You are on page 1of 21

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSIP

PPOK

Oleh :

dr. Ilham Adhani

Pembimbing :

dr. Nur Ikhwani

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RSUD KECAMATAN MANDAU DURI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
kehadiratnya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan
judul “PPOK” guna memenuhi persyaratan dalam mengikuti Program Internsip
Dokter Indonesia Di Rumah Sakit Umum Daerah Kecamatan Mandau.
Ungkapan terima kasih kami ucapkan kepada Dokter pembimbing dr. Nur
Ikhwani yang telah berkenan memberikan bimbingan serta arahan dalam
mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kecamatan Mandau.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, baik
dari kelengkapan isi, variasi sumber referensi, penuturan bahasa, maupun cara
penulis dalam laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran baik khususnya dari pembimbing yang terhormat dan pembaca untuk
dijadikan tolak ukur bagi penulis dalam menulis suatu karya di kemudian hari.
Harapan penulis laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk
menambah ilmu pengetahuan atau wawasan, ataupun untuk dijadikan sebagai
salah satu sumber referensi.

Duri, Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................1
1.2 Batasan Penulisan..............................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………...…2
1.3 Metode Penulisan..............................................................................2
BAB II LAPORAN KASUS..............................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3
1 Definisi..........................................................................................8
2 Klasifikasi………………………………………………………..8
3 Epidemiologi.................................................................................8
4 Etiologi dan Faktor resiko.............................................................9
5 Patogenesis....................................................................................9
6 Manifestasi klinis.........................................................................10
7 Diagnosis.....................................................................................11
8 Diagnosis banding.......................................................................13
9 Tatalaksana……………………………………………………..13
10 Prognosis dan Komplikasi…………………………………….17
BAB IV DISKUSI KASUS................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit


atau gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa gangguan
obstruksi saluran napas. Gangguan obstruksi yang terjadi memberikan dampak
buruk terhadap penderita karena menimbulkan gangguan oksigenasi dengan
segala dampaknya. Obstruksi saluran napas yang terjadi bisa bertambah berat jika
ada gangguan lain seperti infeksi saluran napas dan eksaserbasi akut penyakitnya.
Di Amerika, sebagai penyebab kematian PPOK menempati peringkat keempat
setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebrovaskular. Merokok
merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK disamping faktor risiko
lainnya. Faktor yang berperanan dalam peningkatan penyakit tersebut antara lain:
kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%),
pertambahan penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk, industrialisasi,
polusi udara. Edukasi terhadap penderita dan keluarga memegang peranan penting
dalam penatalaksanaan PPOK. Dalam hal ini edukasi diharapkan dapat mencegah
perburukan penyakit seperti misalnya penambahan dosis bronkodilator, cara
penggunaan oksigen, dan penambahan mukolitik saat terjadi eksaserbasi akut.
Selain itu, hendaknya penderita dapat menghindari faktor-faktor yang dapat
mencetuskan eksaserbasi akut.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Status Pasien


Data pasien Nama : No. RM:
Data utama untuk bahan diskusi:
- diagnosis/gambaran klinis
- keluhan utama : sesak nafas
 Sesak napas timbul sejak 3 hari ini, yang semakin meningkat sejak 1 hari ini,
sesak dirasakan terus menerus, sesak semakin meningkat apabila beraktifitas
berat dan menghirup asap. Sesak nafas yang pasien rasakan tidak membaik

dengan perubahan posisi. Nyeri dada tidak ada. Riwayat sesak ± 3 tahun yang
lalu, sesak dirasakan hilang timbul.
 Batuk sejak ± 2 bulan yang lalu. Batuk disertai dahak berwarna putih, tidak
disertai darah.
 Demam sejak 2 minggu yang lalu, demam dirasakan naik turun, tidak
menggigil ataupun keringat malam hari.
 Berat badan dalam keadaan stabil
 Mual maupun muntah tidak ada. BAK dan BAB normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat sesak ± 3 tahun
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat TB Paru : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat penyakit serupa : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat TB Paru : disangkal

5
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien dahulu bekerja sebagai buruh pabrik dan sekarang telah pensiun.
Pasien merokok sejak umur 18 tahun dan berhenti merokok saat umur 50 tahun.
Pasien merokok ± 1 bungkus/hari.

6
2.2 Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis, E4V5M6
Tanda vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Respiratory rate: 28 x/menit
Nadi : 89 x/menit reguler
Temperatur: 38,60C

Kepala : Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, Nafas Cuping hidung -/-
Leher : Peningkatan JVP -/-, pembesaran kelenjar limfe -/-
Thorax
Pulmo : Inspeksi : bentuk dan gerakan simetris, retraksi intercostae (-)
Palpasi : fremitus dekstra = sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler ↓/↓, ronkhi (+/+), wheezing (+/+)
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan ICS IV parasternal line dekstra
batas jantung kiri ICS VI midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1, S2 tunggal, regular, suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, benjolan (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : distensi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Ekstremitas
Akral hangat, CRT <2”, edema (-), clubbing finger (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

7
1. LABORATORIUM
Rapid test antigen Normal -
Darah Rutin
Hemoglobin 13.8 14.0 - 17.4
Leukosit 6.980 4.000 - 11.000
Hitung jenis
Basofil 0 0-1
Eosinofil 20 1-3
Neutrofil 63 -
Limfosit 29 20-40
Monosit 6 2-8
Hematokrit 40.5 42-50
Trombosit 276.000 150.000-450.000
Elektrolit
Natrium 139 135-148
Kalium 3.7 3.5-5.3
Klorida 96 98-107
Kimia klinik
Gula sewaktu 194 120-160

8
2. FOTO THORAX

Konsul kebagian radiologi (dr. Wicak sp.rad):


Hasil:
Corakan bronkovaskular meningkat
Sudut costofrenikus ka/ki : lancip
Kesan:
Cor tak membesar klasifikasi arcus aorta
pulmo Bronkitis PPOK

9
2.2 RESUME
ANAMNESA
Sesak napas timbul sejak 3 hari ini, meningkat sejak 1 hari ini, sesak
dirasakan terus menerus, sesak semakin meningkat apabila beraktifitas berat dan
menghirup asap. Sesak nafas yang pasien rasakan tidak membaik dengan

perubahan posisi. Nyeri dada (-). Riwayat sesak ± 3 tahun yang lalu, Batuk sejak
± 2 bulan yang lalu. Batuk disertai dahak berwarna putih, tidak disertai darah.
Demam sejak 2 minggu yang lalu, demam dirasakan naik turun, tidak menggigil
ataupun keringat malam hari. Berat badan dalam keadaan stabil, BAK dan BAB
normal.

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis, E4V5M6
Tanda vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Respiratory rate: 28 x/menit
Nadi : 89 x/menit reguler
Temperatur: 38,60C

2.3 Diagnosis
PPOK
2.4 Diagnosis Banding
Asma
Bronkitis
TB Paru

10
Penatalaksaan
- O2 2 L/i
- IVFD nacl 0,9% 14tpm/i
- Inj. Metil Prednisolon 2 x 125 mg
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
- Inj. Fluimucyl 2 x 1 amp
- Nebu Combivent 4 x 1

- Konsul kebagian paru (dr. Anggraini sp.p)


Terapi ruangan:
- Nebul bricasma dan flumicort/8 jam
- Inf levofloxacin 500/24 jam
- Inj fatison/8 jam
- Inj lansoprazole/12 jam
- Inj furosemide/24 jam
- Teosal 2x1
- N ace 3x10
- codein 3x10
- Vit c 1 x500
- Ksr 1x1

2.5 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial.
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Hambatan aliran udara biasanya bersifat progresif dan dikaitkan dengan respon
inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap partikel atau gas yang bersifat
iritatif, terutama disebabkan oleh rokok. Hambatan aliran udara biasanya
disebabkan oleh penyakit paru dan emfisema. Gangguan pada jalan nafas
utamanya akibat dari berkurangnya diameter lumen akibat dari penebalan dinding,
peningkatan produksi mukus intralumen, dan perubahan pada cairan yang
melapisi jalan nafas kecil.
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran pernafasan yang ditandai oleh
batuk kronis berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua
tahun berturut-turut tidak disebabkan oleh penyakit lainnya. Emfisema merupakan
kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli
.
3.2 Faktor Resiko
Kebiasaan merokok sejauh ini masih menjadi faktor resiko penting untuk
terjadinya PPOK. Faktor resiko penting lainnya adalah paparan di tempat kerja,
status sosial ekonomi, dan predisposisi genetik. PPOK sudah timbul beberapa
dekade sebelum onset dari gejalanya muncul. Kegagalan pertumbuhan fungsi paru
semasa kanak-kanak dan remaja, disebabkan oleh infeksi berulang atau rokok
dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru pada dewasa muda.

3.3 Patofisiologi
Iritasi kronik yang disebabkan oleh asap rokok dan polusi adalah faktor
pencetus bronkitis kronik. Asap rokok merupakan campuran partikel dan gas.

12
Pada setiap hembusan asap rokok terdapat radikal bebas yaitu radikal hidroksida
(OH-). Sebagian besar radikal bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap
rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru
yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya
modifikasi fungsi anti elastase pada saluran nafas. Anti elastase berfungsi
menghambat neutrofil. Oksidan menyebabkan fungsi ini terganggu, sehingga
timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikulat asap rokok dan udara
terpolusi mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus sehingga
menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang,
sehingga iritasi pada sel mukosa meningkat. Hal ini akan merangsang kelenjar
mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia menimbulkan
gejala batuk kronik dan ekspektorasi. Produk mukus yang berlebihan
menimbulkan infeksi serta menghambat proses penyembuhan, keadaan ini
merupakan suatu lingkaran dengan akibat terjadi hipersekresi. Bila iritasi dan
oksidasi terus berlangsung di saluran napas maka akan terjadi erosi epitel serta
pembentukan jaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasia skuamosa dan
penebalan lapisan skuamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran
nafas yang bersifat irreversibel.

3.4 Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai
kelainan jelas dan tanda inflamasi paru. Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan:
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan/ tanpa gejala pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara

13
 Batuk berulang dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
 Inspeksi
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu). Pursed-
lips breathing adalah sikap seseorang yang bernafas dengan mulut
mencucu dan ekspirasi yang memanjang.
- Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu nafas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pink puffer adalah
gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed-lips breating. Blue bloater adalah
gambaran khas pada bronchitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis
sentral dan perifer
 Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
 Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
 Auskultasi
- Suara nafas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
c. Pemeriksaan Penunjang
 Uji Faal Paru

14
Uji faal paru dengan menggunakan spirometri berguna untuk menegakkan
diagnosis, melihat perkembangan penyakit, dan menentukan prognosa.
Pemeriksaan ini penting untuk memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi
saluran nafas dalam berbagai tingkat.
Spirometri harus digunakan untuk mengukur volume maksimal udara yang
dikeluarkan setelah inspirasi maksimal, atau disebut Forced vital capacity (FVC).
Spirometri juga harus digunakan untuk mengukur volume udara yang dikeluarkan
pada satu detik pertama pada saat melakukan manuver di atas, atau disebut dengan
Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran ini
juga harus dilakukan (FEV1/FVC) untuk menentukan ada tidaknya obstruksi jalan
nafas, nilai normal FEV1/FVC adalah > 70%. Penderita PPOK secara khas akan
menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC.
 Foto Torak PA dan Lateral
Foto torak PA dan Lateral berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit paru lain. Pada penderita emfisema dominan didapatkan gambaran
hiperinflasi, yaitu diafragma rendah dan rata, hiperlusensi, ruang retrosternal
melebar, diafragma mendatar, dan jantung yang menggantung/penduler
(memanjang tipis vertikal). Sedangkan pada penderita bronkitis kronis dominan
hasil foto thoraks dapat menunjukkan hasil yang normal ataupun dapat terlihat
corakan bronkovaskuler yang meningkat disertai sebagian bagian yang hiperlusen.
 Analisa Gas Darah (AGD)
Pada PPOK tingkat lanjut, pengukuran AGD amat penting untuk
dilakukan. AGD wajib dilakukan apabila nilai FEV1 pada penderita menunjukkan
nilai < 40% dan secara klinis tampak tanda-tanda kegagalan respirasi dan gagal
jantung kanan seperti sianosis sentral, pembengkakan engkel, dan peningkatan
jugular venous pressure. Analisa gas darah berguna untuk menilai cukup tidaknya
ventilasi dan oksigenasi, dan untuk memantau keseimbangan asam basa.
 Pemeriksaan Sputum

15
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat, khususnya pada
saat terjadinya eksaserbasi akut. Infeksi saluran napas berulang merupakan
penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
 Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah digunakan untuk mengetahui adanya leukositosis pada
eksaserbasi akut, polisitemia pada hipoksemia kronik, juga untuk melihat
terjadinya peningkatan hematokrit.
d. Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan Electrocardiogram (EKG) digunakan untuk mengetahui
komplikasi pada jantung yang ditandai oleh kor pulmonale / hipertensi pulmonal.
Pemeriksaan lain yang dapat namun jarang dilakukan antara lain uji latih
kardiopulmoner, uji provokasi bronkus, CT-scan resolusi tinggi, ecocardiografi,
dan pemeriksaan kadar alpha-1 antitryipsin.

3.5 Diagnosis banding


 Asma
 SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis) adalah penyakit
obstruksi saluran nafas yang ditemukan pada penderita
pascatuberkulosis dengan lesi paru yang minimal.
 Pneumotoraks
 Gagal jantung kronik
 Penyakit paru dengan obstruksi saluran nafas lain misal: bronkiektasis,
destroyed lung.

Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT


Asma PPOK SOPT
Timbul pada usia muda ++ - +
Sakit mendadak ++ - -
Riwayat merokok +/- +++ -

16
Riwayat atopi ++ + -
Sesak dan mengi berulang +++ + +
Batuk kronik berdahak + ++ +
Hiperaktivitas bronkus +++ + +/-
Reversibility obstruksi ++ - -
Variability harian ++ + -
Eosinofil sputum + - ?
Neutrofil sputum - + ?
Makrofag sputum + - ?

3.6 Klasifikasi PPOK


Berat penyakit Gejala FEV1 (% prediksi)
Ringan - Tidak ada gejala saat istirahat atau bekerja > 80%
- Tidak ada gejala saat istirahat, tapi ada
gejala pada aktivitas ringan (mis.berpakaian
Sedang -Tidak ada gejala saat istirahat tapi ada 50 - 69%
gejala pada aktivitas sedang (mis. berjalan
cepat, menaiki tangga)
- Gejala minimal saat istirahat (mis. saat
duduk, menonton TV, membaca)
Berat - Gejala sedang saat istirahat < 50%
- Gejala berat saat istirahat
- Tanda-tanda kor pulmonale

3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PPOK disesuaikan dengan kondisi, apakah pasien dalam
keadaan stabil atau eksaserbasi akut. Penatalaksanaan terhadap PPOK yang stabil
dilakukan dengan memberikan edukasi kesehatan, farmakoterapi, serta terapi non-
farmakologi.
a. Edukasi kesehatan memiliki target berupa penghentian kebiasaan merokok,
dan bertujuan agar penderita PPOK dapat meningkatkan kemampuan untuk

17
mengatasi keterbatasan aktivitas akibat penyakitnya, dan peningkatan status
kesehatan.
b. Farmakoterapi diberikan untuk mencegah dan mengontrol gejala, menurunkan
frekwensi dan tingkat keparahan dari periode eksaserbasi, peningkatan status
kesehatan, dan meningkatan toleransi beraktivitas.
- Bronkodilator adalah pilihan farmakoterapi yang paling utama, baik saat
penggunaan reguler ataupun saat eksaserbasi akut. Obat-obatan yang
digunakan adalah golongan ß2-agonist, antikolinergik, ataupun golongan
xanthine. Semua jenis bronkodilator di atas dapat meningkatkan kapasitas
beraktivitas namun tidak dapat meningkatkan fungsi paru.
- Kortikosteroid, yaitu pada pasien dengan derajat sedang hingga berat dan
terjadi eksaserbasi yang berulang. Pada derajat sedang dapat diberikan
prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu dan pada derajat berat diberikan
secara intravena. Pilihan pemakaian dengan inhalasi yang diharapkan
dapat digunakan untuk menurunkan frekwensi eksaserbasi.
- Antibiotika. Diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala peningkatan
sesak, peningkatan jumlah sputum atau sputum berubah menjadi purulen.
Pemilihan disesuaikan pola kuman setempat.
- Antioksidan. Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas
hidup, digunakan N-asetilsistein.
- Mukolitik. Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi akut, terutama pada bronkitis kronis
dengan sputum yang viscous. Pemberian mukolitik berguna untuk
mengencerkan dahak yang mempermudah pengeluaran dahak sehingga
meringankan batuk berdahak. Bila diperlukan dapat ditambahkan dengan
ekspektoran untuk membantu mengeluarkan dahak.
c. Terapi non-farmakologi yang dapat digunakan antara lain adalah :
 Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada pasien PPOK. Kemungkinan disebabkan
karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorius

18
yang yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapnea yang
menyebabkan hipermetabolisme.
 Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi adalah untuk meningkatkan toleransi latihan
dan memperbaiki kualitas hidup dari penderita PPOK. Penderita PPOK
yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan yang optimal disertai dengan: Gejala pernapasan
berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat, Kualitas hidup yang
menurun.
Program rehabilitasi terdiri dari tiga komponen yaitu : latihan fisik,
psikososial, dan latihan pernapasan. Latihan pernapasan ditujukan untuk
mengurangi dan mengontrol sesak napas penderita. Teknik latihan ini
meliputi pernapasan diafragma, dan pursed-lips breathing guna
memperbaiki ventilasi dan mensinkronkan kerja otot abdomen dan
thoraks.
Terapi oksigen pada PPOK terjadi hipoksemia yang progresif dan
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan jaringan. Terapi ini
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ
lainnya. Indikasi pemberian terapi oksigen adalah : -PaO2 < 60 mmHg
atau SaO2 < 90 % -PaO2 diantara 55-59 mmHg atau SaO2 > 89% disertai
kor pulmonal, perubahan P pulmonal, Hct > 55 %, dan tanda-tanda gagal
jantung kanan, sleep apnea, dan penyakit paru yang lain.
 Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik.
Berikutnya adalah penanganan terhadap keadaan eksaserbasi akut. Untuk
eksaserbasi ringan dapat dilakukan dengan cara : 1. Menambahkan dosis
bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator dari bentuk
inhaler, oral menjadi bentuk nebulizer, dan dosis serta pemberian
ditingkatkan. 2. Steroid sistemik dapat diberikan misalnya prednisolon 400

19
mg selama 10-14 hari, antibiotik bila ada tanda infeksi cukup jelas,
umumnya 7-14 hari.
Perawatan rawat inap di RS pada pasien eksaserbasi akut PPOK dilakukan
bila didapatkan tanda eksaserbasi berat berupa sesak yang memberat dan
berkepanjangan, adanya peningkatan produksi sputum, dan perubahan
warna sputum menjadi purulen dan perburukan kondisi umum pasien yang
membutuhkan perawatan yang lebih intensif di RS. Prinsip
penanganannya adalah atasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah
terjadinya gagal nafas. Beberapa hal yang harus diperhatikan : 1.
Diagnosis beratnya eksaserbasi ; derajat sesak, frekuensi nafas, pernafasan
paradoksal, kesadaran, tanda-tanda vital, AGD. 2. Terapi oksigen adekuat.
Pada eksaserbasi akut, terapi oksigen merupakan hal yang utama dan
pertama, untuk memperbaiki hipoksemia. Sebaiknya dipertahankan PaO2
> 60 mmHg atau SaO2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. Oksigen yang
diberikan dalam dosis yang rendah, yaitu 2 L/ mnt. Pada PPOK terjadi
hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel. Dengan pemberian oksigen diharapkan dapat mengurangi
sesak, memperbaiki aktivitas, mengurangi hipertensi pulmonal dan
mengurangi vasokontriksi pada saluran nafas.

3.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat tejadi pada PPOK adalah:
1. Gagal nafas
 Gagal nafas kronik : hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2
> 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan : Jaga keseimbangan PO2
dan PCO2, Bronkodilator adekuat, Terapi oksigen yang adekuat terutama
waktu aktivitas atau waktu tidur, Antioksidan, Latihan pernapasan dengan
pursed lips breathing.

20
 Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik, ditandai oleh : Sesak nafas
dengan atau tanpa sianosis, Sputum bertambah dan purulen, Demam,
kesadaran menurun.
2. Infeksi berulang.
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang.
3. Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai
gagal jantung kanan.

3.9 Pencegahan
1. Mencegah terjadinya PPOK
- Hindari asap rokok
- Hindari polusi udara
- Hindari infeksi saluran nafas berulang
2. Mencegah perburukan PPOK
- Berhenti merokok
- Gunakan obat-obatan adekuat
- Mencegah eksaserbasi berulang

3.10 Prognosis
Beberapa penelitian menunjukkan predictor mortalitas pasien PPOK
adalah usia tua dan penurunan forced expiratory volume per detik (FEV1). Pasien
usia muda dengan PPOK memiliki tingkat mortalitas lebih rendah kecuali pada
keadaan defisiensi alpha1-antitrypsin, abnormalitas genetik yang menyebabkan
panlobular emfisema pada usia dewasa muda.

21

You might also like