frekunesi yang diharapkan cukup
besar. Kalau lebih kecil dari pada mimimal, maka pengujian tidak tepat atau tidak bermakna.
Cochran (1954) merekomendasikan kaidah-kaidah berikut ini.
1) Dalam tabel 2 x 2, untuk N > 40 harga dapat dihitung dengan rumus (10.10).
2) Jika N antara 20 dan 40 , rumus (10.10) dapat dipakai jika Jika gunakan Fisher-Test.
3) jika N < 20 gunakan Fisher-Test.

D. Rangkuman
Statistika nonparametrik digunakan apabila pola distribusi data tdak diketahui atau jika data bersifat
kategorikal. Beberapa metode pengujian yang banyak digunakan dalam pendidikan a.I. sign test,
Wilcoxon sign ranked test; mann-Whitney test dapat digunakan untuk pengujian hipotesis, sementara
spearman's rank correlation seperti hal analisis korelasi digunakan untuk mengkajiKedekatan
hubungan antardua varibel. Fisher's exact probability test digunakan untuk data deskrit. Metode
kalkulasi pada umunya disaijikan dalam bentuk tabel kotigensi sehingga mudah dipahami.
D. Soal -soal

S10-01: Suatu penelitian untuk mengungkapkan berat-ringannya hukuman atas kenakalan karena pengaruh
film, menghasilkan data seperti tertera di bawah ini. Anda diminta untuk menyimpulkan hasilnya.
Jumlah   Jumlah hukuman
hukuman setelah melihat
sebelum film
melihat film   Dikurangi Dita
mbah
Ditambah 59 7
Dikurangi 8 26

S10-02: Misalkan seorang psikolog ingin menguji apakah kehadiran dalam kelas play group berdampak atas
persepsi sosial anak kembar (terhadap lingkungannya). Psikolog itu menskor respons anak-anak atas gambar-
gambar yang dipertontonkan kepada delapan pasangan anak kembar. Cara yang sama dilakukan terhadap
anak-kembar tersebut di rumah mereka masing-masing. Skor yangdihasilkan ditabulasi seperti tertera dalam
tabel di bawah ini. Anda diminta mengolah data tersebut dan menyimpulkan, apakah terdapat perbedaan
yang signifikan karena pengaruh lingkungan terhadap persepsi sosial anak-kembar.
Pasangan Skor presepsi Skor presepsi
sosial di play sosial di rumah
group
A 82 34
B 34 45
C 45 6
D 67 54
E 6 43
F 77 22
G 65 45
H 56 67

S10-03: Suatu studi untuk mengkaji hubungan antara minat pada pendidikan kejuruan dan pilihan kurikulum
dengan laju pengunduran diri oleh mahasiswa yang pandai. Sebagai subjek dipilih mahasiswa dengan nilai 90
atau lebih pada saat mengikuti ujian saringan masuk perguruan tinggi, dan yang mengubah matakuliah
pilihannya sesudah matrikulasi. Peneliti membandingkan mahasiswa yang pandai, yang memilih kurikulum yang
banyak peminatnya ditandai dengan skor test minat terhadap pendidikan kejuruan (perubahan ini disebut
"positif")
Dibandingkan dengan mahasiswa yang pandai tetapi perubahan pilihannya tidak Sesuai (bertentangan) dengan
saran panitia penguji. Hipotesis peneliti adalah, mereka yang mengubah pilihannya ke arah yang positif lebih
bertahan sampai ulus. Data yang diperoleh dari penelitian tersebut dicantumkan dalam tabel ontigensi di bawah
ini. Anda diminta untuk membuktikan, apakah hipotesis tersebut benar.

    Arah Perubahan
  Kurikulum
Ketahanan   Positif Nega
Studi Di tif
P.T. Mundur 59 7
Tetap 8 26
S10-04: Seorang peneliti ingin mengetahui dampak atas kepemimpinan di ingkungan industri, yakni antara
personnel concern dan production concern dengan menggunakan 12 responden (karyawan). Skor penelitian
ditabulasi seperti tertera di bawah ini. Anda diminta menyimpulkan hasilnya.
 
D. Daftar Pustaka
Guilford, J.P., B. Fruchter (1978), Fundamental
Statistics In Psychology And Education,
McGraw-Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo.
Siegel, S. (1956), Nonparametric Statistics for The
Behabioral Science, McGraw
Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo. Lipson, C., Narendra J.
Seth (1973), Engineering Experiments, McGraw-
Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo.
Production
Concern
34
45

54
43
22
45
67
89
67
89
90
6
Personel
Concern

123

765
82
34
45
67

77
65
56

23

76
6
Responden

G
H

K
B
C

L
F

J
I
11. METODE KORELASI KHUSUS

A. Pendahuluan B. Nisbah Korelasi


Dalam bab ini dibahas mengenai metode Nisbah korelasi adalah indeks korelasi umum terutama
korelasi khusus yang mencakup koefisien korelasi jika data membentuk regresi nonlinier. Dalam hal ini
biserial, korelasi tetrakhorik dan koefisien-Phi rerata dari satu variabel tidak secara progresif bertambah
untuk analisis masalah-masalah khusus tetapi sebanding dengan pertambahan pada variabel lainnya.
dimungkinkan juga untuk menggunakan metode- Kasus ini telah dibahas dalam bab IX. Hubungan nonlinier
metode sebelumnya seperti analisis varians, rumus- dijumpai dalam kasus korelasi antara skor kinerja dan
rumus korelasi, dan regresi serta uji-x2. Sebagai umur kronologis, atau kinerja dan peningkatan
contoh, untuk menguji linieritas regresi dilakukan keterampilan seperti yang dibahas dalam bab IX.
dengan memakai besaran nisbah-F.
1. Dua Garis Regresi dan Dua Nisbah-Korelasi. Diagram sebaran yang ditunjukkan pada Tabel 11-01
menggambarkan hubungan antara skor kinerja dalam formblock-test dan umur kronologis lima sampai dengan
14 tahun. Skor kinerja diwakili oleh waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas dengan pengertian,
waktu yang lama menunjukkan kinerja yang rendah, sebaliknya waktu yang singkat menunjukkan kinerja
yang baik.
Data tersebut membentuk dua garis regresi yang berbentuk kurva seperti ditunjukkan pada Gambar 11-01.
Kurva dengan garis utuh menunjukkan hubungan antara skor kinerja dan umur, sedangkan kurva dengan
garis putus-putus menunjjukan hubungan antara umur dan skor kinerja. Kedua garis regresi itu berbeda
bentuk dan kemiringannya. Kasus ini menghasilkan dua nisbah korelasi atau koefisien-Eta, satu untuk
masing-masing garis regresi jika pada regresi linier berlaku , maka pada kasus ini nisbah korelasi diestimasi
dengan rumus:
 
(nisbah korelasi untuk regesi Y sebagai fungsi X)

(nisbah korelasi untuk regesi X sebagai fungsi Y)

Dimana = simpangan-baku dari Y' yang diprediksi dari X; = simpanga-baku dari X' yang diprediksi dari Y': serta
dan merupakan simpangan-baku dari keseluruhan distribusi. Cara menentukan besarnya dan dengan metode
tabulasi dijelaskan berikut ini.
Tabel 11-01: Sebaran Suatu Data Nisbah Korelasi
Pada tabel 11-01, umur kronologis dinyatakan sebagai besaran (chrologlcalage, CA), skor kinerja dinyatakan
sebagai besaran Y (waktu penyelesaian tugas). frekuensi menurut umur dinyatakan sebagai sedangkan frekuensi
menurut waktu (skor kinerja) dinyatakan sebagai titik-titik garis utuh menyatakan skor rata-rata untuk umur
tertentu. Sebagai contoh, skor rata-rata untuk umur lima tahun (dimana ) adalah:

[(1 x 62) + (3 x 57) + (2 x 52) + (1 x 42) + (1 x 47) + (1 x 37) + (1 x 32)]/9 = 49,8.


Demikian jug tanda-tanda silang pada garis putus-putus menyatakan umur rata-rata untuk skor tertentu. Sebagai
contoh umur rata-rata untuk interval skor (50-54) dimana adalah: [(2 x 5) + (1 x 6)]/3 = 5,33
Gambar 11-01: Kurva Regrasi Dari DataTabel 11-1

Cara menghitung nisbah korelasi dengan metode


tabulasi ditunjukkan dalam tabel 11-02 untuk dan
tabel 10-03 untuk dengan menggunakan besaran-
besaran dari tabel 11-02 diperoleh:

3456 , 6
𝑌= =23 , 0
150

2
2 𝑛𝑐 ( 𝑦1 − 𝑦1 ) 16544 , 96
𝑠 𝑦 = = =111 , 04
𝑁 −1 150 −1
Tabel 11-02: Komputasi Nisbah Korelasi Untuk
Regresi Skor vs Umur Kronologis

Untuk menghitung nisbah korelasi telebih dahulu harus dihitung simpangan baku
Berdasarkan data hasil onservasi seperti yang tertera pada tabel 11-3 di bawah ini.

3455 dan
𝒀= =23 , 0
150
Dengan demikian nisbah korelasi (atau koefisien Eta) regresi Y sebagai fungsi:

𝑆 𝑦 ′ 10 , 54
𝑟 𝑛𝑦𝑥 = = =0 , 838
𝑆 𝑦 12 , 58

Tabel 11-03:komputasi simpangan Baku


1. Hubungan Nisbah-Korelasi Dengan Analisis Varlans. Mereka yang telah mempelajari metode analisis varlans
( bab VII) akan segera mengetahui bahwa, kolom-kolom dalam tabel 11-02 serupa dengan hasil dari klasifikasi satu
arah atas variabel umur kronologis. Harga-harga dalam tabel tersebut memungkinkan untuk mengadakan analisis
varians, jumlah 16544,96 pada kolom terakhir akan dikenali sebagai (lihat tabel 11-04).

Harga
Dan

Dengan pertolongan tabel distribusi-F (lampiran E), harga F Tabel pada df, = 9 dan df2 = 140 diperoleh harga F Tabel =
2,54 pada tingkat signifikansi a = 0,01, yang berarti F Hitung > F Tabel '

Hubungan yang dibahas ini lebih bersifat teoritik, tetapi pada kenyataanya koefisien-Eta yang diperoleh cukup
tinggi (r nyx = 0,838) sehingga meyakinkan adanya hubungan antara umur kronologis dan skor tes. Lebih jauh,
ternyata koefisien-Eta dapat mengungkapkan tingkat hubungan antara dua variabel yang dikaji, sedangkan
nisbah-F tidak dapat mengungkapkan hubungan itu. Oleh sebab itu analisis varians atas nisbah korelasi hanya
dipakai jika harga koefisien-Eta (r ) mendekati harga marjinal terendah untuk dinayatakan signifikan.
Tabel 11-04:Analisis Varians Berdasarkan Statistik
Nisbah-Korelasi
Komponen df SS MS
Antarkelompok (b) 9 16544,96 1838,33
Dalam kelompok (w) 140 7035,24 50,25
Σ 149 23580,20 -
 

Kekeliruan baku estimasi dalam suatu regresi nonlinier dapat diitung dari SS w denganrumus:
Dari contoh di atas, diperoleh: 1. Uji Linieritas Suatu Regresi. Kadang-kadang dijumpai
kasus dimana perlengkungan suatu regresi sangat

𝑆 𝑦𝑥 =
√ √
𝑆𝑆𝑤 7035,24
𝑁 −2
=
150− 2
=√ 47 ,535=6 ,75
samar-samar sehingga menimbulkan keraguan-raguan
dalam menentukan bentuk dasarnya, apakah berupa
garis lengkung atau garis lurus. Untuk memastikannya
perlu diadakan pengujian linieritas berdasarkan uji-F
Kekeliruan baku dari suatu estimasi menjelaskan, yang didasarkan pada analisis varian. Uji linieritas
sejauh mana disperse dan harga Y terhadap ditentukan dengan menggunakan rumus:
harga-harga prediksi Y∕ . besaran 6,75  
menjelasakan bahwa dua pertiga skor pengujian
pada from-board dapat diharapkan berada dalam
6,75 satuan dari harga yang diprediksi, jika harga
yang diprediksi itu merupakan rerata dari kolom-
kolom diagram sebaran. Estimasi semacam itu
berguna jika varians dalam kolom-kolom itu
cukup seragam, dengan lain perkataan jika data
mendekati homo scedasticity ( varians-varians
kolom yang sama).
Dimana k = jumlah kolom atau lajur. Untuk. Menerapkan persamaan (11.04) pada masalah yang dibahas di atas terkebih
dahulu perlu dihitung besar Pearon r dengan pertolongan persamaan (M. ZelditchnJr., 1958:78):
 
𝑟 =𝑁 . ∑ 𝑓 𝑥𝑦 𝑥 𝑦 −¿¿¿ ′ ′
 
Dengan memasukan harga-harga menurut notasi persamaan (11.05) yang tertera pada
tabel 11-05 diperoleh:

𝑟 =¿ ¿
− 165900 + 61143
𝑟=
√¿ ¿ ¿
− 104757
𝑟=
¿¿
Dengan menggunakan persamaan

𝐹 h𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =¿ ¿
25 , 8282 Dengan merujuk pada lampiran-E (tabel nisbah-F) untuk dan diperoleh harga
¿ =10 , 883 (interpolasi) pada a = 0,01. Karena maka dapat dinterpretasikan terdapat perbedaan r
2 , 827
dan yang besar dan membuktikan adana regresi yang nonlinier.
Dalam kasus ini hipotesis yang diuji menatakan bahwa, regresi Y atas X adalah linier.
Dalam pernyataan yang eskak, hipotesis itu mempersyaratkan semua rerata dari
kolom-kolom berada pada satu garis lurus di mana kemiringan(slope) ditentukan oleh
person r. dalam kasus ang dibahas ini persyaratan linieritas tidak dipenuhi.
A. Koefisien Korelasi Biserial
Koefisien korelasi biserial didesain khusus untuk situasi di mana kedua variabel yang dikorelasikan
merupakan data kontinu, tetapi salah satu dari kedua variabel karena suatu sebab tereduksi menjadi dua
kategori. Pereduksian itu terjadi sebagai konsekuensi cara memperoleh data. Misalnya, jika pada satu
variabel apakah siswa lulus atau gagal dalam ujian kompetensi. Dalam hal ini dapat diasumsikan adanya
suatu kontinum sepanjang mana individu-individu berbeda dalam pencapaian prestasi untuk dinyatakan
lulus dalam ujian tersebut. Mereka yang prestasinya di atas standard tertentu dinyatakan lulus,
sebaliknya yang prestasinya di bawah standard dinyatakan tidak lulus atau gagal.
contoh, sebagai standardnya adalah kelulusan dari suatu pelatihan penerbang (pilot trainng).
Walaupun tidak semua wisudawan memiliki prestasi yang sama dan tidak semua tereliminasi, yang
menjadi kajian adalah termasuk kategori manakah masing-masing individu itu. Jika diasumsikan
sebaran variabel yang didikhotonomikan itu normal, maka untuk mengetahui kekuatan hubungan
antarvariabel itu diperlukan suatu rumus untuk menghitung koefisien korelasinya.
1. Komputasi Koefisien Korelasi Biserial. Konsep derivasi rumus koefisien korelasi biserial didasarkan pada
kenyataan bahwa, pada r=0 tidak terdapat perbedaan antarrerata untuk variabel kontinu, sedangkan pada
perbedaan antarrerata yang makin besar, makin besar pula korelasinya. Rumus umum untuk koefisien
korelasi biserial:

𝑟 𝑏𝑙𝑠 =
𝑆𝑇 ( )
𝑋 𝑃 − 𝑋 𝑃 𝑝𝑞
𝑌

di mana X, rerata harga X dari kelompok yang lebih tinggi, X= rerata harga X dari kelompok yang lebih
rendah, p= proporsi kelompok yang lebih tinggi, q=proporsi kelompok yang lebih rendah, Y= ordinat dari
distribusi normal yang memisahkan kedua proporsi tersebut (lihat Gambar 11-02) dan S, simpangan baku dari
keseluruhan sampel dari variabel kontinu X. Tabel 11-05 menunjukkan tabel data untuk menghitung r, di
mana proporsi siswa antara yang lulus dan yang gagal masing-masing adalah p=0,65 dan q =0,35. Dari tabel
distribusi normal kedua proporsi itu dipisahkan oleh ordinat y = 0,3704 (Gambar 11-02).
Dengan menggunakan rumus (11.06) diperoleh harga koefisien korelasi biserial (setelah terlebih dahulu
menghitung harga-harga rerata dan simpangan baku: X, 98,27; X83,64 dan S, 17,68).
𝑟 𝑏𝑙𝑠 =
𝑆𝑇 𝑌( )
𝑋 𝑃 − 𝑋 𝑃 𝑝𝑞

𝑟 𝑏𝑙𝑠 =
17 ,68
. ( 0 , 3704 )
98 , 27 − 83 , 64 ( 0 , 65 ) ( 0 , 35 )
=0 , 586

Tabel 11-05:Distribusi Skor Dari Dua Kelompok


Siswa Yang Menempuh Ujian Kompetensi
2. Kekeliruan Baku Dari Untuk menguji hipotesis yang
mengungkapkan bahwa, suatu diperoleh dari populasi di mana
pada kondisi p dan q tidak kurang dari 0,25 ditentukan dengan
rumus:

𝑆𝑟 . 𝑏𝑙𝑠=
√ 𝑝𝑞
𝑌 √𝑁

Untuk kasus di atas diperoleh:

𝑆𝑟 . 𝑏𝑙𝑠=
√ ( 0 ,65 )( 0 , 35 ) = 0 , 4778 =0 ,901
0 ,3704 √ 200 5 , 6473

Nisbah pada a = (z=1,96) harga itu lebih besar


daripada sehingga dapat disimpulkan bahwa
didapat dari populasi
3. Rumus Alternatif. Koefisien korelasi biserial juga dapat
dihitung dengan menggunakan rumus alternatif:

𝑟 𝑏𝑙𝑠 =
𝑆𝑇 ( )
𝑋𝑃 − 𝑋 𝑃 𝑃
𝑌

Dimana = rerata dari seluruh sampel. Keuntungan


penggunaan rumus (11.08) dibandingkan dengan rumus
(11.06) adalah hanya memerlukan dua distribusi
dibandingkan dengan tiga distribusi (distribusi yang lulus
dan distribusi kesuluruhan sampel).
A. Bila Mendikhotomikan Distribusi
 
Pada hakikatnya koefisien korelasi biserial adalah product moment ryang didesain untuk
mengestimasi Pearson r. Oleh sebab itu harus pula memenuhi persyaratan Pearson r, yakni syarat
normalitas dan linieritas regresi. Kemiringan (skewne yang ekstrem mengindikasikan sebaran yang
tidak normal.
Mengacu pada kriteria di atas, dalam kenyataan sehari-hari terdapat peristiwa-peristiwa di mana
besaran variabel Y yang kontinu namun pada rentang tertentu terdapat ketidakteraturan
(irregularities) yang tidak memungkinkan penggunaan rumus Pearson r. Dalam kasus-kasus seperti
ini dapat digunakan pendekatan biserial. Kondisi-kondisi demikian bisa terjadi jika terjadi peman
patan sebaran (truncated distribution), atau karena jumlah pengelompokan kategori variabel Y yang
kecil dan jika ada dugaan sebaran yang tidak sama (unequidistant) pada skala metrik.
Sebelum menghitung terlebih dahulu perlu ditentukan proporsi p dang untuk setiap distribusi Y.
Dalam hal ini besaran p dan q yang mendekati median akan memberikan yang besar. Perlu diingat
pula, jika persyaratan normalitas sebaran dan linieritas regresi dipenuhi, lebih dipilih untuk
menggunakan Pearson r. Hal ini disebabkan kurang reliabel dibandingkan dengan Pearson r.
E. Point Biserial r
Jika satu dari dua variabel dalam Koefisien korelasi point beserial dihitung dengan rumus:
masalah korelasi merupakan dikhotomi
asli, maka jenis koefisien korelasi yang
digunakan adalah point beserial rpbis
Contoh contoh dikhotomi asli adalah
pria vs putri, guru vs bukan guru, petani Dengan beberapa rumus alternatif:
vs bukan petani, dan sebagainya.
Bimodal walaupun tidak menunjukkan
adanya kategori yang deskrit, juga lebih
tepat didekati dengan point beserial
daripada beserial r. Contoh dari jenis ini
adalah responden yang buta-warna vs
responden yang tidak buta-warna,
narkotik vs tidak narkotik, kriminal vs
tidak kriminal, dan sebagainya.

You might also like