You are on page 1of 19

“ANALISIS PERILAKU CYBERBULLYING DI KALANGAN REMAJA ”

PROPOSAL KUALITATIF

DISUSUN OLEH

NAMA : LALU PRISMA AKBAR

NIM: E1B019124

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS MATARAM
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dengan semakin pesat majunya era teknologi pada masa sekarang, maka
kebutuhan dan kehidupan sehari hari tidak lepas dari teknologi. Teknologi tidak
lepas dari media sosial sehingga alat untuk berkomusikasipun seperti whatsapp,
Instagram, twitter dll menjadi konsumsi setiap hari. Tentunya ada sisi positif
maupun negative dalam menggunakan media sosial tersebut karena setiap orang
yang menggunakan media sosial bebas untuk berpendapat hingga
mengekspresikan diri di platform yang siukai. Peran teknologi seharusnya
digunakan untuk yang positif t. (Hamzah, 2016) mengatakan bahwa fitur media
sosial yang berupa “group chat” dapat dimaksimalkan untuk sharing materi kuliah
maupun untuk diskusi internal mengenai materi perkuliahan. Tentunya media
sosial identic dengan remaja, sehingga pelaku maupun korban kebanyakan para
remaja.
Sedangkan menurut (Utami, 2012) media sosial dapat menjadi media untuk
pengembangan diri.Tetapi tentunya kelebihan kelebihan dan sisi positif tentu ada
kelemahannya. (Rahayu, 2012; Handono et al., 2019) tersebarnya salah satu sikap
perilaku agresi yaitu bulying ke media sosial yang menciptakan suatu intimidasi
bullying yaitu yang sisebut dengan cyberbullying”. Hal tersebut didukung hasil
penelitian oleh (Margono et al., 2014) yang mengungkapkan bahwa internet
khususnya media sosial turut menjadi media yang berpotensi untuk melakukan
tindakan cyberbullying. Menurut (Chadwick, 2014) Cyberbullying dapat
didefinisikan sebagai “penggunaan teknologi untuk melecehkan, mengancam,
mempermalukan, atau menargetkan orang lain. Cyberbullying memiliki banyak
kesamaan dengan tradisional bullying namun pelakunya bisa jadi anonim (tidak
diketahui)”. Sedangkan menurut (Kowalski et al., 2014) cyberbullying
didefinisikan sebagai “agresi secara sengaja dan berulang kali dilakukan dalam
konteks (e-mail, blog, pesan instan, pesan teks) kepada orang yang tidak dapat
dengan mudah membela dirinya sendiri.
Cyberbullying merupakan tindakan seseorang ataupun sekelompok orang
yabng berupa intimidasi fisik maupun verbal kepada korbannya sehingga merasa
di ancam dan diintimidasi, seperti di ranah pendidikan keluarga politik maupun
olahraga. Cyberbullying sebenrnya adalah bullying yang bedanya kejadiannya ada
di dunia maya. Cyberbullying merupakan istilah yang ditambahkan ke dalam
kamus OED (Oxford English Dictionary) pada tahun 2010. Istilah ini merujuk
kepada penggunaan teknologi informasi untuk menggertak orang dengan
mengirim atau memposting teks yang bersifat mengintimidasi atau mengancam.
OED menunjukkan penggunan pertama dari istilah ini di Canberra pada tahun
1998, tetapi istilah ini sudah ada pada sebelumnya di Artikel New York Times
1995.8. Cyberbullying is the use of technology to intimidate, victimize, or bully
an individual or group. yaitu penggunaan teknologi untuk mengintimidasi,
menjadikan korban, atau menggangu individuatau sekelompok orang. Pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa cyberbulying adalah intimidasi, pelecehan atau
perlakuan kasar secara verbal yangdilakukan di dunia maya.
Cyberbullying di Indonesia merupakan hal yang tabu karena mamang istilah
ini baru berlaku pada tahun 2010. Pemerintah Indonesia tentunya bergerak cepat
dalam menangani kasus kasus tentang cyberbullying seperti diperbaharuinya
dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Tetapi itu saja belum cukup karena kasus dalam ranah teknologi tidaklah begitu
cepat diselesaikan dan rentan salah kaprah. Pentingnya pendidikan moral dalam
menangani kasus cyberbullying ialah harus di beri pendidikan dalam anak usia
dini, seperti pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di sekolah sekolah
menjadi bekal bagi anak untuk bagaimana cara beretika di dunia maya maupun di
sosial mereka, sehingga meminimalisir kejadian cyberbullying di kalangan
remaja.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan cyberbullying?
2. Bagaimana peranan undang-undang dalam memamandang cyberbullying?
3. Bagaimana pentingnya moral dalam memandang cyberbullying?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1. Untuk mengetahui bagaimana pentingnya peran moral dan undang undang
undang dalam memandang cyberbullying
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Diharapkan bermanfaat menambah pengetahuan dan keilmuan dalam
memahami tindak pidana Cyberbullying di dalam bermoral dan Peraturan
Perundang-Undangan.
2. Manfaat Praktis. Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan penjelasan
kepada masyarakat tentang status hukum Tindak Pidana Cyberbullying dan
dikaji Peraturan PerundangUndangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cyberbullying
1. Pengertian Cyberbullying
Bullying adalah tindakan atau serangkaian tindakan negatif yang
mengakibatkan perilaku agresif dan manipulatif terhadap seseorang atau
orang lain dalam jangka waktu tertentu, termasuk kekerasan dan
ketidakseimbangan kekuasaan. Pelaku biasanya dimaksudkan untuk
mencuri kesempatan untuk melakukan tindakan mereka dan
menyebabkan ketidaknyamanan dan kecacatan pada orang lain, tetapi
korban biasanya menyadari bahwa tindakan ini berulang lagi dan lagi.
Menurut Tattum, bullying dirumuskan sebagai berikut: "Bullying adalah
keinginan yang disengaja dan disadari untuk menyakiti orang lain dan
menyebabkan stres." Cyberbullying adalah proses pengiriman teks atau
gambar yang dimaksudkan untuk menyakiti atau mempermalukan orang
lain menggunakan Internet, ponsel, atau perangkat lain, sehingga terjadi
keseimbangan kekuatan dan kekuasaan. Klaim runtuh. Karena
ketidakseimbangan antara kekuasaan dan kekuasaan, sulit bagi korban
untuk menolak tindakan negatif yang mereka terima. Cyberbullying
memiliki dua arti, "cyber" dan "bullying". Kata "cyber" adalah singkatan
dari "cyberspace", yang merupakan ruang tak terlihat. Ruang ini tercipta
ketika ada hubungan komunikasi yang bertujuan untuk menyebarkan
informasi dan jarak fisik tidak lagi menjadi penghalang, atau lebih
dikenal dengan istilah “dunia maya”. Dengan berkembangnya teknologi
informasi dan komunikasi, bullying dikenal dengan istilah cyberbullying.
Secara umum, cyberbullying adalah perlakuan kasar terhadap individu
atau kelompok yang menggunakan perangkat elektronik dan dilakukan
secara berulang dan terus menerus terhadap subjek yang sulit untuk
dilindungi, diolok-olok, atau mengganggu orang lain, tetapi internet atau
dunia cyber. Meski tidak terjadi secara langsung atau tatap muka,
cyberbullying juga bisa merugikan. Jika seseorang menghujat Anda
melalui dunia maya, keadaan psikologis orang itu bisa kacau.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Cyberbullying


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi cyberbullying termasuk bullying
tradisional, ciri-ciri kepribadian, persepsi korban, stres, dan peran
interaksi orang tua-anak. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
cyberbullying adalah sifat kepribadian (Disa, 2011). Perilaku bullying
tradisional erat kaitannya dengan kecenderungan cyberbullying. Riebel
(2009) menyatakan bahwa ada hubungan antara intimidasi kehidupan
nyata dan intimidasi dunia maya. Menurut penelitian Riebel, dari 77
pelaku intimidasi dunia maya, 63 sampel juga merupakan pelaku
intimidasi di kehidupan nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semua responden yang terlibat dalam cyberbullying juga terlibat dalam
tradisional bullying sebagai korban atau pelaku. Ciri-ciri cyber-bullying
adalah memiliki kepribadian yang dominan, cenderung menggunakan
kekerasan, temperamental, impulsif, mudah frustasi, terlihat kuat, dan
memiliki sedikit empati terhadap korban bullying. ). Orang dengan
kepribadian ekstrovert lebih mungkin menjadi cyberbullying daripada
orang dengan introvert (Li, 2010). Karena kesamaan antara ekstroversi
dan karakteristik cyberbullying, ekstroversi dapat menunjukkan lebih
banyak perilaku cyberbullying daripada introversi. Chen (2002)
menyatakan bahwa individu dengan kepribadian ekstrovert cenderung
menggunakan metode pemecahan masalah yang tidak sesuai. Ini mungkin
karena ekstrovert cenderung lebih eksplosif daripada introvert yang
tenang dan terkendali. Eysecnk juga mengatakan bahwa ekstrovert
cenderung agresif dan ceroboh, sedangkan introvert tenang dan berpikir
hati-hati ketika menghadapi masalah (Alwisol, 2011). .. Stres adalah
keadaan ketegangan psikologis yang disebabkan oleh hubungan negatif
dengan orang lain dan memiliki efek negatif yang mengarah pada
perilaku yang salah. Akibatnya, remaja yang mengalami distress lebih
rentan terhadap cyberbullying dibandingkan remaja yang tidak
mengalami stres (Hinduja & Patchin, 2010). Peran interaksi orang tua-
anak berdampak besar pada kecenderungan anak untuk terlibat dalam
cyberbullying. Orang tua dapat berperan aktif dan tepat dalam memantau
aktivitas anak berinteraksi di Internet. Orang tua yang tidak terlibat
dalam aktivitas online anaknya membuat anaknya lebih rentan terhadap
cyberbullying (Willard, 2005). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
cyberbullying adalah bullying tradisional, tipe kepribadian, stres, dan
peran orang tua..
3. Karakteristik Cyberbullying

Cyberbullying memiliki karakteristik yang khas yang menjadikannya


sedikit berbeda dengan tradisional bullying. Menurut Shariff (2007),
cyberbullying terdiri dari:

a. Anonimitas, yaitu pelaku yang biasanya tidak jelas identitasnya;


b. Penonton yang tidak terbatas, dimana penonton atau bystander yang
menyaksikan kejadian jumlah dapat menjadi tidak terbatas;
c. Kurang pengawasan, yaitu kurangnya pengawasan dari orangtua,
pengajar dan lembaga karena luasnya dunia maya;
d. Tindakan menghina yang menetap, yaitu tindakan penghinaan,
intimidasi dan lain-lain yang yang cenderung bersifat menetap.

Individu perlu memahami jenis-jenis cyberbullying agar dapat


mendeteksi ketika dirinya atau orang lain telah menjadi korban atau
pelaku cyberbullying. Cyberbullying terbagi menjadi beberapa jenis
berdasakan bentuk perilakunya. Menurut Willard (2005) jenis-jenis
cyberbullying terdiri dari:

a. Flaming, yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan


kata-kata yang penuh ungkapan kemarahan dan bersifat frontal;
b. Harrasment, yaitu pesan-pesan yang berisi gangguan pada email,
sms, maupun pesan teks di jejaring sosial yang dilakukan secara
terus menerus;
c. Deningration, yaitu yaitu proses mencemarkan nama seseorang di
internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang
tersebut;
d. Impersonation, yaitu peniruan atau berpura-pura menjadi orang
lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik;
e. Outing, yaitu perilaku menyebarkan informasi pribadi orang lain
tanpa izin;
f. Trickery, yaitu menipu atau membujuk seseorang dengan tipu
daya untuk mengambil keuntungan atau merugikan orang lain;
g. Exclusion, yaitu mengeluarkan seseorang dari sebuah kelompok
secara tidak sopan dan sengaja;
h. Cyberstalking, yaitu mengganggu seseorang secara intens sehingga
membuat orang lain takut. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa jenis-jenis cyber bullying adalah: flaming,
harassment, deningration, impersonation, outing, trickery,
exclusion, dan cyberstalking. Jenis-jenis bentuk cyberbullying
tersebut akan digunakan sebagai indikator dalam penelitian ini.
2.2 Peran Undang-Undang
Dengan berlakunya dan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka pengelolaan,
penggunaan dan pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik harus
dikembangkan melalui sarana dan prasarana hukum. menjadi. Secara
tidak langsung untuk melindungi, memelihara dan memperkokoh
persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan peraturan perundang-
undangan untuk kepentingan nasional komputer dan media, dengan
memperhatikan nilai-nilai agama, sosial dan budaya bangsa Indonesia,
juga terkait dengan isu-isu cybercrime, antara lain: 641. KUHP (KUHP)
dapat menangani kejahatan komputer (computer crime). Mardjono
Reksodiputro, kriminolog Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa
kejahatan komputer sebenarnya bukan kejahatan baru dan bisa ditangani
dalam lingkup hukum pidana. Peraturan untuk menangani kejahatan
komputer harus diintegrasikan ke dalam hukum pidana, bukan hukum
yang terpisah. 2. Tindak pidana terkait komputer (cybercrime)
memerlukan ketentuan hukum pidana khusus atau undang-undang
tersendiri yang mengatur pelanggaran komputer.
Sahetapy berpendapat bahwa hukum pidana saat ini tidak siap untuk
kejahatan komputer, karena kejahatan komputer berupa pencurian data
tidak dapat dengan mudah dianggap sebagai pencurian. b. J. Sudama
Sastroandjojo berpendapat bahwa diperlukan regulasi baru untuk
mengatasi masalah kejahatan komputer. Kejahatan komputer memerlukan
perlakuan khusus karena berbeda dalam metode, lingkungan, waktu, dan
lokasi dari kejahatan lainnya. Undang-undang khusus kejahatan dunia
maya tersebut kemudian menjadi undang-undang pertama yang menjadi
produk undang-undang yang diperlukan di bidang teknologi informasi
dan perdagangan elektronik, dan menjadi pelopor dalam meletakkan
dasar pengaturan di bidang teknologi informasi dan penggunaan
perdagangan elektronik. .meningkat. Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, mengatur tentang
norma-norma sosial umum yang terkandung di dalamnya. Undang-
undang tersebut membahas masalah terkait informasi melalui perangkat
elektronik dan tindakan anti-jamming. UU Informasi dan Transaksi
Elektronik memuat 10 pasal yang mengancam akan melanggar sanksi
pidana, mulai dari Pasal 27 sampai dengan Pasal 37.

2.3 Pentingnya Moral


Faktor moral merupakan salah satu faktor yang diteliti dalam kaitannya
dengan cyberbullying. Selama lima tahun terakhir, database jurnal penelitian
ScienceDirect dan Taylor dan Francis telah menggabungkan 1000 artikel
dengan kata kunci "moralitas", "intimidasi", dan "remaja". Basis data ini
memeriksa moralitas di beberapa bidang, termasuk penalaran moral, kognisi
moral, sentimen moral, dan pelanggaran moral. Bullying itu sendiri telah
dipelajari dalam banyak cara. B. Gaya siber tradisional, perilaku buruk, dan
perilaku ofensif, diselidiki oleh berbagai pemangku kepentingan. B. Pelaku,
korban, pengamat. Moralitas dari perspektif perkembangan telah dipelajari
dengan berbagai istilah dan definisi, antara lain: B. Penalaran, Sensitivitas,
Kognisi, Emosi, Motivasi (Romera, Casas, Gómez-Ortiz & Ortega-Ruiz,
2019). Moralitas adalah bagaimana seorang individu menyimpulkan apakah
perilaku tertentu benar atau salah, bagaimana emosi terjadi ketika individu
melakukan perilaku yang benar atau salah, dan apa yang benar atau salah bagi
individu.Saya akan mempelajari apakah akan mendorong perilaku tersebut.
Dari disiplin ilmu yang berbeda, penelitian moral berfokus pada proses
mental dan bagaimana individu berperilaku ketika dihadapkan dengan benar
dan salah. Beberapa penelitian telah meneliti bidang moral tertentu dengan
intimidasi remaja: penalaran moral dan sentimen moral. Ada hubungan
negatif antara ketiganya, dan penalaran moral dan sentimen moral berkorelasi
negatif dengan perilaku cyberbullying remaja. Sebuah studi oleh Perren dan
Gutzwiller Helfenfinger (2012) menemukan bahwa komitmen yang rendah
terhadap emosi moral dan nilai-nilai moral merupakan faktor penting dalam
menjelaskan perilaku bullying remaja. Laible, Murphy, dan Augustine (2014)
juga menemukan bahwa remaja dengan penilaian moral yang tinggi,
perspektif yang tinggi, dan rentan terhadap emosi moral seperti rasa bersalah,
malu, atau empati cenderung tidak terlibat dalam bullying. Studi-studi ini
menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara area moral tertentu dan
perilaku bullying remaja. Kompleksitas masalah bullying ditemukan dalam
berbagai bentuk perilaku agresif yang terkait dengan bullying. Ini adalah
linguistik dan non-verbal, langsung dan tidak langsung. Bullying tidak hanya
mempengaruhi pelaku dan korban, tetapi juga teman sebayanya sebagai
penambah perilaku bullying atau penonton dari peristiwa bullying. Penelitian
sebelumnya telah menggambarkan bagaimana dinamika bullying terjadi,
mencakup semua bentuk dan semua peran. Penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk mereproduksi asosiasi yang ditemukan dan mengidentifikasi kombinasi
faktor yang berkontribusi terhadap fenomena bullying (Kljakovic & Hunt,
2016). Pentingnya mempelajari bullying masih penting saat ini, terutama
mengingat prevalensi bullying tradisional yang sangat tinggi di kalangan
remaja. Dengan membuktikan bahwa ada faktor stabil yang berperan sebagai
faktor risiko bullying, berbagai faktor sosial dan perilaku sedang dipelajari
dan mulai menemukan titik terang. Faktor moral terkait bullying juga sedang
dipelajari. Seperti halnya bullying, moralitas dapat dipelajari dari berbagai
disiplin ilmu. Romera dkk (2019) telah menunjukkan bahwa hubungan antara
pengetahuan moral, penalaran moral, dan emosi moral yang terkait dengan
perilaku moral patut diselidiki lebih lanjut, terutama dalam konteks bullying.
Oleh karena itu, tinjauan pustaka ini dimaksudkan untuk menjelaskan
bagaimana penelitian penalaran moral dan sentimen moral dalam perilaku
cyberbullying dilakukan.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis penelitian


1. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam mengkaji
penelitian ini dengan mengunakan pendekatan kualitatif.
Menurut sugiono (2019), mengatakan bahwa pendekatan
kualitatif digunakan untuk memperoleh data yang mendalam
aga memperoleh makna. Berdasarkan pernyatan tersebut,
maka yang di maksud dengan penelitian kualitatif adalah suatu
pendekatan penelitian yang memberikan data berupa kata-kata
yang tertulis ataupun tidak tertulis.
2. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini merupakan peneltian yang menitik
beratkan pada penelitian kepustakaan (Library Research). Oleh
karena itu penulisan skripsi ini bersifat deskriptif yakni
penelitian yang menjelaskan permasalahan yang ada secara
sistematis, faktual dan actual mengenai faktor-faktor, sifat
serta hubungan antara fenomena yang diteliti.
3.2 Waktu dan tempat penelitian
3.3 Sumber Data
3.4 Teknik Dan Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang penulis
gunakan adalah Studi Kepustakaan yakni dengan cara
mengumpulkan, mengutip dan memperoleh landasan teoritis
berupa konsep dari buku-buku, artikel-artikel maupun sumber
lainnya yang terkait dengan pokok bahasan yang diangkat penulis.

NO RUMUSAN PERTANYAAN HASIL


PERMASALAHAN PENELITI

1 1. Apa yang Apa factor dan Faktor-faktor


dimaksud dengan karakteristik yang dapat
cyberbullying? cyberbullying? mempengaruhi
cyberbullying
diantaranya
adalah bullying
tradisional,
karakteristik
kepribadian,
persepsi terhadap
korban, strain,
serta peran
interaksi orang
tua dan anak.
Salah satu faktor
yang
mempengaruhi
perilaku
cyberbullying
adalah
karakteristik
kepribadian.
Cyberbullying
memiliki
karakteristik
yang khas yang
menjadikannya
sedikit berbeda
dengan
tradisional
bullying.
a. Anonimitas,
yaitu pelaku
yang biasanya
tidak jelas
identitasnya;
b. Penonton yang
tidak terbatas,
dimana penonton
atau bystander
yang
menyaksikan
kejadian jumlah
dapat menjadi
tidak terbatas;
c. Kurang
pengawasan,
yaitu kurangnya
pengawasan dari
orangtua,
pengajar dan
lembaga karena
luasnya dunia
maya;
d. Tindakan
menghina yang
menetap, yaitu
tindakan
penghinaan,
intimidasi dan
lain-lain yang
yang cenderung
bersifat menetap

2 Bagaimana peranan Apakah undang UU ITE telah


undang-undang dalam undang tentang lama mendapat
memamandang cyberbullying kritik karena
cyberbullying? sudah cukup beberapa
berhasil? masalah,
termasuk terkait
praktik
cyberbullying.
Hal ini membuat
revisi terhadap
delik
cyberbullying
menjadi penting.
Perumusan pasal
baru ini tentu
akan jauh lebih
efektif
ketimbang
sekadar
melekatkan
definisi
cyberbullying
pada pasal yang
ada sekarang.

Setelah
menegaskan
definisi
cyberbullying
dalam UU ITE,
maka langkah
selanjutnya
untuk
menguatkan
perlindungan
terhadap korban
anak-anak adalah
perumusan pasal
baru dalam
Undang-Undang
Perlindungan
Anak.

Hal ini
mengingat
praktik bullying
dan
cyberbullying
banyak menimpa
anak-anak.

Menyusun ulang
definisi
cyberbullying
dalam hukum
Indonesia
merupakan
langkah yang
tepat. Dengan
definisi yang
lebih tepat
diharapkan
aturan hukum
akan lebih bisa
melindungi
mereka yang
lemah dan
mengalami
penindasan.

3 Bagaimana pentingnya Pentingnya Sangat penting


moral dalam memandang pemahaman moral karena  aSWnak
cyberbullying? terkait perilaku yang memiliki
perundungan pemahaman
(cyberbullying) moral yang
pada remaja seperti tinggi akan
apa? menilai suatu
perbuatan apakah
itu bernilai baik
atau buruk.
Secara tidak
lansung anak
akan menjaga
perilakunya agar
tidak melukai
atau menyakiti
perasaan
oranglain atau
dengan kata lain
tidak akan
melakukan
perilaku bullying
terhadap
temannya. Hal
ini tentu berbeda
dengan anak
dengan
pemahaman
moral yang
rendah, setiap
tindakannya
tidak akan
dipikirkan
sehingga mereka
akan cenderung
melakukan
perilaku bullying.
3.5 Teknik analisis data
a. Resuksi data
b. Display data
c. Penarikan kesimpulan

You might also like