Professional Documents
Culture Documents
e-ISSN/p-ISSN: 2615-7977/2477-118X
DOI: https://doi.org/10.32697/integritas.v5i2-2. 483
©Komisi Pemberantasan Korupsi
grahat@auriga.or.id, belinda@auriga.or.id,
d.patria@kpk.go.id, farid.andhika@kpk.go.id
Abstract
Structural problems cause law enforcement in the field of natural resources and the
environment to be powerless when dealing with the exploitation of unregistered natural
resources, damage to the environment due to lack of compliance, and corruption in the joints of
government administration in the field of resources natural. Even though the natural resources
sector is a sector that has adequate instruments of law enforcement, in practice law enforcement
against perpetrators of crimes in the field of natural resources is not very effective. This paper
will elaborate on this obstacle, and also describe the experience and learning of the Corruption
Eradication Commission to strengthen law enforcement in the field of natural resources through
the initiatives that are underway in the National Movement to Save Natural Resources.
Specifically by not only being a trigger (trigger mechanism) for the process of law enforcement,
the National Movement to Save Natural Resources also encourages the strengthening of legal
politics in law enforcement in the field of natural resources-environment.
Abstrak
Persoalan struktural menyebabkan penegakan hukum di bidang sumber daya alam dan
lingkungan hidup (SDA-LH) tidak berdaya ketika berhadapan dengan eksploitasi sumber
daya alam yang tidak tercatat, rusaknya lingkungan hidup akibat minimnya kepatuhan, dan
korupsi dalam sendi-sendi administrasi pemerintahan di bidang sumber daya alam. Meski
sektor sumber daya alam merupakan sektor yang memiliki kelengkapan instrumen
penegakan hukum yang memadai, dalam praktiknya penegakan hukum terhadap pelaku
kejahatan di bidang sumber daya alam tidak banyak berjalan efektif. Tulisan ini akan
menguraikan kendala itu, dan juga menjabarkan pengalaman dan pembelajaran Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memperkuat penegakan hukum di bidang SDA-LH
melalui inisiatif yang berjalan dalam Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam
(GNP SDA). Secara khusus tidak hanya menjadi pemantik (trigger mechanism) terhadap
proses penegakan hukum, GNP SDA KPK juga mendorong penguatan terhadap politik hukum
dalam penegakan hukum di bidang SDA-LH.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Tata Kelola, Sumber Daya Alam, Korupsi Struktural
65
Grahat Nagara, Belinda Sahadati Amri,
Dian Patria, Farid Andhika
66
Persoalan Struktural dalam Politik Penegakan Hukum
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
67
Grahat Nagara, Belinda Sahadati Amri,
Dian Patria, Farid Andhika
68
Persoalan Struktural dalam Politik Penegakan Hukum
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
69
Grahat Nagara, Belinda Sahadati Amri,
Dian Patria, Farid Andhika
orientasi penegakan hukum yang mulai rupiah dari kasus kerusakan lingkungan
diarahkan pada upaya pemulihan dan kebakaran hutan. Sementara itu, KKP
kerusakan dan pengembalian kerugian telah melakukan penenggelaman kapal
negara. Contohnya, sepanjang tahun 2015- yang ditemukan melanggar hukum hingga
2017, KLHK telah melakukan proses sejumlah 488 kapal. Meskipun dalam
hukum yang berujung pada putusan beberapa kasus, upaya eksekusinya juga
pengembalian kerugian dan beban masih terkendala (KPK, 2018).
pemulihan lingkungan hingga 16,6 triliun
70
Persoalan Struktural dalam Politik Penegakan Hukum
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
140
125
120 115
100 90
80
60
40
21
16 15
20 8
3 0 1 0 0 0 0 0
0
Pencabutan izin Pembekuan izin Paksaan Teguran tertulis Peringatan
pemerintah tertulis
Tentu hal ini pun masih meninggalkan persyaratan perizinan itu sendiri. Dengan
catatan, mengingat regulasi terkait dengan itu, konstruksi kejahatan SDA-LH sebagai
penegakan hukum administrative masih kejahatan kerah putih (white collar crime)
sangat lemah (Nagara, 2017). Arah ini lebih menemukan tempatnya. Berbeda
terlihat jelas dalam GNP SDA ketika dengan tipologi kejahatan lainnya,
berbicara pemenuhan kewajiban yang kejahatan kerah putih dirasionalisasi
diantaranya adalah kepatuhan terhadap dengan motif bisnis dan korporasi untuk
kelola lingkungan berdasarkan izin melanggar aturan, tehniknya pun khusus
lingkungan dan pemenuhan kewajiban hanya dipahami oleh orang-orang terdidik
pemulihan lingkungan sebagai bagian yang menjadi anggota korporasi tersebut
administrasi kegiatan usaha di bidang (Sutherland dalam Simpson dan
SDA-LH. Secara eksplisit beragam Weisburd, 2009).
rekomendasi dalam GNP SDA meminta Runtutan logika berikutnya, sebagai
dilakukannya audit kepatuhan di masing- kejahatan kerah putih, kejahatan SDA-LH
masing sektor sumber daya alam. Sebagai mudah sekali untuk bermetamorfosis
tambahan, proses GNP SDA juga menjadi beragam bentuk yaitu kejahatan
mengarahkan pada upaya penegakan korporasi, kejahatan terorganisir, dan
hukum yang lebih akuntabel, karena kejahatan politik (Karen Harbeck, 2011).
seluruh informasi terkait dengan tata Pada kejahatan korporasi, pelaku dalam
kelola sumber daya alam didorong untuk hal ini dapat diidentifikasi sebagai
lebih transparan. Informasi yang tersedia korporasi, menggunakan segala instrumen
ini membuka ruang untuk lebih serius yang ada di dalam korporasi untuk
terkait pelaku, modus, dan dampak dari melakukan kejahatan dan mendapatkan
kejahatan sumber daya alam dan keuntungan bagi korporasi. Sementara itu,
lingkungan hidup. pada kejahatan terorganisir, organisasi
Fakta-fakta pelanggaran di bidang dengan sengaja didesain untuk melakukan
perizinan di bidang sumber daya alam kejahatan, meskipun seolah-olah berperan
terpampang dengan jelas mulai dari sebagai usaha yang sah. Dalam kasus Nur
perusakan lingkungan, pelanggaran Alam misalnya, ketimbang kejahatan
peruntukan ruang, bahkan pemenuhan korporasi, lebih tepat didefinisikan
71
Grahat Nagara, Belinda Sahadati Amri,
Dian Patria, Farid Andhika
72
Persoalan Struktural dalam Politik Penegakan Hukum
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
73
Grahat Nagara, Belinda Sahadati Amri,
Dian Patria, Farid Andhika
Irawan, S., Widiastomo, T., Tacconi, L., Rasad, Fauziah. (2016). Korupsi dan Hak
Watts, J., Steni, B. (2019). Exploring Asasi Manusia dalam Sektor
the Design of Jurisdictional REDD+: Kehutanan. Jurnal HAM 9(2).
the Case of Central Kalimantan,
Indonesia. For. Pol. Econ. Supyanto, Asep dan Wahyuningsih, Sri
Endah. (2017). Koordinasi dan
Kartodihardjo, Hariadi, dkk. (2015). Pengawasan Penyidik Polri
Transaction Cost of Forest Terhadap Proses Penyidikan
Utilization License: Institutional Tindak Pidana yang Dilakukan
Issues. JMHT 21(3): 184-191. oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Jurnal Hukum Khaira Ummah
Komisi Pemberantasan Korupsi. (2018). 12(2).
Kertas Kebijakan Evaluasi Gerakan
Nasional Penyelamatan Sumber Tacconi, Luca, dkk. (2019). Law
Daya Alam. Komisi Pemberantasan Enforcement and Deforestation:
Korupsi. Jakarta. Lessons for Indonesia and Brazil.
Forest Policy and Economics.
Nagara, Grahat. (2014). Prinsip- https://doi.org/10.1016/j.forpol.20
Prinsip Legislasi Hukum Pidana 1905.029.
Rumusan Delik Sumber Daya Alam.
Universitas Indonesia. Depok.
74