You are on page 1of 16

 

I.  PENDAHULUAN

Sindrom Evans adaah kelainan yang jarang dimana sistem kekebalan tubuh
menghasilkan antibodi yang secara keliru menghancurkan sel darah merah,
trombosit dan kadang sel darah putih (neutrofil). Hal ini menyebabkan rendahnya
kadar sel darah dalam tubuh (sitopenia). Kehancuran dini sel darah merah
(hemolisis) dikenal sebagai anemia hemolitik autoimun atau AIHA.
Trombositopenia mengacu pada kadar trombosit rendah (purpura trombositopenia
idiopatik atau ITP). Neutropenia mengacu pada rendahnya sel darah putih tertentu
yang dikenal sebagai neutrofil. Sindrom Evans didefinisikan sebagai asosiasi AIHA
 bersama dengan ITP; neutropenia jarang terjadi. Dalam beberapa kasus,
 penghancuran autoimun dari sel darah ini terjadi bersamaan. Dalam kebanyakan
kasus, satu kondisi berkembang lebih dulu sebelum kondisi lain berkembang di
kemudian hari (berurutan). Gejala dan tingkat keparahan sindrom Evans sangat
 bervariasi dari satu orang ke orang lainnya. Sindrom Evans berpotensi
menyebabkan komplikasi parah dan mengancam jiwa. Sindrom Evans dapat terjadi
dengan sendirinya sebagai gangguan primer (idiopatik) atau berhubungan dengan
kelainan autoimun lainnya atau gangguan limfoproliferatif sebagai gangguan
sekunder. Perbedaan antara sindrom Evans primer dan sekunder penting karena
dapat mempengaruhi pengobatan (Norton dan Roberts, 2009).

Sindrom Evans pertama kali dijelaskan dalam literatur medis pada tahun 1951
oleh Dr. Robert Evans dan rekannya. Selama bertahun-tahun, kelainan ini dianggap

sebagai kejadian kebetulan AIHA dengan trombositopenia dan/atau neutropenia.


 Namun, para periset sekarang percaya bahwa kelainan tersebut merupakan kondisi
yang berbeda yang ditandai dengan keadaan malfungsi sistem kekebalan tubuh
(lebih dari ITP atau AIHA saja) (Norton dan Roberts, 2009).

1
 

II.  STATUS PASIEN

A.  IDENTITAS PENDERITA


 Nama : Tn. A H
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Purwareja 01/03 Banjarnegara
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
 No RM : 02021903
Tgl. Masuk RS : 20 September 2017
Tgl Periksa : 22 September 2017
Bangsal : Mawar

B.  ANAMNESIS
1.  Keluhan utama : Badan terasa lemas
2.  Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS pada tanggal 20 September 2017
dengan keluhan utama badan terasa lemas. Keluhan badan lemas dirasakan
hingga pasien berbaring terus menerus di kasur dan tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari. Keluhan tersebut dirasakan setiap hari. Keluhan tidak
hilang maupun membaik dengan pasien meminum obat maupun beristirahat
seharian. Keluhan badan terasa lemas pertama kali dirasakan sejak 1 tahun
yang lalu smrs, seiring dengan waktu keluhan badan lemas semakin parah
dan membuat pasien datang ke rumah sakit. Kronologis pertama kali pasien
merasakan badan lemas tidak diingat, pasien hanya mengatakan badan
lemas tersebut datang secara tiba-tiba.
Keluhan disertai dengan penurunan berat badan akibat nafsu
nafs u makan
 pasien yang menurun, mual, dan muntah sejak 4 bulan yang lalu. Pasien
 juga mengeluhkan nyeri perut bagian kanan dan kiri, nyeri perut dirasakan
sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku BAB pasien berwarna hitam

2
 

sejak 3 hari sebelum masuk RSMS. Pasien juga mengaku pernah memiliki
ruam-ruam warna kecoklatan pada badan.
Pasien pernah beberapa kali rawat inap di rumah sakit sebelum di
RS Margono Soekarjo. Riwayat mondok di RSUD Banjarnegara selama 3
hari dengan keluhan yang sama. Pasien diberikan transfusi darah dan
keluhan membaik. Setelah itu pasien pulang dan keluhan serupa muncul
kembali hingga pasien dirujuk ke RS Margono Soekarjo.
3.  Riwayat Penyakit Dahulu
a.  Riwayat hipertensi : disangkal
 b.  Riwayat DM : disangkal
c.  Riwayat penyakit jantung : disangkal
d.  Riwayat penyakit ginjal : disangkal
e.  Riwayat alergi ` : disangkal
f.  Riwayat sakit kuning : disangkal
4.  Riwayat Penyakit Keluarga
a.  Riwayat keluhan yang sama : disangkal
 b.  Riwayat hipertensi : disangkal
c.  Riwayat DM : disangkal
d.  Riwayat penyakit jantung : disangkal
e.  Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f.  Riwayat alergi ` : disangkal
5.  Riwayat Sosial Ekonomi
a.  Community
Pasien merupakan seorang pegawai swasta yang tinggal bertiga
dengan istri dan anaknya. Rumah pasien tinggal di lingkungan dengan
 penduduk yang
yang padat. Hubungan pasien dengan tetangg
tetanggaa cukup baik.
 b.  Occupational
Pekerjaan pasien adalah pegawai swasta. Setiap hari pasien
 bekerja namun karena penyakitnya ini, aktivitas tersebut menjadi
terhambat.
c.   Personal Habit

3
 

Pasien tidak memiliki kebiasan tertentu seperti merokok dan


minum minuman ber alkohol
d.   Drugs and Diet
Pasien tidak menkonsumsi obat obatan tertentu.

C.  PEMERIKSA
PEMERIKSAAN
AN FISIK
Keadaan Umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : TD : 110/80 mmhg
 N : 72 x/menit
RR : 20 x/menit

Status Generalis 
Pemeriksaan Kepala
Bentuk Kepala : Mesochepal, simetris, venektasi temporal (-)
Pemeriksaan Mata
Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)
Konjunctiva : Anemis (+/+)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor Ø 3 mm
Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)
Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-),
rinore (-/-)
Pemeriksaan Mulut : Bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir kering
(-), lidah kotor (-), tremor (-), ikterik (-),
sariawan (-)
Pemeriksaan Leher
Trakea : Deviasi trakea (-)
Kelenjar Tiroid : Tidak membesar
Kel. Limfonodi : Tidak membesar, nyeri tekan (-)
JVP : Dalam batas normal, 5+2 cmH2O
Status Lokalis

4
 

Paru-Paru

Inspeksi : Hemithorax dextra = sinistra, ketinggalan gerak (-)

Palpasi : Vocal fremitus apex dextra = sinistra

Vocal fremitus basal dextra = sinistra

Perkusi : Sonor, batas paru hepar SIC V LMCD


Auskultasi : SD vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC VI 2 jari medial LMCS

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC VI 2 jari medial LMCS,

kuat angkat

Perkusi : Batas Jantung

Kanan atas : SIC II LPSD

Kiri atas : SIC II LPSS


Kanan bawah : SIC V LPSD

Kiri bawah : SIC VI, 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1>S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di seluruh lapang perut, undulasi (-)

Hepar : Teraba 3 jari BACD

Lien : Teraba garis Schuffner 1/8

Extremitas

Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas


superior inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema (pitting) - - - -
Sianosis - - - -

5
 

ITP - - + +
Kuku kuning - - - -
(ikterik)
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis
Bicep/tricep + +
Patela + +
Reflek patologis
Reflek - - - -
babinsky
Sensoris D=S D=S D=S D=S

D.  PEMERIKSA
PEMERIKSAAN
AN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium
laboratorium DL 20 September 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 4,7 L 14 – 18
18 g/dL
Leukosit 8990 L 4.800 – 10.800
10.800 U/L
Hematokrit 13 L 42 – 52
52 %
Eritrosit 1,4 L 6,1 ^6/uL
4,7 – 6,1
Trombosit 114.000 L 150.000 –  450.000
 450.000 /uL
MCV 94,3 79
79 – 
 –  99
 99 fL
MCH 33,3 27
27 – 
 –  31
 31 Pg/cell
MCHC 35,2 33
33 – 
 –  37
 37 %
RDW 35 –  47
35 –   47 %
MPV 7,2 –  11,1
7,2 –   11,1 fL
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0,1 0 – 
0  –  1
 1 %
Eosinofil 0,1 L 2 –  4
 4 %
Segmen 2,7 L 50
50 – 
 –  70
 70 %
Batang 72,9 H 3 –  5
 5 %
Limfosit 20,0 25 –  40
25 –   40 %
Monosit 4,2 2 –  8
 8 %

Gambaran Darah Tepi

Eritrosit : anisositosis, polkilositosis (pear sel, ovalosit) parasit negatif,


eritrosit berinti negatif

Leukosit : estimasi jumlah normal, bentuk normal, blast negatif

6
 

Trombosit : estimasi jumlah menurun, bentuk besar (+), clumping negatif

Kesan : -anemia normokromik normositer  curiga penyakit dalam kronik

-Trombositopenia, beberapa trombosit teraktivasi  curiga peradangan

dd/ MDS dengan anemia defisiensi Fe, Evans Syndrome, ITP dengan
anemia defisiensi besi

KIMIA KLINIK
Bilirubin total 1,20H 0,2 –  1,0
0,2 –  1,0 mg/dL
Bilirubin Direk 0,60 H 0,0 – 
0,0 –  0,2
 0,2 mg/dL
Bilirubin Indirek 0,4 0,0 – 
0,0 –  1,00
 1,00 mg/dL

Pemeriksaan laboratorium
laboratorium 22 September 2017 (Post Trf PRC 2 kolf)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Darah Lengkap
Hemoglobin 6,8 L 14 – 18
18 g/dL

Leukosit
Hematokrit 11620
20 L H 4.800
5 – 
42 – 522 10.800
1
%0.800 U/L
Eritrosit 2,2 L 6,1 ^6/uL
4,7 – 6,1
Trombosit 188.000 150.000 –  450.000
 450.000 /uL
MCV 92,3 79
79 – 
 –  99
 99 fL
MCH 30,9 27
27 – 
 –  31
 31 Pg/cell
MCHC 33,5 33
33 – 
 –  37
 37 %
RDW 35 –  47
35 –   47 %
MPV 7,2 –  11,1
7,2 –   11,1 fL
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0,2 0 – 
0  –  1
 1 %
Eosinofil 0,5 L 2 –  4
 4 %
Segmen 60,4 50
50 – 
 –  70
 70 %
Batang 8,6 H 3 –  5
 5 %
Limfosit 25,3 25
25 – 
 –  40
 40 %
Monosit 5,0 2 –  8
 8 %

E.  DIAGNOSIS KERJA


-  Bisitopenia
-  Evans Syndrome
F.  TERAPI
-  IVFD RL 20 tpm
-  Inj ceftriaxone 2x1 gr iv
-  Inj Omeprazole 1x1 amp iv

7
 

-  Inj Metilprednisolon 1x62,5 mg iv


-  Inj mecobalamin 1x1 amp
-  Asam folat 1x1 tab po
-  Transfusi PRC 2 kolf

G.  PROGNOSIS
a.  Ad vitam : dubia ad bonam
 b.  Ad functionam : dubia ad malam
c.  Ad sanationam : dubia ad malam

HASIL FOLLOW UP

Tanggal S-O A P

20-11-17 Subyektif: - Bisitopenia -  IVFD RL 20 tpm


Badan terasa - AIHA -  Inj ceftriaxone 2x1 gr iv
lemas,pusing, -  Inj Omeprazole 1x1 amp iv
nyeri perut, -  Inj Metilprednisolon 1x62,5
mudah lelah mg iv
Obyektif : -  Inj mecobalamin 1x1 amp
TD :110/60 -  Asam folat 1x1 tab po
mmHg -  Transfusi PRC 2 kolf
 N : 90 x/menit
S : 36,7 C
RR : 20 x/menit Plan :
Cek GDT
21-11-17 Subyektif: - Bisitopenia -  IVFD RL 20 tpm
Badan masih - Evans sindrom -  Inj ceftriaxone 2x1 gr iv
terasa lemas, -  Inj Omeprazole 1x1 amp iv
nyeri perut, badan -  Inj Metilprednisolon 1x62,5
linu mg iv
Obyektif : -  Inj mecobalamin 1x1 amp
TD :130/90 -  Asam folat 1x1 tab po
mmHg
 N : 76 x/menit
S : 36,6 C Plan :
RR : 20 x/menit Cek LDH, retikulosit, GDT
22-11-17 Subyektif: - Bisitopenia -  IVFD RL 20 tpm
Badan terasa - Evans Syndrome -  Inj Omeprazole 1x1 amp iv
lemas, nyeri -  Inj Metilprednisolon 1x62,5
 perut, badan linu mg iv
Obyektif : -  Inj mecobalamin 1x1 amp
TD : 120/70 -  Asam folat 1x1 tab po
mmHg -  Cefotaxime 2x100
8
 

 N : 74 x/menit
S : 36,5 C
RR : 22 x/menit
23-11-17 Subyektif: - Bisitopenia -  IVFD RL 20 tpm
Gatal di seluruh - Evans Syndrome -  Inj Omeprazole 1x1 amp iv
tubuh, badan linu, -  Inj Metilprednisolon 1x62,5
 perut masih terasa mg iv
nyeri -  Inj mecobalamin 1x1 amp
Obyektif : -  Asam folat 1x1 tab po
TD : 120/70 -  Cefotaxime 2x100
mmHg
 N : 74 x/menit
S : 36,5 C
RR : 22 x/menit

9
 

III.  TINJAUAN PUSTAKA

A.  Definisi

Sindrom Evans adalah suatu penyakit yang langka dan dikarakteristikan


dengan perkembangan simultan atau sekuensial dari autoimmune hemolytic
anemia (AIHA) dan immune trombocytopenia (ITP) dan/atau immune
neutropenia (Michel et al., 2009).

Sedangkan menurun Norton dan Roberts (2005), sindrom Evans adalah


ad alah
suatu kondisi tidak umum yang didefinisikan sebagai kombinasi (keduanya
simultan atau sekuensial) dari ITP dan AIHA dengan hasil positif dari direct
antiglobulin test (DAT) dan tidak diketahui adanya penyakit lain yang
mendasari. DAT adalah tes yang digunakan untuk menentukan apakah sel

darah merah telah terlapisi secara


secar a in vivo oleh imunoglobulin atau komplemen
atau keduanya (Karp, 2016).

B.  Epidemiologi
Evan’s syndrome (ES) adalah penyakit yang
yan g jarang terjadi karena
terdiagnosis hanya 0.8% hingga 3.7% dari seluruh pasien dengan ITP atau
AIHA pada onset awal penyakit. Sebagian besar data berasal dari kelompok
usia pediatri. Insidensi keseluruhan kasus ini belum sepenuhnya diketahui
(Dave et al ..,, 2012). Insidensi ITP pada usia anak diperkirakan 2-5 kasus per
100.000 pasien per tahun pada anak usia kurang dari 18 tahun, sementara itu
insidensi pasti AIHA dan ES belum dapat ditentukan dengan pasti (Terrell et
al .,
., 2010).
Di Malaysia tahun 1992, sindrom Evans ditemukan pada 12 dari 220
 pasien dewasa dengan ITP dan 102 dengan AIHA. Sebuah penelitian oleh
Silverstein dan Heck di Amerika, sebanyak 399 kasus AIHA dan 367 kasus
ITP pasien dewasa, hanya enam dari 766 pasien ini mengalami sindrom Evans.
Sindrom ini dominan terjadi pada ras kulit putih, dari 42 pasien yang
dilaporkan dalam survei nasional terdapat 29 berkulit putih, 7 hitam, dan 6
memiliki latar belakang ras lainnya. Sindrom ini mempengaruhi anak laki-laki

10
 

lebih sering daripada perempuan dengan rasio 1,4:1. Penelitian Genty di


Prancis tahun 2002, sebanyak 67% kasus sindrom evans terjadi pada wanita.
Sindrom Evans terjadi pada individu dari segala usia. Dalam sebuah survei
tahun 1997 di Amerika Utara, melaporkan rata-rata usia saat diagnosis adalah
usia 7,7 tahun (Cassel dan Rose, 2003).
C.  Etiologi dan faktor risiko

Etiologi dari sindrom Evans masih tidak diketahui (idiopatik). Banyak


 pasien yang diasosiasikan dengan penyakit lain seperti lupus erimatosus
sistemik, dan penyakit autoimun lain, limfadenopati kronis, atau
hipogamaglobulinemia. Sindorm evans telah didiagnosis pada 1 anak dengan
diabetes melitus tipe I, yang lainnya terdapat pada seseorang yang mendapat
transplantasi sumsum tulang untuk penyakit LMNH yang berulang, dan 1 anak
 pada penyakit celiac
celiac.. Kebanyakan pasien dengan sindrom Evans memiliki

 penurunan serum IgG, IgM, dan IgA dan penurunan pada sintesis vitro IgG,
IgM atau keduanya (Cassel dan Rose, 2003).

Penurunan populasi sel Th dan peningkatan populasi sel Ts sama


dengan yang ditemukan pada anemia hipoplastik kongenital dan
trombositopenia amegakariotik yang telah diobservasi. Penemuan ini
memunculkan spekulasi bahwa sitopenia pada sindrom Evans mungkin
 berkorelasi dengan abnormalitas sel T. (Cassel dan Rose, 2003).

D.  Patomekanisme

Etiologi pasti dan patofisiologi sindrom Evans tidak diketahui.


Autoantibodi non-cross-reacting   ditujukan terhadap antigen yang spesifik
 pada eritrosit, platelet, atau neutrofil.
neutrofil. Wang dkk menunjukkan penurunan kadar
serum imunoglobulin G (IgG), imunoglobulin M (IgM), dan imunoglobulin A
(IgA) pada pasien ini ES. Sitopeni yang terjadi pada sindrom Evans mungkin
terkait dengan kelainan sel T; penurunan sel T helper dan peningkatan sel T
supressor yang ditemukan pada pasien ES (Cassel dan Rose, 2003).
Savasan dkk menemukan bahwa lebih dari separuh pasien dengan
sindrom Evans memiliki bukti hiperaktivitas limfoid. Teachey dkk

menunjukkan bahwa lebih dari separuh (58%) pasien dengan sindrom Evans
11
 

mungkin memiliki autoimun lymphoproliferative syndrom (ALPS),


syndrom (ALPS), dimana hal
ini merupakan temuan baru dengan implikasi terapeutik yang penting (Cassel
dan Rose, 2003).
Kematian sel terprogram (apoptosis) dari limfosit teraktivasi sangat
 penting untuk homeostasis kekebalan tubuh. Protein permukaan sel Fas
(CD95) dan ligannya memainkan peran penting dalam mengatur apoptosis
limfosit, dan ekspresi yang salah dari ligan Fas atau Fas menyebabkan
akumulasi berlebihan yang jelas pada limfosit matang dan penyakit autoimun
 pada tikus.
t ikus. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa apoptosis limfosit
yang rusak akibat mutasi gen Fas dapat menyebabkan ALPS parah pada
manusia (Cassel dan Rose, 2003).
Teachey dkk melakukan skrining pada 12 anak dengan menggunakan
 flow cytometry untuk
cytometry untuk sel T CD4 / CD8 (double-negative
( double-negative)) dan menggunakan tes
definitif untuk ALPS (yaitu apoptosis yang dimediasi Fas yang in vitro). Enam
 pasien memiliki peningkatan jumlah sel T double-negative
double-negative dan
 dan apoptosis yang
dimediasi Fas yang rusak, dan satu pasien dengan elevasi borderline. Dengan
demikian, 7 pasien dengan sindrom
si ndrom Evans memiliki bukti dugaan ALPS, yang,
 pada akhirnya, menunjukkan bahwa mungkin ada beberapa tumpang tindih
antara sindrom Evans dan ALPS. Hal ini kemungkinan dapat digunakan untuk
menjelaskan jalur klinis yang berat pada beberapa pasien dengan sindrom
Evans (Cassel dan Rose, 2003).
E.  Manifestas
Manifestasii Klinis

1.  Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Gejala dan tingkat keparahan sindrom Evans sangat bervariasi dari


satu orang ke orang lain, seperti onset, perjalanan, dan durasi penyakit.
Sebagian besar individu menujukkan perjalanan penyakit yang kronis
dengan periode eksaserbasi (memburuk) dan remisi yang biasanya diinduksi
sementara dengan pengobatan. Rendahnya kadar eritrosit yang beredar
dapat menyebabkan berbagai gejala seperti keletihan, warna kulit pucat,
nyeri kepala, sesak napas, urin berwarna gelap, dan takikardi. Beberapa
 pasien mungkin dapat memiliki warna kuning pada kulitnya dan terutama

 pada sklera (Cassel dan Rose, 2003; Bussel, 2013).


12
 

Trombositopenia dapat menyebabkan terjadinya bintik-bintik


kemerahan atau ungu pada kulit (ptekiae), perubahan warna kulit menjadi
warna keunguan yang lebih besar pada kulit akibat adanya pendarahan dari
 pembuluh darah yang pecah ke jaringan
jar ingan subkutan (ekimosis), dan purpura,
 berupa ruam bintik-bintik keungunan yang diakibatkan karena perdarahan
 pembuluh darah yang lebih kecil (Cassel dan Rose, 2003; Bussel, 2013).

Pada pemeriksaan dapat ditemukan limfadenopati, hepatomegali,


dan atau splenomegali. Limfadenopati dan organomegali dapat kronis atau
intermiten dan pada beberapa kasus, klinis ini hanya muncul selama episode
epis ode
eksaserbasi akut (Norton dan Roberts, 2005).

2.  Pemeriksaan penunjang

Pada sebuah survei nasional yang dilakukan, trombositopenia

terdapat pada orang sebanyak 76% dengan sidrom Evans dan anemia
sebanyak 67% dari jumlah pasien. Sebagai tambahan, 24% dari pasien
memiliki neutropenia dan 14% memiliki pansitopenia (Mathew, 2016).

Pemeriksaan darah lengkap akan menujukkan hasil sitopenia dan


gambaran darah tepi dibutuhkan untuk memeriksa adanya AIHA
(polikromasia, sferosit) dan untuk eksklusikan penyakit lain yang mendasari
(malignansi, anemia hemolitik mikroangiopati, hemolitik kongenital, dan
kondisi trombositopenia). Hal-hal yang menunjang hemolisis harus
diperiksa termasuk peningkatan hitung retikulosit, hiperbilirubinemia tidak
ti dak

terkonjugasi, dan penurunan haptoglobin. Tes DTA sebagian besar positif


 pada beberapa keadaan, bahkan pada keadaan tanpa anemia hemolitik dan
dapat positif pada IgG dan/atau komplemen C3. Tes Antiglobulin indirek
 juga dapat memiliki hasil positif (Norton dan Roberts, 2005).
2005).

Pemeriksaan antibodi antiplatelet dan antigranulosit memiliki hasil


yang berbeda-beda. Dalam laporan kasus oleh Fagiolo pada tahun 1976
 pada 32 pasien dewasa dengan AIHA menujukkan terdapat antibodi
antiplatelet sebanyak 91% dan antibodi leukosit sebanyak 81% pasien. Pui
et al . pada tahun 1980 menemukan antibodi antiplatelet hanya pada 2 dari 6

13
 

 psien yang dites dengan serotonin 14C dan antibodi granulositotoksik


granulositotoksik pada
3 dari 4 pasien (Norton dan Roberts, 2005).

Pemeriksaan sumsum tulang dapat digunakan untuk evaluasi


sindrom Evans yang dibutuhkan untuk eksklusi proses infiltratif pada pasien

yang menujukkan hasil pansitopenia. Namun di sisi lain pemeriksaan


 biasanya tidak membantu karena temuan tidak spesifik
spesifik dan mungkin normal
(Norton dan Roberts, 2005).

F.  Diagnosis banding


Sindrom Evans merupakan diagnosis eksklusi dan penyakit
konfounding lain harus disingkirkan. Oleh karenanya, sebelum diagnosis
sindrom Evans ditegakkan, penyebab sitopenia terkait imunologi harus
dieksklusikan, khususnya SLE, defisiensi IgA, CVID (Common
( Common Variable
 Immune Deficiency),
Deficiency), AIDS, dan APLS ( Antiphospholipid  Syndrome
Syndrome).
). Sindrom
Evans juga dapat berkembang sebagai sindrom sekunder, sejumlah laporan
kasus menggambarkan sindrom Evans sebagai sindrom sekunder pada
 penyakit Castleman (Mather, 2016).
G.  Tata Laksana
Tata laksana ES adalah tantangan tersendiri. Terapi medikamentosa
masih menjadi kunci pokok penatalaksanaan. Pasien dengan anemia berat atau
trombositopenia harus distabilkan dulu fungsi respirasi dan kardiovaskulernya,
kemudian diberikan transfusi darah, bila perlu dikonsultasikan ke bagian
hematologi, dan dimulai terapi dengan steroid atau imunoglobulin intravena
(IVIg) (Mather, 2016).
a.  Terapi Farmakologi
Prednison (1-2 mg/kgBB dibagi 2-3 dosis sehari) adalah agen lini pertama
tersering yang digunakan dan seringkali efektif dalam mengendalikan
episode akut ES. Pada beberapa pasien, relaps dapat terjadi saat prednison
di tapered off  atau
 atau dihentikan. Disarankan diberikan regimen steroid dengan
alternate-day   dosis apabila memungkinkan. Imunoglobulin intravena
alternate-day
(IVIG) dapat membantu pasien yang bergantung pada steroid. Terapi lain
yang efektif dalam seri kecil termasuk danazol, siklosporin, azathioprine,
cyclophosphamide, dan vincristine (Mathew, 2015).
14
 

 b.  Transfusi
Pemberian transfusi seperti transfusi WRC, TC dapat membantu
mengembalikan kadar darah yang turun. Keuntungan pemberian WRC
adalah tidak membebani sirkulasi, tidak memperberat fungsi ginjal, dan
sedikit mengurangi reaksi alergi karena tidak disertai pemberian plasma
yang tinggi protein. Pemberian TC biasanya dilakukan bila terdapat
 perdarahan parah dengan jumlah trombosit yang
yang rendah (Mathew, 2015).
c.  Splenektomi
Splenektomi belum memiliki peran yang jelas pada tata laksana ES
namun dapat dipertimbangkan dilakukan pada kasus yang kemungkinan
refrakter. Splenektomi dapat memperbaiki profil hematologi dan
mengurangi ketergantungan steroid, akan tetapi relaps sangat umum terjadi
dan di sebagaian besar kasus terjadi dalam 1-2 bulan pasca prosedur.
Splenektomi dilaporkan dapat memberikan durasi respon yang bervariasi
dari 1 minggu hingga 5 tahun, tetapi nilai median durasi respon hanya 1
 bulan. Risiko sepsis postsplenektomi meningkat
meningkat pada anak-anak dengan ES
khususnya dengan pansitopenia (Mathew, 2015).
d.  Diet dan Aktivitas
Pasien yang menerima terapi steroid harus melakukan restriksi garam,
gula, dan cairan untuk mencegah retensi cairan berlebih. Aktivitas perlu
dibatasi apabila terjadi tanda-tanda anemia dan lebam
l ebam (Mathew, 2015).

15
 

DAFTAR PUSTAKA

Bussel, J.B. 2013. Evans Syndrome. National Organization for Rare Disorders
(NORD). https://rarediseases.org/rare-diseases/evans-syndrome/ diakses
tanggal 27 September.

Cassel, D. dan N. Rose. 2003. The Encyclopedia of Autoimmune Disease. Facts in


File, Inc.: New York.

Dave, P. Kavita K., AG Diwan. 2012. Evan’s Syndrome Revisited. JAPI 


Revisited.  JAPI . 60 : 60-
61.
Karp, J.K. 2016. Direct Antiglobulin Testing. Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/1731264-overview (diakses 27
September 2017).

Mathew, P. 2015.  Evans Syndrome.


Syndrome. (Online).
http://emedicine.medscape.com/article/955266-overview
Michel, M. V. Canet, A. Decharetres, A. Morin, J. Piette,L. Cirasino et al. 2009.
The Spectrum of Evans Syndrome in Adults: New Insight into the Disease
Based on the Analysis of 68 Cases. Blood 114 : 3167-3172

 Norton, A. dan I. Roberts. 2009. Management of Evans Syndrome.


Syndrome. British Journal
of Haematology 132 : 125-137.

Terrell DR, Beebe LA, Vesely SK, Neas BR, Segal JB, George JN. 2010. The
incidence of immune thrombocytopenic purpura in children and adults: A
critical review of published reports. Am
reports. Am J Hematol. 85(3):174-80.
85(3):174-80.  

16

You might also like