You are on page 1of 35

Persamaan I = lnpend + lnkes + lninfra = ipm

Persamaan II = lnpend + lnkes + lninfra + ipm = lnpdrb


Penulis melakukan transformasi data pada belanja pemerintah serta PDRB pada
penelitian ini ke dalam bentuk logaritma natural. Transformasi data digunakan untuk
mengurangi fluktuasi data yang terjadi. Apabila penulis tidak menggunakan logaritma
natural, maka nilai realisasi belanja pemerintah serta nilai pertumbuhan ekonomi akan sangat
timpang dengan nilai IPM. Penggunaan transformasi data dengan logaritma natural hanyalah
bentuk penyederhanaan tanpa mengubah proporsi nilai data sebenarnya.

B. Pemilihan dan Analisis Model Data Panel


1. Model Persamaan I
a. Uji Chow
Penulis menggunakan uji chow dalam penentuan model regresi yang paling tepat untuk
digunakan dalam estimasi persamaan I. Hipotesis uji chow pada persamaan I adalah
sebagaimana berikut ini:
H0 : p-value > 0,05; model persamaan I menggunakan PLS Pooled;
H11: p-value < 0,05; model persamaan I menggunakan FE.
Hasil uji chow pada lampiran I menunjukkan bahwa nilai p-value pada model FE
sebesar 0,0000 yangaberarti kurang dari 0,05 (H0 ditolak). Berdasarkan nilai hasil uji ini
penulis menyimpulkan bahwa model FE lebihabaik daripada model PLS Pooled untuk
digunakan dalam persamaan I.

b. Uji Hausmann
Hasil uji chow yang telahadilakukan penulis menunjukkan bahwa model regresi data
panel FE lebih baik daripada model PLS Pooled untuk digunakan pada persamaan I.
Selanjutnya, uji Hausmann akan digunakan untuk dijadikan dasar penentuan model regresi
yang paling tepat untuk digunakan pada persamaan I antara model FE dan RE. Hipotesis uji
Hausmann pada persamaan I adalah sebagai berikut:
H0 : p-value(Prob>Chi2) > 0,05; model persamaan I menggunakan RE;
H1 : p-value(Prob>Chi2) < 0,05; model persamaan I menggunakan FE.

Hasil uji hausmann pada lampiran II menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,000
yang berarti lebih kecil dari 0,05 (H0 ditolak). Berdasarkan hasil uji hausmann, penulis
menyimpulkan bahwa model FE lebih baik digunakan untuk persamaan I daripada model RE.
Simpulan yang didapat penulis dari penentuan model terbaik persamaan I melalui nilai
uji chow dan uji hausman adalah bahwa model FE akan lebih baik digunakan pada persamaan
I daripada model PLS Pooled serta RE. Berdasarkan hasil ini, selanjutnya untuk persamaan I
akan digunakan hasil estimasi model FE untuk pengambilan keputusan dalam uji hipotesis.
Hasil regresi model FE persamaan I disajikan pada tabel IV.2 berikut:
TabelxIV.2 Hasil Regresi Model Fixed-Effects Persamaan I
Sumber: Diolah dari Hasil Regresi Data melalui STATA

c. Uji Asumsi Klasik


Model regresi sebagai estimator variabel terikat yang baik didapat ketika sebuah model
regresi memenuhi kriteria BLUE. Gujarati (2012) berpendapat bahwa untuk mendapatkan
persyaratan BLUE model regresi harus memenuhi asumsi homoskedasitas,
nonmultikolinearitas, dan nonautokorelasi. Model regresi data panel PLS Pooled dan FE
menggunakan Ordinary Least Square (OLS) dalam teknik taksirannya sedangkan RE
menggunakan General Least Squares (GLS) dalam taksirannya. Apabila teknik taksiran
regresi menggunakan OLS maka asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah homoskedasitas,
nonmultikolinearitas, dan nonautokorelasi sedangkan apabila teknik estimasi menggunakan
GLS maka kriteria yang harus dipenuhi adalah nonmultikolinearitas. Hal ini dikarenakan
teknik estimasi GLS mampu mengakomodasi masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas
(Sitorus dan Yuliana, 2018).
Hasil penentuan model regresi pada persamaan I diperoleh informasi bahwa teknik
regresi yang lebih baik digunakan adalah model regresi FE, dengan demikian uji asumsi
klasik pada model harus memenuhi asumsi homoskedasitas, nonmultikolinearitas, dan
nonautokorelasi,
Uji Multikolinearitas
Penulis melihat nilai VIF masing – masing variabel bebas guna menentukan gejala
multikolinearitas. Penentuan ada tidaknya multikolinearitas adalah apabila nilai VIF yang
lebih dari 10.

TabelxIV.3xHasil aUji Multikolinearitas Persamaan I

Sumber: Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA


Nilai VIF semua variabel bebas dari hasil uji multikolinearitas, nilai kesehatan,
pendidikan dan infrastruktur tidak lebih dari 10 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
tidak terjadi masalah multikolinearitas antar variabel bebas pada model persamaan I.

Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedasitas pada persamaan I menggunakan uji Wald. Hasil uji Wald
selanjutnya dibandingkan dengan nilai signifikan 0,05 (α = 5%), apabila nilai hasil uji Wald
kurang dari 0,05 dapat diindikasikan bahwa terdapat gejala heteroskedastisitas.
Tabel IV.5 Hasil Uji Wald Persamaan I

Sumber: Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA

Nilai hasil uji wald sebagaimana ditunjukkan pada tabel IV.5 adalah 0,000 atau lebih
kecil dari nilai signifikan (α = 5%) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi masalah
heteroskedastisitas pada persamaan I. Masalah heteroskedastisitas pada persamaan I dapat
diatasi dengan menggunakan estimasi General Least Square (GLS) dengan cross section
weight pada model FE. Hasil regresi model fixed effect dengan GLS cross section terdapat
pada table berikut:

Uji Autokorelasi
Penulis menggunakan uji wooldridge untuk menentukan ada tidaknya masalah
autokorelasi pada persamaan II. Nilai hasil uji wooldridge kemudian dibandingkan dengan
nilai signifikan penelitian ini yaitu 0,05 (α = 5%). Penentuan terjadinya autokorelasi adalah
apabila hasil uji Wooldridge tidak lebih dari 0,05. Hasil uji Wooldridge untuk persamaan II
disajikan sebagaimana berikut:
Tabel IV.6 Hasil Uji Wooldridge Persamaan II

Sumber: Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA


Nilai hasil uji Wooldridge variabel bebas pada persamaan I menunjukkan nilai 0,0000
atau lebih kecil daripada nilai signifikan dengan demikian dapat ditarik simpulan bahwa
terdapat masalah autokorelasi pada model regresi persamaan I. Masalah autokorelasi
persamaan II dapat diselesaikan dengan penggunaan white period robust standard error pada
regresi model fixed effect tersebut. Selanjutnya, model fixed effect tersebut akan dijadikan
dasar pengambilan keputusan oleh penulis dalam pengujian hipotesis. Hasil model fixed
effect dengan menggunakan white period robust standard error pada persamaan I disajikan
pada tabel IV.7.
Tabel IV.7 Hasil Regresi Fixed Effect dengan White Period
Robust Standard Error

Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA


Ringkasan Persamaan 1: lnpend + lnkes + lninfra = ipm

Menggunakan belanja eko Menggunakan belanja infra

Model dipilih : RE Model dipilih : FE

Uji asumsi klasik Uji asumsi klasik

Multiko  lulus Multiko  lulus

Heteros  tidak lulus  diatasi dengan


General Least Square (GLS) dengan cross
section weight

Autokorelasi  tidak lulus  diatasi dengan


white period robust

R-squared 12,87% R-squared 11,71%

Hasil uji t = Hasil uji t =

Lnpend  negative, tidak signifikan Lnpend  negative signifikan

Lnkes  positif signifikan Lnkes  positif signifikan

Lninfra  negative signifikan Lninfra  negative signifikan


2. Model Persamaan II
a. Uji Chow
Penulis menggunakan uji chow dalam penentuan model regresi yang paling tepat untuk
digunakan dalam estimasi persamaan II. Hipotesis uji chow pada persamaan I adalah
sebagaimana berikut ini:
H0 : p-value > 0,05; model persamaan II menggunakan PLS Pooled;
H11: p-value < 0,05; model persamaan II menggunakan FE.

Hasil uji chow pada lampiran I menunjukkan bahwa nilai p-value pada model FE
sebesar 0,0000 yangaberarti kurang dari 0,05 (H0 ditolak). Berdasarkan nilai hasil uji ini
penulis menyimpulkan bahwa model FE lebihabaik daripada model PLS Pooled untuk
digunakan dalam persamaan I.

b. Uji Hausmann
Hasil uji chow yang telahadilakukan penulis menunjukkan bahwa model regresi data
panel FE lebih baik daripada model PLS Pooled untuk digunakan pada persamaan I.
Selanjutnya, uji Hausmann akan digunakan untuk dijadikan dasar penentuan model regresi
yang paling tepat untuk digunakan pada persamaan I antara model FE dan RE. Hipotesis uji
Hausmann pada persamaan I adalah sebagai berikut:
H0 : p-value(Prob>Chi2) > 0,05; model persamaan I menggunakan RE;
H1 : p-value(Prob>Chi2) < 0,05; model persamaan I menggunakan FE.

Hasil uji hausmann pada lampiran II menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,000
yang berarti lebih kecil dari 0,05 (H0 ditolak). Berdasarkan hasil uji hausmann, penulis
menyimpulkan bahwa model FE lebih baik digunakan untuk persamaan II daripada model
RE.
Simpulan yang didapat penulis dari penentuan model terbaik persamaan II melalui nilai
uji chow dan uji hausman adalah bahwa model FE akan lebih baik digunakan pada persamaan
I daripada model PLS Pooled serta RE. Berdasarkan hasil ini, selanjutnya untuk persamaan II
akan digunakan hasil estimasi model FE untuk pengambilan keputusan dalam uji hipotesis.
Hasil regresi model FE persamaan I disajikan pada tabel IV.2 berikut:
TabelxIV.2 Hasil Regresi Model Fixed-Effects Persamaan II
Sumber: Diolah dari Hasil Regresi Data melalui STATA

c. Uji Asumsi Klasik


Model regresi sebagai estimator variabel terikat yang baik didapat ketika sebuah model
regresi memenuhi kriteria BLUE. Gujarati (2012) berpendapat bahwa untuk mendapatkan
persyaratan BLUE model regresi harus memenuhi asumsi homoskedasitas,
nonmultikolinearitas, dan nonautokorelasi. Model regresi data panel PLS Pooled dan FE
menggunakan Ordinary Least Square (OLS) dalam teknik taksirannya sedangkan RE
menggunakan General Least Squares (GLS) dalam taksirannya. Apabila teknik taksiran
regresi menggunakan OLS maka asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah homoskedasitas,
nonmultikolinearitas, dan nonautokorelasi sedangkan apabila teknik estimasi menggunakan
GLS maka kriteria yang harus dipenuhi adalah nonmultikolinearitas. Hal ini dikarenakan
teknik estimasi GLS mampu mengakomodasi masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas
(Sitorus dan Yuliana, 2018).
Hasil penentuan model regresi pada persamaan I diperoleh informasi bahwa teknik
regresi yang lebih baik digunakan adalah model regresi FE, dengan demikian uji asumsi
klasik pada model harus memenuhi asumsi homoskedasitas, nonmultikolinearitas, dan
nonautokorelasi,
Uji Multikolinearitas
Penulis melihat nilai VIF masing – masing variabel bebas guna menentukan gejala
multikolinearitas. Penentuan ada tidaknya multikolinearitas adalah apabila nilai VIF yang
lebih dari 10.

TabelxIV.3xHasil aUji Multikolinearitas Persamaan II

Sumber: Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA


Nilai VIF semua variabel bebas dari hasil uji multikolinearitas, nilai kesehatan,
pendidikan dan infrastruktur tidak lebih dari 10 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
tidak terjadi masalah multikolinearitas antar variabel bebas pada model persamaan I.

Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedasitas pada persamaan I menggunakan uji Wald. Hasil uji Wald
selanjutnya dibandingkan dengan nilai signifikan 0,05 (α = 5%), apabila nilai hasil uji Wald
kurang dari 0,05 dapat diindikasikan bahwa terdapat gejala heteroskedastisitas.
Tabel IV.5 Hasil Uji Wald Persamaan I

Sumber: Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA

Nilai hasil uji wald sebagaimana ditunjukkan pada tabel IV.5 adalah 0,000 atau lebih
kecil dari nilai signifikan (α = 5%) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi masalah
heteroskedastisitas pada persamaan I. Masalah heteroskedastisitas pada persamaan I dapat
diatasi dengan menggunakan estimasi General Least Square (GLS) dengan cross section
weight pada model FE. Hasil regresi model fixed effect dengan GLS cross section terdapat
pada table berikut:

Uji Autokorelasi
Penulis menggunakan uji wooldridge untuk menentukan ada tidaknya masalah
autokorelasi pada persamaan II. Nilai hasil uji wooldridge kemudian dibandingkan dengan
nilai signifikan penelitian ini yaitu 0,05 (α = 5%). Penentuan terjadinya autokorelasi adalah
apabila hasil uji Wooldridge tidak lebih dari 0,05. Hasil uji Wooldridge untuk persamaan II
disajikan sebagaimana berikut:
Tabel IV.6 Hasil Uji Wooldridge Persamaan II

Sumber: Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA


Nilai hasil uji Wooldridge variabel bebas pada persamaan II menunjukkan nilai 0,0000
atau lebih kecil daripada nilai signifikan dengan demikian dapat ditarik simpulan bahwa
terdapat masalah autokorelasi pada model regresi persamaan II. Masalah autokorelasi
persamaan II dapat diselesaikan dengan penggunaan white period robust standard error pada
regresi model fixed effect tersebut. Selanjutnya, model fixed effect tersebut akan dijadikan
dasar pengambilan keputusan oleh penulis dalam pengujian hipotesis. Hasil model fixed
effect dengan menggunakan white period robust standard error pada persamaan II disajikan
pada tabel IV.7.
Tabel IV.7 Hasil Regresi Fixed Effect dengan White Period
Robust Standard Error

Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA


Ringkasan Persamaan 2: ipm + lnpend + lnkes + lninfra = lnpdrb

Menggunakan belanja eko Menggunakan belanja infra

Model dipilih : FE Model dipilih : FE

Uji asumsi klasik Uji asumsi klasik

Multiko  lulus Multiko  lulus

Heteros  tidak lulus  diatasi dengan Heteros  tidak lulus  diatasi dengan
General Least Square (GLS) dengan cross General Least Square (GLS) dengan cross
section weight section weight

Autokorelasi  tidak lulus  diatasi dengan Autokorelasi  tidak lulus  diatasi dengan
white period robust white period robust

R-squared 59,86% R-squared 58,61%

Hasil uji t = Hasil uji t =

Ipm  positif signifikan Ipm  positif signifikan

Lnpend  positif tidak signifikan Lnpend  negative tidak signifikan

Lnkes  positif signifikan Lnkes  positif signifikan

Lninfra  negative signifikan Lninfra  negative tidak signifikan


5 Daerah dihilangkan
Persamaan I = lnpend + lnkes + lninfra = ipm
Persamaan II = lnpend + lnkes + lninfra + ipm = lnpdrb
Penulis melakukan transformasi data pada belanja pemerintah serta PDRB pada
penelitian ini ke dalam bentuk logaritma natural. Transformasi data digunakan untuk
mengurangi fluktuasi data yang terjadi. Apabila penulis tidak menggunakan logaritma
natural, maka nilai realisasi belanja pemerintah serta nilai pertumbuhan ekonomi akan sangat
timpang dengan nilai IPM. Penggunaan transformasi data dengan logaritma natural hanyalah
bentuk penyederhanaan tanpa mengubah proporsi nilai data sebenarnya.

C. Pemilihan dan Analisis Model Data Panel


3. Model Persamaan I
a. Uji Chow
Penulis menggunakan uji chow dalam penentuan model regresi yang paling tepat untuk
digunakan dalam estimasi persamaan I. Hipotesis uji chow pada persamaan I adalah
sebagaimana berikut ini:
H0 : p-value > 0,05; model persamaan I menggunakan PLS Pooled;
H11: p-value < 0,05; model persamaan I menggunakan FE.
Hasil uji chow pada lampiran I menunjukkan bahwa nilai p-value pada model FE
sebesar 0,0000 yangaberarti kurang dari 0,05 (H0 ditolak). Berdasarkan nilai hasil uji ini
penulis menyimpulkan bahwa model FE lebihabaik daripada model PLS Pooled untuk
digunakan dalam persamaan I.

b. Uji Hausmann
Hasil uji chow yang telahadilakukan penulis menunjukkan bahwa model regresi data
panel FE lebih baik daripada model PLS Pooled untuk digunakan pada persamaan I.
Selanjutnya, uji Hausmann akan digunakan untuk dijadikan dasar penentuan model regresi
yang paling tepat untuk digunakan pada persamaan I antara model FE dan RE. Hipotesis uji
Hausmann pada persamaan I adalah sebagai berikut:
H0 : p-value(Prob>Chi2) > 0,05; model persamaan I menggunakan RE;
H1 : p-value(Prob>Chi2) < 0,05; model persamaan I menggunakan FE.
Hasil uji hausmann pada lampiran II menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,000
yang berarti lebih kecil dari 0,05 (H0 ditolak). Berdasarkan hasil uji hausmann, penulis
menyimpulkan bahwa model FE lebih baik digunakan untuk persamaan I daripada model RE.
Simpulan yang didapat penulis dari penentuan model terbaik persamaan I melalui nilai
uji chow dan uji hausman adalah bahwa model FE akan lebih baik digunakan pada persamaan
I daripada model PLS Pooled serta RE. Berdasarkan hasil ini, selanjutnya untuk persamaan I
akan digunakan hasil estimasi model FE untuk pengambilan keputusan dalam uji hipotesis.
Hasil regresi model FE persamaan I disajikan pada tabel IV.2 berikut:
TabelxIV.2 Hasil Regresi Model Fixed-Effects Persamaan I
Sumber: Diolah dari Hasil Regresi Data melalui STATA

c. Uji Asumsi Klasik


Model regresi sebagai estimator variabel terikat yang baik didapat ketika sebuah model
regresi memenuhi kriteria BLUE. Gujarati (2012) berpendapat bahwa untuk mendapatkan
persyaratan BLUE model regresi harus memenuhi asumsi homoskedasitas,
nonmultikolinearitas, dan nonautokorelasi. Model regresi data panel PLS Pooled dan FE
menggunakan Ordinary Least Square (OLS) dalam teknik taksirannya sedangkan RE
menggunakan General Least Squares (GLS) dalam taksirannya. Apabila teknik taksiran
regresi menggunakan OLS maka asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah homoskedasitas,
nonmultikolinearitas, dan nonautokorelasi sedangkan apabila teknik estimasi menggunakan
GLS maka kriteria yang harus dipenuhi adalah nonmultikolinearitas. Hal ini dikarenakan
teknik estimasi GLS mampu mengakomodasi masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas
(Sitorus dan Yuliana, 2018).
Hasil penentuan model regresi pada persamaan I diperoleh informasi bahwa teknik
regresi yang lebih baik digunakan adalah model regresi FE, dengan demikian uji asumsi
klasik pada model harus memenuhi asumsi homoskedasitas, nonmultikolinearitas, dan
nonautokorelasi,
Uji Multikolinearitas
Penulis melihat nilai VIF masing – masing variabel bebas guna menentukan gejala
multikolinearitas. Penentuan ada tidaknya multikolinearitas adalah apabila nilai VIF yang
lebih dari 10.

TabelxIV.3xHasil aUji Multikolinearitas Persamaan I

Sumber: Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA


Nilai VIF semua variabel bebas dari hasil uji multikolinearitas, nilai kesehatan,
pendidikan dan infrastruktur tidak lebih dari 10 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
tidak terjadi masalah multikolinearitas antar variabel bebas pada model persamaan I.

Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedasitas pada persamaan I menggunakan uji Wald. Hasil uji Wald
selanjutnya dibandingkan dengan nilai signifikan 0,05 (α = 5%), apabila nilai hasil uji Wald
kurang dari 0,05 dapat diindikasikan bahwa terdapat gejala heteroskedastisitas.
Tabel IV.5 Hasil Uji Wald Persamaan I

Sumber: Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA

Nilai hasil uji wald sebagaimana ditunjukkan pada tabel IV.5 adalah 0,000 atau lebih
kecil dari nilai signifikan (α = 5%) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi masalah
heteroskedastisitas pada persamaan I. Masalah heteroskedastisitas pada persamaan I dapat
diatasi dengan menggunakan estimasi General Least Square (GLS) dengan cross section
weight pada model FE. Hasil regresi model fixed effect dengan GLS cross section terdapat
pada table berikut:

Uji Autokorelasi
Penulis menggunakan uji wooldridge untuk menentukan ada tidaknya masalah
autokorelasi pada persamaan II. Nilai hasil uji wooldridge kemudian dibandingkan dengan
nilai signifikan penelitian ini yaitu 0,05 (α = 5%). Penentuan terjadinya autokorelasi adalah
apabila hasil uji Wooldridge tidak lebih dari 0,05. Hasil uji Wooldridge untuk persamaan II
disajikan sebagaimana berikut:
Tabel IV.6 Hasil Uji Wooldridge Persamaan II

Sumber: Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA


Nilai hasil uji Wooldridge variabel bebas pada persamaan I menunjukkan nilai 0,0000
atau lebih kecil daripada nilai signifikan dengan demikian dapat ditarik simpulan bahwa
terdapat masalah autokorelasi pada model regresi persamaan I. Masalah autokorelasi
persamaan II dapat diselesaikan dengan penggunaan white period robust standard error pada
regresi model fixed effect tersebut. Selanjutnya, model fixed effect tersebut akan dijadikan
dasar pengambilan keputusan oleh penulis dalam pengujian hipotesis. Hasil model fixed
effect dengan menggunakan white period robust standard error pada persamaan I disajikan
pada tabel IV.7.
Tabel IV.7 Hasil Regresi Fixed Effect dengan White Period
Robust Standard Error

Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA

Ringkasan Persamaan 1: lnpend + lnkes + lninfra = ipm

Menggunakan belanja infra Menggunakan belanja infra


Model dipilih : FE Model dipilih : FE

Uji asumsi klasik Uji asumsi klasik

Multiko  lulus Multiko  lulus

Heteros  tidak lulus  diatasi dengan Heteros  tidak lulus  diatasi dengan
General Least Square (GLS) dengan cross General Least Square (GLS) dengan cross
section weight section weight

Autokorelasi  tidak lulus  diatasi dengan Autokorelasi  tidak lulus  diatasi dengan
white period robust white period robust

R-squared 11,71% R-squared 11,80%

Hasil uji t = Hasil uji t =

Lnpend  negative signifikan Lnpend  negative signifikan

Lnkes  positif signifikan Lnkes  positif signifikan

Lninfra  negative signifikan Lninfra  negative signifikan

4. Model Persamaan II
a. Uji Chow
Penulis menggunakan uji chow dalam penentuan model regresi yang paling tepat untuk
digunakan dalam estimasi persamaan II. Hipotesis uji chow pada persamaan I adalah
sebagaimana berikut ini:
H0 : p-value > 0,05; model persamaan II menggunakan PLS Pooled;
H11: p-value < 0,05; model persamaan II menggunakan FE.

Hasil uji chow pada lampiran I menunjukkan bahwa nilai p-value pada model FE
sebesar 0,0000 yangaberarti kurang dari 0,05 (H0 ditolak). Berdasarkan nilai hasil uji ini
penulis menyimpulkan bahwa model FE lebihabaik daripada model PLS Pooled untuk
digunakan dalam persamaan I.

b. Uji Hausmann
Hasil uji chow yang telahadilakukan penulis menunjukkan bahwa model regresi data
panel FE lebih baik daripada model PLS Pooled untuk digunakan pada persamaan I.
Selanjutnya, uji Hausmann akan digunakan untuk dijadikan dasar penentuan model regresi
yang paling tepat untuk digunakan pada persamaan I antara model FE dan RE. Hipotesis uji
Hausmann pada persamaan I adalah sebagai berikut:
H0 : p-value(Prob>Chi2) > 0,05; model persamaan I menggunakan RE;
H1 : p-value(Prob>Chi2) < 0,05; model persamaan I menggunakan FE.
Hasil uji hausmann pada lampiran II menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,000
yang berarti lebih kecil dari 0,05 (H0 ditolak). Berdasarkan hasil uji hausmann, penulis
menyimpulkan bahwa model FE lebih baik digunakan untuk persamaan II daripada model
RE.
Simpulan yang didapat penulis dari penentuan model terbaik persamaan II melalui nilai
uji chow dan uji hausman adalah bahwa model FE akan lebih baik digunakan pada persamaan
I daripada model PLS Pooled serta RE. Berdasarkan hasil ini, selanjutnya untuk persamaan II
akan digunakan hasil estimasi model FE untuk pengambilan keputusan dalam uji hipotesis.
Hasil regresi model FE persamaan I disajikan pada tabel IV.2 berikut:
TabelxIV.2 Hasil Regresi Model Fixed-Effects Persamaan II
Sumber: Diolah dari Hasil Regresi Data melalui STATA

c. Uji Asumsi Klasik


Model regresi sebagai estimator variabel terikat yang baik didapat ketika sebuah model
regresi memenuhi kriteria BLUE. Gujarati (2012) berpendapat bahwa untuk mendapatkan
persyaratan BLUE model regresi harus memenuhi asumsi homoskedasitas,
nonmultikolinearitas, dan nonautokorelasi. Model regresi data panel PLS Pooled dan FE
menggunakan Ordinary Least Square (OLS) dalam teknik taksirannya sedangkan RE
menggunakan General Least Squares (GLS) dalam taksirannya. Apabila teknik taksiran
regresi menggunakan OLS maka asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah homoskedasitas,
nonmultikolinearitas, dan nonautokorelasi sedangkan apabila teknik estimasi menggunakan
GLS maka kriteria yang harus dipenuhi adalah nonmultikolinearitas. Hal ini dikarenakan
teknik estimasi GLS mampu mengakomodasi masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas
(Sitorus dan Yuliana, 2018).
Hasil penentuan model regresi pada persamaan I diperoleh informasi bahwa teknik
regresi yang lebih baik digunakan adalah model regresi FE, dengan demikian uji asumsi
klasik pada model harus memenuhi asumsi homoskedasitas, nonmultikolinearitas, dan
nonautokorelasi,
Uji Multikolinearitas
Penulis melihat nilai VIF masing – masing variabel bebas guna menentukan gejala
multikolinearitas. Penentuan ada tidaknya multikolinearitas adalah apabila nilai VIF yang
lebih dari 10.

TabelxIV.3xHasil aUji Multikolinearitas Persamaan II

Sumber: Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA


Nilai VIF semua variabel bebas dari hasil uji multikolinearitas, nilai kesehatan,
pendidikan dan infrastruktur tidak lebih dari 10 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
tidak terjadi masalah multikolinearitas antar variabel bebas pada model persamaan I.

Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedasitas pada persamaan I menggunakan uji Wald. Hasil uji Wald
selanjutnya dibandingkan dengan nilai signifikan 0,05 (α = 5%), apabila nilai hasil uji Wald
kurang dari 0,05 dapat diindikasikan bahwa terdapat gejala heteroskedastisitas.
Tabel IV.5 Hasil Uji Wald Persamaan I

Sumber: Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA

Nilai hasil uji wald sebagaimana ditunjukkan pada tabel IV.5 adalah 0,000 atau lebih
kecil dari nilai signifikan (α = 5%) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi masalah
heteroskedastisitas pada persamaan I. Masalah heteroskedastisitas pada persamaan I dapat
diatasi dengan menggunakan estimasi General Least Square (GLS) dengan cross section
weight pada model FE. Hasil regresi model fixed effect dengan GLS cross section terdapat
pada table berikut:

Uji Autokorelasi
Penulis menggunakan uji wooldridge untuk menentukan ada tidaknya masalah
autokorelasi pada persamaan II. Nilai hasil uji wooldridge kemudian dibandingkan dengan
nilai signifikan penelitian ini yaitu 0,05 (α = 5%). Penentuan terjadinya autokorelasi adalah
apabila hasil uji Wooldridge tidak lebih dari 0,05. Hasil uji Wooldridge untuk persamaan II
disajikan sebagaimana berikut:
Tabel IV.6 Hasil Uji Wooldridge Persamaan II

Sumber: Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA


Nilai hasil uji Wooldridge variabel bebas pada persamaan II menunjukkan nilai 0,0000
atau lebih kecil daripada nilai signifikan dengan demikian dapat ditarik simpulan bahwa
terdapat masalah autokorelasi pada model regresi persamaan II. Masalah autokorelasi
persamaan II dapat diselesaikan dengan penggunaan white period robust standard error pada
regresi model fixed effect tersebut. Selanjutnya, model fixed effect tersebut akan dijadikan
dasar pengambilan keputusan oleh penulis dalam pengujian hipotesis. Hasil model fixed
effect dengan menggunakan white period robust standard error pada persamaan II disajikan
pada tabel IV.7.
Tabel IV.7 Hasil Regresi Fixed Effect dengan White Period
Robust Standard Error

Diolah dari Hasil Analisis Data menggunakan STATA


Ringkasan Persamaan 2: ipm + lnpend + lnkes + lninfra = lnpdrb

Menggunakan belanja infra Menggunakan belanja infra

Model dipilih : FE Model dipilih : FE

Uji asumsi klasik Uji asumsi klasik

Multiko  lulus Multiko  lulus

Heteros  tidak lulus  diatasi dengan Heteros  tidak lulus  diatasi dengan
General Least Square (GLS) dengan cross General Least Square (GLS) dengan cross
section weight section weight

Autokorelasi  tidak lulus  diatasi dengan Autokorelasi  tidak lulus  diatasi dengan
white period robust white period robust

R-squared 58,61% R-squared 59,03%

Hasil uji t = Hasil uji t =

Ipm  positif signifikan Ipm  positif signifikan

Lnpend  negative tidak signifikan Lnpend  negative tidak signifikan

Lnkes  positif signifikan Lnkes  positif signifikan

Lninfra  negative tidak signifikan Lninfra  negative signifikan


Analisis Jalur Menggunakan lnbelanja Infrastuktur setelah menghilangkan 5 daerah yang tidak
memiliki belanja infrastruktur di tahun 2016, 2017 atau 2018

Pend
X1

Kes IPM pdrb


X2 Y

Infra
X3

Persamaan I

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa semua variable signifikan sehingga tidak perlu dilakukan
trimming. Adapun koefisien residu adalah e = akar dari 1-0,118 = 0,939

Sehingga dperoleh persamaan

IPM = -0,227X1 + 0,641X2 – 0,332X3 + 0,939e1


Persamaan II

Dari tabel di atas diketahui bahwa variable X1 tidak signifikan. Sehingga model menjadi sebagaimana
gambar di bawah:

Kes
X2

Infra
pdrb
X3

IPM
Y
Setelah dilakukan regresi, maka diperoleh persamaan sebagai berikut dengan e = akarkuadrat dari (1
– Rkuadrat) = akarkuadrat(1-0,5886)= 0,641

Pdrb = 0,045ipm + 0,029kesehatan – 0,011infrastruktur + e0,641

Adapun model secara keseluruhan menjadi seperti berikut:

Pend
X1

Kes IPM pdrb


X2 Y

Infra
X3

Pengujian Kesesuaian Model : Koefisien Q


Koefisien determinasi multipel untuk model diusulkan dari diagram jalur tersebut diperoleh
koefisien determinasi untuk nilai:

Rsquarred1 = 0,1180, Rsquarred2 = 0,5886

Rumus koefisien determinfasi multipel adalah sebagai berikut:

Sehingga RsquarredMultiple adalah = 1-(1-0,1180).(1-0,5886) = 1 – (0,882)(0,4114) = 0,6371

Koefisien determinan multipel setelah koefisien jalur yang tidak signifikan dihilangkan dan nilai
tersebut diambil dari :

Rsquarred1 = 0,1180, Rsquarred2 = 0,5903

Rumus koefisien determinfasi multipel adalah sebagai berikut:

Sehingga RsquarredMultiple adalah = 1-(1-0,1180).(1-0,5903) = 1 – (0,882)(0,4097) = 0,6386

Hasil uji kesesuaian model koefisien Q

Q = (1-0,6371)/(1-0,6386)= 0,3629/0,364 = 0,9969

Jika Q < 1, maka untuk mengetahui fit tidaknya model maka statistik koefisien Q perlu diuji dengan
statistik W yang dihitung dengan rumus :
Dengan ukuran sample 1377 dan d = 1 dan Q = 0,9969 maka

Whitung = -(1377-1)ln0,9969

Whitung = -11376 x -0,00303

Whitung= 34,430

Nilai Xsquared (df:alpha) adalah sebgai berikut: 9,488

Whitung lebih besar dari Xsquared maka disimpulkan bahwa model empiris yang diperoleh memiliki
kemampuan untuk mengeneralisasikan tentang fenomena yaitu variabel bebas (belanja Pendidikan,
kesehatan, infraskturr, ipm dan pdrb dengan baik.

Pengaruh
Var Koefisien Jalur
Langsung Tidak Langsung Total
Pend -0,2271 - 0,453 x -0,103
X1

Kes 0,6412 0,029 0,453 0,290


X2

Infra -0,3324 -0,11 0,453 -0,0151


X3

Ipm 0,453 0,453 - 0,453

Ringkasan

Belanja fungsi pendidikan tidak berpengaruh terhadap pdrb

Belanja fungsi pendidikan berpengaruh negatif terhadap ipm dan berpengaruh negative terhadap
pdrb secara tidak langsung

Belanja fungsi Kesehatan berpengaruh positif terhdap pdrb

Belanja fungsi Kesehatan berpengaruh positif terhadap ipm dan berpengaruh positif terhadap pdrb
secara tidak langsung

Belanja fungsi Infrastruktur berpengaruh negative terhadap pdrb

Belanja fungsi Infrastruktur berpengaruh berpengaruh negatif terhadap ipm dan berpengaruh
negative terhadap pdrb secara tidak langsung

You might also like