You are on page 1of 24

Tugas kelompok Dosen Pembimbing

Ilmu fiqih Ahmad Karmizi, M.A

THAHARAH

Oleh

NIMAS TIRTA KESUMA

( 12240325753 )

FEBRIAN

( 12240312041 )

YANDRA RAHMADIAN

( 12240314382 )

Lokal: 1/F - Ilmu Komunikasi


JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR

‫اﻟﺴﻼم ﻋﻠﯿﻜﻢ ورﺣﻤﺔ ﷲ وﺑﺮﻛﺎة‬

‫رب اﻟﻌﺎﻟﻤﯿﻦ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ أﺷﺮف اﻷﻧﺒﯿﺎء واﻟﻤﺮﺳﻠﯿﻦ وﻋﻠﻰ اﻟﮫ‬ ‫اﻟﺤﻤﺪ‬
:‫ أﻣﺎﺑﻌﺪ‬.‫وﺻﺤﺒﮫ أﺟﻤﻌﯿﻦ‬
Segala puji bagi Allah swt. atas segala limpahan rahmat pertolongan dan kasih
sayang-Nya sehingga skripsi ini dapat disusun dan diselesaikan sesuai yang
diharapkan. Salam dan salawat kepada Rasulullah Muhammad saw. Demikian juga
dengan keluarga beliau, para sahabat, dan seluruh umatnya yang tetap istiqamah di
atas ajaran Islam.

Dengan segala kekurangannya kami dapat menyelesaikan makalah yang


berjudul Thaharah untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih ini dengan tepat
waktu.Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Ahmad Karmizi, M.A yang telah
membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga kami ucapkan
kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna
menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum wr.wb
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................4
1.2 Rumus Masalah.......................................................................................................................4
1.3 Tujuan Masalah.......................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................................6
A. THAHARAH.........................................................................................................................6
1.1 Macam-macam air.............................................................................................................9
2.1 Pembagian air....................................................................................................................9
3.1 Beberapa macam jenis air berdasrkan asal terbentuknya :.....................................................11
4.1 Sarana Melakukan Thaharah..................................................................................................14
B. Macam-Macam Thaharah......................................................................................................15
1.1 Bersuci dari dosa (bertaubat)...........................................................................................15
2.1 Bersuci menghilangkan najis.................................................................................................15
3.1 Fungsi Thaharah....................................................................................................................17
4.1 Manfaat Thaharah..................................................................................................................19
C. Bersuci dari hadas................................................................................................................19
D. HIKMAH BERSUCI.............................................................................................................21
BAB III............................................................................................................................................21
1. KESIMPULAN....................................................................................................................21
2. SARAN................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani.


Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum
mereka melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah
agar umat muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga
secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT.

Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa
bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci
lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah”
mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.

Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas
dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya
seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut
sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah
sebagai bukti bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk


memaparkan penjelasan lebih rinci tentang thaharah, menjelaskan bagaimana fungsi
thaharah dalam menjalan ibadah kepada Allah, serta menjelaskan manfaat thaharah yang
dapat umat muslim peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih tahu makna
bersuci dan mulai mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah yang lebih baik.

1.2 Rumus Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pengertian?
2. Sebutkan pembagian thaharah?
3. Sebutkan macam-macam air dan pembagiannya?
4. Benda apa sajakah yang najis?
5. Sebutkan pembagian najis?
6. Bagaimana cara-cara bersuci dari hadas dan najis?
1.3 Tujuan Masalah
1. Ingin mengetahui tentang thaharah.
2. Ingin mengetahui pembagian thaharah.
3. Ingin mengetahui macam-macam air dan pembagiannya.
4. Ingin memahami benda-benda yang menyebabkan najis.
5. Ingin mengetahui pembagian najis.
6. Memahami cara-cara bersuci dari hadas dan najis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. THAHARAH
Taharah menurut bahasa berasal dari kata ‫( طهور‬Thohur), artinya bersuci atau
bersih. Adakalanya suci menurut hakikat yang sebenarnya seperti bersuci dengan air,
atau menurut hukum seperti bersuci dengan tanah ketika bertayamum. Demikian juga
kesucian itu tidak hanya berarti suci dari haid, tetapi juga suci dari hadaś dan najis,
suci dari lahir dan suci dari batin. Menurut istilah adalah bersuci dari hadas, baik
hadas besar maupun hadas kecil dan bersuci dari najis yang meliputi badan, pakaian,
tempat, dan benda-benda yang terbawa di badan.
Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain
Nabi SAW juga bersabda:

‫ َوتَحْ لِ ْيلُهَا التَّ ْسلِ ْي ُم‬R،‫ َوتَحْ ِر ْي ُمهَا التَّ ْكبِ ْي ُر‬،ُ‫صاَل ِة َألطََّهَا َرة‬
َّ ‫ ِم ْفتَا ُح ال‬:‫قال عليه الصالة والسالم‬

“Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir


dan perhiasannya adalah salam.”

Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.
Dalam hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan
agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.

Firman Allah Swt :

ْ َ‫يض َوال تَ ْق َربُوه َُّن َحتَّى ي‬


َ‫طهُرْ نَ فَِإ َذا تَطَهَّرْ ن‬ ِ ‫يض قُلْ هُ َو َأ ًذى فَا ْعت َِزلُوا النِّ َسا َء فِي ْال َم ِح‬
ِ ‫ك َع ِن ْال َم ِح‬
َ َ‫َويَ ْسَألُون‬
ُ ‫فَْأتُوه َُّن ِم ْن َحي‬
)٢٢٢( َ‫ْث َأ َم َر ُك ُم هَّللا ُ ِإ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّرين‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan


mencintai orang-orang yang suci lagi bersih”. (QS Al Baqarh:222)

Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.

)‫النظافة من االيمان (رواه مسلم‬

Artinya : “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.”(HR.Muslim)


Menyimak dasar hukum tentang țaharah di atas, dapat dipahami bahwa
țaharah adalah merupakan suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat hilangnya hadaś
atau kotoran; Dan hadaś adalah suatu keadaan yang menyebabkan terhalangnya şalat
(ibadah); Țaharah menurut syara‟ dibagi kepada dua bagian, yaitu țaharah minal
hadaś (bersuci dari hadaś) dan țaharah minal khubuś (bersuci dari kotoran).

Hadaś; dikenal dengan dua macam; pertama hadaś kecil (asghar); yaitu akibat
mengeluarkan sesuatu dari qubul (kelamin; vagina maupun penis) atau dubur (anus)
meskipun yang keluar itu dalam bentuk angin, termasuk juga akibat menyentuh
kelamin dengan telapak tangan. Adapun yang dikatakan Hadaś besar (akbar); yaitu
akibat mengeluarkan mani, bersenggama, haid, nifas, wiladah dan bagi orang kafir
yang masuk Islam. Dengan kata lain, disebut hadaś kecil, yang apabila keadaan
seseorang itu mesti disucikan dengan wuḑu‟ atau tayamum sebagai pengganti
daripada wuḑu‟. 0rang yang tidak berwuḑu‟ atau tayamum disebut berhadaś kecil.
Sedangkan hadaś besar adalah suatu keadaan seseorang yang mesti disucikan dengan
mandi dan/atau tayamum2

Bersuci dari hadaś diperlukan tiga cara, yaitu dengan berwuḑu‟, mandi (janab)
dan tayamum sebagai pengganti dari wuḑu‟ dan mandi, sedangkan bersuci dari
kotoran yaitu dengan cara menghilangkan kotoran itu pada tempat ibadah; pakaian
yang dipakai dan pada badan seseorang.

Thaharah menurut bahasa ialah bersih dan bersuci dari segala kotoran, baik
yang nyata seperti najis, maupun yang tidak nyata seperti aib. Menurut istilah para
fuqaha’ berarti membersihkan diri dari hadas dan najis, seperti mandi berwudlu dan
bertayammum. (Saifuddin Mujtaba’, 2003:1)

 Hakikat dan Fungsi Țaharah

Țaharah bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berarti “suci”. Dan


Islam mengajarkan buat umatnya untuk senantiasa dalam keadaan suci, baik dari lahir
maupun batin, karena Allah sangat mencintai orang-orang yang selalu memelihara
kesucian dirinya, Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

Artinya:“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu


adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri. (QS. 2:222).

Ajaran kebersihan dan kesucian dalam Islam antara lain terlihat dari
disyari‟atkannya ibadah şalat yang dilakukan lima waktu dalam setiap harinya. Untuk
melaksanakan şalat, diawali dengan berwuḑu‟ dan atau mandi janab yang merupakan
syarat sebelum melakukan şalat; dan dapat juga dilakukan dengan mensucikan
batiniyah melalui pengesaan Allah swt, seperti menghindarkan diri dari
menyekutukan-Nya (syirik, kufur), juga menghindarkan diri dari sifat-sifat tercela
seperti dengki, iri hati, riya‟ dan lain sebagainya.

Kesucian secara lahiriyah adalah menghindarkan diri dari terkena najis hakiki
(seperti kotoran manusia yang mengenai badan, pakaian ataupun tempat dimana akan
şalat), maupun najis hukmi (seperti menimpa badan atau dengan kata lain dalam
keadaan junub); jadi, secara umum kesucian lahiriyah dan batiniyah ini merupakan
hakikat țaharah, sehingga dengan demikian orang yang dalam keadaan suci, dapat
melakukan ibadah kepada Allah sesuai dengan perintah dan ajarannya; sedangkan
fungsi țaharah merupakan syarat untuk keabsahan dari suatu ibadah.

Suci dari hadas ialah dengan mengerjakan wudlu, mandi dan tayammum. Suci
dari najis ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.
Urusan bersuci meliputi beberapa perkara sebagai berikut:
a. Alat bersuci seperti air, tanah, dan sebagainya.
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d. Benda yang wajib disucikan.
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.

Adapun thaharah dalam ilmu fiqh ialah:


a. Menghilangkan najis.
b. Berwudlu.
c. Mandi.
d. Tayammum.
Alat yang terpenting untuk bersuci ialah air. Jika tidak ada air maka tanah,
batu dan sebagainya dijadikan sebagai alat pengganti air.

1.1 Macam-macam air


Air yang dapat dipergunakan untuk bersuci ada tujuh macam:
1. Air hujan.
2. Air sungai.
3. Air laut.
4. Air dari mata air.
5. Air sumur.
6. Air salju.
7. Air embun.

2.1 Pembagian air


Air tersebut dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Air mutlak (air yang suci dan mensucikan), yaitu air yang masih murni, dan
tidak bercampur dengan sesuatu yang lain. Air muțlaq; yaitu air yang suci dan
dapat digunakan untuk bersuci dari hadaś dan najis. Yang termasuk golongan
air mutlaq ini, seperti air hujan, air sumur (air zam-zam), air salju (termasuk
juga es, embun), air mata air, air sungai, dan air laut.
 Firman Allah dalam: QS. Al-Anfȃl (8): 11
Artinya; Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk
mensucikan kamu dari hujan itu.
 Firman Allah dalam: QS. Al-Furqȃn (25): 48
Artinya: Dan kami (Allah) turunkan dari langit air hujan yang sangat bersih.
 Firman Allah QS. Az-Zumar (39): 21
Artinya: Tidaklah engkau memperhatikan bahwa Allah telah menurunkan air
dari langit, lalu Allah salurkan melalui sumber- sumbernya dibumi.
2. Air musyammas (air yang suci dan dapat mensucikan tetapi makhruh
digunakan), yaitu air yang dipanaskan dengan terik matahari di tempat logam
yang bukan emas.
3. Air musta’mal (air suci tetapi tidak dapat mensucikan), yaitu air yang sudah
digunakan untuk bersuci. Air musta‟mal; yaitu air sisa yang mengenai badan
manusia karena telah digunakan untuk wuḑu‟ dan mandi, disebut air
musta‟mal. Sayid Sabiq mengutarakan bahwa air musta‟mal adalah: air yang
terpisah dari anggota-anggota badan orang yang berwuḑu‟ atau mandi. Hukum
air musta‟mal sebagaimana air mutlaq, suci dan mensucikan tanpa perbedaan
sedikitpun; hal ini mengingat asalnya yang suci, dan tiada dijumpai suatu
alasanpun yang mengeluarkannya dari kesucian itu.
4. Air mutanajis (air yang najis dan tidak dapat mensucikan), yaitu air telah
kemasukan benda najis atau yang terkena najis.
Berdasarkan firman Allah diatas dapat disimpulkan bahwa sarana yang
dapat digunakan untuk bersuci adalah sebagai berikut : Air dapat digunakan
untuk mandi, wudu, dan membersihkan benda-benda yang terkena najis.
Sedangkan air untuk bersuci sendiri di bagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan fungsinya. Pembagian air di tinjau dari segi hukumnya, air dibagi
menjadi lima yaitu :

a. Air suci dan mensucikan


Adalah air yang dapat digunakan untuk bersuci, air mutlak (air sewajarnya),
air yang masih murni, baik menghilangkan hadas maupun najis, dan airnya
tidak berubah warna maupun zatnya dan tidak makruh. Misal air hujan, air
sungai, air sumur, air laut, air salju, air embun dan air sumber lain yang keluar
dari mata air.

b. Air suci tetapi tidak mensucikan


Air ini halal diminum, tetapi tidak dapat mensucikan hadas dan najis.
Yang termasuk air suci tetapi tidak mensucikan adalah:
1. Air yang berubah salah satu sifatnya, seperti: air teh, air kopi, air susu, dsb
2. Air buah-buahan, seperti: air kelapa, perasan anggur dsb

c. Air suci tetapi makhruh hukumnya yaitu air Musyammas (air yang dijemur
di tempat logam yang bukan emas)

d. Air mutanajis Adalah air yang terkena najis. Apabila airnya kurang dari 2
kollah, terkena najis, maka hukumnya menjadi najis. Akan tetapi jika
airnya lebih dari 2 kollah, maka hukumnya tidak najis dan bisa digunakan
untuk bersuci selama tidak berubah warna, bau, maupun rasanya.
1. Tanah, boleh menyucikan jika tidak digunakan untuk sesuatu fardhu
dan tidak bercampur dengan sesuatu.
2. Debu, dapat digunakan untuk tayamum sebagai pengganti wudu atau
mandi.
3. Batu bata, tisu atau benda atau benda yang dapat untuk menyerap bisa
digunakan untuk istinjak.

e. Air suci dan mensucikan


Tetapi haram memakainya, yaitu air yang diperoleh dari ghasab
(mencuri/mengmabil tanpa ijin)

3.1 Beberapa macam jenis air berdasrkan asal terbentuknya :


1. Air yang dicampur dengan barang yang suci
Air yang bercampur dengan barang yang suci, seperti bercampur dengan
sedikit air sabun, atau bercampur dengan sedikit air mani dan lain sebagainya.
Hukumnya suci selama air itu terjaga kemutlakannya, sehingga tidak merubah
nama air itu menjadi bukan air mutlak lagi; Tetapi kalau campurannya banyak
sehingga merubah namanya bukan air mutlak lagi, bahkan air sabun
umpamanya, maka hukumnya suci tetapi tidak mensucikan.

2. Air yang bercampur najis.


Air yang bercampur dengan najis, seperti air yang bercampur
dengan air seni manusia, atau air yang bercampur dengan bangkai, tidak
boleh dipergunakan sama sekali untuk menghilangkan hadas maupun
kotoran. Najis-najis yang bercampur dengan air suci ini, ada yang telah
disepakati oleh ulama mengenai kenajisannya dan ada pula yang
dibedakan.
Adapun perincian yang telah disepakati oleh ulama mengenai kenajisannya
adalah:
a. Daging babi dengan seluruh bagian-bagian tubuhnya, dan daging bangkai
selain hewan air (yang disembelih selain atas nama Allah).
Firman Allah dalam QS. Al-Maidah (5): 03 yang lafaẓnya: Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan (daging
hewan) yang disembelih selain atas nama Allah.
b. Darah yang mengalir
Berdasarkan firman Allah QS. Al-An‟ȃm (6): 145 yang lafaznya sbb:
Artinya: Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi, karena Sesungguhnya semua itu kotor, atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. ".
Dimaksud dengan darah mengalir disini adalah darah yang mengucur,
termasuk dalam pengertian ini adalah nanah yang mengucur, darah Haiḑ,
Nifas dan Wiladah; Abu Hurairah mengatakan bahwa “tidak mengapa luka
dibawa şalat yang apabila hanya menetes setetes dua tetes saja”; Dengan
demikian darah nyamuk dan darah atau nanah yang menetes dari bisul
yang menimpa badan atau pakaian tidaklah mengapa (dima‟af).
c. Kotoran dan Air Kencing (air seni)
Telah disepakati oleh Mujtahidin, kenajisan kotoran dan air seni
(kencing) manusia, kecuali air seni anak laki-laki yang belum makan
sesuatu selain air susu ibunya. Lain halnya dengan air kencing bayi
perempuan, maka hukumnya najis dan cara mensucikannya dengan
membasuh sesuatu yang terkena air kencing tersebut.
Menyikapi keringanan (Mukhaffafah) memercikan air kencing anak
laki-laki disini, sebagaimana diceritakan dari hadis Ummu Qais yang
artinya: ”Bahwa ia pernah datang kepada Nabi dengan membawa bayi
laki-laki yang belum sampai usia untuk diberi makan-makanan, dan bahwa
bayi itu kencing dalam pangkuan Nabi. Maka Nabipun meminta air lalu
memercikannya (menebarkan air dengan jari, sekira-kira tidak cukup
untuk mengalir) keatas kainnya, dan tidak mencucinya lagi.”

d. Air Mażi
Dimaksud dengan air mażi adalah air (cairan) putih dan lengket yang
keluar dari kemaluan ketika dimulai bangkitnya syahwat, atau karena
bercumbu tetapi tidak dengan syahwat yang tinggi (memuncak), atau
karena mengingat senggama, atau karena sedang bercanda porno; kadang-
kadang keluarnya tidak terasa5. Mażi ini terdapat pada laki-laki dan
perempuan, hukumnya najis, sementara bendanya juga najis; artinya bila ia
menimpa badan wajib dicuci.
Lebih lanjut dalam sebuah hadis riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan
Tirmizi dari Sahl bin Hanif ditegaskan yang artinya: “Aku mendapat
kesusahan disebabkan mażi dan sering mandi karenanya. Lalu
kusampaikan hal itu kepada Rasulullah; jawab Rasulullah: cukuplah kamu
berwudhu‟ karena itu; Lalu kataku pula bagaimana bila mengenai kainku?
Ujar Rasulullah: cukup kau ambil air dan percikkan kekainmu hingga jelas
olehmu mengenainya”.

e. Air Wadi
Air wadi, adalah air putih yang keluar mengiringi buang air kecil atau
karena membawa Sesuatu yang terlampau berat. Dan air wadi ini
dipandang sebagai najis karena ia keluar mengiringi air kencing. Dalam
sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Munżir dari „Aisyah
diceritakan bahwa: “Wadi adalah setelah kencing, maka hendaklah
seseorang mencuci kemaluannya lalu berwudhu‟ dan tidak usah mandi”.

f. Khamar
Khamar (arak), adalah jenis minuman (keras) yang memabukkan
(menutupi kesehatan akal). Sebagian ulama, seperti Imam Hanafi,
memberikan pengertian khamar sebagai nama (sebutan) untuk jenis
minuman yang dibuat dari perasan anggur sesudah dimasak sampai
mendidih serta mngeluarkan buih dan kemudian menjadi bersih kembali.
Sari dari buih itulah yang mengandung unsur yang memabukkan. Ada pula
yang memberi pengertian khamar dengan lebih menonjolkan unsur yang
memabukkannya. Artinya segala jenis minuman yang memabukkan
disebut khamar.6
Khamar adalah bahan yang mengandung alkohol yang memabukkan,
sungguh benar apa yang dikatakan oleh salah seorang peneliti, bahwa tidak
ada bahaya yang lebih parah yang diderita manusia selain bahaya arak.
Kalau diadakan penelitian secara cermat di rumah-rumah sakit,
kebanyakan orang yang mendapatkan gangguan saraf disebabkan oleh arak
tersebut. Termasuk juga oranng yang mengadukan dirinya karena diliputi
kebangkrutan dan menghabiskan miliknya disebabkan oleh arak. Minum
khamar termasuk dosa besar, karena menghilangkan akal, dengan
hilangnya akal, orang akan berbuat tanpa kesadaran yang baik.
Para Ulama khususnya Imam yang empat (Syafi‟i, Hanafi, Maliki dan
Hambali) sepakat bahwa khamar itu najis, “meskipun dalam masalah ini
banyak sekali perbedaan pendapat dilingkungan ahli hadis”9; hal ini berdasar
firman Allah dalam (QS.Al-Mȃidah (5): 90): Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya minuman keras (khamar), berjudi (berkorban untuk)
berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan
termasuk perbuatan sețan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan”

Kata rijsun ditafsirkan dengan najis yang sebenarnya, bukan sekedar


maknawi saja, sehingga khamar itu menurut Jumhur Ulama termasuk barang
najis, apabila mengenai badan atau pakaian wajib kita basuh; meskipun masih
ada juga yang menafsirkannya sebagai najis maknawi atas dasar Q.S.Al-Hȃj
[22]: 30 (…”Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah
perkataan-perkataan dusta”); yang pada intinya berhala itu adalah najis
maknawi, yang bila disentuh tidak menyebabkan kita terkena najis; sementara
disitu terdapat waw yang ma’ruf kepada al-khamru.Firman Allah QS. Al-Hȃj
[22]: 30 yang lafaz dan artinya: Artinya: “Demikianlah (perintah Allah). dan
Barangsiapa mengagungkan apa yang terhormat disisi Allah10; Maka itu
adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. dan dihalalkan bagi kamu semua
hewan ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, Maka
jauhilah olehmu (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah
perkataan dusta”.

4.1 Sarana Melakukan Thaharah


Firman Allah:

ٍ ِ‫ارى َحتَّى تَ ْعلَ ُموا َما تَقُولُونَ َوال ُجنُبًا ِإال عَابِ ِري َسب‬
‫يل َحتَّى‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ال تَ ْق َربُوا الصَّالةَ َوَأ ْنتُ ْم ُس َك‬
‫ضى َأوْ َعلَى َسفَ ٍر َأوْ َجا َء َأ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَاِئ ِط َأوْ ال َم ْستُ ُم النِّ َسا َء فَلَ ْم تَ ِجدُوا َما ًء‬ َ ْ‫تَ ْغتَ ِسلُوا َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬
‫ص ِعيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوَأ ْي ِدي ُك ْم ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َعفُ ًّوا َغفُورًا‬
َ ‫فَتَيَ َّم ُموا‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu solat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan
pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan berjunub), terkecuali
sekadar berlalu sahaja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau dalam
bermusafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh
perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. ”
(Surah Al-Nisa’, 4:43)

B. Macam-Macam Thaharah

1.1 Bersuci dari dosa (bertaubat)


Bertaubat kepada Allah yang merupakan thaharah ruhaniah, juga sebagai
metode mensucikan diri dari dosa-dosa yang besar maupun yang kecil kepada Allah.
Jika dosa yang dimaksudkan berhubungan dengan manusia, sebelum bertaubat ia
harus meminta maaf kepada semua orang yang disakitinya. Sebab Allah akan
menerima taubat hamba-Nya secara langsung jika berhubungan dengan dosa-dosa
yang menjadi hak Allah.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an
Artinya :“Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai
waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap
orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling maka sungguh Aku takut kamu
akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat)”.
Yang dimaksud dengan taubat nashuha adalah taubat yang sesungguhnya.
Ciri-cirinya adalah:
a. Menyesal dengan perbuatan yang telah dilakukan.
b. Berjanji tidak akan mengulanginya.
c. Selalu meminta ampunan kepada Allah dan berzikir.
d. Berusaha terus menerus untuk memperbaiki diri dengan memperbanyak
perbuatan baik dengan mengharap keridhoan dari Allah SWT.
2.1 Bersuci menghilangkan najis.
Najis menurut bahasa ialah apa saja yang kotor, baik jiwa, benda maupun amal
perbuatan. Sedangkan menurut fuqaha’ berarti kotoran (yang berbentuk zat) yang
mengakibatkan sholat tidak sah.
2.1 Benda-benda najis
1. Bangkai (kecuali bangkai ikan dan belalang)
2. Darah
3. Babi
4. Khamer dan benda cair apapun yang memabukkan
5. Anjing
6. Kencing dan kotoran (tinja) manusia maupun binatang
7. Susu binatang yang haram dimakan dagingnya
8. Wadi dan madzi
9. Muntahan dari perut
2.2 Macam-macam najis
Najis dibagi menjadi 3 bagian:
1. Najis mukhaffafah (ringan), ialah air kencing bayi laki-laki yang belum
berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali ASI.
Cara mensucikannya, cukup dengan memercikkan air ke bagian yang
terkena najis sampai bersih.
2. Najis mutawassithah (sedang), ialah najis yang keluar dari kubul dan dubur
manusia dan binatang, kecuali air mani.
Najis ini dibagi menjadi dua:
a.Najis ‘ainiyah, ialah najis yang berwujud atau tampak. Cara
menyucikan najis „aini adalah dengan cara menghilangkan semua
sifat-sifatnya berupa bau, rasa dan warnanya dengan air yang suci.
b. Najis hukmiyah, ialah najis yang tidak tampak seperti bekas
kencing atau arak yang sudah kering dan sebagainya. Cara menyucikan
najis hukmi adalah cukup dengan hanya membasuhnya dengan air suci
pada tempat yang terkena najis.
3. Najis mughallazah (berat), ialah najis anjing dan babi.
Cara mensucikannya, lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu,
kemudian dicuci dengan air bersih 7 kali dan salah satunya dicampur dengan
debu. Mengenai najis yang tidak disepakati oleh para Ulama tentang kenajisan
dan hukum air yang dicampurinya, sebagaimana dikemukakan oleh Wahbah
Zuhayli15 adalah seperti: bagian bangkai yang tidak berdarah misalnya tanduk
dan tulang, kulit bangkai, kotoran dan kencing binatang yang dimakan
dagingnya, mani baik mani manusia maupun mani hewan, mayat manusia, air
yang mengalir dari mulut orang yang tidur (iler).

2.3 Najis yang dimaafkan


a. Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir seperti nyamuk, kutu, dan
sebagainya.
b. Najis yang sangat sedikit.
c. Darah bisul dan sebangsanya.
d. Kotoran binatang yang mengenai biji-bijian yang akan ditebar, kotoran
binatang ternak yang mengenai susu ketika diperah.
e. Kotoran ikan d dalam air.
f. Darah yang mengenai tukang jagal.
g. Darah yang masih ada pada daging.
h.

3.1 Fungsi Thaharah


Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki fungsi yaitu :
1. Fungsi Thaharah dalam Kehidupan
Allah telah menjadikan thaharah (kebersihan) sebagai cabang dari
keimanan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
senantaiasa hidup bersih, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
masyarakat. Adapun yang perlu kita perhatikan dalam menjaga kebersihan
adalah kebersihan lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, tempat
ibadah, dan tempat umum.
o Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal
Kebersihan tidak hanya terbatas pada jasmani dan rohani saja,
tetapi juga kebersihan mempunyai ruang lingkup yang luas. Di
antaranya adalah kebersihan lingkungan tempat tinggal kita bersama-
sama ayah, ibu, kakak, adik, dan sebagainya. Oleh karena itu, agar kita
sehat dan betah tinggal di rumah, maka kebersihan, kerapian, dan
keindahan rumah harus dijaga dengan baik. Dengan demikian,
kebersihan lingkungan tempat tinggal yang bersih, rapi, dan nyaman
menggambarkan ciri pola hidup orang yang ber-iman kepada Allah.
o Menjaga kebersihan lingkungan sekolah
Sekolah adalah tempat kita menuntut ilmu, belajar, sekaligus
tempat bermain pada waktu istirahat. Sekolah yang bersih, rapi, dan
nyaman sangat mempengaruhi ketenangan dan kegairahan belajar.
Oleh karena itu, para siswa hendaknya menjaga kebersihan kelas,
seperti dinding, lantai, meja, kursi, dan hiasan yang ada.Kali yang
pertama dicampur dengan tanah atau debu sehingga hilang zat, warna,
rasa, dan baunya. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad saw :
‫قال النّبي صلّى هللا عليه وسلّم طهور اناء احدكم اذا ولغ فيه الكلب ان يغسله‬
)‫هن بالتّراب ( رواه مسلم‬
ّ ‫سبع مرّات اوال‬
Artinya: “Nabi Muhammad saw bersabda: Sucinya tempat (perkakas)
salah seorang dari kamu apabila telah dijilat anjing, hendaklah mensuci
benda tersebut sampai tujuh kali, permulaan tujuh kali harus dengan
tanah atau debu.” (HR Muslim).
Kali yang pertama dicampur dengan tanah atau debu sehingga
hilang zat, warna, rasa, dan baunya. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi
Muhammad saw :
‫ال النّبي صلّى هللا عليه وسلّم طهور اناء احدكم اذا ولغ فيه الكلب ان‬
)‫هن بالتّراب ( رواه مسلم‬
ّ ‫يغسله سبع مرّات اوال‬
Artinya: “Nabi Muhammad saw bersabda: Sucinya tempat
(perkakas) salah seorang dari kamu apabila telah dijilat anjing,
hendaklah mensuci benda tersebut sampai tujuh kali, permulaan tujuh
kali harus dengan tanah atau debu.” (HR Muslim).
o Di samping membersihkan ruang kelas, yang tidak kalah pentingnya
adalah membersihkan lingkungan sekolah, karena kelancaran dan
keberhasilan pembelajaran ditunjang oleh kebersihan lingkungan
sekolah, kenayamaan di dalam kelas, tata ruang yang sesuai, keindahan
taman sekolah, serta para pendidik yang disiplin. Oleh karena itu, kita
semua harus menjaga keber-sihan, baik di rumah maupun di sekolah,
agar kita betah serta terhindar dari berbagai penyakit.
Menjaga kebersihan lingkungan tempat ibadah Kita
mengetahui bahwa tempat ibadah – masjid, mushalla, atau langgar
adalah tempat yang suci. Oleh karena itu, Islam mengajarkan untuk
merawatnya supaya orang yang melakukan ibadah mendapatkan
ketenang-an, dan tidak terganggu dengan pemandangan yang kotor
atau bau di sekelilingnya. Umat Islam akan mendapatkan kekhusyuan
dalam beribadah kalau temaptnya terawatt dengan baik, dan orang
yang merawatnya akan mendapatkan pahala di sisi Allah.

o Dengan demikian, kita akan terpanggil untuk selalu menjaga


kebersihan ling kungan tempat ibadah di sekitar kita. Apabila orang
Islam sendiri menga-baikan kebersihan, khususnya di tempat-tempat
ibadah, ini berarti tingkat keimanan mereka belum seperti yang
dicontohkan oleh Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wa sallam.
Menjaga kebersihan lingkungan tempat umum Menjaga dan
memelihara kebersihan di tempat umum dalam ajaran Islam memiliki
nilai lebih besar daripada memelihara kebersihan di lingkungan tempat
tinggal sendiri, karena tempat umum dimanfaatkan oleh orang banyak.

4.1 Manfaat Thaharah


a. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis
ketika hendak melaksanakan suatu ibadah.
b. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan
enak dilihat oleh orang lain karena Allah Swt, juga mencintai kesucian
dan kebersihan.
c. Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam
kehidupan sehari-hari-harinya karena kebersihan adalah sebagian dari
iman.
d. Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun
tempat tidak mudah terjangkit penyakit.
e. Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya,
maupun lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan
disiplin.
C. Bersuci dari hadas
Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas
adalah sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau
membersihkan diri sehingga sah untuk melaksanakan ibadah. Berkaitan dengan hal ini
Nabi Muhammad saw, bersabda :
)‫قال رسول هللا صلّى هللا عليه و سلّم ال يقبل هللا صالة احدكم اذا حدث حتّى يتوضّاء (متفق عليه‬
Artinya : “Rasulullah saw, telah bersabda : Allah tidak akan menerima salat seseorang
dari kamu jika berhadas sehingga lebih dahulu berwudu.” (HR Mutafaq Alaih)
)٦( ‫َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا‬
Artinya : “Dan jika kamu junub, maka mandilah kamu.” (QS Al Maidah :6)
Ayat dan hadist diatas menjelaskan bahwa bersuci untuk menghilangkan hadas
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu berwudu dan mandi.
a. Bermacam hadas dan cara mensucikannya
Menurut fiqih, hadas dibagi menjadi dua yaitu :
e. Hadas kecil
Hadas kecil adalah adanya sesuatu yag terjadi dan mengharuskan
seseorang berwudu apabila hendak melaksanakan salat. Contoh hadas kecil
adalah sebagai berikut :
1. Keluarnya sesuatu dari kubul atau dubur.
2. Tidur nyenyak dalam kondisi tidak duduk.
3. Menyentuh kubul atau dubur dengan telapak tangan tanpa pembatas.
4. Hilang akal karena sakit atau mabuk.
5. Hadas besar

f. Hadas besar
adalah sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan mandi
besar atau junub Contoh-contoh terjadinya hadas besar adalah :
1. Bersetubuh (hubungan suami istri)
2. Keluar mani, baik karena mimpi maupun hal lain
3. Keluar darah haid
4. Nifas
5. Meninggal dunia
Hadas menurut makna bahasa “peristiwa”. Sedangkan menurut syara’ adalah
perkara yang dianggap mempengaruhi anggora-anggota tubuh sehingga menjadikan
sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah karenanya,
karena tidak ada sesuatu yang meringankan. Hadas dibagi menjadi dua :
1. Hadas kecil, adalah perkara-perkara yang dianggap mempengaruhi empat anggota
tubuh manusia yaitu wajah, dua tangan dan dua kaki. Lalu menjadikan sholat dan
semisalnya tidak sah. Hadas kecil ini hilang dengan cara berwudlu.
2. Hadas besar, adalah perkara yang dianggap mempengaruhi seluruh tubuh lalu
menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak
sah. Hadas besar ini bisa hilang dengan cara mandi besar.

D. HIKMAH BERSUCI
1. Thaharah termasuk tuntutan fitrah.
2. Memelihara kehormatan dan harga diri orang Islam.
3. Memelihara kesehatan.
4. Menghadap Allah dalam keadaan suci dan bersih.
5. Thaharah berfungsi menghilangkan hadas dan najis juga berfungsi sebagai
penghapus dosa kecil dan berhikmah membersihkan kotoran indrawi.
BAB III

1. KESIMPULAN

Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang (kotoran)


yang timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda
yang terbawa di badan. Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Hukum taharah
ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.

Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama Islam dan
sudah akil baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah adalah air suci, tanah,
debu serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk mandi dan berwudhu,
debu dan tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak ditemukan air, sedangkan benda lain
seperti batu, kertas, tisur dapat digunakan untuk melakukan istinja’.

Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat
sebagaimana yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk
berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari yaitu
membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak melaksanakan
suatu ibadah.

2. SARAN

1. Dalam kehidupan sehari-hari tentu umat muslim tidak terlepas dari thaharah atau bersuci
yang didalamnya terdapat macam-macamnya seperti wudlu, mandi dan tayamum, untuk itu
aplikasikan ilmu sesuai dengan syariat islam, dan tentunya menyempurnakan ibadah kita
terhadap Allah swt.
2. Dalam kehidupan tidaklah semuanya sefaham, dalam ilmu fiqh pun mengenal beberapa
mazhab yang terkenal seperti Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’I dan Mazhab
Hanbali. Hal ini menyebabkan beberapa perbedaan didalam mazhabnya termasuk perbedaan
dalam fiqh ibadah, namun semua itu kembali pada diri setiap individu umat muslim mana
yang dipilihnya, karena setiap mazhab sama-sama bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist, dan
dibantu pula dengan Ijma’ dan Qiyas.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Abdurrahim,Tuntunan Sholat Lengkap, Jakarta,Sandro Jaya Jakarta, 2006


Dr.H.Khoirul Abror,M.H, FIQH IBADAH,Yogyakarta, Jl. Wonosari Km. 7 Kalangan Rt 7
No. 197 Yogyakarta,2019
Dr.Hidayatullah,S,M.H,M.Pd.,FIQIH,Banjarmasih,Jl.Adhyaksa No.2 Kayutangi
Banjarmasih,2019
Dr.Mardianto,M.Pd.,PEMBELAJARAN FIQIH,Bandung,Jl.Gijotang Indah II No. 18-A
Bandung,2013,2016

You might also like