You are on page 1of 32

LAPORAN KASUS

STROKE HEMORAGIK

Diajukan Kepada:
dr. Sophia Laura

Disusun Oleh:
dr. Novaldi Rizky Kurniawan

PROGRAM DOKTER INTERNSIP BATCH IV TAHUN 2020

PERIODE NOVEMBER 2020 – AGUSTUS 2021

RS DIRGAHAYU SAMARINDA

JANUARI

2021
BAB I
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Usia : 50 tahun
Tanggal lahir : 20 Juli 1970
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Karang Asam Ilir
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 18 Desember 2020

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak kiri dan nyeri kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Dirgahayu pada tanggal 18 Desember 2020
pukul 20.50 WITA diantar oleh keluarga nya dengan keluhan kelemahan
anggota gerak kiri secara tiba-tiba saat pasien sedang duduk di rumah
kurang lebih 30 menit SMRS dan nyeri kepala. Pasien juga mengeluh
muka seperti perot dan bicara pelo namun pasien masih bisa
berkomunikasi dan mengingat dengan baik. Keluhan nyeri kepala juga
dirasakan mendadak. Mual (+) muntah (+) 1 kali di rumah, BAB dan BAK
normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat hipertensi tidak terkontrol
 Riwayat diabetes mellitus tidak terkontrol
 Riwayat jatuh disangkal
 Riwayat kejang disangkal
 Riwayat stroke disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Keluhan serupa dalam keluarga disangkal.
 Keluarga tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes
5. Riwayat Personal Sosial
Merokok (-), alkohol (-).

C. Pemeriksaan Fisik
a) Tanda Vital
Tanda vital di IGD
Tekanan Darah : 180/110 mmHg
Denyut Nadi : 102 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 25 x/menit
Suhu : 36,8 ºC
SpO2 : 98%
GCS :E2M3V3
b). KU : Baik, CM

c). GCS : E2V3M3

d). Pemeriksaan Nervus Cranialis


1. Pemeriksaan Neurologis
a. Nervus Cranialis
1) N.I ( Olfaktorius) kanan kiri
Daya penghidu : Normosmia Normosmia
2) N II (Opticus) kanan kiri
Ketajaman penglihatan : Baik Baik
Pengenalan warna : Tidak dilakukan
Lapang pandang : Baik Baik
Funduscopy : Tidak dilakukan
3) N III,IV,VI (Oculamotorius,Trochlearis,Abducens)
Ptosis : (-) (-)
Strabismus : (-) (-)
Gerakan bola mata:
Lateral : (+) (+)
Medial : (+) (+)
Atas : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Pupil
Ukuran pupil : Ǿ3 mm Ǿ5mm
Bentuk pupil : bulat bulat
Isokor/anisokor : anisokor
Rf cahaya langsung : (+) (+)
Rf cahaya tdk langsung: (+) (+)
4) N V (Trigeminus)
Menggigit : (+)
Membuka mulut : Simetris
Sensibilitas Atas : (+) (+)
Tengah : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
5) N VII (Facialis)
Mengerutkan dahi : simetris kanan dan kiri
Mengerutkan alis : simetris kanan dan kiri
Menutup mata : simetris kanan dan kiri
Meringis : tidak simetris kanan dan kiri
Menggembungkan pipi : simetris kanan dan kiri
6) N. VIII ( Acusticus )
Mendengarkan suara gesekan jari tangan : (+) (+)
Mendengar detik arloji : (+) (+)
7) N. IX ( Glossopharyngeus )
Arcus pharynk : normal
Posisi uvula : tidak ada deviasi
8) N.X ( Vagus )
Denyut nadi : teraba,reguler
Arcus faring : simetris
Bersuara : normal
Menelan : tidak ada gangguan
9) N. XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : normal
Sikap bahu : simetris
Mengangkat bahu : dapat dilakukan
10) N.XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : simetris
Atrofi lidah : tidak ada
Artikulasi : jelas
Tremor lidah : tidak ada
b. Motorik
Kekuatan : 5 0
5 0
c. Reflek Fisiologis
Refleks Biseps : (++) normal (++) normal
Refleks Triseps : (++) normal (++) normal
Refleks Patella : (++) normal (++) normal
Refleks Achilles : (++) normal (++) normal
d. Refleks Patologis : kanan kiri
HoffmannTromner : (-) (-)
Babinzki : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Rosolimo : (-) (-)
Mendel Bechterew : (-) (-)
e). Pemeriksaan Sistemik

Kepala : CA (-), SI (-)


Leher : tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembesaran KGB
Dada : simetris, SDV +/+, ST -/-
Abdomen : supel, BU dbn, NT -/-
Genital : dbn
Tangan : akral hangat, edema -/-, CRT < 2 detik
Kulit : dbn
Kaki : akral hangat, edema -/-, CRT < 2 detik

D. Pemeriksaan Penunjang
a) CT Scan Kepala :

Hasil :

 Tampak gambaran hiperdens pada hemisphere cerebri dextra (Capsula


Interna Dextra) dengan ukuran 4,6 x 2,2 cm
 ventrikel lateralis dan ventrikel III dan IV tak melebar
 Cisterna tampak normal
 Tak tampak discontinuitas tulang

Kesan : Intracerebral Hemorhage Hemisphere Dextra

b). EKG

Kesan : Normal Sinus Rhytm

c). Laboratorium:
Tabel 1: Hasil Lab

10 Februari 2019 Darah Rutin


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Hemoglobin 12,2 13.2 – 17.3 N
Leukosit 7,8 3.8 - 10.6 N
Eosinofil 0,5 2.00 – 4.00 L
Basofil 0,3 0 – 1.00 N
Netrofil 58,8 50.00 – 70.00 N
Limfosit 33,8 25.00 – 40.00 N
Monosit 6,6 2.00 – 8.00 N
Hematokrit 45% 40 – 52 N
Eritrosit 5 4.40 – 5.90 N
MCV 75 80 – 100 L
MCH 25 26 – 34 L
MCHC 33 32 – 36 N
Trombosit 242 150 – 400 N
10 Februari 2019 Kimia klinik
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi
GDS 282 70-150 H
GDP 219 70-110 H
GD2PP 298 <140 H
HbA1C 9,5 4,8-5,9 H
Ureum 28,5 < 50,0 N
Creatinin 0.74 0.60 – 1.00 N
Kolestrol total 277 <220 H
GOT 20.6 0 – 50 N
GPT 17.7 0-50 N
Natrium 136 135-147 N
kalium 4.10 3.5-5.0 N
Chlorida 103 95-105 N

E. Diagnosis Kerja
Diagnosis Klinis : Hemiparesis sinistra
Diagnosis Topis : Hemisphere Dextra (Capsula Interna Dextra)
Diagnosis Etiologi : Stroke Hemoragik
Diagnosis tambahan : Hipertensi, DM tipe II

F. Penatalaksanaan
- Infus RL 20 tpm
- Infus Manitol 20 % 250 cc
- O2 NK 3 lpm
- Head up 30o
- Inj Citicolin 2x500 mg
- Inj mecobalamin 2x500 mg
- Inj Piracetam 3x3gr
- Candesartan 1x 16 mg
- Amlodipin 1x 10 mg
- Inj. Novorapid Sliding Scale
- Konsul Sp.BS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa
detik atau menit) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal di otak yang mengalami kerusakan.4,5 Menurut WHO, stroke didefinisikan
sebagai manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global
(menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai
menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.4,5
Pada umumnya gangguan fungsional otak fokal dapat berupa hemiparesis
yang disertai dengan defisit sensorik, parese nervus kraniales dan gangguan
fungsi luhur. Manifestasi klinis yang muncul sangat bergantung kepada area otak
yang diperdarahi oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi ataupun ruptur. 5,6
Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kecacatan tertinggi di
dunia, serta merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan
kanker. Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian penderita
stroke di Amerika setiap tahunnya adalah 50-100 dari 100.000 orang penderita
(Ahmad dan Amir, 2003). Stroke diklasifikasikan menjadi stroke non hemoragik
dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik memiliki angka kejadian 85% dari
seluruh stroke yang terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke
kardioemboli.19
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), stroke merupakan
penyebab kematian dan kecacatan utama hampir di seluruh RS di Indonesia.
Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun. Setiap tujuh orang yang
meninggal di Indonesia, satu diantaranya disebabkan stroke. 4

B. Anatomi
Otak merupakan organ yang palik aktif secara metabolik. Otak hanya
memiliki sekitar 2% massa tubuh akan tetapi otak membutuhkan 15-20% kardiak
output untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosanya. Secara anatomis,
pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.

Tabel 1. Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral

Sirkulasi Anterior (Sistem Karotis)

Anterior Koroid Hippokampus, globus pallidus, kapsula interna bawah

Anterior Serebri Korteks serebri frontomedial dan parietal serta substansia alba
di sekitarnya dan korpus kalosum anterior

Serebri Media Korteks serebri frontolateral, parietal, oksipital, dan temporal


serta substantia alba di sekitarnya

Cabang Nukleus kaudatus, putamen, dan kapsula interna atas


Lentikulostriata

Sirkulasi Posterior (Sistem Vertebrobasiler)

Arteri serebelar Medulla dan serebelum inferior


basiler posterior
inferior

Arteri serebelar Pons inferior dan media serta serebelum media


anterior inferior

Arteri serebelar Pons superior, otak tengah inferior, dan serebelum superior

Superior

Arteri serebelar Korteks oksipital dan temporal media serta substansia alba
posterior disekitarnya. Korpus kalosum posterior dan otak tengah
superior

Cabang Thalamus
thalamoperforat
a

Anterior circulation (sistem karotis)


Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia,
atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris,
dan gangguan lapang pandang.

Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini


memberikan tanda dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks
(jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan
saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese
alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan
gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan
sistem vertebrobasiler.

C. Klasifikasi
Terdapat beberapa pengelompokkan stroke. Klasifikasi stroke telah
banyak dikemukakan oleh beberapa institusi, seperti yang dibuat oleh Stroke Data
Bank, World Health Organization (WHO,1989) dan National Institute of
Neurological Disease and Stroke (NINDS,1990). Pada dasarnya klasifikasi
tersebut dikelompokan atas dasar manifestasi klinik, proses patologi yang terjadi
di otak dan area lesinya. Hal ini berkaitan dengan pendekatan diagnosis
neurologis untuk menetapkan diagnosis klinis, diagnosis topik dan diagnosis
etiologi.4,5 Lebih jauh, stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinik,
patologi anatomi, sistem darah dan stadiumnya. Pengelompokkan yang berbeda-
beda ini menjadi landasan untuk menentukan terapi dan usaha pencegahan
stroke.5,6,7
1. Berdasarkan Patalogi Anatomi dan penyebabnya
a. Stroke iskemik
i. Transient Ischemic Attack (TIA)
ii. Trombosis serebri
iii. Embolia serebri
b. Stroke hemoragik
i. Perdarahan intraserebral
ii. Perdarahan subarachnoid
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. TIA
b. Stroke-in-evolution
c. Completed stroke
d. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebra-basiler

Stroke memiliki tanda klinik yang spesifik, tergantung dengan daerah


otak yang mengalami inskemik atau infark. Walaupun telah terdapat
pngelompokkan stroke berdasarkan patologi anatominya, yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik, namun penegakkan klinis stroke (hemoragik maupun non-
hemoragik) tidak dapat semata-mata ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis
saja, karena semua gejala pada kedua kelompok stroke ini hampir sama. Untuk itu
diperlukan pemeriksaan tambahan yang lebih komprehensif untuk menegakkan
diagnosis stroke, seperti CT-scan.8

Klasifikasi Stroke Hemoragik


Pembagian stroke hemorgaik dapat dibedakan berdasarkan penyebab
perdarahannya1,2, yaitu:
1. Perdarahan Intraserberal
Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intaserebral primer
dan perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserbral primer disebabkan
oleh hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibta
pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder terjadi aakibat
adanya anomaly vaskular congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, maupun
akibat obat-obat antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab
perdarahan intraserebral adalah hipertensi kronik. 4
2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke ruang subarachnoid
sehingga menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat
dan bahkan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat
pecahnya aneurisma sakuler.

D. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial
hemorrhage, hematoma expansion dan peri-hematoma edema. Fase initial
hemmorhage terjadi akibat rupturnya arteri serebral. hipertensi kronis, akan
menyebabkan perubahan patologi dari dinding pembuluh darah. Perubahan
patologis dari dinding pembuluh darah tersebut dapat berupa hipohialinosis,
nekrosis fibrin serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Kenaikan tekanan darah
dalam jumlah yang mencolok dan meningkatnya denyut jantung, dapat
menginduksi pecahnya aneurisma, sehingga dapat terjadi perdarahan. Perdarahan
ini akan menjadi awal dari timbulnya gejala-gejala klinis (fase hematoma
expansion). 1,2,12 Pada fase hematoma expansion, gejala-gejala klinis mulai timbul
seperti peningkatan tekanan intracranial. Meningkatnya tekanan intracranial akan
mengganggu integritas jaringan-jaringan otak dan blood brain-barrier.
Perdarahan intraserebral lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya inflamasi
sekunder dan terbentuknya edema serebri (fase peri-hematoma edema). Pada fase
ini defisit neurologis, yang mulai tampak pada fase hematoma expansion, akan
terus berkembang. Kerusakan pada parenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intracranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena
darah dan sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit neurologis pun akan
semakin berkembang.
Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan prognosis.
Perdarahan yang kecil ukurannya akan menyebabkan massa darah menerobos atau
menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan splitting” tanpa
merusaknya. Dalam keadaan ini, absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-
fungsi neurologi. Sedangkan bila perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar,
maka akan merusak struktur anatomi dari otak, peningkatan tekanan intracranial
dan bahkan dapat menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen
magnum. Perdarahan intraserebral yang yang tidak diatasi dengan baik akan
menyebar hingga ke ventrikel otak sehingga menyebabkan perdarahan
intraventrikel. Perdarahan intraventrikel ini diikuti oleh hidrosefalus obstruktif
dan akan memperburuk prognosis. Jumlah perdarahan yang lebih dari 60 ml akan
meningkatkan resiko kematian hingga 93%. 1,2,14

E. Faktor Resiko

F. Manifestasi Klinis
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulakan defisist neurologi yang
bersifat akut, baik deficit motorik, deficit sensorik, penurnan kesadaran, gangguan
fungsi luhur, maupun gangguan pada batang otak. 6
Gejala klinis dari stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Gejala perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral umumnya terjadi pada usia 50-75 tahun.
Perdarahan intraserebral umunya akan menunjukkan gejala klinis
berupa:
a. Terjadi pada waktu aktif
b. Nyeri kepala , yang diikuti dengan muntah dan penurunan
kesadaran
c. Adanya riwayat hipertensi kronis
d. Nyeri telinga homolaterlal (lesi pada bagian temporal), afasia (lesi
pada thalamus)
e. Hemiparese kontralateral
2. Gejala perdarahan subarachnoid
Pada perdarahan subarachnoid akan menimbulakan tanda dan gejala
klinis berupa:
a. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak
b. Hilangnya kesdaran
c. Fotofobia
d. Meningismus
e. Mual dan muntah
f. Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.

G. Diagnosis
Diagnosis stroke dibuat berdasarkan adanya gejala klinis neurologik
mendadak yang beraneka ragam mulai dari gejala motorik fokal, gejala sensorik,
gangguan fungsi luhur hingga gangguan kesadaran. Gejala tersebut dapat disertai
nyeri kepala, mual muntah, kejang, kaku kuduk dan lain sebagainya. Diagnosis
stroke seperti juga diagnosis lain di bidang Ilmu Penyakit Saraf mencakup
diagnosis klinis, topis dan etiologis. Pemahaman ilmu dasar mengenai anatomi
otak dan bangunan intrakranial di sekitarnya, sistem perdarahan otak serta
fisiologi dan metabolisme otak diperlukan dalam menentukan diagnosis stroke.
Selain itu, anamnesis, pemeriksaan fisik neurologis, dan pemeriksaan
psikoneurologis perlu dicari dan disimpulkan dalam sindrom-sindroma klinik
yang dapat memberikan arah diagnosis topis dalam pengelolaan pasien. Diagnosis
etiologis menempati tempat utama yang harus segera disimpulkan untuk dapat
memberikan terapi yang cepat dan tepat.

1. Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis stroke ditetapkan dari pemeriksaan fisik neurologis
dimana didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan
penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan
pemnbuluh darah otak tertentu.4,10,11
Gangguan pada sistem karotis menyebabkan: gangguan penglihatan,
gangguan bicara, disafasia atau afasia bila mengenai hemisfer serebri dominan,
gangguan motorik, hemiplegi/ hemiparesis kontra lateral, dan gangguan sensorik.
Gangguan pada sistim vertebrobasilar menyebabkan: gangguan penglihatan,
pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervi
kranalis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop
attack, gangguan sensorik, gangguan kesadaran, dan kombinasi. Pada beberapa
keadaan didapat gangguan neurobehaviour, hemineglect, afasia, aleksia, anomia
maupun amnesia. 1,2

2. Diagnosis Topik
Menurut klasifikasi Bamford, diagnosis topik stroke dapat dibagi menjadi :3,4
a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI) bila memenuhi 3 gejala di
bawah:
- Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi
lesi)
- Hemianopia kontralateral
- Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia,
apraksia
b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) bila memenuhi 2 gejala di
bawah ini atau cukup 1 saja tetapi harus merupakan gangguan fungsi
luhur:
-Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
-Hemianopia kontralateral
-Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia,
apraksia
c. Lacunar Circulation Infarct (LACI) bila:
- Gangguan motorik murni
- Gangguan sensorik murni
- Hemiparesis dengan ataksia
d. Posterior Circulation Infarct (POCI) bila memberikan gejala:
- Diplopia
- Disfagia
- Vertigo
- Disartria
- Hemiparesis alternans
- Gangguan motorik/sensorik bilateral
- Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract sign

3. Diagnosis Etiologis
Diagnosis etiologis stroke dibedakan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Baku emas yang digunakan untuk menentukan etiologi adalah
CT-scan kepala. 1,2
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium (darah dan
urin), elektrokardiogram, ekhokardiogram, foto toraks, pungsi lumbal,
elektroensefalogram, arteriografi, doppler sonography diperlukan untuk
membantu diagnosis etiologis stroke hemoragik (intraserebral, subaraknoid) atau
iskemik (emboli, trombosis) serta mencari faktor risiko.3,4

Diagnosis Stroke Hemoragik4,5


1. Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak, mulut mengot atau
bicara pelo yang terjadi secara tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas. Selain itu,
pada anamnesa juga perlu ditanyakan penyakit-penyakit tedahulu seperti diabetes
mellitus atau kelainan jantung. Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit
dalam keluarga juga perlu ditanyakan pada anamnesa.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat
kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks patologis
dan fungsi saraf kranial.

Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai
berikut :
Tabel 3. Glasgow Coma Scale(GCS)
Respon Skor
a. Membuka mata
1) Membuka spontan 4
2) Membuka dengan perintah 3
3) Membuka mata karena rangsang nyeri 2
4) Tidak mampu membuka mata 1
b.Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik 5
2) Pembicaraan yang kacau 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar 3
4) Dapat bersuara, merintih 2
5) Tidak ada suara 1
c.Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4
4) Tanggapan fleksi abnormal 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal 2
6) Tidak ada gerakan 1
Derajat kesadaran :
Kompos mentis = GCS 15-14
Somnolen = GCS 13-8
Sopor = GCS 7-4
Koma = GCS 3
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat
dinilai melalui tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan
menutup kancing bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis
mempunyai kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit
dalam perawatan dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-mata
menentukan suatu kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut :
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks
patologis yang dapat dilakukan pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner.
Sedangkan refleks patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks
Babinsky, Chaddock, Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.4
Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang keluar melalui
otak, berbeda dari saraf spinal yang keluar melalui sumsum tulang belakang. Saraf
kranial merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang
memiliki jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI,
XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X).
Tabel 4. Gangguan nervus kranialis. 20
Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Okulomotorius Gerak mata, kontriksi pupil, Diplopia (penglihatan
akomodasi kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga mengecap pada duapertiga
luar; sekresi kelenjar anterior lidah; mulut kering;
lakrimalis, submandibula hilangnya lakrimasi; paralisis
dan sublingual; ekspresi otot wajah
wajah
VIII: Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging terus
Vestibulokoklearis keseimbangan menerus); vertigo;nistagmus
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya pengecapan
pada faring dan telinga; pada sepertiga posterior lidah;
mengangkat palatum; anestesi pada faring; mulut
sekresi kelenjar parotis kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan menelan)
pada faring, laring dan suara parau; paralisis palatum
telinga; menelan; fonasi;
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan otot
Spinal leher dan bahu kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan lidah
3. Pemeriksaan Penunjang
CT scan
 Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk
membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.
 Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum
adalah didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada stroke
perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.

Intracranial Hemorrhage

Pada intracranial hemorrhage, pada fase akut (<24 jam), gambaran


radiologi akan terlihat hyperdense, sedangkan jika fase subakut (24 jam – 5 hari)
akan terlihat isodense, sedangkan pada fase kronik (> 5hari) akan terlihat
gambaran hypodense. Perdarahan terjadi di intracerebral sehingga gambaran
CSF akan terlihat jernih.

Subarachnoid Hemorrhage
Pada subarachnoid hemorrhage, gambaran radiologi akan
memperlihatkan ruangan yang diisi dengan CSF menjadi isodens.
Pemeriksaan MRI

Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama
untuk mendeteksi pendarahan posterior.

Pemeriksaan Angiografi

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem


karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.

Pemeriksaan USG

Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada
stroke perdarahan intraserebral didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging
atau berwarna kekuningan. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan LCS yang
gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

Pemeriksaan Penunjang Lain.


Pemeriksaan untuk menetukan faktor risiko seperti darah rutin, komponen
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar),
elektrolit darah, foto toraks, EKG, echocardiografi.

H. Penatalaksanaan
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan
otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah
perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa
darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas
darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang.

2. Stadium Akut
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau
15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130
mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan
darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2
menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril
iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan
tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala
dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik),
dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). 4,5,16
Terapi umum:
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri
oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika
perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg%
dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali
normal dan harus dicari penyebabnya.
d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean
Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran
dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium
nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis
kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg,
diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam,
dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai
hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya
kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus
akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis
Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena
(arteriovenous malformation, AVM). 1,2,15

3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit
dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b. Penatalaksanaan komplikasi,
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi,
terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning

I. Prognosis
1. Perdarahan Intraserebral4,5
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS)
adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor Glasgow
Coma Scale (GCS), dan adanya darah intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS
dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan
sensitivitas sebesar 96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi
pada pasien dengan volume perdarahan (>30mL), lokasi perdarahan di fossa
posterior, usia lanjut dan MAP >130 mmHg pada saat serangan. GCS <4 saat
serangan juga bisa memberi prognosis buruk.
Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki tingkat
mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat kematian 19%
pada PIS dengan volume <30 mL dan GCS skor ≥ 9. Perluasan PIS ke
intraventrikel meningkatkan mortalitas secara umum menjadi 45% hingga 75%,
tanpa memperhatikan lokasi PIS, sebagai bagian dari adanya hidrosefalus
obstruktif akibat gangguan sirkulasi liquor cerebrospinal (LCS). Pengukuran
volume hematom dapat dilakukan secara akurat dengan CT scan. Secara klinis,
edema berperan dalam efek massa dari hematom, meningkatkan tekanan
intrakranial dan pergeseran otak intrakranial. Secara paradoks, volume relatif
edema yang tinggi berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih baik, yang
menimbulkan suatu kerancuan apakah edema harus dijadikan target terapi atau
hanya merupakan variabel prognostik.

2. Perdarahan Subarachnoid4,5
Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari serangan stroke hemoragik
perdarahan subarachnoid sangat tinggi, yaitu 60%. Sekitar 10% penderita
perdarahan subarachnoid meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa
sempat membaik sejak awitan. Perdarahan ulang juga sangat mungkin terjadi.
Rata-rata waktu antara perdarahan pertama dan perdarahan ulang adalah sekitar 5
tahun.
BAB III
PEMBAHASAN

Dari data anamnesis didapatkan keternagan mengenai seorang perempuan umur


50 tahun datang ke IGD RS Dirgahayu pada tanggal 18 Desember 2021 pukul
diantar oleh keluarga nya dengan keluhan kelemahan anggota gerak kiri secara
tiba-tiba saat pasien sedang duduk di rumah kurang lebih 30 menit SMRS dan
nyeri kepala. Pasien juga mengeluh muka seperti perot dan bicara pelo namun
pasien masih bisa berkomunikasi dan mengingat dengan baik. Keluhan nyeri
kepala juga dirasakan mendadak. Mual (+) muntah (+) 1 kali di rumah, BAB dan
BAK normal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan data tekanan darah 180/110 mmHg, denyut
nadi : 102 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup, pernafasan : 25 x/menit,
suhu : 36,7 ºC. Pada pemeriksaan tambahan berupa CT Scan tampak Lesi
hiperdens yang memberikan kesan intracerebral hemorhage pada daerah capsula
interna dextra. Maka pasien ini di diagnosis :

Diagnosis Klinis : Hemiparesis sinistra

Diagnosis Topis : Hemisphere Dextra (Capsula Interna Dextra)

Diagnosis Etiologi : stroke hemoragik

Diagnosis tambahan : Hipertensi, DM tipe II

Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intaserebral


primer dan perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserbral primer
disebabkan oleh hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan
akibta pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder terjadi
aakibat adanya anomaly vaskular congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis,
maupun akibat obat-obat antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab
perdarahan intraserebral adalah hipertensi kronik. Pada pasien ini ditemukan tanda
tanda peningkatan TIK seperti mual muntah, penurunan kesadaran, dan nyeri
kepala hebat yang menunjukkan efek desak ruang dari proses perdarahan yang
terjadi. Untuk mengatasi hal itu dilakukan tatalaksana berupa Head Up 30o agar
TIK dapat diturunkan dan juga pemberian mannitol sebagai agen diuretik kuat
untuk mengurangi volume cairan di dalam otak. Pemberian obat obatan
neuroprotektan seperti piracetam dan citicoline dapat membantu mengurangi
kerusakan sekunder akibat infark yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke
lokasi perdarahan. Selain itu juga diberikan obat-obatan untuk diagnosis lainnya
seperti hipertensi dan juga diabetes yang dipercaya sebagai factor resiko
terjadinya stroke perdarahan ini. Kemudian juga diperlukan penilaian dari
departemen bedah saraf untuk tindakn lebih lanjut jika memang diperlukan
dekompresi untuk mengurangi efek desak ruang yang terjadi akibat perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aho K, Harmsen P, Hatano S, Marquardsen J, Smirnov VE, Strasser T.


Cerebrovascular disease in the community: results of a WHO collaborative
study. Bull World Health Organ. 1980; 58:113–30.
2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI.
3. Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan Anatomi
Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke dalam Stroke Aspek Diagnostik,
Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia.
4. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline
Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta,
2007.
5. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the Management
of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for Healthcare
Professionals From the American Heart Association / American Stroke
Association. Journal of the American Heart Association.
(http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108. Diakses Maret 18, 2017).
6. Misbach, dr.H. Jusuf. 1999. Stroke: Aspek Diagnotik, Patofisiologi, Manajemen.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
7. Mardjono, Prof. dr. Mahar. Prof. dr. Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis
Dasar cetakan ke-13. Dian Rakyat, Jakarta, Indonesia.
8. Magistris, Fabio. Stephanie Bazak, Jason Martin. 2013. Intracerebral
Hemmorhage: Pathophysiology, Diagnosis and Management (Clinical Review).
MUMJ. Vol 10 No.1 halaman 15-22.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis
cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, Indonesia.
10. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology.Edisi 8.
BAB 4. Major Categories of Neurological Disease:Cerebrovascular Disease.
McGraw Hill: New York, 2005.
11. Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape.
12. Price, S. A., L. M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, E/6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
13. Snell, R. S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Ed. 6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
14. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8.
BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease.
McGraw Hill: New York.2005.
15. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. (Http://www.merck.com/
mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Diakses Maret 18, 2017).
16. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.
(Http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak
021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html. Diakses Maret 18,
20147.
17. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007.
(Http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com Diakses Maret, 2017).
18. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan
perdarahan intraserebral supratentorial dari infark.
(Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. Diakses Maret 18,
2017).
19. Basuki, Andi dan Dian Sofiati (ed.). Neurology in Daily Practice. 2010. Bandung:
Bagian Ilmu Pena Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD

20. Swartz, MH. 2002. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta :EGC

You might also like