You are on page 1of 5

KONTROVERSI RUU KESEHATAN 18 OKTOBER 2022

KONTROVERSI RUU KESEHATAN


Iqbal Mochtar
Pengurus PB. IDI dan Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia Timur Tengah (PDITT)
Telah dimuat di ruang Opini, Harian Kompas, 18 Oktober 2022

Legislasi model omnibus rupanya termasuk UU Keperawatan, UU Kebidanan dan


mencecar bukan hanya bidang pekerjaan tetapi UU Praktik Kedokteran akan dilebur dalam UU
juga kesehatan. Baru-baru ini beredar draf omnibus ini. Alasannya, UU kesehatan saat ini
Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus terlalu kompleks dan berpotensi membingungkan
Kesehatan yang menelisik beragam issu saat merujuknya.
kesehatan, mulai dari praktik kedokteran hingga
BPJS. Ironisnya, sesaat setelah beredar, muncul
berbagai reaksi penolakan. Sejumlah organisasi
profesi, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) dan
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI),
mengadakan jumpa pers dan menyatakan
ketidaksetujuan terhadap draf ini. Sejumlah
alasan dikemukan; salah satunya, mereka tidak
dilibatkan dalam pembuatan RUU ini. Padahal
mereka adalah representasi formal profesi dokter,
dokter gigi dan perawat, yang akan terimbas
serius oleh legislasi ini.
Sejumlah organisasi profesi mengadakan jumpa pers
dan menyatakan ketidaksetujuan terhadap RUU
Omnibus Kesehatan

Beragam pertanyaan muncul terkait


RUU ini. Salah satunya menyangkut urgensinya.
Apakah UU omnibus memang dibutuhkan saat
ini dan apa urgensinya dimasukkan daftar
prolegnas? Beberapa argumen mendasari
pertanyaan ini.
Pertama, UU omnibus bertujuan
menggabungkan, merampingkan dan mengatasi
Kemunculan tiba-tiba RUU Ombinus Kesehatan yang
masuk Prolegnas 2022-2023.
tumpang tindih regulasi. Ia diharapkan menjadi
benang merah regulasi. Model omnibus akan
Minim Urgensi efektif bila diaplikasikan pada kondisi complex
Hingga kini, belum ada konfirmasi siapa and hyper-regulation: jumlah legislasi banyak,
beragam, tumpang tindih atau terdapat
pembuat draf RUU ini; apakah DPR, Kemenkes
atau stakeholder lain. Namun Ketua Badan kontradiksi satu dengan lainnya. Kasarnya,
Legislasi DPR Supratman Andi mengungkapkan terdapat kompleksitas, heterogenitas dan
bahwa mereka sementara menyusun RUU yang kontradiksi regulasi. Pada domain lapangan
ujung-ujungnya akan menjadi undang-undang kerja, misalnya, terdapat banyak dan beragam
legislasi yang ujung-ujungnya menimbulkan
(UU) Kesehatan. RUU ini bahkan masuk dalam
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun kerancuan. Makanya muncullah UU Omnibus
2022-2023; artinya, akan segera dibahas. Cipta Kerja yang merupakan sinergisme 78 UU.
Sejumlah UU kesehatan yang eksis saat ini, Disisi lain, latar belakang munculnya UU
Omnibus Kesehatan tidak sekompleks UU Cipta

18 oktober 2022 1
KONTROVERSI RUU KESEHATAN 18 OKTOBER 2022

Kerja. UU Kesehatan hanya akan


menggabungkan 9 UU; sebagian besar UU
tersebut bernuansa homogen karena bertema
besar kesehatan. Selama ini juga belum terdengar
ribut-ribut terkait kontradiksi antar UU. Artinya,
elemen kompleksitas, heterogenitas dan
kontradiksi yang menjadi substansi pembuatan
UU omnibus tidak jelas.
Ketua Elect PB IDI Dr Slamet dalam pertemuan
dengan Baleg DPR-RI

Selain itu, keterlibatan masyarakat dan


organisasi profesi harus dijalin erat dalam
pembuatan UU. Partisipasi sudah harus dibangun
bahkan ketika usulan inisiasi baru muncul.
Pembentukan UU mesti memenuhi sejumlah
azas, diantaranya kejelasan tujuan, kejelasan
rumusan dan keterbukaan. Bila azas ini tidak
terpenuhi, RUU akan menjadi cacat dan
Ketua Baleg DPR-RI Bapak Supratman Andi
berpotensi mandek ditengah jalan.
menerima IDI dan mendengar pandangan IDI tentang
RUU Omnibus Kesehatan. Marginalisasi dan Super-Body
Terkait praktik kedokteran, setidaknya
Kedua, sebagian UU kesehatan yang terdapat dua issu krusial dalam draf RUU
akan dilebur usianya masih singkat. UU Kesehatan.
Keperawatan dan UU Tenaga Kesehatan Pertama, marginalisasi organisasi
disahkan tahun 2014; sedangkan UU Karantina profesi. Berbagai pasal dalam RUU ini
Kesehatan dan UU Kebidanan masing-masing mengisyaratkan fenomena fragmentasi dan
disahkan tahun 2018 dan 2019. Saat ini, para amputasi peran organisasi profesi.
stakeholders UU ini sementara berjibaku
mengimplementasikan aturan-aturan ini,
termasuk melakukan sosialisasi intensif dan
pembuatan aturan turunan. Dalam kondisi
demikian, mengapa tiba-tiba UU yang eksis ini
ingin dihapus dan diganti dengan yang baru?
Sebelum menggagas RUU omnibus ini,
DPR mestinya melakukan komunikasi intensif
dengan stakeholder terkait. Mesti ada diskusi
ilmiah dan penjelasan rasional mengapa UU yang
eksis perlu dicabut, diganti atau disinergiskan.
Berbagai organisasi profesi kesehatan
Apakah ada kontradiksi serius antar UU tersebut?
Mesti ada tinjauan fisolosofis, yuridis, sosial dan
Pasal 296 ayat 2 menyebutkan bahwa
kesehatan, yang terang benderang terkait urgensi
setiap jenis tenaga kesehatan hanya dapat
UU omnibus. Alasan ‘berpotensi
membentuk satu organisasi profesi. Prinsip ini
membingungkan’ tidak cukup menjadi justifikasi sebenarnya bagus; sayangnya, terdapat pasal lain
pembuatan UU baru.
yang paradoks dan membuat prinsip ini mentah.
Pasal 184 ayat 1 mengelompokkan tenaga
kesehatan kedalam 12 jenis, seperti tenaga medis
dan tenaga keperawatan. Tiap jenis tenaga

18 oktober 2022 2
KONTROVERSI RUU KESEHATAN 18 OKTOBER 2022

kesehatan ini dibagi lagi atas beberapa kelompok. profesi. Seharusnya RUU dengan tegas menyebut
Jenis tenaga medis, misalnya, terdiri atas dokter, pengakuan hanya pada satu organisasi profesi
dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi dokter, satu organisasi dokter gigi dan masing-
spesialis. Ujung-ujungnya terdapat 48 kelompok masing satu buat tenaga kesehatan lainnya seperti
tenaga kesehatan. Opsi manakah yang akan perawat, bidan dan apoteker. Poli-organisasi
berlaku : satu organisasi profesi untuk setiap jenis profesi hanya akan menimbulkan konflik
tenaga kesehatan (opsi pertama) atau untuk setiap berkepanjangan. Pemerintah seharusnya belajar
kelompok tenaga kesehatan (opsi kedua). dari konflik bidang radiologi saat; puluhan dokter
Ironisnya, kedua opsi ini memfragmentasi ahli radiologi tidak memperoleh Surat Tanda
organisasi profesi. Registrasi (STR) akibat adanya dualisme
kolegium bidang radiologi.

Diskusi dan Forum Ilmiah, termasuk membahas RUU


Omnibus Kesehatan.

Terkait tenaga medis, misalnya, bila opsi


pertama terjadi maka hanya akan ada satu
Dunia kesehatan mestinya merupakan dunia dengan
organisasi profesi yang memayungi profesi
prinsip kolaborasi dan inklusifme; bukan sistem
dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter sentralisasi. ‘
gigi spesialis. Semua profesi ini digabung. Opsi
ini rancu karena dokter dan dokter gigi adalah dua Selain itu, RUU ini juga mencabut peran
profesi yang berbeda; visi, misi dan aspirasi organisasi profesi. Untuk melamar praktik,
keduanya tidak bisa digabung. Pada opsi kedua, seorang tenaga kesehatan hanya perlu
organisasi profesi dokter umum dan dokter menyertakan STR, alamat praktik dan bukti
spesialis dipisahkan; demikian pula dokter gigi pemenuhan kompetensi. Tidak diperlukan lagi
dan dokter gigi spesialis. Ini tidak tepat karena surat keterangan sehat dan rekomendasi
memisahkan dua elemen yang sesungguhnya organisasi profesi. Tanpa surat keterangan sehat,
memiliki kesamaan tugas, tanggung jawab serta bagaimana diketahui status kesehatan fisik dan
standar etik dan profesi. Dokter spesialis adalah mental tenaga kesehatan yang akan praktik?
kontinum dan bagian integral profesi dokter. Bila Tanpa rekomendasi organisasi profesi,
opsi kedua terjadi, akan terdapat 48 organisasi bagaimana mengetahui tenaga kesehatan tidak
profesi. Sangat gemuk dan kontras dengan pasal pernah melakukan pelanggaran-pelanggaran
296 yang ingin meminimalkan jumlah organisasi administrasi, etik dan moral?
profesi. Kedua, Menteri dan kementerian
Dalam RUU ini juga, nama organisasi menjadi super-body. Mereka penentu semua
IDI dan PDGI yang selama ini diakui pemerintah domain kesehatan; dari hulu ke hilir. Mereka
menghilang. Penggantinya, pemerintah berwenang mengisisasi, membuat dan
berwenang menentukan organisasi profesi yang mengesahkan standar pendidikan, standar
diakui bagi tiap tenaga kesehatan. Kondisi ini kompetensi dan standar pelayanan.
akan memancing munculnya berbagai organisasi
profesi yang kasak-kusuk minta pengakuan
pemerintah. Muncul kompetisi antar-organisasi
dan melemahnya bargaining position organisasi

18 oktober 2022 3
KONTROVERSI RUU KESEHATAN 18 OKTOBER 2022

kesehatan dibagi secara proporsional dengan


organisasi profesi dan stakeholder lain. Kue
peran dibagi agar tercipta keseimbangan
partisipasi yang ujung-ujungnya menginduksi
kolaborasi dan inklusi yang menjadi ciri
partisipasi dunia modern. RUU ini berjalan
mundur karena Menteri terlalu jauh mengambil
peran organisasi profesi dan civil society yang
seharusnya menjadi elemen integral
pembangunan kesehatan negara.
Dominasi peran Kementerian.

Pasal 235 menyebutkan bahwa standar


pendidikan kesehatan disusun oleh Menteri,
meski dalam penyusunannya dapat melibatkan
kolegium. Peran organisasi profesi dan kolegium
menghilang. Padahal dalam UU Nomor 29 tahun
2004, standar pendidikan ditentukan bersama
oleh Asosiasi Institusi Pendidikan, Kolegium,
Asosiasi RS Pendidikan, Depdiknas dan
Organisasi Profesi. Standar kompetensi juga
ditetapkan oleh Menteri (pasal 197 ayat 3).
Persatuan Perawat dan Bidan usulkan UU
Padahal sejatinya, kompetensi adalah domain Keperawatan/Kebidanan tidak masuk RUU Omnibus
teknis dan profesional yang ranahnya ada pada Kesehatan
kolegium. Kolegium menentukan apakah seorang
tenaga kesehatan kompeten atau tidak; bukan Bendera Merah
Menteri. Sedemikian jauh pengambil-alihan Munculnya protes terhadap RUU
kompetensi ini hingga pengelolaan pendidikan Kesehatan menjadi sinyal adanya ketidakberesan
atau pelatihan berkelanjutan lewat Satuan Kredit dalam proses pembuatannya. Alih-alih menjadi
Profesi juga dilakukan oleh Menteri dan benang merah, RUU ini justru sangat mungkin
pemerintah daerah. Ini aneh. Dinegara-negara menjadi bendera merah (red flag); mengandung
lain, wewenang penyelenggaraan pendidikan ketidakteraturan dan masalah serta berpotensi
berkelanjutan dilakukan oleh organisasi profesi mendegradasi sistem. Pembuatan UU yang akan
atau provider; bukan oleh pemerintah. Hal lain, mempengaruhi efek hidup orang banyak, apalagi
pada pasal 239 RUU ini, Konsil Kedokteran terkait kesehatan, mestinya melibatkan secara
Indonesia (KKI) bertanggungjawab kepada aktif stakeholder yang ada. Pendapat dan concern
Menteri. Padahal sebelumnya, KKI adalah badan mereka perlu didengarkan dan dipertimbangkan.
otonom, independen dan bertanggung jawab Komunikasi ini tidak boleh parsial; artinya hanya
langsung kepada Presiden. Penempatan Menteri menggandeng pihak yang se’bendera’. Prinsip
sebagai atasan KKI membuat lembaga penting ini impartialitas dan obyektifitas harus dijunjung
menjadi kurang independen dan bargaining agar UU ini menghasilkan nilai positif, obyektif
power-nya melemah. dan berkeadilan. Semakin tinggi tingkat
Peran Menteri dalam RUU terlalu luas partisipasi masyarakat dan organisasi profesi,
dan melintasi batas profesionalisme. Dengan semakin mudah penerimaan UU. Pembuatan UU
peran menteri yang super-body ini, RUU ini juga tidak perlu tergesa-gesa; saat ini tidak ada
menggiring sistem kesehatan menjadi sistem unsur urgensi untuk dikebut. Prinsip-prinsip ini
centralized-power. Padahal di era saat ini, sistem perlu dijaga; bila tidak, besar kemungkinan RUU
sentralisasi peran mestinya ditanggalkan karena Kesehatan ini akan bernasib sama dengan UU
terbukti kurang efektif dan efisien. Diberbagai Cipta Kerja yang kini dianggap cacat formil dan
negara lain, wewenang dan peran bidang inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi.

18 oktober 2022 4
KONTROVERSI RUU KESEHATAN 18 OKTOBER 2022

Semoga RUU Omnibus Kesehatan justru tidak menjadi benang kusut dan mendegradasi pelayanan dan
praktik kedokteran di Indonesia.

• Iqbal Mochtar. Pengurus PB IDI dan PP IAKMI. Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia
Timur Tengah.

18 oktober 2022 5

You might also like