You are on page 1of 27

TUGAS KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR GENU

Tugas Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Ortopedi pada Program
Studi DIII Keperawatan

Dosen Pengampu : Sunarto, S.ST., Ners., M.Kes

Disusun Oleh:

Dani Hidayat (P27220020011)

Nurlina Dwi Astuti (P27220020034)

Veratri Leyla Seputri (P27220020046)

PRODI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya diskontinuitas susunan tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa
trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah
tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan
tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka.
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang
yang disebut fraktur dislokasi. Badan kesehatan dunia mencatat di tahun 2011
terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan
sekitar 1,3 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang
memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah sekitar 40%
dari insiden kecelakaan yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana definisi dari fraktur?
2. Bagaiman etiologi dari fraktur?
3. Bagaiman klasifikasi dari fraktur?
4. Bagaiman manifestasi klinis dari fraktur
5. Bagaimana patofisiologi dari dari fraktur?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari fraktur?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan dari fraktur?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari fraktur
2. Mengetahui etiologi dari fraktur
3. Mengetahui klasifikasi dari fraktur
4. Mengetahui manifestasi klinis dari fraktur
5. Mengetahui patofisiologi dari dari fraktur
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari fraktur
7. penatalaksanaan medis dan keperawatan dari fraktur
BAB II
ISI
A. Definisi
Ada beberapa pengertian fraktur menurut para ahli adalah:
1. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson, 2006).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti
osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002).
4. raktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi
(Doenges, 2002).
B. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah
oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan
bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.
C. Klasifikasi
1. Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan dunia luar dibagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur) Dikatakan terbuka bila
tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan /
potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke
dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka :
1) Derajat I Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2) Derajat II Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya,
dislokasi fragmen jelas.
3) Derajat III Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar
2. Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang
lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari
tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap (Incomplete fraktur )
Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu
sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut
green stick.
3. Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma ada 5 yaitu:
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Obliq: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi
juga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya spiral yang disebabkan
oleh trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e. Fraktur Afulsi: fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
4. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
E. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit (Smelter dan Bare, 2002). Sewaktu tulang patah perdarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang
tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang
sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment.
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan
pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah
patah tulang akan menderita komplikasi antara lain: nyeri, iritasi kulit karena
penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila
Sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan
diri (Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen
tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan
trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera
mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges ( 2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur
antara lain:
1. Pemeriksaan roentgen untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap Ht mungkkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma.
4. Kreatinin pada trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi dikarenakan perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera hati.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kedaruratan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden
period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.
Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah,
maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain
tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera
harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian,
ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah
gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi
dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan
lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan
memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian
dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat
juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas
yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera
ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang
cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk
menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)
untukmencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali
melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar
melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas. Pada bagian
gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan
lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera.
Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa
mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
2. Penatalaksanaan Bedah Ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus
menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat
dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan
infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom komparteman),
adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi
Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and
Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan
indikasinya yang lazim dilakukan:
a. Reduksi terbuka, melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang
yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan
tulang yang patah
b. Fiksasi interna, stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan
skrup, plat, paku dan pin logam
c. Graft tulang, penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi
atau mengganti tulang yang berpenyakit.
d. Amputasi, penghilangan bagian tubuh
e. Artroplasti, memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat
yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa
irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka
f. Menisektomi, eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak
g. Penggantian sendi, penggantian permukaan sendi dengan bahan logam
atau Sintetis
h. Penggantian sendi total, penggantian kedua permukaan artikuler dalam
sendi dengan logam atau sintetis
i. Transfer tendo, pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
j. Fasiotomi, pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot
atau mengurangi kontraktur fasia
H. Terapi Medis
Pengobatan dan Terapi Medis
1. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone
2. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
3. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
a. Bedrest, Fisiotera
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnose dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan
terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya
untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau
reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah
jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan.Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila
cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di
gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar
kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau
tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal
dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan
untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang Genu,
humerus dan pelvis
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan, harus segera dimulai
melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan
mobilisasi
I. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges ( 2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur
antara lain :
1. Pemeriksaan roentgen untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap Ht mungkkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma
4. Kreatinin pada trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi dikarenakan perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera hati
J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kedaruratan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden
period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.
Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah,
maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain
tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera
harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian,
ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah
gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi
dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan
lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan
memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian
dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat
juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas
yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera
ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang
cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk
menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)
untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali
melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar
melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas. Pada bagian
gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan
lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera.
Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa
mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
2. Penatalaksanaan Bedah Ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus
menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat
dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan
infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom komparteman),
adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi
Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and
Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan
indikasinya yang lazim dilakukan :
a. Reduksi terbuka, melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang
yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan
tulang yang patah
b. Fiksasi interna, stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan
skrup, plat, paku dan pin logam
c. Graft tulang, penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi
atau mengganti tulang yang berpenyakit
d. Amputasi, penghilangan bagian tubuh
e. Artroplasti, memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat
yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa
irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka
f. Menisektomi, eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak o
Penggantian sendi, penggantian permukaan sendi dengan bahan logam
atau sintetis
g. Penggantian sendi total, penggantian kedua permukaan artikuler dalam
sendi dengan logam atau sintetis
h. Transfer tendo, pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
i. Fasiotomi, pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot
atau mengurangi kontraktur fasia (Ramadhan: 2008)
K. Terapi Medis
Pengobatan dan Terapi Medis
1. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone
2. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
3. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot d. Bedrest, Fisioterapi
(Ramadhan: 2008)
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR GENU

A. Pengkajian Data
Pengkajian Primer
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
2. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
3. Circulation
Tekanan darah dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas/istirahat
a. Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
b. Keterbatasan mobilitas
2. Sirkulasi
a. Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
b. Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
c. Tachikardi
d. Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
e. Cailary refil melambat
f. Pucat pada bagian yang terkena
g. Masa hematoma pada sisi cedera
3. Neurosensori
a. Kesemutan
b. Deformitas, krepitasi, pemendekan
c. Kelemahan
4. Kenyamanan
a. Nyeri tiba-tiba saat cidera
b. Spasme/ kram otot
5. Keamanan
a. Laserasi kulit
b. Perdarahan
c. Perubahan warna
d. Pembengkakan lokal
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk pada
teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada berbagai macam meliputi :
1. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut
berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan
menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma
rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah
kecelakaan lalu lintas darat
2. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung.
Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami
osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat
penyembuhan tulang
3. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik
4. Pola kesehatan fungsional
a. Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
1) Hipertensi (kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
2) Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
3) Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera,pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang
terkena
4) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
1) Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
2) Kebas/ kesemutan (parestesia)
3) Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/
hilang fungsi
4) Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
d. Nyeri / kenyamanan
1) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi), tidak
ada nyeri akibat kerusakan syaraf
2) Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
1) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
2) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba- tiba)
f. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap
g. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan
terhadap dirinya yang salah
h. Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur
i. Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi
dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oleh nyeri dan
keterbatasan gerak yang di alami klien
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000), dan Barbara (1999) adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress,
ansietas
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat
luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat
jaringan nekrotik
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan,
kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan /
tahanan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi
pembedahan
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi atau
gibs pada ekstrimitas
Diagnosa Keperawatan sesuai dengan SDKI :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, penurunan
mobilitas
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, gangguan
muskuloskeletal, penurunan kekuatan otot, program pembatasan gerak
4. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif, kerusakan integritas
kulit, statis cairan tubuh
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal,
kelemahan
C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam nyeri berkurang
Luaran Tingkat Nyeri (L.08066)
Intervensi Utama
Manajemen Nyeri Perawatan Kenyamanan
Observasi : Observasi :
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, - Identifikasi gejala yang tidak
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri menyenangkan (mis. Mual, nyeri,
- Identifikasi skala nyeri gatal, sesak)
- Identifikasi respons nyeri non verbal - Identifikasi pemahaman tentang
- Identifikasi faktor yang memberatkan kondisi, situasi, dan perasaannya
dan memperingan nyeri - Identifikasi masalah emosional dan
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan spiritual
tentang nyeri Terapeutik :
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap - Berikan posisi yang nyaman
respon nyeri - Berikan kompres dingin atau hangat
- Identifikasi pengaruh nyeri pada - Ciptakan lingkungan yang nyaman
kualitas hidup - Berikan pemijatan
- Monitor keberhasilan terapi - Berikan terapi akupresur
komplementer yang sudah diberikan - Berikan terapi hypnosis
- Monitor efek samping penggunaan - Dukung keluarga dan pengasuh terlibat
analgetik dalam terapi/pengobatan
Terapeutik : - Diskusikan mengenai situasi dan
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk pilihan terapi/pengobatan yang
mengurangi rasa nyeri (kompres diinginkan
hangat) Edukasi :
- Control lingkungan yang memperberat - Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, terapi/pengobatan
pencahayaan, kebisingan) - Ajarkan terapi relaksasi
- Fasilitas istirahat dan tidur - Ajarkan latihan pernapasan
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri - Ajarkan teknik distraksi dan imajinasi
dalam pemilihan strategi meredakan terbimbing
nyeri Kolaborasi :
Edukasi : Kolaborasi pemberian analgesik,
- Jelaskan penyebab, periode, dan antipruritus, antihistamin, juka perlu
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitir nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Anjurkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Diagnosa : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan


sirkulasi, penurunan mobilitas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam Gangguan integritas
kulit berkurang
Luaran Integritas Kulit (L.14125)
Intervensi Utama
Perawatan Integritas Kulit Perawatan Luka
Observasi Observasi
Identifikasi penyebab gangguan integritas - Monitor karakteristik luka
kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan - Monior tanda-tanda infeksi
status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu Terapeutik
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas) - Lepaskan balutan dan plester secara
Terapeutik perlahan
- Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring - Cukur rambut disekitar daerah luka
- Lakukan pemijatan pada area - Bersihkan dengan cairan Nacl
penonjolan tulang, jika perlu - Bersihkan jaringan nekrotik
- Bersihkan perineal dengan air hangat, - Berikan salep yang sesuai dengan kulit
terutama selama periode diare - Pasang balutan sesuai dengan jenis
- Gunakan produk berbahan petroleum luka
atau minyak pada kulit kering Edukasi
- Gunakan produk berbahan - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
ringan/alami dan hipoalergik pada - Anjurkan mengkonsumsi makanan
kulit sensitive tinggi kalori dan protein
- Hindari produk berbahan dasar alcohol - Ajarkan prosedur perawatan luka
pada kulit kering secara mandiri
- Berikan dukungan emosional dan Kolaborasi
spiritual - Kolaborasi prosedur debridement
Edukasi - Kolaborasi pemberian antibiotik
- Anjurkan segera melaporkan nyeri
dada
- Anjurkan menghindari maneuver
valsava
- Jelaskan tindakan yang dialami pasien
- Ajarkan teknik menurunkan
kecemasan dan ketakutan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiplatelet
- Kolaborasi pemberian antiangina
- Kolaborasi pemberian morfin
- Kolaborasi pemberian inotropic
- Kolaborasi pemberian obat untuk
mencegah maneuver valsava
- Kolaborasi pencegahan thrombus
dengan antikoagulan
- Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada

3. Diagnosa : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,


gangguan muskuloskeletal, penurunan kekuatan otot, program pembatasan
gerak
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam Gangguan mobilitas
fisik berkurang
Luaran Mobilitas Fisik (L.05042)
Intervensi Utama
Dukungan Ambulasi Dukungan Mobilisasi
Observasi Observasi
- Identifikasi adanya nyeri dan keluhan - Identifikasi adanya nyeri atau
lainnya keluahan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan - Identifikasi toleransi fisik melakuakn
ambulasi pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan - Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai ambulasi darah sebelum memulai mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama - Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi melakukan mobilisasi
Terapeutik Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu alat bantu
- Fasilitasi melakukan mobilitas fisik - Fasilitasi melakukan pergerakan
- Libatkan keluarga untuk membantu - Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi pasien dalam meningkatkan
Edukasi pergerakan
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi Edukasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini - Jelaskan tujuan dan prosedur
- Anarkan ambulasi sederhana yang mobilisasi
harus dilakukan - Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan
4. Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif,
kerusakan integritas kulit, statis cairan tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam Resiko infeksi
berkurang
Luaran Tingkat Infeksi (L.14137)
Intervensi Utama
Manajemen Imunisasi/Vaksinasi Pencegahan infeksi
Observasi Observasi :
- Identifikasi riwayat kesehatan dan - Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
riwayat alergi sistematik
- Identifikasi kontraindikasi pemberian Terapeutik :
imunisasi - Batasi jumlah pengunjung
- Identifikasi status imunisasi setiap - Berikan perawatan kulit pada area
kunjungan ke pelayanan kesehatan edema
Terapeutik - Cuci tangan sebelum dan sesudah
- Beri suntikan pada bayi pada bagian kontak dengan pasien dan lingkungan
paha anterolateral pasien
- Dokumentasikan inforasi vaksinasi - Pertahankan teknik aseptic pada pasien
- Jadwalkan imunisasi pada interval berisiko tinggi
waktu yang tepat Edukasi :
Edukasi - Jelaakan tanda dan gejala infeksi
- Jlaskan tujuan, manfaat, reaksi yang - Ajarkan mencuci tangan dengan benar
terjadi, jadwal dan efek samping - Ajarkan etika batuk
- Informasikan imunisasi yang - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
diwajibkan pemerintah atau luka operasi
- Informasikan imunisasi yang - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
melindungi terhadap penyakit namun - Anjurkan meningkatkan asupan cairan
saat ini tidak diwajibkan pemerintah Kolaborasi :
- Informasi vaksinasi untuk kejadian Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
khusus
- Informasikan penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti mengulang
jadwal imunisasi kembali
- Informasikan penyedia layanan pecan
imunisasi Nasional yang menyediakan
vaksin gratis
5. Diagnosa : Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, kelemahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam deficit perawatan diri
berkurang
Luaran Perawatan Diri (L.11103)
Intervensi Utama
Dukungan perawatan diri Dukungan perawatan diri mandi
Observasi Observasi
- Identifikasi kebiasaan aktivitas - Identifikasi usia dan budaya dalam
perawatan diri sesuai usia membantu kebersihan diri
- Monitor tingkat kemandirian - Identifikasi jenis bantuan yang
- Identifikasi kebutuhan alat bantu dibutuhkan
kebersihan diri, berpakaian, berhias, - Monitor kebersihan tubuh
dan makan - Monitor integritas kulit
Terapeutik Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang terapeutik - Sediakan peralatan mandi
- Siapkan keperluan pribadi - Sediakan lingkungan yang aman dan
- Damping dalam melakukan perawatan nyaman
diri sampai mandiri - Fasilitasi menggosok gigi
- Fasilitasi untuk menerima keadaan - Fasilitasi mandi
ketergantungan - Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
- Fasilitas kemandirian, bantu jika tidak - Beri bantuan sesuai tingkat
mampu melakukan perawatan diri kemandirian
- Jadwalkan rutinitas perawatan diri Edukasi
Edukasi - Jelaskan manfaat mandi dan dampak
- Anjurkan melakukan perawatan diri tidak mandi terhadap kesehatan
secara konsisten sesuai kemampuan - Ajarkan kepada keluarga cara
memandikan pasien

D. Implementasi
1. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam nyeri berkurang
Kriteria Hasil : nyeri berkurang, klien tampak tenang
2. Diagnosa : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi, penurunan mobilitas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam Gangguan integritas
kulit berkurang
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi atau pus, kemerahan, luka
bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal
atau dapat ditoleransi
3. Diagnosa : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
gangguan muskuloskeletal, penurunan kekuatan otot, program pembatasan
gerak
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam Gangguan mobilitas
fisik berkurang
Kriteria Hasil : klien mampu melakuakn perpindahan dan pergerakan,
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi
4. Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif,
kerusakan integritas kulit, statis cairan tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam Resiko infeksi
berkurang
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi atau pus, kemerahan, luka
bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal
atau dapat ditoleransi
5. Diagnosa : Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, kelemahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam deficit perawatan diri
berkurang
Kriteria Hasil : Tidak ada bau badan, tidak bau mulut, mukosa mulut lembab,
kulit utuh.

E. Evaluasi
Pada proses ini, intervensi keperawatan harus ditentukan apakah intervensi tersebut
harus diakhiri, dilanjutkan, dimodifikasi, ataupun dirubah. Evaluasi dilakukan secara
continue dimana evaluasi dilakukan segera setelah implementasi dilaksanakan sehingga
memungkinkan perawat untuk segera merubah atau memodifikasi intervensi
keperawatan. Evaluasi tidak hanya dilaksanakan segera setelah implementasi dilakukan,
namun juga dilakukan pada interval tertentu untuk melihat perkembangan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kozier B, 2010). Evaluasi yang dilakukan pada
masalah keperawatan ini diantaranya :
1. Menunjukan peningkatan kesembuhan secara berkala
2. Menunjukan kecemasan berkurang
3. Menunjukan rasa nyeri menurun
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya diskontinuitas susunan tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa
trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah
tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Terdapat beberapa penyebab fraktur diantaranya, Nyeri terus menerus dan bertambah,
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
tidak alamiah bukan seperti normalnya dan Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan
tulang yang sebenarnya. pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur antara lain,
Pemeriksaan roentgen untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur, Scan tulang,
tomogram, CT- scan/ MRI memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak, Pemeriksaan darah lengkap Ht mungkkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal
setelah trauma, Kreatinin pada trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal dan Profil koagulasi dikarenakan perubahan dapat terjadi pada
kehilangan darah, transfuse multiple, atau cedera hati.
DAFTAR PUSTAKA

Anam Choirul M. 2015. “ Fraktur GENU”. https://pdfcoffee.com/lp-fraktur-genu-pdf-


free.html, diakses pada 16 Februari 2022

Kumalasari NWD.2018. (fraktur http://repository.poltekkes-


denpasar.ac.id/614/2/BAB%20I..pdf), diakses pada kamis 24 febuari 2022.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

You might also like