You are on page 1of 19

KERAJAAN BULELENG

DAN DINASTI WARMADEWA DI BALI, KERAJAAN


TULANG BAWANG DAN KERAJAAN KOTA KAPUR

Oleh :
Kelompok 3

1. Heiza Safitri
2. Kevin Wijaya
3. Ririn Safira
4. Sastra Julita
5. Riska Bella
6. Pira Anzayani

Kelas X IPA 1

MAN 1 LEBONG
Tahun Ajaran 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Kerajaan Buleleng, Tulang Bawang
dan Kota Kapur dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam
semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok mata pelajaran
Sejarah Indonesia. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya
akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam
memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Lebong, Nopember 2021


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Buleleng, Kerajaan Tulang Bawang dan
Kerajaan Kota Kapur............................................................................ 4
B. Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa,
Kerajaan Tulang Bawang...................................................................... 8
C. Kehidupan Sosial Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa,
Kerajaan Tulang Bawang...................................................................... 9
D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa,
Kerajaan Tulang Bawang...................................................................... 10
E. Kehidupan Agama Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa, Tulang
Bawang................................................................................................. 13
F. Peninggalan Kota Kapur....................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 16
B. Saran..................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan ini
berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan Buleleng diperintah oleh
Dinasti Warmadewa. Keterangan mengenai kehidupan masyarakat kerajaan
Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa dapat dipelajari dari beberapa
prasasti seperti prasasti Belanjong, Panempahan, dan Melatgede.
Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan
sekitar pertengahan abad ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849.
Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa
Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah wilayah Bali Utara yang
sebelumnya dikenal dengan namaDen Bukit.
I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde
Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si
Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji
memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa
khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota.
Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun
disingkirkan ke Den Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji.
I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya
Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur
pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada
tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-putranya punya
pikiran yang saling berbeda.
Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun
kembali merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja
Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang membangun istana
dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama I
Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821. Kekuasaan Karangasem

3
4

melemah, terjadi beberapa kali pergantian raja. Tahun 1825 I Gusti Made
Karangsem memerintah dengan Patihnya I Gusti Ketut Jelantik sampai
ditaklukkan Belanda tahun 1849.
Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri
di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang,
Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memberikan
keterangan mengenai kerajaan ini. Musafir Tiongkok yang pernah
mengunjungi Nusantara pada abad VII, yaitu I Tsing yang merupakan
seorang peziarah Buddha, dalam catatannya menyatakan pernah singgah di
To-Lang P'o-Hwang ("Tulangbawang"), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse
(Pulau Sumatera). Namun Tulangbawang lebih merupakan satu Kesatuan
Adat. Tulang Bawang yang pernah mengalami kejayaan pada Abad ke VII M.
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang
Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat
kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan
Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P'oChie
(Sriwijaya), nama Kerajaan Tulang Bawang semakin memudar. Tidak ada
catatan sejarah mengenai kerajaan ini yang ada adalah cerita turun temurun
yang diketahui oleh penyimbang adat, namun karena Tulang Bawang
menganut adat Pepadun, yang memungkinkan setiap khalayak untuk berkuasa
dalam komunitas ini, maka Pemimpin Adat yang berkuasa selalu berganti
ganti Trah. Hingga saat ini belum diketemukan benda-benda arkeologis yang
mengisahkan tentang alur dari kerajaan ini..
Prasasti Kota Kapur adalah prasasti Śrīwijaya yang pertama kali
ditemukan, jauh sebelum Prasasti Kedukan Bukit yang baru ditemukan
di Palembang pada tanggal 29 November 1920, dan Prasasti Talang
Tuwo yang ditemukan beberapa hari sebelumnya yaitu pada tanggal 17
November 1920. Berdasarkan prasasti ini Sriwijaya diketahui telah
menguasai bagian selatan Sumatera,  Pulau Bangka dan Belitung 
hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah
melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum "Bhumi Jawa" yang tidak
5

berbakti (tidak mau tunduk) kepada Sriwijaya. Peristiwa ini cukup bersamaan
waktunya dengan perkiraan runtuhnya Taruma di Jawa bagian barat dan
Holing (Kalingga) di Jawa bagian tengah. Ada kemungkinan hal tersebut
akibat serangan Sriwijaya. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan
jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut Cina
Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.

Prasasti Kota Kapur ini, beserta penemuan-penemuan arkeologi lainnya


di daerah tersebut, merupakan peninggalan masa Sriwijaya dan membuka
wawasan baru tentang masa-masa Hindu-Budha di masa itu. Prasasti ini juga
membuka gambaran tentang corak masyarakat yang hidup pada abad ke-
6 dan abad ke-7 dengan latar belakang agama Buddha.

 Prasasti tersebut ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada bulan
Desember 1892 . Selanjutnya, prasasti ini pertama kali dianalisis oleh H.
Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda yang bekerja padaBataviaasch
Genootschap di Batavia. Replika prasasti dapat dilihat di Museum Timah
Indonesia. Situs ini terletak di Desa Kota Kapur, Kec. Mendo Barat,
Kabupaten Bangka. Sebelum Sriwijaya, kelompok masyarakat yang
menghuni pemukiman di dalam lingkungan benteng tanah adalah penganut
ajaran Hindu Waisnawa seperti yang berkembang di Asia tenggara daratan
dan Pantai Utara Jawa. Dari pemukiman itu dipasarkan Kapur Sirih.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Buleleng, Kerajaan Tulang
Bawang, Kerajaan Kota Kapur?
2. Bagaimana kehidupan politik Kerajaan Buleleng masa Dinasti
Warmadewa?
3. Bagaimana kehidupan sosial Kerajaan Buleleng masa Dinasti
Warmadewa, Kerajaan Tulang Bawang?
4. Bagaimana kehidupan ekonomi Kerajaan Buleleng masa Dinasti
Warmadewa, Kerajaan Tulang Bawang?
5. Bagaimana kehidupan agama Kerajaan Buleleng masa Dinasti
Warmadewa, Kerajaan Tulang Bawang ?
6

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Buleleng, Kerajaan Tulang Bawang dan


Kerajaan Kota Kapur
Kerajaan Buleleng dibangun berkat canpur tangan dari I Gusti Anglurah
Panji Sakti yang saat kecil memiliki nama panggilan I Gusti gede Pasukan.
Ayahnya sendiri bernama I Gusti Ngurah Jelantik dan ibunya merupakan selir
yang memiliki nama Ni Luh Pasek yang berasal dari Desa Panji .
Sebagai seseorang yang memiliki andil dalam membangun kerajaan
Buleleng, I Gusti Anglurah dibekali oleh suatu kekuatan sihir yang berasal
dari orang tuanya. Ayahnya sendiri, I Gusti Ngurah Jelantik merasa terbebani
dengan adanya kekuatan yang dimiliki karena itu bisa membuatnya
mencelakakan putra mahkota.
Dan karena hal itulah, I Gusti Ngurah Jelantikmenyingirkan I Gusti
Anglurah yang kala itu masih berusia 12 tahun ke daerah asal ibunya yaitu
Desa Panji.Dan pada saat itulah akhirnya I Gusti Anglurah Panji Sakti yang
berada di Den Bukit dan menguasai daerah tersebut membangun sebuah
kerajaan yang dinamakan Kerajaan Buleleng, yang mana kekuasaannya
tersebut meluas hingga ke ujung Timur Jawa.
Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti telah meninggal pada tahun 1704,
barulah kerajaan Buleleng menjadi mulai goyah karena adanya perbedaan
pendapat oleh para putera-puteranya yang saling menyerang.
Pada tahun 1732, akhirnya kerajaan di kuasai oleh kerajaan Mengwi yang
mana diambil alih akibat kekalahan perang, namun pada tahu 1752 Kerajaan
Buleleng kembali merdeka. Namun tak lama setelahnya, Kerajaan Buleleng
jatuh oleh kekuasaan kerajaan Karang asem pada tahun 1780 yang mana
dikuasai oleh I Gusti Gde Karang dan kemudian membangun sebuah istana
yang megah sebagai kerajaannya.
Dan setelah I Gusti Gde, raja selanjutnya yang berkuasa yaitu I Gusti
Panang Canang yang berkuasa hingga pada akhirnya harus pensiun pada
7

tahun 1821. Semakin berjalannya waktu, kerajaan Karangasem pun kian


melemah karena adanya beberapa kali pergantian raja yang menjadikan
kekuatan dari kerajaan Karangasem sangat lemah. Dan di tahun 1824 I Gusti
made Karangasem akhirnya memerintah bersama dengan patih I Gusti
Jelantik hingga pada akhirnya Belanda mengambil kekuasaan kerajaan pada
tahun 1849.
Ditahun 1846, Kerajaan Buleleng pada akhirnya diserang oleh banyaknya
pasukan Belanda, namun cukup mendapat perlawanan yang cukup sengit dari
pihak Buleleng yang di pimpim oleh I Gusti Ketut Jelantik. Namun apda
akhirnya perang tak selesai begitu saja, karena pada tahun 1848, kembali lagi
mendapatkans erangan oleh sejumlah pasukan Belanda yang ingin menguasai
daerah tersebut. Dan diserangan yang ketiga yaitu apdadatahu 1849 Belanda
mampu untuk mengahncurkan Benteng Jagaraga dan Kerajaan bisa diambil
alih oleh Belanda. Karena itu, semenjak kekalahan tersebut kerajaan di
perintah oleh pihak Belanda.
Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri
di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang,
Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memberikan
keterangan mengenai kerajaan ini. Musafir Tiongkok yang pernah
mengunjungi Nusantara pada abad VII, yaitu I Tsing yang merupakan
seorang peziarah Buddha, dalam catatannya menyatakan pernah singgah di
To-Lang P'o-Hwang ("Tulangbawang"), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse
(Pulau Sumatera). Namun Tulangbawang lebih merupakan satu Kesatuan
Adat. Tulang Bawang yang pernah mengalami kejayaan pada Abad ke VII M.
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang
Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat
kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan
Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P'oChie
(Sriwijaya), nama Kerajaan Tulang Bawang semakin memudar. Tidak ada
catatan sejarah mengenai kerajaan ini yang ada adalah cerita turun temurun
8

yang diketahui oleh penyimbang adat, namun karena Tulang Bawang


menganut adat Pepadun, yang memungkinkan setiap khalayak untuk berkuasa
dalam komunitas ini, maka Pemimpin Adat yang berkuasa selalu berganti
ganti Trah. Hingga saat ini belum diketemukan benda benda arkeologis yang
mengisahkan tentang alur dari kerajaan ini.
Kerajaan Tulang Bawang merupakan salah satu kerajaan Hindu tertua di
Nusantara. Tidak banyak catatan sejarah yang mengungkap fakta tentang
kerajaan ini. Sebab, ketika Che-Li-P‘oChie (Kerajaan Sriwijaya)
berkembang, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang justru pudar.
Menurut catatan Tiongkok kuno, sekitar pertengahan abad ke-4 pernah ada
seorang Bhiksu dan peziarah bernama Fa-Hien (337-422), ketika melakukan
pelayaran ke India dan Srilangka, terdampar dan pernah singgah di sebuah
kerajaan bernama To-Lang P‘o-Hwang (Tulang Bawang), tepatnya di
pedalaman Chrqse (Sumatera).
Sumber lain menyebutkan bahwa ada seorang pujangga Tiongkok
bernama I-Tsing yang pernah singgah di Swarna Dwipa (Sumatera). Tempat
yang disinggahinya ternyata merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya.
Ketika itu, ia sempat melihat daerah bernama Selapon. Ia kemudian memberi
nama daerah itu dengan istilah TolaP‘ohwang. Sebutan TolaP‘ohwang
diambil dari ejaan Sela-pun. Untuk mengejanya, kata ini di lidah sang
pujangga menjadi berbunyi so-la-po-un. Orang China umumnya berasal dari
daerah Ke‘. I-Tsing, yang merupakan pendatang dari China Tartar dan
lidahnya tidak bisa menyebutkan So, maka ejaan yang familiar baginya
adalah To. Sehingga, kata solapun atau selapon disebutkan dengan sebutan
TolaP‘ohwang. Lama kelamaan, sebutan itu menjadi TolangPowang atau
kemudian menjadi Tulang Bawang.
Kerajaan Sriwijaya merupakan federasi atau gabungan antara Kerajaan
Melayu dan Kerajaan Tulang Bawang (Lampung). Pada masa kekuasaan
Sriwijaya, pengaruh ajaran agama Hindu sangat kuat. Orang Melayu yang
tidak dapat menerima ajaran tersebut, sehingga mereka kemudian menyingkir
ke Skala Brak. Namun, ada sebagian orang Melayu yang menetap di Megalo
9

dengan menjaga dan mempraktekkan budayanya sendiri yang masih eksis.


Pada abad ke-7, nama TolaP‘ohwang diberi nama lain, yaitu Selampung,
yang kemudian dikenal dengan nama Lampung.
Hingga kini, belum ada orang atau pihak yang dapat memastikan di mana
pusat Kerajaan Tulang Bawang berada. Seorang ahli sejarah, Dr. J. W.
Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di Way Tulang Bawang,
yaitu antara Menggala dan Pagar Dewa, yang jaraknya sekitar radius 20 km
dari pusat Kota Menggala. Jika ditilik secara geografis masa kini, kerajaan ini
terletak di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung
Sekitar abad ke-15, Kota Manggala dan alur Sungai Tulang Bawang
dikenal sebagai pusat perdagangan yang berkembang pesat, terutama dengan
komoditi pertanian lada hitam. Konon, harga lada hitam yang ditawarkan
kepada serikat dagang kolonial Belanda atau VOC (Oost–
indischeCompagnie) lebih murah dibandingkan dengan harga yang
ditawarkan kepada pedagang-pedagang Banten. Oleh karenanya, komoditi ini
amat terkenal di Eropa. Seiring dengan perkembangan zaman, Sungai Tulang
Bawang menjadi dermaga “Boom” atau tempat bersandarnya kapal-kapal
dagang dari berbagai penjuru Nusantara. Namun, cerita tentang kemajuan
komoditi yang satu ini hanya tinggal rekaman sejarah saja.
Kerajaan Tulang Bawang tidak terwariskan menjadi sistem pemerintahan
yang masih berkembang hingga kini. Nama kerajaan ini kemudian menjadi
nama Kabupaten Tulang Bawang, namun sistem dan struktur
pemerintahannya disesuaikan dengan perkembangan politik modern.
Terletak di Desa Kota Kapur Kecamatan Mendo, Kabupaten Bangka,
Provinsi Bangka Belitung. Situs ini terletak di pinggir Sungai  Mendo yang
bermuara di selat Bangka. Untuk mencapai lokasi,  dapat mengambil
transportasi umum dari jantung Kabupaten Bangka Barat - Kecamatan Mendo
. Sayangnya, akses ke Desa Kota Kapur  melalui Kecamatan Mendo sulit
dijangkau. Oleh karena itu, lebih efisiens jika mengendarai mobil pribadi
sendiri untuk mencapai lokasi tersebut
10

B. Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa


Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri KesariWarmadewa. Berdasarkan
prasasti Belanjong, Sri KesariWarmadewa merupakan keturunan bangsawan
Sriwijaya yang gagal menaklukkan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
Kegagalan tersebut menyebabkan Sri KesariWarmadewa memilih pergi ke Bali
dan mendirikan sebuah pemerintahan baru di wilayah Buleleng.
Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana
Warmadewa. Udayana memiliki tiga putra, yaitu Airlangga,
Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Kelak, Airlangga akan menjadi raja
terbesar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Menurut prasasti yang
terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana menjalin hubungan erat dengan
Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri
Udayana bernama GunapriyaDharmapatni merupakan keturunan MpuSindok.
Kedudukan Raja Udayana digantikan putranya, yaitu Marakatapangkaja.
Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber
kebeneran hukum karena ia selalu melindungi rakyatanya. Marakatapangkaja
membangun beberapa tempat peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan
Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi (Tampaksiring).
Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya, Anak Wungsu.
Anak Wungsu merupakan raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Anak
Wungsu berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai
gangguan, baik dari dalam maupun luar kerajaan.
Dalam menjalankan pemerinahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan
penasihat pusat yang disebut pakirankiran i jromakabehan. Badan ini terdiri
atas senapati dan pendeta Siwa serta Buddha. Badan ini berkewajiban memberi
tafsiran dan nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul
dalam masyarakat. Senapati bertugas di bidang kehakiman dan pemerintahan,
sedangkan pendeta mengurusi masalah sosial dan agama.
11

C. Kehidupan Sosial Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa,


Kerajaan Tulang Bawang
Para ahli memperkirakan keadaan masyarakat Buleleng pada masa
Dinasti Warmadewa tidak begitu jauh berbeda dengan masyarakat pada saat
ini. Pada masa pemerintahan Udayana, masyarakat hidup berkelompok dalam
suatu daerah yang disebut wanua. Sebagaian besar penduduk yang tinggal di
wanua bermata pencaharian sebagai petani. Sebyahwanua dipimpin seorang
tetua yang dianggap pandai dan mampu mengayomi masyarakat.
Pada masa pemrintahan Anak Wungsu, masyarakat Buleleng dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu golongan caturwarna dan golongan luar
kasta (jaba). Pembagian ini didasarkan pada kepercayaan Hindu yang dianut
masyarakat Bali. Raja Anak Wungsu juga mengenalkan sistem penamaan
bagi anak pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan nama pengenal
sebagai berikut.
1. Anak pertama dinamakan wayan. Kata wayan berasal dari wayahan yang
berarti tua.
2. Anak kedua dinamakan made. Kata made berasal dari madya yang berarti
tengah.
3. Anak ketiga dinamakan nyoman. Kata nyoman berasal dari nom yang
berarti muda.
4. Anak keempat dinamakan ketut. Kata ketut berasal dari tut yang berarti
belakang.
Selama pemerintahan Anak Wungsu, peraturan dan hukum ditegakkan
dengan adil. Masyarakat diberi kebebasan berbicara. Jika masyarakat ingin
menyampaikan pendapat, mereka didampingi pejabat desa untuk menghadap
langsung kepada raja. Kebebasan tersebut membuktikan Raja Anak Wungsu
sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Jiwa seperti inilah
yang saharusnya dilakukan pemimpin pada saat itu. Jika Anda menjadi
seorang pemimpin, Anda harus mendegar dan merespons segala keluhan
rakyat.
12

Masyarakat Buleleng sudah mengembangkan berbagai kegiatan kesenian.


Kesenian berkembang pesat pada masa pemerintahan Raja Udayana. Pada
masa ini kesenian dibedakan menjadi dua, yaitu seni keraton dan seni rakyat.
Dalam seni keraton dikenal penyanyi istana yang disebut pagending sang
ratu. Selain penyanyi dikenal pula kesenian patapukan (topeng), pamukul
(gamelan), banwal (gadelan), dan pinus (lawak). Adapun jenis kesenian yang
berkembang di kalangan rakyat antara lain awayangambaran (wayang
keliling), anuling (peniup suling), atapukan (permainan topeng), parpadaha
(permainan genderang), dan abonjing (permainan angklung).
Ketika ditemukan oleh I-Tsing pada abad ke-4, kehidupan masyarakat
Tulang Bawang masih tradisional. Meski demikian, mereka sudah pandai
membuat kerajinan tangan dari logam besi dan membuat gula aren. Dalam
perkembangan selanjutnya, kehidupan masyarakat Tulang Bawang juga
masih ditandai dengan kegiatan ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-
15, daerah Tulang Bawang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di
Nusantara. Pada saat itu, komoditi lada hitam merupakan produk pertanian
yang sangat diunggulkan. Deskripsi tentang kehidupan sosial-budaya
masyarakat Tulang Bawang lainnya masih dalam proses pengumpulan data.

D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa,


Kerajaan Tulang Bawang
Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian.
Keterangan kehidupan ekonomi masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari
prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian terdapat beberapa istilah yang
berhubungan dengan sisitem bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah
kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), mmal (ladang di pegunungan), dan
kasuwakan (pengairan sawah). Pada masa pemerintahan Marakatapangkaja
kegiatan pertanian berkembang pesat. Perkembangan tersebut erat kaitannya
dengan penemuan urut – urutan menanam padi, yaitu mbabaki (pembukaan
tanah), mluku (membajak), tanem (menanam padi), matun (menyiangi), ani-
ani (menuai padi), dan nutu (menumbuk padi). Dari keterangan tersebut
13

sangat jelas bahwa pada masa pemerintahan Marakatapangkaja penggarapan


tanah sudah maju dan tidak jauh berbeda dengan pengolahan tanah pada masa
ini.
Perdagangan antarpulau di Buleleng sudah cukup maju. Kemajuan ini
ditandai dengan banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan
perdagangan dengan penduduk Buleleng. Komoditas dagang yang terkenal
dari Buleleng aalah kuda. Dalam prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja
Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan tiga puluh ekor kuda dengan
saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa
perdagangan pada saai itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang besar
sehingga memerlukan kapal besar pula untuk mengangkutnya.
Semua alat-alat pertanian seperti: pacul, gobek, kapak, dibuat dari besi,
demikian juga alat senjata: tombak, badik, keris dan sebagainya bukankah ini
dari besi? Diatas telah penulis singgung pada tahun 671 Pendeta Tiongkok I
Tsingpernah mengadakan pencatatan-pencatatan tentang Kerajaan Tulang
Bawang, bahwa didapatinya Rakyat disana sudah maju, pandai membuat gula
dan membuat besi.
Jelas disini gula aren yang kita minum sekarang, demikian juga senjata-
senjata dari besi adalah dari Zaman Hindu dari Kerajaan Tulang Bawang
asalnya, malahan di Pagar Dewa sekarang ini masih ada pandai besi (tukang
membuat senjata) badik, keris, dan sebagainya. Malahan menurut keterangan
Batu Tempaan Kuno ada pada orang tersebut, orang Kalianda mengakui atas
kebenaran ini, mereka punya bahannya (besi segelungan), Pagar Dewa punya
tepaannya.bahkan di Lampung pembuatan sarung-sarung dari pada senjata-
senjata ini yang dikenal hanya Pagar Dewalah tempat pembuatan sarung
badik yang terbaik, berita ini sampai sekarang masih disebut-sebut.

E. Kehidupan Agama Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa,


Kerajaan Tulang Bawang
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng.
Akan tetapi, tardisimegalitikmsih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng.
14

Kondisi ini dibuktikan dengan penemuan beberapa bangunan pemujaan


seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu. Pada masa pemerintahan
JanasadhuWarmadewa (975-983) pengaruh Buddha mulai berkembang di
Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di Buleleng seperti
Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama Buddha di
Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti arca Buddha
di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama Hindu dan Buddha mulai medapatkan peranan penting pada masa
Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan Brahmana Buddha diangkat
sebagai salah satu penasihat raja. Sesuai dengan kepercayaan Hindu, raja
dianggap penjelmaan (inkarnasi) dewa. Dalam prasasti Pohon Asem
dijelaskan Anak Wungsu merupakan penjelmaan Dewa Hari (Wisnu). Bukti
ini menunjukkan bahwa Raja Anak Wungsu dan rakyat Buleleng merupakan
penganut waisnawa, yaitu pemuja Dewa Wisnu. Selain agama Hindu dan
Buddha, di Buleleng berkembang sekte-sekte kecil yang menyembah dewa-
dewa tertentu, misalnya sekte Ganapatya (penyembah Dewa Gana) dan Sora
(penyembah dewa Matahari).
Sungguhpun kita telah dididik diajar digembleng dan diresapi oleh
Agama Islam yang sudah berabad-abad lamanya ini, namun pengaruh
Animisme Hindu nampaknya sampai pada dewasa ini masih belum juga dapat
dikuras habis.Dimana-mana lebih-lebih di Kampung-kampung dan
dipedalaman hal ini masih dipraktikkan oleh Rakyat disana. Mereka masih
meyakinkan bahwa Roh-roh itu masih aktif, masih bekerja masih tetap
mengawasi anak-cucunya dimana saja berada.Mereka masih meyakinkan
bahwa kayu-kayu besar, gunung-gunung besar mempunyai penunggu dan
penjaganya, inilah yang dinamakan Animisme.

F. Peninggalan Kota Kapur


Di daerah ini meninggalkan temuan temuan arkeologiberupa sisa sisa
sebuah bangunan candi hindu (wisnawa) terbuat dari batu bersama dengan
arca arca batu, diantaranya dua buah arca wisnu dengan gaya gaya seperti
15

arca arca wisnu yang ditemukan di lembah mekhing, semenanjung malaka,


dan cibuaya, jawa barat, yang berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7
masehi. Sebelumnya di situs kota kapur selain telah ditemukan sebuah
inkripsi batu dari kerajaan sriwijaya yang berangka tahun 608 saka (=686
masehi), telah ditemukan pula peninggalan peninggalan yang lain diantaranya
sebuah arca wisnu dan sebuah arca durga mahisasuramardhini. Dari
peninggalan peninggalan arkeologi tersebut nampaknya kekuasaan di pulau
bangka pada waktu itubercorak hindu-waisnawa, seperti hal nya di kerajaan
tarumanegara di jawa barat.
Temuan lain dari situs kota kapur ini adalah peninggalan berupa
benteng pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat
dari timbunan tanah, masing masing  panjangnya sekitar 350 m dan 1200
meter dengan ketinggian sekitar 2-3 meter. Penanggalan dari tanggul benteng
ini menunjukan masa antara tahun 530 m sampai 870 m. Benteng pertahanan
tersebut yang telah dibangun sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut agaknya
telah berperan pula dalam menghadapi ekspansi sriwijaya ke pulau bangka
menjelang akhir abad ke-7.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerajaan Buleleng dibangun berkat canpur tangan dari I Gusti Anglurah
Panji Sakti yang saat kecil memiliki nama panggilan I Gusti gede Pasukan.
Ayahnya sendiri bernama I Gusti Ngurah Jelantik dan ibunya merupakan selir
yang memiliki nama Ni Luh Pasek yang berasal dari Desa Panji .
Sebagai seseorang yang memiliki andil dalam membangun kerajaan
Buleleng, I Gusti Anglurah dibekali oleh suatu kekuatan sihir yang berasal
dari orang tuanya. Ayahnya sendiri, I Gusti Ngurah Jelantik merasa terbebani
dengan adanya kekuatan yang dimiliki karena itu bisa membuatnya
mencelakakan putra mahkota.
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng.
Akan tetapi, tardisimegalitikmsih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng.
Kondisi ini dibuktikan dengan penemuan beberapa bangunan pemujaan
seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu. Pada masa pemerintahan
JanasadhuWarmadewa (975-983) pengaruh Buddha mulai berkembang di
Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di Buleleng seperti
Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama Buddha di
Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti arca Buddha
di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri
di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang,
Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memberikan
keterangan mengenai kerajaan ini.Dalam perkembangan selanjutnya,
kehidupan masyarakat Tulang Bawang juga masih ditandai dengan kegiatan
ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-15, daerah Tulang Bawang
dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di Nusantara.
Mereka masih meyakinkan bahwa Roh-roh itu masih aktif, masih bekerja
masih tetap mengawasi anak-cucunya di mana saja berada. Mereka masih

16
17

meyakinkan bahwa kayu-kayu besar, gunung-gunung besar mempunyai


penunggu dan penjaganya, inilah yang dinamakan Animisme.
Prasasti Kota Kapur adalah temuan arkeologi prasasti Sriwijaya yang
ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka. Prasasti ini dinamakan menurut
tempat penemuannya iaitu sebuah dusun kecil yang bernama "Kota kapur".
Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan
bahasa Melayu Kuno, serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua
berbahasa Melayu. Prasasti ini ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada
bulan Desember 1892.

B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan
berusaha menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

http://ipospedia.com/sejarah-kerajaan-buleleng

https://id.wikipedia.org/wiki/Wangsa_Warmadewa

http://www.gurusejarah.com/2017/07/kerajaan-buleleng-dan-kerajaan-
dinasti.html

http://diyananurfa.blogspot.co.id/2014/11/kerajaan-buleleng-tulang-bawang-
dan.html

http://melayuonline.com/ind/history/dig/408/kerajaan-tulang-bawang

https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Tulang_Bawang

http://northmelanesian.blogspot.co.id/2012/12/sejarah-kerajaan-tulang-bawang-
lampung.html

http://tulangbawangkab.go.id/?page_id=223

You might also like