You are on page 1of 21

Chapter 1

Sebuah mobil putih berhenti di salah satu SMA negeri favorit. Seorang gadis muncul dari dalam mobil
dengan seragam SMP yang menempel pasi di badannya. Dia, Kelana Senja Hutama atau biasa dipanggil
Senja. Siswa kelas 10 yang sedang menjalani kegiatan MPLS.

Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh siswa kelas 10. Karena, hari ini ada Study lapangan di tiga
tempat populer di Yogyakarta. Bank Indonesia, Keraton, Dan Museum Sonobudoyo. Siapa sih yang nggak
suka pembelajaran diluar sekolah. Pasti sukalah.

Terlihat 7 bus sudah terpakir sempurna di halaman sekolah. Ia sampai tidak bisa tidur karena saking
tidak sabarnya. Tapi dalam lubuk hati dia gelisah. Selama dua hari ia menjalani MPLS tidak ada satupun
yang akrab dengannya. Itu membuat beban pikirannya. Apakah dia akan duduk sendiri didalam bus.
Padahal dia tidak suka kesendirian. Dia butuh teman untuk diajak bicara. Tapi salah dia sendiri karena
tidak bisa bersosialisasi.

Senja memang tipe orang introvert. Dia tidak berani membuka pembicaraan lebih dahulu. Tapi dia juga
tidak suka dengan keheningan. Aneh kan. Ya begitulah Senja.

Senja menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Ia mengeratkan tangan
pada tali tasnya. Padahal sudah tiga hari dia memasuki sekolah ini tapi kenapa rasanya sama saja. Deg-
degan.

Ia mulai melangkahkan kakinya dengan jantung yang berdegup kencang. Rambut yang ia biarkan
tergerai berayun-ayun karena terpaan angin. Puluhan pasang mata tertuju padanya. Ia menggaruk
tengkuknya yang tidak gatal. Ada rasa tidak nyaman di relung hatinya. Ada apa ini kenapa mereka
melihatnya seperti itu? Padahal kemarin biasa saja. Apa ada yang salah dengan penampilannya?

Senja mencoba untuk tidak peduli. Tapi tetap saja tidak bisa. Kepalanya agak ia tundukkan karena malu.
Ia bergerak tak nyaman. Sejak dari pintu gerbang mereka menatapnya seperti ingin mengintimidasi.

Gadis manis dan cantik itu mulai mempercepat langkahnya. Hingga saat di belokkan menuju kelasnya ia
tidak sengaja menabrak seorang cowok dengan almamater navy. Alhasil kumpulan lembar kertas yang
dibawa cowok itu jatuh bertebaran di lantai.

Senja langsung membantu memunguti kertas cowok itu. Rasa bersalah memenuhi benaknya. Ini semua
salahnya. Kalau saja dia berjalan tidak sambil menunduk pasti jadinya tidak seperti ini. Ia takut kertas
yang dibawa kakak kelasnya ini adalah kertas penting.

Senja menyerahkan kertas itu pada kakak kelasnya. Cowok itu mengambil kertas yang diberikan senja.
Mata mereka beradu. Ada sedikit rasa debaran di jantungnya. Sebentar mata ini cukup familiar. Dia
siapa ya? Senja membulatkan matanya terkejut. Loh dia kan kakak OSIS pendamping di kelasnya. Kalau
tidak salah namanya itu Gemilang Langit Pradana. Atau biasanya dipanggil Langit. Cowok kelas XI
sekaligus anggota OSIS yang di gilai banyak siswa. bahkan menjadi anak kesayangan guru-guru.
Bagaimana tidak dia tampan pintar dan berprestasi. Ia sering menyumbangkan piala untuk sekolahan.
Senja membuyarkan lamunannya. " Eh aduh, maaf kak. Aku nggak sengaja," ujar senja keki.

"Lain kali kalo jalan liatnya kedepan bukan ke bawah. Emang ada yang menarik di lantai," ujar langit
datar tanpa ekspresi.

"Iya kak. Sekali lagi aku minta maaf. Aku tahu ini salahku." Senja menundukkan kepalanya dengan
tangan yang ia tautkan.

"Sebagai hukumannya. Kamu harus ikut ke kantor." Tanpa persetujuan dari senja, cowok itu menarik
tangannya keras. Hingga menimbulkan banyak pasang mata dan bisikan di belakang sana.

Padahal dari awal senja masuk dari gerbang sudah banyak yang menatapnya tambah lagi dengan
kejadian ini.

"E-eh kak lepas," senja menghempaskan tangannya agar lepad dari genggaman kakak kelasnya itu.

"Kenapa? Mau kabur?" Tanya langit dengan salah satu alisnya yang ia naikkan.

"Eh Enggak kok. Aku cuma malu, soalnya ada banyak orang yang ngeliat ke arah kita." Langit
mengedarkan pandangannya. Ia menatap orang-orang yang melihatnya dengan senja satu persatu.
Cowok itu meminta mereka untuk bubar. Dan seketika mereka bubar.

"Udah nggak ada yang ngeliatin. Ayo." Langit mengulurkan tangan mencoba untuk menggandeng tangan
senja lagi. Senja mengernyitkan dahinya.

"Itu tangannya mau ngapain?"

"Mau gandeng kamu lah."

"Enggak usah kak. Aku nggak kabur kok,"tutur senja.

"Yaudah, daripada tangan kamu nganggur kamu bawain ini." Langit memberikan beberapa lembar
kertas pada Senja.

Sekilas Senja membaca kertas itu. Ternyata ini formulir pendaftaran ekstra dan organisasi yang kemarin
ia isi. Senja mengekori langit, mengikuti kemana arah cowok itu pergi. Ia hanya menuruti saja.

Langit menolehkan kepalanya, ia menarik Senja agar berjalan disampingnya.

"Biar nggak hilang. Kalo sampe hilang nggak jadi study lapangan kamu nanti." Entah mengapa
mendengar penuturan langit ada sedikit debaran di dadanya. Senja berusaha untuk tidak tersenyum. Ia
mengulum bibirnya dan menunduk malu. Kedua pipinya terasa panas.

"Kalo jalan liat kedepan bukan liat kebawah. Nanti nabrak lagi."

"I-iya kak." Senja mengangkat kepalanya. Aduh kenapa dia kadi salting begini.
Langit melirik perempuan yang berada disampingnya. Ia tersenyum tipis hingga seseorang tidak mampu
melihatnya. Adik kelasnya ini terlalu menggemaskan. Ingin rasanya ia mencubit pipinya yang agak berisi
itu.

Setelah melewati beberapa kelas, akhirnya mereka sampai di kantor guru. Ternyata jaraknya lumayan
jauh dari lorong yang mereka lewati. Langit mengetuk pintu yang terbuat dari pohon jati itu. Tidak ada
balasan dari dalam. Ia mengetuknya sekali lagi. Tapi tetap saja tidak ada balasan.

Senja mengetuk-ngetukkan sepatunya dilantai sambil mengedarkan pandangannya. Aduh kok lama
banget. Ia melirik jam tangan berwarna birunya yang melingkar di tangan kirinya. Jam menunjukkan
pukul enam lewat lima puluh menit. Sepuluh menit lagi bel masuk akan berbunyi.

Langit menepuk dahinya. Ia lupa kalau guru-guru ada briefing di meeting room. Padahal tadi malam dia
sudah di wanti-wanti sama pak iwan. Untuk berangkat lebih awal.

"Aku lupa. Kalo guru-guru ada briefing di meeting room. Sekarang kamu ke gor. Sepuluh menit lagi bel
bunyi. Nanti ada arahan dari waka kesiswaan buat study lapangannya. Makasih udah nemenin aku," ujar
langit.

Senja mengangguk paham lalu menuruti apa yang dikatakan kakak kelasnya itu.

Chapter 2 : love first sight

Saat ini suasana gor sangat hening. Hanya ada suara arahan dari waka Kesiswaan yang menginterupsi
siswa. Pria yang kira-kira berumur 50 tahunan itu menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan ketika
ditempat yang akan dikunjungi nanti.
Di barisan belakang, Senja memainkan jari tangannya. Tapi ia masih bisa mendengarkan perintah dari
waka kesiswaan. Hingga tiba-tiba ada suara bisikan di telinganya.

"Dengerin." Senja terlonjak kaget. Ia spontan menolehkan kepalanya. Ternyata itu langit.

"Ih kak langit ngagetin aja. Aku lagi dengerin nih,"ujar senja lirih. Langit terkekeh.

"Emang bisa fokus dengerin kalo sambil mainan kuku. Gitu." Langit mengangkat alisnya.

"Bisa. Nyatanya aku paham kok nanti mau ngapain aja."

"Kalo paham apa aja yang di bilang sama pak iwan?"

" Tadi pak iwan bilang-" perkataan senja berhenti dia tampak mengernyitkan dahinya.

"Kok berhenti. Nggak ingat ya," goda langit

"kita kok jadi ngobrol sihh bukanya dengerin pak iwan. Kak langit gimana sih katanya suruh dengerin kok
malah ngajak omong" Senja kembali mengarahkan pandangannya ke depan dengan muka cemberut.
Langit terkekeh lagi. Ia mengusak rambut adik kelasnya ini saking gemasnya.

"Heh nggak usah cemberut. Jelek tahu." Bisik langit lagi.

Senja membiarkannya. Ia tidak merespon kakak kelasnya karena sudah terlalu kesal. Padahal aslinya
jantungnya berdegup kencang tak karuan. Ia mengulum bibirnya. Dan sebisa mungkin untuk tidak
tersenyum. Kenapa hanya usakan kecil pada rambutnya memiliki efek yang besar untuk jantungnya.

Langit menatap adik kelasnya ini sambil tersenyum kecil. Entah mengapa rasanya seru sekali menjaili
adek kelasnya ini. Baru beberapa jam langit berinteraksi dengan senja tapi kenapa sudah nyaman saja.
Padahal dia sangan sulit nyaman atau akrab dengan orang lain.

Sejak pertama langit melihat Senja di kelas MOS beberapa hari yang lalu. Ia sudah tertarik dengan gadis
itu. Hanya melihat Senja duduk di pojokkan seorang diri dan memperkenalkan diri didepan kelas
dengan tatapan polos. Itu sungguh membuatnya gemas. Dia sempat berpikir apakah itu love first sight.
Tapi ia menepis pikiran itu. Mungkin perasaan itu hanya datang sementara bukan selamanya.

Ternyata dugaannya salah. Semakin hari rasa itu kian tumbuh besar. ditambah kejadian tadi pagi yang
menimbulkan rasa ingin melindungi dan memiliki gadis itu.

Pak iwan menutup sambutan sekaligus arahan dengan salam. Elang. Sang ketua OSIS mengambil alih
posisi ketika pak iwan meninggalkan gor.

Elang mengarahkan semua siswa untuk keluar dari gor untuk segera masuk bis sesuai kelas masing-
masing. Mereka berbondong-bondong berjalan ke halaman sekolah.

Senja berjalan ditengah keramaian orang seorang diri. Gini nih nggak enaknya kalau nggak punya teman.
Apa-apa sendiri. Di kelas duduk sendiri, di barisan sendiri, berjalanpun sendiri. Ia menghela nafas
panjang. Rasanya jadi tidak menyenangkan. Ia jadi tidak bersemangat utuk mengikuti studi lapangan hari
ini.

Senja tidak bisa membayangkan jika nanti ditempat wisata ia seperti orang hilang yang hanya melihat
teman-temannya berfoto bersama, canda tawa bersama. Miris banget ya kalau nggak bisa bersosialisasi.

Gadis itu menekuk wajahnya. Ia berjalan dengan tatapan kosong. Hingga tiba-tiba kakinya terplintir
sebuah kerikil yang membuat badannya tidak seimbang. Ia membuka matanya. Kok nggak ada rasanya.
Ternyata ada yang menarik ranselnya. Kini posisi tangannya direntangkan dengan salah satu kaki agak
terangkat.

"Dari tadi pagi kok jalannya nggak bener."Gadis itu membenarkan posisinya. Senja menolehkan
kepalanya. Kak langit. Ia tidak tahu jika langit mengikuti dirinya. Senja mengira langit pergi berkumpul
dengan anggota Osis lainnya.

Senja menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "makasih ya kak."

"Kalau jalan yang benar," tutur langit.

"Iya kak, aku duluan yah." Senja langsung berlari meninggalkan langit dan menyusul teman-temannya ke
bis. Ia takut jika berdekatan dengan langit akan menimbulkan kehebohan seperti tadi pagi apalagi
dengan keadaan yang ramai seperti ini.

Bau solar memasuki indra penciumannya. Senja langsung menutup hidungnya karena ia tidak terlalu
suka dengan bau solar. Itu akan membuatnya mual. Gadis itu menunggu semua temannya naik. Dia
memang sering mendahulukan temannya.

Kini giliran dia untuk menaiki bis. Dengan hati hati. Senja memijak satu persatu anak tangga bis. Setelah
berhasil masuk, ternyata semua orang sudah memiliki tempat duduk dan pasangan masing-masing.
Hanya tinggal bangku paling belakang dekat jendela yang tersisa.

Senja berjalan menuju bangku itu. Ia sudah pasrah. Lagian ini juga pilihannya, mendahulukan teman-
temannya daripada dirinya. Jadi dia harus menerima risikonya. Entah itu berdiri atau duduk di belakang
seorang diri karena bis ini bukan bis Pariwisata yang luas dan memiliki bangku yang banyak. Bis ini hanya
sederhana tapi memiliki fasilitasnya bagus. Ada AC, wifi, dan televisi yang berukuran sedang.

Senja menjatuhkan bokong pada kursi penumpang. Tas yang mengganjal punggungnya ia letakkan pada
bangku disampingnya sehingga dia dapat menyandarkan punggungnya tanpa ada penghalang. Ia melihat
kearah luar jendela, matanya menangkap seorang lelaki yang berjalan beriringan dengan seorang laki
dengan pakaian yang sama.

Jantung senja selalu berdegup kencang jika melihat lelaki itu. Siapa lagi kalau bukan Langit. Tatapannya
mengikuti kemana perginya cowok itu. Tapi kenapa dia seperti berjalan ke arah bisnya.

Suara tapakan sepatu terdengar. Langit muncul dari bawah tangga. Suasana yang awalnya sudah bising
kini semakin bising. Puluhan pasang mata menatap langit. Bahkan ada yang berbisik-bisik.
Senja yang duduk di belakang membulatkan matanya. Tatapan mereka bertubrukan. Ada sebuah
senyuman tipis yang tercetak dibibirnya. Teman-temannya mulai histeris. Mereka mengabadikan
moment langka ini dengan mengambil foto lelaki itu. Banyak orang bilang langit jarang tersenyum. Dia
memang terkenal dingin dan kaku disekolah hanya ada beberapa orang yang bisa membuatnya seperti
ini.

Lelaki itu berjalan mendekati salah satu bangku untuk duduk. Tatapannya masih mengarah pada senja.
Gadis itu mengedarkan pandangannya. Tidak ingin membuat jantungnya bekerja lebih keras.

"Boleh duduk disini?" Senja menoleh ke sumber suara. Ia mengangguk menyetujui lalu memindahkan
tasnya ke lantai bis. Lelaki itu langsung duduk disebelahnya.

Chapter 3 : dekat

Bis berwarna orange dengan coretan abu-abu itu melaju membelah kota Yogyakarta yang dipadati
banya kendaraan. Senja duduk didalam sana ditemani langit. Gadis itu menikmati pemandangan di luar
jendela menghiraukan teman-temannya yang bernyanyi dan berjoget.

Langit yang berada di sampingnya menatap gadis yang ada disampingnya. Adek kelasnya ini kenapa
cantik sekali. Dia masih belum percaya kalau tidak ada orang yang mau berteman dengannya. Apa
mereka insecure karena dia terlalu cantik. Menurut langit, senja cantik, baik. Entah kenapa ia bisa
menilai senja seperti itu padahal dia baru dekat hari ini.

"Kenapa kamu cantik banget sih," ujar langit lirih

"Gimana kak? Kakak ngomong apa?" Senja menoleh kearah langit.


"Oh enggak kok."

Senja menganggukkan kepalanya, "oh berarti aku halusinasi."

Langit mengarahkan tatapannya kedepan. Ia mengambil hp-nya yang berada di kantong almamaternya.

Gadis itu mengambil tas yang berada di bawahnya, ia mengeluarkan sebuah kotak Tupperware. Ia
membukanya. Ternyata isinya sandwich yang ia buat tadi pagi.

"Kak ambil. Ini aku loh yang buat. Cobain deh enak tahu,"tawar senja.

Langit menggelengkan kepalanya. "Enggak papa, ambil aja kak. Aku sengaja buat banyak," tutur senja.
Langit tetap menggeleng. Senja menghela nafas teratur. Ia mengambil sepotong sandwich.

"Kak, Aaaaaa." Langit menghindari suapan dari Senja. Terpaksa dia meraih dagu langit lalu menjejalkan
sandwich itu kedalam mulutnya. Ini memang agak nggak sopan sih apalagi sama kakak kelas.

Langit meraih sandwich yang ada di bibirnya. Matanya membesar terlihat ada binaran disana. Seumur
hidup dia nggak pernah makan sandwich seenak ini. Memang agak alay sih tapi ini kenyataan.

"Baru kamu doang yang berani sama kakak kelas," tutur langit.

Senja menundukkan kepalanya, merasa bersalah. "Maaf ya kak. Abisnya aku gemes sih sama kakak. Sok-
sokan nggak mau padahal lagi laper ya kan?"

Langit terkejut setelah mendengar penunturan adek kelasnya ini. Senja tahu darimana kalu dirinya lapar.
Perasaan perutnya nggak bunyi. Tadi pagi dia memang belum sempat sarapan karena buru-buru
bertemu dengan pak Iwan. Tapi pada akhirnya dia tidak jadi bertemu pak Iwan.

"Setelah dari sutdy lapangan kamu harus di hukum soalnya udah berani sama kakak kelas."

Senja terkejut, "kan aku tadi udah minta maaf." Gadis itu menatap melas langit.

Cowok itu terkekeh. "Kok ketawa sih,"

Langit mencubit pipi yang agak chubby. Ia sudah tidak tahan dengan adek kelasnya. "Ih kok di cubit sih.
Sakit tahu." Senja mengelus pipinya.

"Kamu gemesin." Singkat padat jelas. Kalimat itu berhasil memporak-porandakan jantungnya.

Senja mengalihkan pandangannya. Pipinya mulai memanas karena terlalu malu. Ia menundukkan
kepalanya, menyembunyikan guratan merah di pipinya.

Selama senja dan langit mengobrol seperti ini ada beberapa sorot mata yang memperhatikan mereka
dengan tatapan penuh keirian dan tidak suka. Bahkan ada suara cuitan yang tidak enak didengar. Senja
bisa mendengar tapi ia mencoba menghiraukan. Tapi tidak bisa. Ada rasa sakit yang terselip di hatinya.
Langit menatap senja yang tengah menundukkan kepala. Sepertinya dia tahu apa yang menyebabkan
gadis ini muram. Langit menyentuh pundak senja. Gadis itu menolehkan kepalanya. Menatap langit
dengan tatapan penuh kesedihan.

"Jangan di dengerin ya. Anggap omomgan itu cuma angin lalu." Langit mengusap pundak senja.
Mencoba menenangkan.

"Apa emang aku nggak pantes duduk sama kakak."

"Siapa bilang, semua orang pantas duduk sama aku termasuk kamu. Lagian tadi kursi yang kosong cuma
disamping kamu kan?"

"Tapi aku nggak mau setelah kakak duduk sama aku orang-orang pada benci kakak."

"Aku nggak peduli. Jadi tolong jangan salahin diri kamu sendi senja."

Senja mebulatkan matanya kaget, "kakak tahu nama aku."

"Kamu lupa atau giamana. Aku kan termasuk kakak pendamping di kelas kamu."

"Oh iya iya." Langit mencubit hidung senja hingga membuat gadis itu memberontak.

"Semua orang harus tahu kalau kamu lucu."

"Apasih kak." Senja menundukkan kepalanya lagi. Ia malu. Memang berdekatan dengan seorang
gemilang langit sanjaya sangat membahayakan. Termasuk membahayakan hatinya.

"Salting ya," goda langit lalu tertawa.

"Enggak."

"Ah masak. Nggak percaya aku."

Akhirnya mereka hanyut dalam obrolan dan saling menggoda satu sama lain. Sesekali diselingi dengan
canda dan tawa.
Chapter 4 : Apes

Suara decitan rem bis terdengar. Tujuh bus berhasil berhenti di depan sebuah gedung bertingkat yang
didominasi warna putih. Ada tulisan BANK INDONESIA di atas jendela tepat dilantai dua. Senja menatap
pemandangan dari balik jendela sambil menunggu teman-temannya keluar. Dia sempat terpana dengan
bangunan kokoh itu.

"Kamu nggak keluar?" Tanya langit yang sudah berdiri dari tempat duduknya.

"Keluar. aku mau beresin barang dulu sambil nunggu sepi biar enggak desak-desakan. Kakak kalau mau
duluan nggak papa," ujar senja. Langit diam. Ia tidak ingin meninggalkan cewek ini sendirian. Cowok itu
menatap Senja yang tengah memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya. Gadis itu berdiri, spontan
cowok itu menaruh tangannya tepat dia atas kepala senja. Takutnya gadis ini terbentur bagasi bis.

Senja melirik keatas sebentar. Ia mengernyitkan dahinya, bingung.

"Biar enggak kebentur," jelas langit seolah-olah tahu apa yang sedang dipikirkan gadis itu. Ia sempat
speechless mendengar perkataan cowok itu. Kenapa dia sangat perhatian sekali dengannya? Ia tidak
ingin GR. Tapi boleh GR nggak sih.
"Kakak cenayang ya kok tahu apa yang aku pikirin." Cowok itu tertekekeh.

Langit mendekatkan wajahnya sehingga membuat gadis itu memundurkan wajahnya. Langit berbisik.
"Sebenarnya aku tahu isi pikiran dan hati kamu. Aku tahu apa yang kamu rasain."

Langit tersenyum lalu pergi keluar dari bis, meninggalkan senja yang masih mencerna omongan lelaki
itu. Langit tidak bisa menahan senyumannya. Reaksi adek kelasnya ini kelewat menggemaskan. Ingin
rasanya ia mencubit pipinya lagi.

Senja membuyarkan lamunannya. Ia mengejar langit, meminta penjelasan tentang perkataannya tadi.
Apa yang dimaksud kakak kelasnya ini?

Senja mengiringi langkah langit. "Jadi kakak tahu isi pikiran aku, isi hati aku? Berarti kakak tahu dong
kalo aku kagum sama kakak." Langit tiba-tiba menghentikan langkahnya. Apa yang dia dengar tadi tidak
salah. Senja kagum padanya. Ia memutar tubuhnya sehingga mereka berdiri berhadapan.

"Jadi kamu kagum sama aku. Sejak kapan," goda langit.

Senja menautkan alisnya. "Lhoh harusnya kakak tahu dong. Kan kakak bisa baca pikiran aku," ujar senja.

"Kata siapa?"

"Lhah tadi kakak bilang didalam bis."

Langit terkekeh."Aduhh gemes banget sih kamu. Nanti kalo ada orang nawarin permen jangan diterima
ya."langit mencubit pipi senja. Sepertinya love language langit itu mencubit deh.

"Jadi kakak bohong."langit tertawa lepas. "Ih sebel." Senja memukul lengan kakak kelasnya lalu pergi
meninggalkan langit yang sedang mengelus lengannya.

Senja mempercepat langkahnya dengan perasaan malu. Pipinya terasa panas. Jadi dia tadi tidak sengaja
mengakui perasaannya. Eh bukan mengakui perasaan. Lagian dia kan cuma kagum bukan naksir. Tapi
tetap saja malu. Mulai hari ini dia harus jauh-jauh dari langit.

***

Semua siswa sudah berkumpul dihalaman BANK INDONESIA. Suasana sangat hening hanya terdengar
suara kendaraan yang melintas dan suara elang yang tengah memberikan arahan didepan para siswa.

Seperti biasa, senja berdiri dibelakang sendirian.

Sejak tadi dia tidak fokus mendengarkan arahan dari kakak OSIS-nya itu. Pikirinya di bayangi perbuatan
bodohnya tadi. Kenapa dia bisa sepolos itu.

Senja berdecak gelisah. Ia megetuk-ngetukkan kepalanya dengan tangan.

"Yang belakang itu paham tidak." Senja terhenyak kaget, ia menolehkan kepalanya ke kanan dan kekiri.
Ia bingung yang dimaksud kakak kelasnya ini siapa.
"Ya kamu kok malah tolah toleh. Sini maju kamu."

Senja menghela nafas berat. apes banget. Gadis itu berjalan membelah barisan. Seketika semua
pandangan tertuju padanya. Jantungnya berdegup kencang. Bahkan tangannya mulai dingin.

Senja berdiri di hadapan ratusan siswa. Ada berapa cuitan yang tidak mengenakkan telinga.

"Eh itu tadi yang bareng sama kak Langit kan?"

"Baru jadi siswa baru kok udah ganjen sama kakak kelas."

Senja menghiraukan cuitan-cuitan itu. Kata langit anggap aja kalu itu hanya angin lalu.

"coba jelaskan dari awal sampai akhir apa yang saya katakan," ujar Elang.

Senja bergeming. Ia tidak bisa menjawab apa-apa karena tidak mendengarkan arahan dari kakak
kelasnya tadi. Aduh kenapa dia melakukan hal bodoh lagi.

Rasanya ia ingin mengumpat dan menyumpah serapahi diri sendiri.

Dibelakang barisan ada langit yang tengah menatap senja. Ada rasa kasian yang terselip di benak langit.
Senja berhak diberi hukuman karena tidak memperhatikan penjelasan Elang. Cowok itu sepertinya tahu
apa yang membuat senja tidak fokus. Ini pasti gara-gara tadi. Mengingat kejadian tadi ingin
membuatnya tertawa. Ternyata ada ya perempuan yang sepolos senja.

Padangan mereka bertubrukan. Jantung senja tiba-tiba berdetak tak nyaman. Ada ukiran yang terbit di
bibir langit. Senja bisa melihat itu. Kenapa manis sekali bahkan gula aja kalah dengan senyuman langit.

"Heh kok diem aja. Ayo jawab." Elang menepuk pundaknya hingga membuatnya terperanjat kaget. Senja
menolehkan kepalanya, menatap Elang.

"Maaf kak saya enggak tahu," tutur Senja lalu menundukkan kepalanya.

Suara sorakan dari siswa terdengar. Ada beberapa orang yang tertawa meremehkan.

"Diam." Sebuah teriakan berhasil mencuri perhatian siswa. Suasana yang awalnya dipenuhi sorakan kini
mulai hening.Itu Langit. Cowok itu tidak suka jika ada yang meremehkan dan mempermalukan senja.

Langit berjalan kedepan menghampiri elang dan senja. Cowok itu berdiri disamping senja.

"Kalian yang menyoraki senja udah merasa hebat." ujar langit tegas. Semua siswa terdiam

"Kalau kalian udah merasa hebat coba terangin yang dikatakan kak elang." Imbuh langit lagi. Senja
mengangkat alisnya, mengedarkan pandangan menatap satu persatu siswa yang ada dihadapan. Mereka
diam seriubu bahasa.

"Lihat nggak bisa kan. Makanya jangan pernah meremehkan orang lain. Coba kalian bayangin jika berada
diposisi senja. Pasti kalian nggak mau-kan?"
"Senja besok lagi jangan diulangi. Silahkan kembali ke dalam barisan," seru Elang.

Senja menganggukkan kepala lalu berjalan kembali ke dalam barisan.

"Bagus ngit. Kamu udah cocok jadi ketos,"ujar elang sambil tersenyum bangga.

"Engga kok kak. Saya cuma nggak suka kalo ada orang yang saling meremehkan," tutur langit.

"Baik adek-adek. Jadikan perkataan kak langit sebagai pelajaran ya. Oke sekarang kalian berbaris
menjadi dua banjar."

Chapter 5 menghindar

Senja berjalan menjelajahi setiap sudut bank itu. Terkadang dia mengambil gambar yang menurutnya
bagus. Sejak tadi dia tidak melihat batang hidung langit. Baguslah, lagian dia ingin mnghindari cowok itu.
Setiap ia mengingat kejadian tadi, gadis itu akan bertingkah seperrti orang aneh. Contohya seperti
sekarang, gadis itu memukul-mukul kepalannya sambil menyumpahi dirinya sendiri.

Banyak pasang mata yang menatp dirinya aneh sehingga gadis itu menghentikkan tingkahnya yang aneh
itu. Mungkin mereka berpikir kalau dia ini orang gila. Ia juga bingung kenapa dia seperti ini. Sejak kecil
senja memang sudah kebiasaan seperti ini. Padahal mamanya sudah memperingati agar bisa
mengontrol sikap anehnya.

Gadis itu kembali berjalan menyusuri setiap sudut di dalam bangunan ini.

"Adek-adek semua silahkan naik ke lantai dua. Karena acara di selenggarakan di auditorium." Suara
Elang menggema. Membuat semua siswa yang tengah melihat-lihat bangunan itu langsung menuruti
permintaannya.

****

Didalam ruangan ber AC itu. Semua siswa sudah duduk rapi ditempat yang sudah disediakan. Ada dua
sayap, sayap kanan dan kiri yang dipisahkan oleh tangga. Senja duduk dibarisan belakang sayap kanan.
Ada bangku kosong disebelah kirinya sedangkan disebelahkan ada seorang gadis dengan rambut yang
berkucir dua. Senja tidak tahu namanya. Sebenarnya ia ingin bertanya tapi rasa takut mengalahkannya.

Bagku yang kosong tadi ia manfaatkan untuk menaruh snack yang diberi dari pegawai bank. Sedangkan
tasnya yang mengganjal punggungnya ia taruh dibawah. Tenang saja lantainya bersih.

"Selamat pagi adek-adek." Suara seorang wanita dengan jas lengkap dengan celana dan high heels nya
berhasil mengambil perhatian para peserta study lapangan.
Banyak yang terpana dengan wanita itu. Bahkan Senja juga ikut terpana. Wanita dengan rambut
bergelombang itu tetap cantik walaupun dengan mengenakkan kacamata. Kulit putih dan senyumnya
yang manis bisa menyihir setiap orang yang melihatnya.

"Selamat datang di Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta," sambut wanita itu tak lupa dengan
senyum manisnya. Menurut Senja wanita ini terlihat sangat ramah. Terlihat dari nada bicaranya yang
sangat lembut dan menenangkan.

Senja fokus mendengarakan penjelasan wanita itu. Wanita itu bernama angel. Salah satu pegawai bank
Indonesia. Namanya sangat mencerminkan dirinya. Cantik seperti bidadari.

Senja sedang fokus mendengarkan dan mencatat hal-hal penting yang disampaikan Angel. Karena untuk
bahan laporan kunjungan.

Gadis itu merasakan ada yang duduk disebelahnya. Snack yang ia taruh di kursi sebelahnya kini pindah
ke pangkuannya. Senja menolehkan kepalanya. Ia membesarkan matanya, terkejut. Lelaki yang ia
hindari kini duduk di sampingnya. Mereka beradu pandang ditengah siswa yang mendengarkan
penjelasan-penjelasan tentang Bank Indonesia. Di sayap sebelah kiri ada seorang gadis yang
memandang tidak suka pada Senja. Ada perasaan benci dibenak gadis itu. "Yang sabar sya. Habis ini kita
kasih perhitungan. Enak aja baru jadi siswa baru udah tepe tepe sama kakak kelas," ujar temannya yang
mengenakan sergam yang sama.

Senja mengedarkan pandangannya lalu menepuk pundak teman yang duduk disebelahnya, "boleh
tukeran tempat." Cewek berkucir kuda itu menganggukkan kepala antusias. Siapa sih yang nggak mau
duduk disebelah cogan apalagi dia itu salas siswa populer. Jadi harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

Saat senja ingin pindah tempat duduk. Tangannya ditahan oleh langit. "mau kemana? Jangan coba-coba
menghindar lagi karena nggak akan bisa," tekan cowok itu.

Senja melepaskan tangannya dari cekalan langit. Dia menghiraukan perkataan langit. Ia tetap pindah
tempat. Langit menarik tangan senja hingga membuat gadis itu terduduk. Senja menatap langit kesal.
"Duduk bisa nggak sih,"ujar langit lirih.

Senja menghembuskan nafasnya kasar. Kapan-sih acara ini akan selesai. Ada dua tempat lagi yang belum
di kinjungi. Museum Sonobudoyo dan keraton.

****

Seluruh siswa berhamburan keluar dari bank Indonesia. Setelah mengikuti acara tadi. Kepala Senja
menjadi pusing. Aslinya dia tidak kuat dengan ruangan yang dingin. Gadis itu melepaskan tangannya dari
genggaman langit. Ia mengambil botol minumnya yang berada di dalam tasnya. Ia menegakk
minumannya untuk menghilangkan pening dikepalanya.

"Kamu kenapa? Sakit," tanya Langit. Senja menggelengkan kepalanya. Gadis itu gagal menghindar dari
langit. Sejak langit duduk di sampingnya. Lelaki itu menggandeng tangannya. Kalau saja dia tidak
menempati tempat duduk tadi mungkin dia bisa menghindar. Tapi mau gimana lagi kejadian itu sudah
terjadi dan tidak bisa diulang.

Mereka berjalan beriringan menuju museum Sonobudoyo karena lokasi tempat itu sangat dekat dengan
Bank Indonesia.

Disepanjang jalan ada banyak stand yang menjual beberapa barang, salah satunya novel yang menarik
perhatian senja. Ingin rasanya membeli tapi uangnya kurang.

Setelah beberapa menit berjalan akhirnya mereka sampai.

Chapter 6 : Terimakasih

Langit dan senja berjalan beriringan sambil melihat-lihat barang-barang unik yang dipamerkan di dalam
museum. Sesekali gadis itu mengambil foto yang menurutnya menarik dan cocok dimasukkan kedalam
laporannya.

"Kak foto yuk. Jarang-jarang kita main sampai kesini," pinta senja. Langit meng-iyakan. Ia harus
memanfatkan kesempatan ini. Karena ia baru pertama kali ada yang mengajaknya foto seperti ini.

Senja membuka aplikasi kamera nya di hp. Mereka berdiri berdekatan. Senja mengangkat kedua jarinya
membentuk huruf V sedangkan langit, cowok itu merangkul dirinya. Senja melirik tangan yang ada di
pundaknya sebentar. Debaran jantungnya mulai menggila. Senja berusaha untuk tenang. Ia mulai action
dan menyentuh tombol kamera di hp nya.

Sudah beberapa gaya mereka gunakan. Langit dan senja melihat hasil foto mereka berdua. Senja
tertawa melihat gaya mereka yang konyol apalagi gaya langit. Lidah cowok itu julurkan, matanya ia
julingkan dan tangannya membentuk simbol metal.

"Nanti jangan lupa kirim ya," ujat langit.

"Aku kan nggak punya nomornya kak langit. Gimana mau ngirimnya."

Hingga beberapa saat hp-nya berbunyi.

Ada nomor tidak dikenal mengirim pesan pada dirinya.

"Itu nomorku, jangan lupa di save." Senja menganggukkan kepala. Mereka berdua melanjutkan
langkahnya.

Dibelakang sana ada empat gadis berpakain sama menatap tidak suka. Gadis itu adalah gadis yang sama
di Bank Indonesia tadi. Mereka adalah bela, diandra, gita, dan karina. Mereka berempat adalah
primadona di SMA ini yang terkenal dengan sifat angkuh sombong dan suka membuly.
Bela mengepalkan tangannya kuat. Masih berani ternyata adek kelasnya itu dekat-dekat langit. Ia tidak
suka jika cowok itu ada yang mendekati. Ia akan menghabisi perempuan yang berani mendekati langit
tanpa pandang bulu.

Karina mengusap pundak sahabatnya mencoba menenangkan. "Tahan bell. Kita kasih pelajaran nanti
pas dia nggak sama langit." Bela sudah tidak sabar ingin menghabisi adek kelasnya itu.

***

Senja dan langit muncul dari balik pintu keluar museum. Berjalan menyusuri museum membuat mereka
kelelahan. Langit berjongkok di dekat nathan. Teman sekelasnya yang menjadi OSIS. Senja meninggalkan
langit. Gadis itu berjalan kearah pedagang yang menjual beberapa minuman. Ia membeli dua botol air
mineral. Setelah menyerahkan beberapa lembar gadis itu menghampiri kakak kelasnya.

"Ini kak minum dulu." Senja memberikan sebotol air kepada langit. Nathan yang berada disampingnya
tersenyum. "Widih si es batu udah punya pawang ternyata," goda nathan. Langit menonyor kepala
nathan.

Senja mengerutkan dahinya. "Kok es batu sih kak. Orang dia manusia gini," ujar langit polos.

"Pantesan kamu nyaman deket sama dia ya ngit. Orang dia gemesin gini." Nathan ingin mencubit pipi
senja tapi langit segera menepis tangannya.

"Pawang kamu galak ya dek." Nathan tertawa.

"Kok pawang sih kak. Emang aku hewan yah," ujar senja lalu memanyunkan bibir. Spontan nathan
berdiri. Dia ingin menyentuh senja dan memberikan penjelasan kepada adek kelasnya ini agar tidak
salah paham dengan candaannya.

"Jangan sentuh dia," seru langit sambil menatap tajam nathan. Serem banget.

"Gini dek, tadi itu cuma candaan. Jadi jangan dia anggap serius ya," jelas nathan.

Senja menganggukkan kepala dengan bibir yang masih manyun. "Aduh gemes banget. Boleh diakarungin
nggak sih dia."

"Kamu nyentuh bajunyu. Pulang-pulang tinggal nama kamu than." Nathan bergidik ngeri.

****

"Kak langit jangan galak-galak dong sama orang. Kasihan tahu kak nathan tadi," ujar senja sambil
menaiki anak tangga. Kini mereka berada di keraton. Tempat terakhir yang mereka kunjungi.

"Itu cuma candaan doang senja enggak beneran."

"Ya walaupun cuma candaan jangan berlebihan kayak gitu."

"Kenapa kamu semakin gemesin sih." Langit mencoba meraih pipi senja tapi gadis itu menghindar.
"Pacaran terus," teriak nathan yang berjalan di belakang mereka berdua.

"Iri bilang bos," ujar langit lalu tertawa.

"Eh asli ngit. Aku merinding. Sejak kapan jiwa es batu kamu jadi air putih. Gini. Baru pertama kali kamu
ketawa kayak gitu. Wah aku harus laporan nih di group." Nathan merogoh saku almetnya untuk
mengambil hp.

"Mau ngapain kamu?" Tanya langit sambil menaikkan salah satu alisnya. "Mau laporan di group lah.
Kejadian langka ini harus dibagikan. Kalo seorang gemilang langit sanjaya udah jadi air putih alias udah
nggak dingin lagi weh." Nathan mengetikkan beberapa kalimat di sebuah group yang berisi empat orang.

"Lebay. Nggak usah neko-neko deh," cowok itu berusaha merebut hp temannya tapi gagal.

"Udah aku send." Nathan menjulurkan lidahnya. Menggoda langit. Senja menatap dua sahabat sambil
tersenyum. Ternyata jika memiliki teman sangat menyenangkan ya. Bisa canda tawa bersama.
Sedangkan jika sendiri siapa yang akan diajak bercanda. Tembok?

"Ternyata kak nathan lucu yah," ujar senja yang membuat dua orang cowok itu menoleh kearahnya.

Nathan memukul lengan langit. "Duh aku dipuji sama cewek cantik. Pasti kamu belum pernah dipuji
sama dia kan. Siapa nama kamu dek." Nathan mengulurkan tangannya. Saat hendak membalas uluran
nathan tangan senja buru buru ditarik oleh langit. "nama aku senja kak." Teriak senja. "Ye, posesif
banget jadi cowok. Orang mau kenalan doang enggak boleh," ujar nathan lalu berjalan menyusul mereka
berdua.

"Kak jangan cepet-cepet aku capek nih." Gadis itu melepaskan tangannya dari genggaman langit. Ia
membungkukkan badannya lalu mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Langit membukakan air
mineral lalu memberikan pada Senja. Gadis itu meraih botol itu lalu menegaknya.

Kini mereka berdua berada di sebuah ruangan yang berisi silsilah keluarga sultan Hamengku Buwono IX.

"Kalau suatu saat pak Sri Sultan Hamengku Buwono IX enggak memimpin terus yang gantiin siapa yah.
Anak-anaknya perempuan semua ya." Tutur senja.

"Iya ya. Padahal jogja pemimpinya turun temurun ya." Ujar langit. Mereka berjalan beriringan keluar
dari area itu.

"Hari ini seru banget. Seneng banget bisa jalan-jalan. Makasih kak udah nemenin aku," ujar senja
menyunggingkan senyuman.

"Iya sama-sama. Aku juga seneng bisa nemenin kamu. Aku jadi tahu sifat kamu gimana ya walaupun
cuma sehari doang. Aku berharap kita bisa dekat seperti ini di sekolah. Jadi aku harap jangan
menghindar ya Senja. Aku akan melindungi kamu dari orang-orang yang jahat sama kamu."
Merek berdiri berhadapan dan saling tatap. Rasanya waktu seperti berhenti. Mereka tenggelam dalam
tatapan yang menenangkan ini. Senja bersyukur bisa mengenal langit begitupun sebaliknya. Mungkin
kesan pertama mereka kurang baik. Tapi kalau tidak seperti itu pasti mereka hanya menjadi dua orang
asing yang tidak saling mengenal.

"Heh. Malah tatap-tatapan. Kalian mau ikut foto nggak. Mereka sudah nunggu tuh." Ujar nathan
mengagetkan mereka berdua.

Kini semua siswa sekaligus guru sudah berkunmpul di halamam keraton. Mereka akan foto bersama.
Senja kini berdiri paling depan memegang banner ditengah-tengah nathan dan langit.

Sesi foto telah usai kini mereka kembali ke bis.


Chapter 7 : perhitungan

Tujuh bis berhenti disebuah restoran bintang lima di Yogyakarta. Saat ini hujan datang tak terduga.
Padahal tadi pagi sangat cerah dan tidak ada tanda-tanda akan hujan. Seperti plot twist di dalam drama.
Senja dan langit keluar dari bis. Mereka menerobos hujan dengan jaket sebagai pelindung. Kini jarak
mereka berdua sangat dekat. Bau maskulin milik langit memasuki indera penciumannya. Mengapa
cowok ini masih wangi padahal dari pagi panas. Apa keringat orang ganteng itu wangi ya. Puluhan
sorotan mata menatap mereka iri.

Setelah mereka berhasil menapakkan kaki di lantai restoran. Langit dan senja segera mengantri
mengambil makanan. Di meja panjang terdapat berbagai macam menu makan. Dari gudek sampai sup
sayur ada disini. Bahkan ada makanan pencuci mulut. Senja mengambil satu centong nasi. "Kalo makan
itu yang banyak. Nggak kasihan sama tubuh kamu. Kurus gini," ujar langit lalu menambahkan satu
centong nasi di piring Senja.

Setelah mengambil makan dan minum. Mereka berjalan ke meja bundar dekat jendela.

"Ikut gabung dong." Nathan menarik kursi tepat di depan senja.

Langit berdecak. "Kenapa harus disini sih. Tuh lihat bangku ada banyak."

"Kak nggak boleh kayak gitu. Orang kak nathan mau makan bareng kita. Masak nggak boleh," ujar senja
sambil melahap makanannya.

"Tuh denger ngit. Senja aja nggak papa. Kamu kok sewot."langit memutar matanya jengah.

Mereka bertiga asyik menikmati makanannya. Ternyata sesuai dengan restorannya. Masakannya sangat
enak.

"Kok wortelnya nggak dimakan sih kak. Enak lho ini." Ujar senja pada langit.

"Enggak enak."

"Emang kakak udah nyobain kok udah bilang nggak enak." Langit tidak menghiraukan. Cowok itu
memotong dagingnya.

"Kak, coba buka mulut deh." Langit menggelengkan kepalanya.

"Kak ayo dong. Emang mau kayak tadi di bis."

Langit menghela nafasnya kasar. Cowok itu menoleh kearah senja lalu membuka mulutnya. Gadis itu
memasukkan sesuap worten dengan daging dan nasi. Langit mulai mengunyah. "Enakkan? Wortelnya
jadi nggak kerasa kan." Langit menganggukkan kepalanya.
Nathan hanya bisa menatap iri. Mengapa dia selalu jadi saksi keuwuwan sahabatnya. Entah itu deon,
vero, dan sekarang langit. Padahal dia dulu sangat senang langit menjomblo karena ada temannya.

Di lain sisi. Bela meremat garpunya. Rasanya ia ingin menusuk perempuan itu dengan garpu.

"Mau sampai kapan begini terus. Kapan kita kasih perhituy rin. Kesabaranku sudah habis." Bela menatap
karin. "Tunggu sebentar ya bel."

"Eh bel dia pergi tuh," ujar diandra.

Mereka berempat beranjak dari tempat duduknya lalu mengikuti kemana senja pergi. Gadis itu masuk
ternyata kekamar mandi.

Bela dan ketiga sahabatnya menyusun strategi. Bela dan karina masuk kedalam kamar mandi sedangkan
diandra dan gita meminta kunci.

Bela dan karina masuk kedalam bilik kamar mandi. Karina menutup pintu. Senja tengah mencuci
tangannya dengan dihantui rasa was-was. Kenapa kakak kelasnya ini menatap dirinya seperti ini.

Senja mengeringkan tangannya. Saa ingin berjalan ke pintu keluar. Kedua kakak kelasnya ini mendekati
dirinya dengan kedua tangan disilangkan didepan dada. "oh ini yang namanya senja." Bela memutari
senja. Gadis itu lalu menarik rambut adek kelasnya. Senja meringis kesakitan. "Murid baru yang ganjen
sama kakak kelas." Karina menyeringai melihat temannya memberi perhitungan pada adek kelasnya.

"Pinter ya kamu. Milih cowok yang pinter, ganteng, most wanted lagi. Mau numpang tenar kamu!!"
Bentak bela. Jembakan pada rambutnya kian kencang sehingga menimbulkan rasa perih di kepalanya.
"S-sakit. Kak."

"Rasa sakit kamu nggak sebanding dengan rasa sakit yang aku rasain. Berani-beraninya kamu deket-
deket langit sama nathan. Emang siapa kamu. Kamu itu nggak pantes sama dia."

"M-maaf kak lagian kita dekat juga nggak disengaja. Kita cuma temenan." Ujar senja terbata-bata.

"Temenan. Emang ada ya temenan sampai suap-suapan. Cewek dekil kaya kamu kok bisa dapet dua
cowok ganteng macam mereka berdua. Pakek pelat apa kamu." Rambut sebelah kiri kini dijambak oleh
karina. rasa pusing kini mulai menjalar keseluruh kepalanya.

"K-kak tolong lepasin." Air mata senja tidak bisa terbendung lagi. Rasanya sanngat sakit. Baru pertama
kali diperlakukan seperti ini.

"Nggak semudah itu." Bela menyeringai.

"Kak aku mohon. Aku bakak menjauh dari kak nathan dan kak langit." Ujar senja memohon. Karina dan
bela melepaskan jambakannya yang membuat punggung senja menabrak dinding kamar mandi. Kedua
gadis itu keluar dari kamar mandi tak lupa menguncinya. Senja merosot. Badannya bergetar. Dia sangat
ketakutan.
Chapter 8 : balasan

"ayo anak-anak segera naik ke bis." Seru pak iwan sebagai pembimbing acara study lapangan.

Nathan dan langit beranjak dari tempat duduknya. Mereka berjalan beriringan kearaah bis. Langit
merasa ada yang mengganjal. Tapi apa. Dia baru ingat. Senja berada di kamar mandi.

"Eh bentar than."

"Ada apa sih ngit. Ayo buruan nanti keburu ditinggal."

"Senja than."

"Oh iya. Kemana tu bocah katanya ke kamar mandi tapi kok lama banget." Nathan menepuk dahinya.

Langit merasa ada yang tidak beres. Kenapa cewek itu lama sekali di kamar mandi.

"Langit, nathan ayo." Ajak pak Iwan.

"Sebentar pak ada temen kita yang hilang." Pak iwan membesarkan matanya. Beliau juga ikut panik
karena beliau penanggungjawab nya.

"Siapa nak?"

"Senja pak. Tadi dia izin ke kamar mandi tapi tidak kunjung kembali," jelas langit setengah panik.

"Yasudah kita ke kamar mandi sekarang." Pak iwan, langit, dan nathan bergegas ke kamr mandi ke
kamar mandi Dibelakang sana bella and the geng mulai cemas. Ia takut. Posisi mereka terancam.

****

Sesampainya di kamar mandi. Langit mencoba membuka pintu tapi tidak bisa. Ternyata ada yang
mengunci.

"Senja-senja kamu didalam." Teriak langit khawatir. Cowok itu mengetuk pintu tapi tak ada jawaban dari
dalam. Rasa khawatirnya kian memby dia takut terjadi sesuatu pada gadis itu.

Langit memundurkan diri. Cowok itu mengambil ancang-ancang lalu mendobrak pintu. Terlihat senja
terkapar tak berdaya dilantai rumah sakit.

Langit bergegas menghampiri gadis itu lalu mencoba menyadarkannya. Ada bekas air mata di pipinya.
Bahkan rambutnya acak-acakan. Siapa yang berani melakukan seperti ini terhadap gadis ini. Tanpa aba-
aba cowok itu mengangkat gadis itu.

"Than tolong telephon ambulans."cowok itu menggangguk.

***

Langit memasukkan senja kedalam ambulans. Siapa yang berani melukai senja.
"Pak iwan saya ingin bertemu petugas restoran ini." Pak iwan mengangguk menyetujui.

Langit berjalan menuju penjaga kasir diikuti pak iwan dan nathan. "mas disini ada ruang buat cek CCTV. "
ada mas mari saya tunjukkan." Mereka bertiga mengekori pelayan itu menuju ruangan CCTV.
sesampainya diruangan CCTV mereka mengecek satu persatu sudut. Salah satunya di bilik kamar mandi.
Di komputer terlihat dua siswa menjambak rambut senja. Saat mukanya terlihat pada kamera ternyata
itu kariana dan bella. Sedangkan diandra dan gita berada di luar.

Langit berjalan keluar dari ruangan CCTV dengan penuh emosi. Nathan dan pak iwan mengikuti.

Langit menarik tangan bella yang akan memasuki taxi. Dia tahu perempuan ini akan kabur.

"Mau kemana?"

"Setelah apa yang kalian perbuat. Kalian mau kabur."

"Ck sangat tidak bertanggung jawab."

"Emang senja punya salah apa sama kalian sampai kalian buli seperti itu. Ingat kalian itu cewek. Nggak
cocok jadi preman."

"Aku nggak suka dia deket sama kamu langit."

"Emang kenapa? Lagian aku duluan yang deketin. Kita nggak ada hubungan apa-apa ya bel. Kenapa
kamu ngelarang."

"Udah ngit, udah biar bapak urusi."

Langit mengontrol emosinya. Keempat gadis itu dibawa oleh pak iwan dan diberi hukuman.

You might also like