Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Good and Clean Governance carried out by the government must always be related to adequate internal
implementation. The Financial and Development Supervisory Agency has a central objective for the success or
success of a particular agency's internal control system. The purpose of the study to describe, explanation, and
analysis of the intensity of morality and religiosity on the professionalism of internal auditors, the intensity of
morality and religiosity in ethical decision making, and the professionalism of internal auditors in ethical
decision making at the Financial and Development Supervisory Agency, East Java. The approach uses a
quantitative approach. The population taken was all internal auditors at the East Java Development and Finance
Supervisory Agency. Saturated sampling technique is used to take samples with the criteria that all internal
auditors are used as samples. The final sample chosen was 50 internal auditors. The results of the analysis show
that moral intensity and religiosity have a positive and significant impact on the professionalism of the internal
auditors and ethical decision-making; while the professionalism of the internal auditors, moral intensity, and
religiosity have a positive and significant impact on ethical decision making through the Professionalism of the
Internal Auditors.
Key words: moral intensity; religiosity; professionalism of BPKP's internal auditors; BPKP's ethical decision
making
ABSTRAK
Good and Clean Governance yang dilakukan pemerintah harus selalu berhubungan dengan penerapan
internal yang memadai. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mempunyai tujuan
yang sentral bagi kesuksesan atau keberhasilan dari sistem kontrol internal instansi tertentu.
Penelitian ini bertujuan guna memberi gambaran, penjelasan, dan analisis tentang intensitas moral
dan religiusitas pada profesionalisme auditor internal, intensitas moral dan religiusitas pada
pengambilan keputusan etis, dan profesionalisme auditor internal pada pengambilan keputusan etis
pada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur (Jatim). Pendekatan
menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi yang diambil adalah seluruh auditor internal pada
BPKP Jatim. Digunakan teknik sampling jenuh untuk mengambil sampel dengan kriteria seluruh
auditor internal digunakan sebagai sampel. Sampel akhir yang terpilih yaitu 50 auditor internal. Hasil
analisis menunjukkan bahwa intensitas moral dan religiusitas memberikan pengaruh positif dan
signifikan pada profesionalisme auditor internal dan pengambilan keputusan etis; sedangkan
profesionalisme auditor internal, intensitas moral, dan religiusitas memberikan pengaruh positif serta
signifikan pada pengambilan keputusan etis melalui profesionalisme auditor internal.
Kata kunci: intensitas moral, religiusitas; profesionalisme auditor internal BPKP; pengambilan
keputusan etis BPKP
mengenai menurunnya kepercayaan dan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pem-
sistem pemerintahan yang tidak bagus. bangunan (BPKP). Bangun (2011) menjelas-
Mulai dari tindak curang yang ada dalam kan pentingnya bagi akuntan publik untuk
pemerintahan yang mengakibatkan masya- menjunjung tinggi etika agar kualitas audit
rakat menilai negatif. Dengan demikian, Akuntan Publik tetap terjaga.
pemerintah diharuskan menjalankan peme- Selain itu intensitas moral juga me-
rintahan yang adil, bersih, dan transparan. rupakan sebuah unsur yang berpengaruh
Pemerintah seharusnya terus melakukan pada pengambilan keputusan etis. Intensitas
perbaikan dengan melakukan dan meng- moral, yang digambarkan melalui enam
galakkan pemerintahan yang bersih dan komponen intensitas moral mendasari
baik (pengelolaan pemerintahan). tahapan-tahapan proses pengambilan ke-
Pengelolaan yang dijalankan oleh pe- putusan etis yaitu kesadaran, penilaian, niat
merintahan diharuskan mengimplemen- serta tindakan moral (Sinantia, 2018).
tasikan kontrol internal yang cukup, se- Berdasarkan hal tersebut maka dapat di-
hingga pemerintah harus memperbaiki lagi asumsikan bahwa dalam mengambil ke-
peran dari BPKP. Sistem kontrol internal putusan dibutuhkan kesadaran adanya
yang mencukupi ini bisa dijalankan jika moral, dibutuhkan pula penilaian risiko,
BPKP melaksanakan fungsi dan tugasnya ditentukan pilihan yang terbaik sesuai
dengan maksimal seperti me-review, me- moral, agar pengimplementasiannya dilaku-
meriksa, dan mengaudit semua transaksi kan dengan etis (Lincoln dan Holmes, 2010).
dan laporan keuangan pada seluruh lem- Selaras dengan Jones (dalam Sinantia, 2018),
baga pemerintahan. faktor utama dalam keputusan etis yakni
BPKP mengemban fungsi yang sangat niat yang menjadi dasar untuk bertindak,
sentral saat keberlangsungan sistem pe- bisa juga diartikan tingkat penilaian akan
ngendalian internal lembaga maupun sikap tersebut termasuk bermoral. Pen-
instansi yang terlibat. Maka dari itu fungsi dapat ini bersebrangan dengan Lumanto et
BPKP yang efektif sangat diperlukan dalam al. (2014) yang memperlihatkan bahwa
suatu instansi. Hal tersebut seiring dengan intensitas moral tidak berperan saat pe-
peranan dari pengawas internal guna ngambilan keputusan saat terganggunya
mendukung perbaikan dari manajemen fungsi auditor.
risiko, tata kelola, dan pengendalian. Religiusitas pula merupakan komponen
Pengendalian intern ditujukan guna berpengaruh pada pengambilan keputusan
memberi sebuah keyakinan yang baik atas etis di sebuah instansi. Tidak hanya mem-
kepatuhan, efisiensi, melakukan peringatan punyai moral, BPKP juga diharuskan mem-
dini serta menambah keefektifan mana punyai religiusitas yang berguna dalam
jemen risiko dalam menyelenggaraan fungsi mengambil keputusan etis internal auditor
dan tugas lembaga pemerintahan serta sebuah instansi. Terlebih peranan agama
menjaga dan meningkatkan standar mana- serta religiusitas untuk beretika bisnis
jemen operasional suatu lembaga peme- merupakan subjek yang diperhatikan dalam
rintahan. Seorang BPKP diwajibkan mem- pengembangan pemahaman mengenai per-
punyai beberapa keahlian penting untuk buatan dan sikap manusia. Kontrol diri
sebuah instansi. Mereka harus mempunyai sangat dipengaruhi oleh agama. Individu
keahlian yang bagus dalam mengambil yang religiusitasnya tinggi setiap tindakan-
keputusan etis. Contohnya seperti, seorang nya dapat dikontrol dan mampu terhindar
BPKP harus mempunyai berbagai indikator dari tindakan tidak bermoral (Basri, 2015).
moral, disebabkan moral memiliki pengaruh Riasmini et al. (2018) menemukan bahwa
dalam mengambil keputusan instansi adanya pengaruh positif antara religiusitas
tertentu. Komponen moral yang berdampak kepada penentuan tindakan etis. Hubungan
adalah profesionalitas yang harus dipunyai religiusitas dengan profesionalisme seperti
Mediasi Profesionalisme … – Dhamasanti, Sudaryati 483
yang dibuktikan Moreno et al. (2017) tentang pada Badan Pengawas Keuangan dan
keterkaitan religiusitas dan sikap pada Pembangunan (BPKP) Provinsi Jatim?; (6)
layanan kesehatan mental profesional di Apakah intensitas moral mempengaruhi
kalangan Latinas asal Meksiko di Amerika pengambilan keputusan etis melalui profesi-
Serikat bagian barat daya membuktikan onalisme auditor internal pada Badan
bahwa tingkat religiusitas secara signifikan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
berhubungan negatif dengan sikap pada (BPKP) Provinsi Jatim?; (7) Apakah religiu-
layanan kesehatan mental profesional. sitas mempengaruhi pengambilan keputu-
Selain intensitas moral dan religiusitas san etis melalui profesionalisme auditor
dapat berpengaruh pada pengambilan internal pada Badan Pengawas Keuangan
keputusan etis di sebuah instansi, sikap dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jatim?
profesional memegang peran penting juga Penelitian ini mengarah pada pem-
bagi seorang akuntan dalam pengambilan berian gambaran, penjelasan, dan analisis
keputusan etis. Menurut Hunt dan Vitell mengenai intensitas moral dan religiusitas
(1986:5-16) dalam Haritsah et al. (2015), pada profesionalitas auditor internal, inten-
lingkungan tempat kerja serta pengalaman sitas moral dan religiusitas pada pengambi-
diri mampu mempengaruhi profesionalitas lan keputusan etis, dan profesionalitas
individu dalam memahami serta peduli auditor internal pada pengambilan keputu-
terhadap permasalahan beretika dalam san etis pada Badan Pengawas Keuangan
pekerjaannya. Sebagai seorang akuntan hal dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jatim.
tersebut merupakan kualifikasi mendasar. Kemudian juga mengenai peranan intensitas
Tugasnya yang bertanggungjawab akan moral dan religiusitas pada pengambilan
perusahaan, profesi serta pribadi untuk keputusan etis melalui profesionalisme
memiliki etika yang bermoral. Haritsah et al. auditor internal.
(2015) membuktikan bahwa semakin tinggi
profesionalisme akan membuat pengambi- TINJAUAN TEORETIS
lan keputusan etis auditor pada KAP makin Theory of Planned Behaviour
tepat. Teori perilaku terencana merupakan
Dari penjelasan di atas mengenai dasar bentuk pembaharuan dari teori tindakan
dilakukannya penelitian ini, maka rumusan beralasan. Teori tindakan beralasan mem-
masalah penelitiannya dikemukakan se- punyai pembuktian secara ilmiah apabila
bagai berikut: (1) Apakah intensitas moral keinginan bertindak disebabkan oleh dua
berpengaruh positif pada profesionalisme perkara, yakni subjective norms dan attitude
auditor internal pada Badan Pengawas (Seni dan Ratnadi, 2017). Kemudian Ajzen
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Pro- (2005) memberi tambahan satu penyebab
vinsi Jatim?; (2) Apakah religiusitas berpe- lagi, yakni kontrol perilaku. Oleh sebab itu
ngaruh positif pada profesionalisme auditor teori tersebut diubah menjadi teori perilaku
internal pada Badan Pengawas Keuangan terencana (Seni dan Ratnadi, 2017).
dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jatim?; Pada teori ini dijelaskan bahwa indi-
(3) Apakah intensitas moral berperan positif vidu akan berperilaku disebabkan oleh niat
pada pengambilan keputusan etis pada untuk melakukannya. Teori ini ditujukan
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangu- pada perilaku individu yang khusus mau-
nan (BPKP) Provinsi Jatim?; (4) Apakah pun universal. Niat ini diramalkan oleh 3
religiusitas berpengaruh positif pada pe- faktor, yakni sikap untuk berperilaku,
ngambilan keputusan etis pada Badan norma subjektif, serta kontrol perilaku.
Pengawas Keuangan dan Pembangunan Sikap berperilaku adalah semua penilaian
(BPKP) Provinsi Jatim?; (5) Apakah pro- individu tentang tindakan dalam berperi-
fesionalisme auditor internal berpengaruh laku. Norma subjektif adalah rasa percaya
positif pada pengambilan keputusan etis individu tentang keinginan orang yang
484 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 4, Nomor 4, Desember 2020 : 481 – 502
berpengaruh bagi dirinya agar rela ber- sebuah perilaku jika ia mempunyai tang-
perilaku atau tidak berperilaku sesuai ke- gapan positif pada perilaku itu, adanya afir-
inginan orang yang penting tersebut. Kon- masi dari orang yang berpengaruh pada nya
trol perilaku yakni pandangan individu serta kepercayaan diri dapat melaku-
mengenai kesanggupannya dalam berperi- kannya dengan sesuai. Maka bentuk dari
laku (Wikamorys dan Rochmach, 2017). teori perilaku terencana adalah sebagai
Dari Lee dan Kotler (2011), seseorang berikut.
berkemungkinan besar akan melakukan
Gambar 1
Teori Perilaku terencana
Sumber: (Asadifard et al., 2015)
untuk melakukan hal tersebut. Dalam hal berpengaruh pada penilaian seseorang
ini juga menunjukkan bahwa niat individu tentang beretika dan intensitas perilakunya.
dalam bertindak atau tidak pada sebuah Intensitas moral dalam hal bahasa di-
tindakan didasarkan pada kepercayaan definisikan sebagai kondisi ukuran yang
individu itu serta penilaian atas akibat dari intens, moral sendiri dikatakan sebuah kata
perilaku itu. Sehingga apabila individu yang seringkali digunakan dalam menyebut
yang memandang perilaku tersebut positif perilaku positif (Husniati et al., 2017).
akan menjadikan tindakan positif, begitu Intensitas moral menurut Hardi et al. (2018)
pula apabila pandangannya negatif maka merupakan bentuk yang terdiri dari per-
kemungkinan hasil tindakannya negatif. panjangan dari masalah yang berhubungan
Norma subjektif merupakan suatu dengan moral utama dalam memberi
konvensi masyarakat mengenai tata ber- pengaruh persepsi individu tentang masa-
kehidupan. Yang juga merupakan sebuah lah etika dan niatnya sendiri. Karakteristik
faktor kepercayaan seseorang terhadap situasi dilema moral disebut sebagai
persetujuan atau tidaknya pada sebuah intensitas moral, yang digambarkan melalui
tindakan. Kepercayaan pada norma yang enam komponen yaitu besar konsekuensi
mendasari persetujuan tersebut. Norma yang ditimbulkan keputusan (magnitude of
sujektif merupakan pengaruh lingkungan consequences), keputusan baik atau buruk
yang memaksa individu membuat pilihan berdasarkan kesepakatan sosial (social
untuk bertindak. Bisa juga dikatakan se- consensus), besar kemungkinan risiko terjadi
bagai bentuk penilaian seseorang pada apa (probability of effect), lama konsekuensi
yang dipikirkan orang tentang tindakannya. muncul setelah pengambilan keputusan
Sehingga sering kali seseoran akan me- (temporal immediacy), seberapa dekat peng-
nanyakan pendapat orang lain terlebih ambil keputusan dengan individu terkena
dahulu, baru melakukan tindakan. Teori ini dampak (proximity), dan banyak individu
menjadi permodelan umum yang mampu yang terkena dampak keputusan (concen-
diterapkan untuk memperkirakan sebuah tration of effect) (Sinantia, 2018).
tindakan. Menurut Jones (dalam Sinantia, 2018)
unsur pada karakteristik itu, meliputi: (1)
Intensitas Moral besar dampaknya, yang dimaksudkan se-
Intensitas moral berkaitan dengan jumlah dampak buruk yang didapatkan
kontrol perilaku dalam teori perilaku dari perilaku bermoral; (2) konsesus sosial
terencana. Kontrol perilaku yang dimaksud dimaksudkan pada derajat sosial yang
yakni kepercayaan individu apabila panda- disepakati apabila perilaku tersebut baik
ngannya adalah bentuk kontrol atas diri atau buruk; (3) kemungkinan dampak
tentang penilaian tindakan itu (Sulistyawati adalah suatu hal yang mungkin terjadi
dan Wahyono, 2015). Kreshastuti dan apabila perilaku tersebut menghasilkan
Prastiwi (2014) juga mengatakan hal ter- dampak buruk seusia perkiraan; (4) ke-
sebut merupakan suatu bentuk yang segeraan tempo yakni ruang yang terdapat
berisikan hal yang menjelaskan isu yang di antara kejadian tindakan tersebut dengan
berkaitan dengan moral utama pada sebuah permulaan konsekuensi dari tindakan itu;
kondisi yang berpengaruh pada penilaian (5) kedekatan merupakan rasa terdekat
seseorang tentang beretika dan intensitas yang dipunyai seseorang yang bermoral
perilakunya. dengan pelaku kejahatan moral dari sebuah
Jones (Sinantia, 2018) menyatakan perilaku; (6) dampak konsentrasi merupa-
tentang intensitas moral (moral intensity), kan suatu keterbalikan berdasarkan se-
yakni suatu bentuk yang berisikan hal yang seorang yang berpengaruh dan memberi
menjelaskan isu yang berkaitan dengan pengaruh pada suatu perilaku (Usman dan
moral utama pada sebuah kondisi yang Nufus, 2017).
Mediasi Profesionalisme … – Dhamasanti, Sudaryati 487
Menurut bahasa, intensitas merupakan yang saling berkaitan dari keyakinan dan
sebuah kondisi derajat kesungguhan, moral perilaku dan rangkaian peribadatan yang
sendiri artinya memanusiakan orang lain mengaitkan individu dan tuhannya. Religi-
dengan perilaku yang baik. Sehingga usitas merupakan sebuah karakteristik yang
intensitas moral merupakan suatu bentuk terintegrasi yang membuat seseorang me-
yang terdiri dari faktor yang memperluas miliki agama dan melaksanakan keagama-
isu yang berhubungan dengan moral dalam an. Religiusitas terdiri dari ilmu keagamaan,
suatu kondisi yang berpengaruh pada kepercayaan, upacara, amalan, sikap ber-
pandangan seseorang tentang permasala- agama, dan agama dalam bersosial. Me-
han etik dan perilakunya. Individu yang nurut Fitriani (2016), dalam agama Islam
mempunyai intensitas moral yang baik akan seseorang yang beragama yakni yang secara
lebih mudah membuat laporan pelanggaran aqidah, syariat, serta akhlaq.
oleh seseorang karena adanya perasaan Religiusitas dapat didefinisikan sebagai
bertanggungjawab, dan begitupun kebali- ragam pandangan yang ada tidak hanya
kannya (Amelia, 2018). dari proses peribadatan, namun juga ke-
Novius dan Sabeni (2008) mengatakan giatan lain yang berasal dari supranatural.
intensitas moral merupakan hal yang terkait Anshari dalam Alwi (2014) mengatakan
dengan isu moral yang mempengaruhi agama dan religi merupakan hal berbeda.
pada persepsi perilaku individu dan niat Agama cenderung tentang perihal formal
berperilaku. Individu mengidentifikasikan yang berhubungan dengan kewajiban serta
positif negatifnya sebuah tindakan. Pe- peraturan, apabila religiusitas cenderung
nilaian ini juga ditentukan faktor dalam diri mengenai penghayatan seseorang mengenai
serta lingkungan. Faktor dalam diri yakni kepercayaannya.
kepribadian seseorang itu, sedangkan faktor Menurut Wijaya (1982), jika melihat
lingkungan yakni kehidupan sosial tempat dari yang ditampakkan, agama cenderung
seseorang tinggal. seperti lembaga yang memberikan aturan
dalam menyembah Tuhan. Religiusitas
Religiusitas cenderung pada perihal yang dirasakan hati
Sesuai etimologi kata religi dari kata (Jalaluddin, 2012). Dalam KBBI, religius
“religio” yang artinya terkait lagi. Yang merupakan sebuah satuan komponen yang
dimaksudkan religi memiliki peraturan berkesinambungan dan membuat individu
serta kewajiban yang wajib dilakukan dan disebut beragama dan tidak hanya me-
memiliki kemampuan dalam menahan miliki. Yang dimaksudkan yakni menge-
individu pada hubungan dengan manusia, tahui, meyakini, mengamalkan, berperilaku
alam, dan Tuhan. Ma’zumi et al. (2017) dan bersikap terhadap sosial sesuai agama
mendefinisikan religiusitas sebagai masuk- (Darajat, 1993: 132).
nya penilaian keagamaan pada diri individu Jalaluddin (2012) menerangkan agama
atau masuknya keyakinan terhadap pe- mempunyai beberapa fungsi yakni fungsi
ngajaran sebuah agama dalam diri. Ke- edukatif (ajaran agama yang wajib di-
yakinan ini direpresentasikan dengan lakukan), fungsi penyelamat (menjadi
tindakan dan perilaku keseharian. Religiu- penyelamat kehidupan), fungsi perdamaian
sitas merupakan personalisasi tiap individu (untuk mendapatkan kedamaian hati),
dengan Tuhannya yang secara total dalam fungsi pengawasan sosial (menjadikannya
diri individu. Dalam batin, sikap religius ini norma kehidupan diri dan sesama manu-
tidak nampak langsung akan tetapi dapat sia), fungsi pemupuk solidaritas (rasa mem-
terlihat dari perilakunya. Hal tersebut punyai keyakinan sama dan persaudaraan),
mampu menerangkan apabila religiusitas fugsi transformatif (menjadikan kehdupan
bisa diketahui dari perilakunya. Definisi yang lebih baik dari sebelumnya), fungsi
religiusitas merupakan sebuah program kreatif (pendorong umatnya untuk lebih
488 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 4, Nomor 4, Desember 2020 : 481 – 502
profuktif bekerja dan inovatif), dan fungsi Faktor yang disebutkan oleh Touless
sublimatif (mengajarkan setiap tindakan dalam Sayyidatul (2018) dalam memberi
seseorang harus sesuai dengan agama). pengaruh pada perilaku beragama, yakni
Othman dan Hariri (2012) mengatakan pendidikan atau ajaran sosial, faktor pe-
religius adalah tingkat kepercayaan pada ngalaman yang membentuk perilaku ber-
seseorang yang diwujudkan pada sikap dan agama, faktor kehidupan (kebutuhan ke-
praktik dalam beribadah. Lebih lanjut amanan), cinta, harga diri, ancaman kemati-
Othman dan Hariri (2012) meluaskan ciri- an, faktor intelektual atau rasionalitas.
ciri untuk penilaian religiusitas. Tujuan Faktor internal yakni pengetahuan ber-
indikator untuk skala religiusitas muslim. agama, keperluan rasa aman, rasa cinta,
Indikator terdiri dari: (a) Ciri-ciri kepri- mendapat harga diri dan adanya ancaman
badian, merupakan nilai kepribadian di kematian. Dari faktor eksternal dipengaruhi
dalam diri individu. Sifat individu akan dari intelektual serta lingkungan sosial.
banyak memperoleh efek dari agama. Sifat Religiusitas diukur melalui 4 karakte-
individu menjadi lebih positif bila ia ristik yang terdapat pada Muslim Religiosity
mempunyai tingkat religiusitas yang tinggi; Personality Inventory dari Othman dan
(b) Sikap, merupakan tindakan individu, Hariri (2012) yang dijelaskan berikut ini: (1)
juga dapat dikatakan secara moral. Sikap ini Sifat kepribadian, yakni sebuah satuan
adalah manifestasi dari sifat pribadi indi- standar dan stabilitas yang menjadi penentu
vidu. Seorang agamais diwajibkan ber- kesesuaian serta ketidaksesuaian dengan
tingkah laku sesuai bimbingan agama. psikologis (pemkiran, rasa, dan perilaku)
Seseorang dengan pengetahuan agama yang berhubungan dengan waktu serta
yang bagus, sifat yang dimilikinya juga perihal yang susah dijelaskan menjadi outpt
akan bagus; (c) Perilaku beragama, adalah dari tempaan lingkungan (Maddi, 1980
suatu kegiatan yang dilakukan oleh pe- dalam Othman dan Hariri, 2012), (2) Sikap,
ngikut agama. Individu yang mempunyai yakni keadaan psikis yang berhubungan
kepercayaan pada agama yang bagus, tentu dengan kondisi aktual emosional pada
penerapan agamanya akan lebih bagus; (d) sebuah kondisi, perasaan baik buruknya
Ikatan interpersonal, merupakan kekuatan individu, pola pikir serta konsep pemikiran
seorang individu dalam bersosialisasi di mengenai sesuatu dalam pertimbangan
daerah sekitarnya. Seorang yang religius (Merriam-Webster, 1996 dalam Othman dan
dituntut untuk berbaik hati pada lingku- Hariri, 2012), (3) Praktik keagamaan, yakni
ngan di sekitarnya. bentuk ketaatan individu pada agamanya
Religiusitas merupakan sebuah karakte- dengan melakukan ibadah atau upacara
ristik yang terintegrasi yang membuat se- sesuai arahan dan anjuran dari agama
seorang memiliki agama dan melaksanakan (Gholk and Stark dalam Jalaluddin, 2010:
keagamaan. Religiusitas terdiri dari ilmu 293), (4) Hubungan sesama, yakni keter-
keagamaan, kepercayaan, upacara, amalan, kaitan antar dua orang maupun lebih yang
sikap beragama, dan agama dalam ber- bisa terlaksana dalam suatu kurun waktu
sosial. Religiusitas lebih dirasa sebuah ataupun selamanya.
bentuk institusi karena mencerminkan Keterkaitan ini kemungkinan berdasar
keterikatan pada sebuah tanggungjawab kan rasa kasih sayang, pekerjaan, ataupun
pada kepercayaan dan peribadahan sesuai yang lainnya. Pegawai yang mempunyai
aturan agama (Amir dan Lesmawati, 2016). religiusitas baik serta hubungan antar rekan
Menurut Nashori dalam Reza (2013), religi- kerja yang baik, harapannya bisa ber-
usitas merupakan sejauh mana pengetahu- partisipasi pada whistblowing di perusaha-
an, kuatnya kepercayaan, seringnya ber- annya dari pada individu yang religiu-
ibadah, dan sedalam apa rasa menghayati sitasnya kurang baik (Othman dan Hariri,
sebuah agama yang diikuti. 2012).
Mediasi Profesionalisme … – Dhamasanti, Sudaryati 489
lalui beberapa alternatif dan tanpa me- norma masyarakat (Kusuma, 2012:14).
langgar norma serta dapat bertanggung Umumnya individu yang profesional apa-
jawab pada moralitas. Gresham dalam bila telah terpenuhinya 3 syarat, yakni
Tjongari dan Widuri (2014) mengatur suatu kemampuan mengerjakan penugasannya
proses guna pemahaman dalam mengambil sesuai keahliannya, melaksanakan sesuai
keputusan. Proses tersebut guna me- dengan standar perusahaan, dan memenuhi
nyimpulkan jika individu berhadapan kode etik profesi.
dengan dilema etis, akan mengakibatkan Berkaitan dengan etika profesi yang
perilakunya mendapat pengaruh dari harus dipatuhi, BPK RI selaku badan
keterkaitan faktor internal dan eksternal. pemeriksa independen yang melakukan
Faktor internal yakni tentang background diri pemeriksaan terhadap entitas sektor publik
tentang ilmu, norma, perilaku, pendidikan telah menetapkan standar bagi setiap
serta pengalaman kerja (Ferrel dan Gress- auditornya dalam menjalankan tugas pe-
ham, 1985). Faktor eksternal (Ferrel dan meriksaan secara profesional. Standar
Gerham, 1985) yakni bentuk organisasinya tersebut diatur dalam Peraturan BPK RI No.
tentang konsumen serta saingan, begitu 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan
juga situasi internal perusahaan seperti Keuangan Negara (SPKN). Menurut per-
partner bekerja. Dalam mengambil keputu- aturan tersebut, profesionalisme merupakan
san ini juga diperlukan sadar dalam kesanggupan, kepandaian, dan ikrar pada
bermoral dan kesanggupan bermoral yang profesinya untuk melaksanakan kewajiban
dicerminkan pada tindakannya menjadi dengan memperhatikan aturang undang-
perwujudan penerapan putusan terssebut undang. Berdasarkan beberapa literatur
(Wisesa, 2011). diatas, bisa didapatkan simpulan apabila
Jones (dalam Dewi dan Dwiyanti, 2018) profesionalisme auditor marupakan kesang-
memberikan definisi bahwa kebijakan etis gupan, kepandaian, dan ikrar auditor untuk
(ethical decision) merupakan kebijakan yang melaksanakan kewajiban dengan berhati-
berupa hal moral ataupun legal serta hati, teliti, dan cermat, serta berpegang pada
dimaklumi masyarakat. Indikator dari pem- kualifikasi tertentu dan undang-undang
buatan kebijakan etis adalah sebagai berikut yang berlaku.
(Dewi dan Dwiyanti, 2018): (1) Penilaian Individu dapat disebut profesional
moral, (2) Isu moral, (3) Perilaku moral. apabila terpenuhi persyaratan, yakni punya
kemampuan dalam melakukan kewajiban
Profesionalitas sesuai ahlinya, melakukan penugasan
Berdasarkan definisi umum, individu sesuai standar perusahaan serta patuh pada
dikatakan profesional apabila terpenuhi 3 kode etik keprofesian. Secara konseptual,
syarat, yaitu punya kemampuan dalam profesi berbeda dengan profesionalisme.
bertugas berdasarkan bidang keahliannya, Profesi lebih diartikan pada pekerjaan
adanya standar baku dalam profesinya dan tertentu dengan runtutan persyaratannya,
patuh dalam kode etik profesinya. Terdapat sedangkan makna profesionalisme yakni
perbedaan antara profesi dan profesiona- sebuah karakteristik individu dengan tidak
lisme. Profesi lebih diartikan pada pe- melihat apa pekerjaannya (Lekatompessy
kerjaan tertentu dengan runtutan persyara- dalam Nur dan Hamid, 2018). Bagi Hall
tannya, sedangkan makna profesionalisme (1968) dalam Herawati dan Susanto (2009)
yakni sebuah karakteristik individu dengan penilaian profesionalisme auditor dicermin-
tidak melihat apa pekerjaannya (Lekatom- kan pada 5 unsur, yakni loyalitas pada
pessy dalam Herawati dan Susanto, 2009). pekerjaan, tanggungjawab lingkungan,
Profesionalitas adalah bentuk pertanggung independensi, kepercayaan pada aturan
jawaban seseorang untuk bersikap lebih pekerjaan, keterkaitan dengan pekerjaan.
dari hanya patuh pada aturan maupun Jaminan keleluasaan auditor diperoleh dari
Mediasi Profesionalisme … – Dhamasanti, Sudaryati 491
profesionalismenya yang baik. Tidak hanya kepercayaan itu ditujukan guna mendapat-
profesional, auditor diharuskan bisa meng- kan hasil. Dalam theory of planned behavior
analisis keadaaan yang tercakup karakte- (teori perilaku terencana) menerangkan
ristik dari perlebaran isu yang berkaitan bahwa perilaku seseorang akan muncul
dengan moralitas untuk suatu kondisi yang karena adanya niat untuk berperilaku.
berpengaruh pada pandangan mereka saat Intensitas moral termasuk ke dalam salah
membuat keputusan, yang biasa disebut satu komponen theory of planned behaviour
intensitas moral (Zanaria, 2015). yaitu normative belief dimana kepercayaan
Garman (2006) mengartikan profesiona- pada norma yang diinginkan dan ditujukan
lisme sebagai kesanggupan dalam penye- guna mendapatkan hasil.
larasan antara sikap individu dan per- Menurut Novius dan Sabeni (2008),
usahaan berdasarkan kualifikasi etika dan intensitas moral adalah sesuatu yang saling
profesionalitas yang terdiri dari tanggung berkaitan dengan isu-isu moral yang akan
jawab pada konsumen maupun stakeholder berpengaruh pada penilaian etika seseorang
lainnya. Sehingga seseorang dengan pro- dan niat untuk seseorang dalam melakukan
fesionalisme tinggi akan lebih mempunyai sesuatu. Seseorang akan mengidentifikasi
kepercayaan yang tidak mudah berubah di ukuran pasti baik atau buruk dari suatu
segala kondisi. Kontrol perilaku mampu perilaku yang akan dilakukan. Menurut
berubah kapanpun sesuai dengan kondisi penelitian Mapuasari dan Riyanto (2014)
yang ada serta tindakan yang akan di- menjelaskan bahwa niat moral mencermin-
laksanakan, dikarenakan kontrol tersebut kan pentingnya pemahaman tentang
berdasarkan dengan jenis tindakan yang karakteristik masalah moral ketika meng-
mau dilaksanakan serta kondisi saat itu hadapi dilema audit, sehingga dengan niat
sehingga orang yang profesional yakni yang moral dapat membantu menciptakan pro-
loyal pada pekerjaannya dan diharuskan fesionalisme auditor.
memberi penilaian pada semua tindakan H1 : Intensitas moral berpengaruh positif
dengan memperhatikan aturan dan etika pada profesionalisme internal auditor
keprofesiannya. Apabila mereka mampu
melaksanakannya, maka bisa dikatakan Pengaruh Religiusitas pada Profesiona-
mereka sudah mempunyai kontrol perilaku lisme Internal Auditor
yang bagus dan profesionalisme yang baik Religiusitas masuk ke dalam komponen
(Iftikar et al., 2018). TPB yaitu control belief, auditor yang dipilih
Diperlukan kualifikasi pengetahuan dari sekuat apa auditor bisa mengemban
umum yang baik dalam mencapai kompe- opini pada kepercayaan dan maksud meng-
tensi profesionalisme, serta diperlukan pula ambil sikap saat pengambilan kebijakan.
pengujian profesionalisme dalam subjek Persepsi itu selaras dengan sikap religiu-
penugasan yang sesuai dan pengalaman sitas auditor dikarenakan kepercayaan yang
kerja. Sehingga dalam menciptaan pro- memotivasi auditor selalu waspada dalam
fesionalitas auditor digunakan berbagai cara berbuat dan berfikir guna membuat ke-
seperti memperhatikan kualitasnya, pen- bijakan yang beretika.
dapat rekan kerja, pendidikannya, kepatu- Penelitian Moreno et al. (2017) dalam
han hukum serta kode etiknya. penelitiannya tentang hubungan antara
religiusitas dan sikap pada layanan ke-
Pengembangan Hipotesis sehatan mental profesional di kalangan
Pengaruh Intensitas Moral Pada Pro- Latinas asal Meksiko di Amerika Serikat
fesionalisme Internal Auditor bagian barat daya membuktikan bahwa
Intensitas moral termasuk ke sebuah tingkat religiusitas secara signifikan ber-
unsur teori perilaku terencana yakni hubungan negatif dengan sikap pada
kepercayaan terhadap norma yang mana layanan kesehatan mental profesional.
492 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 4, Nomor 4, Desember 2020 : 481 – 502
H2 : Religiusitas berpengaruh positif pada memberi dampak pada Kebijakan Etis yang
profesionalisme internal auditor dibuat BPKP ketika dihadapkan dilema etis.
Riasmini et al. (2018) menemukan bahwa
Pengaruh Intensitas Moral pada Pe- religiusitas mempengaruhi positif dan signi-
ngambilan Kebijakan Etis fikan pada pembuatan keputusan etis. Dari
Intensitas moral termasuk ke dalam pertimbangan di atas, dapat dirumuskan
komponen TPB yaitu norma subjektif di- hipotesis ketiga sebagai berikut.
mana kepercayaan pada norma yang H4 : Religiusitas berpengaruh positif
diinginkan dan ditujukan guna mencapai pada pengambilan kebijakan etis.
keinginan itu. Unsur krusial dalam ke-
putusan etis yakni besarnya moralitas Pengaruh Profesionalitas Internal Auditor
dalam bertindak, ataupun tingkatan tinda- pada Perumusan Kebijakan Etis
kan itu dikatakan memiliki unsul bermoral Religiusitas masuk ke dalam komponen
(Sinantia, 2018). Jones (Sinantia, 2018) ber- TPB yaitu kepercayaan berperilaku, di-
pendapat intensitas moral, yang digambar- tunjukkan pada perilaku auditor yang
kan melalui enam komponen intensitas memperlihatkan kepercayaan utuh pada
moral mendasari tahapan-tahapan proses sikap yang sudah dilaksanakan apabila
pengambilan keputusan etis yaitu moral auditor tidak bisa dipengaruhi berbagai hal.
awareness, moral judgment, moral intention, Sikap itu adalah profesionalitas auditor
serta moral action. internal sebab bisa berkomitmen pada
H3 : Intensitas moral berpengaruh positif kepercayaannya yang dianggap benar,
pada pengambilan kebijakan etis berbasis pada realitas, dan sesuai peraturan
serta etika profesi untuk membuat ke-
Pengaruh Religiusitas pada Pengambilan bijakan yang beretika.
Kebijakan Etis Penelitian menunjukkan hasil yang
Religiusitas masuk ke dalam kompo- selaras dengan Purnamasari et al. (2015)
nen TPB yaitu kontrol perilaku, auditor membuktikan bahwa secara parsial pro-
yang dipilih dengan seberapa kuat auditor fesionalisme memiliki pengaruh pada
bisa mengontrol pandangan pada ke- pengambilan kebijakan etis auditor yang
percayaan serta keinginan dalam memilih signifikan. Semakin tinggi profesionalitas
perbuatan dalam mendapatkan sebuah akan membuat pengambilan kebijakan etis
kebijakan yang tepat. Penjelasan di atas auditor semakin optimal.
sesuai dengan sikap religiusitas auditor Dari pertimbangan di atas, didapatkan
dikarenakan kepercayaan yang membuat hipotesis di bawah ini:
auditor akan waspada dalam berbuat dan H5 : Profesionalitas Internal Auditor ber-
berfikir dalam memutuskan sebuah kebija- pengaruh positif pada pembuatan
kan yang beretika. keputusan etis
Penelitian berikutnya telah dilakukan H6 : Intensitas moral berpengaruh positif
oleh Sudaryati (2017) yang memperlihatkan pada pengambilan keputusan etis
hasil penelitian yang menunjukkan religiu- melalui Profesionalisme Auditor
sitas memiliki pengaruh signifikan pada Internal
perumusan kebijakan etis. Penelitian Alteer H7 : Religiusitas memiliki pengaruh
et al. (2013) memberikan hasil bahwa ter- positif pada pengambilan keputusan
dapat faktor yang mendorong kebijakan etis melalui Profesionalisme Auditor
etis, yakni religiusitas pada kepekaan etis Internal
yang berpengaruh pada kebijakan etis
secara signifikan. Hasil yang sama juga METODE PENELITIAN
dibuktikan Sudaryati (2017) dimana kadar Penelitian ini menggunakan pendeka-
religiusitas BPKP yang tinggi mampu tan kuantitatif dengan mengambil populasi
Mediasi Profesionalisme … – Dhamasanti, Sudaryati 493
seluruh auditor internal pada BPKP Pro- individu dan tuhannya (Fitriani, 2016).
vinsi Jatim. Teknik sampling jenuh di- Indikator yang dipergunakan yaitu kuesi-
gunakan untuk mengambil sampel dengan oner yang dimodifikasi oleh Othman dan
kriteria seluruh auditor internal digunakan Hariri (2012), yakni karakteristik individu,
sebagai sampel. Sampel akhir yang terpilih tingkah laku, perilaku beragama, dan
yaitu 50 auditor internal. komunikasi.
Tabel 1
Hasil Estimasi Nilai Outer Loading Factor
Variabel Indikator Nilai Outer Loading Kesimpulan
KE.1 0.909
KE.2 0.934
KE.3 0.799
Keputusan Etis Seluruhnya Valid
KE.4 0.924
KE.5 0.938
KE.6 0.880
IM.1 0.739
IM.2 0.838
IM.3 0.859
Intensitas Moral IM.4 0.823 Seluruhnya Valid
IM.5 0.798
IM.6 0.759
IM.7 0.837
PAI.1 0.804
PAI.2 0.869
PAI.3 0.833
PAI.4 0.727
Profesionalisme
PAI.5 0.646 Seluruhnya Valid
Auditor Internal
PAI.6 0.816
PAI.7 0.766
PAI.8 0.815
PAI.9 0.858
Mediasi Profesionalisme … – Dhamasanti, Sudaryati 495
Tabel 3
Hasil Uji Determinasi (R2)
Variabel Endogen Hasil Uji Determinasi (R2) Nilai Q-square(Q2)
Keputusan Etis 0,941 0,984
Sumber: Data olahan, 2020
Tabel 4
Pengujian Hipotesis antar Variabel
Hubungan Antar Variabel Coefficient p Values
Intensitas Moral -> Profesionalisme Auditor Internal 0.260 0.011
Religiusitas -> Profesionalisme Auditor Internal 0.661 0.000
Intensitas Moral -> Keputusan Etis 0.075 0.156
Religiusitas -> Keputusan Etis 0.471 0.000
Profesionalisme Auditor Internal -> Keputusan Etis 0.486 0.000
Intensitas Moral -> Profesionalisme Auditor Internal ->
0.012
Keputusan Etis 0.127
Religiusitas -> Profesionalisme Auditor Internal ->
0.000
Keputusan Etis 0.321
Sumber: Data Olahan, 2020
496 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 4, Nomor 4, Desember 2020 : 481 – 502
menunjukkan bahwa variabel intensitas positif dan terbukti signifikan pada pro-
moral berpengaruh signifikan saat meng- fesionalisme auditor internal BPKP. Adanya
ambil keputusan etis melalui Profesiona- tingkat religiusitas yang baik akan mem-
lisme Auditor Internal, artinya H6 diterima. pengaruhi auditor dalam menyelesaikan
Kesimpulannya adalah Profesionalisme Au- pekerjaannya dengan baik dengan professi-
ditor Internal mampu memediasi pengaruh onal; (3) Intensitas moral mempengaruhi
intensitas moral saat mengambil keputusan pengambilan keputusan etis BPKP secara
etis. Dengan kata lain, keputusan etis dapat positif namun terbukti tidak signifikan.
ditingkatkan dengan adanya intensitas Seseorang yang berintensitas moral bagus
moral yang juga diimbangi dengan adanya nantinya berefek positif pada pembuatan
profesionalisme auditor internal, sehingga keputusan etis namun kecil pengaruhnya
apabila intensitas moral ditingkatkan pada kelangsungan hidup perusahaan atau
dengan ditambah dengan pro fesionalisme instansi karena hasil pengujian yang
auditor internal maka akan dapat mem- dilakukan dibuktikan tidak signifikan; (4)
bantu meningkatkan keputusan etis. Religiusitas terbukti berpengaruh positif
saat mengambil keputusan etis BPKP secara
Pengaruh Religiusitas Pada Keputusan signifikan. Terdapat tingkat religiusitas
Etis Melalui Profesionalisme Auditor yang baik akan mempengaruhi auditor
Internal dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan
Hipotesis 7 menyatakan bahwa religiu- baik, tingkat religiusitas yang baik akan
sitas berpengaruh signifikan saat mengam- mempengaruhi auditor untuk mengambil
bil keputusan etis melalui Profesionalisme keputusan berdasarkan etika dalam kegia-
Auditor Internal. Hasil analisis menunjuk- tan pengauditan; (5) Profesionalisme audi-
kan bahwa variabel religiusitas berpe- tor internal terbukti berperan positif dan
ngaruh signifikan saat mengambil keputu- saat mengambil keputusan etis BPKP.
san etis melalui Profesionalisme Auditor Terdapat sikap profesionalisme yang di-
Internal, artinya H7 diterima. Simpulannya miliki seorang auditor akan berpengaruh
adalah Profesionalisme Auditor Internal pada kinerjanya sehingga juga berpengaruh
mampu memediasi pengaruh religiusitas pada penentuan keputusan berdasarkan
pada pengambilan keputusan etis. etika pada kegiatan pengauditan; (6)
Dengan kata lain, keputusan etis dapat Intensitas moral terbukti berperan positif
ditingkatkan dengan adanya religiusitas saat mengambil keputusan etis Melalui
yang juga diimbangi dengan adanya Profesionalisme Auditor Internal BPKP
profesionalisme auditor internal, sehingga secara signifikan. Adanya profesionalisme
apabila religiusitas ditingkatkan dengan auditor internal yang baik akan mampu
ditambah dengan profesionalisme auditor mempengaruhi tingkat intensitas moral
internal maka akan dapat membantu dalam meningkatkan pengambilan keputu-
meningkatkan keputusan etis. san etis yang mempengaruhi kelangsungan
hidup perusahaan atau instansi; (7)
SIMPULAN Religiusitas terbukti berperan positif dan
Berdasarkan penjelasan di atas se- signifikan saat mengambil keputusan etis
belumnya, didapatkan simpulan berikut ini: Melalui Profesionalitas Auditor Internal
(1) Intensitas moral berpengaruh positif dan BPKP.
terbukti pada Profesionalisme Auditor Adanya profesionalisme auditor
Internal BPKP secara signifikan. Seseorang internal yang baik akan mampu mem-
yang berintensitas moral bagus nantinya pengaruhi tingkat religiusitas yang baik
berefek positif pada profesionalitas auditor yang kemudian akan mempengaruhi audi-
internal dalam bekerja di dalam perusahaan tor untuk mengambil keputusan ber-
atau instansi; (2) Religiusitas berpengaruh dasarkan etika dalam kegiatan pengauditan.
Mediasi Profesionalisme … – Dhamasanti, Sudaryati 499
(Studi Kasus Pada PT Cipta Krida Lee, N. R. dan P. Kotler. 2011. Social
Bahari Samarinda). Jurnal Akuntansi Marketing: Influencing Behaviors for Good.
Multi Dimensi (JAMDI) 1(1) : 10-20. US. Sage Publication, Inc.
Ikhsan, M. A. 2019. Decision Making Lincoln, S. H. dan E. K. Holmes. 2010. The
Process dalam Kebijakan Israel (Studi psychology of making ethical decisions:
Kasus Penolakan Israel Terhadap What affects the decision?. Psychological
Resolusi DK PBB 2334). Journal Islamic Services 7: 57-64. doi:10.1037/a0018710.
World and Politics 3(1) : 448-465. Lumanto, T. T. J. 2014. Pengaruh Locus of
Jalaluddin, H. 2012. Psikologi Agama Edisi Control, Kinerja, Turnover Intention,
revisi 2012. PT Raja Grafindo Persada. dan Intensitas Moral terhadap
Jakarta. Perilaku Disfungsional Auditor. Other
Jalaludin. 2010. Psikologi Agama. Rajawali thesis, Prodi Akuntansi Unika
Pers. Jakarta. Soegijapranata.
Kayati. 2018. Peran Theory of Reasoned Action Mapuasari, S. A. dan L. B. Riyanto. 2014.
terhadap Minat Menggunakan Produk Pengaruh Penalaran Moral dan
Bagi Hasil Bank Syariah. Accounting: Intensitas Moral Terhadap Skeptisme
Journal of Accounting and Finance 3(1): Profesional Auditor Pemerintah.
454-467. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Kodung, H. 2015. Analisis Perbedaan Ma’zumi, Taswiyah, dan Najmudin. 2017.
Pengambilan Keputusan Etis Ber- Pengaruh Religiusitas terhadap Peri-
dasarkan Model Terintegrasi Thorne laku Ekonomi Masyarakat Pasar
pada Mahasiswa Akuntansi Senior Tradisional (Studi Empiris pada
dan Yunior (Studi Kasus pada Masyarakat Pasar Tradisional di Kota
Politeknik Negeri Manado), Politeknik Serang Provinsi Banten). Jurnal Kajian
Negeri Manado. Keislaman 34(2): 25-46.
Kreshastuti, D. K. dan A. Prastiwi. 2014. Moreno, O., N. Tamara, dan E. Cardemil.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempe- 2017. Religiosity and attitudes towards
ngaruhi Intensi Auditor untuk professional mental health services:
Melakukan Tindakan Whistleblowing analysing religious coping as a media-
(Studi Empiris pada Kantor Akuntan tor among Mexican origin Latinas/os in
Publik di Semarang). Diponegoro Journal the southwest United States, Mental
of Accounting 3(2) : 389 - 403. Health, Religion & Culture, DOI:
Kusuma. N. F. B. A. 2012. Pengaruh 10.1080/13674676.2017.1372735.
Profesionalisme Auditor Etika profesi Novius, A. dan A. Sabeni. 2008. Perbedaan
dan Pengalaman Auditor terhadap Persepsi Intensitas Moral Mahasiswa
Pertimbangan Tingkat Materialitas. Akuntansi dalam Proses Pembuatan
Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Keputusan Moral (Studi Survei pada
Negeri Yogyakarta. Mahasiswa Akuntansi S1, Maksi,
Kusumawaty, A., R. A. E Susilawati, dan A. Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA)
Halim. 2016. Pengaruh Profesionalisme, Universitas Diponegoro Semarang).
Kompetensi Etika Profesi Auditor Nur, S. W. dan N. A. Hamid. 2018.
terhadap Pertimbangan Tingkat Mate- Professionalism and Moral Intensity of
rialitas Laporan Keuangan. Journal Riset Auditor on Whistleblowing Intention
Mahasiswa. xx (xx) : 1-7. on Makassar Public Accountant Office.
Latif, D. M. dan W. A. Sahla. Determinan International Journal Economics Manage-
Persepsi dalam Pengambilan Keputu- ment and Social Science 1: 128-132.
san Etis Penggelapan Pajak. 2018. Jurnal Othman, R. dan H. Hariri. 2012. Concep-
Riset Akuntansi Keuangan (Jurnal RAK) tualizing Religiosity Influence on
3(1): 11-24. Whistle-Blowing Intentions. British
Mediasi Profesionalisme … – Dhamasanti, Sudaryati 501
Management & Accounting Expose 1(1): 1- Yuliana. 2004. Faktor-Faktor yang Mempe-
12. ngaruhi Audit Delay di. Indonesia.
Wisesa, A. 2011. Integritas Moral dalam Jurnal Ekonomi dan Bisinis 16(2): 135-146.
Konteks Pengambilan Keputusan Etis. Zanaria, Y. 2015. Pengaruh Profesionalisme
Jurnal Manajemen Teknologi 10(1): Audit, Intensitas Moral untuk Melaku-
Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut kan Tindakan Whistleblowing (Studi
Teknologi Bandung. Pada KAP Di Indonesia)”. Jurnal
Akuntansi. 12 (1).