You are on page 1of 12

Contents available at: www.repository.unwira.ac.

id

https://journal.unwira.ac.id/index.php/ARTEKS
Research paper doi: http://doi.org/10.30822/arteks.v4i1.77

Pendekatan antropologi sebagai penyeimbang model perhitungan


jejak ekologis di Desa Wisata
Anna Pudianti* , Vincentia Reni Vitasurya

Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta


Jl. Babarsari, No. 44, Yogyakarta - 55281, Indonesia

ARTICLE INFO ABSTRACT


Article history: Anthropology approach as a balancer of ecological footprint
Received April 20, 2019 calculation models in Tourism Village
Received in revised form May 15, 2019
Accepted September 13, 2019 Tourism is currently experiencing a shift from mass tourism to
Available online December 16, 2019 special interest tourism focusing on nature and culture. In the
context of preservation, rural tourism experiences a sharp pros and
cons as supporting or inhibiting aspects of conservation. This study
Keywords:
uses one of the environmental conservation evaluation instruments
Anthropology approach
with an ecological footprint calculation model that analyzes
Ecological footprint
quantitatively the aspects of transportation, water use, clothing use,
Environmental preservation
recreation, food, garbage and shelter. Given the limitations of the
Sustainability
ecological trace calculator model to be applied in tourism villages,
Village tourism
the implementation of the model needs to be modified using the
anthropological approach. The research method used is action
research participation by measuring the impact of tourism activities
Corresponding author: Anna Pudianti in rural areas using simple indicators of ecological footprint
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, calculations and equipped with in-depth interviews to explore
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, aspects of collective behavior as the focus of the anthropological
Yogyakarta, Indonesia approach studied. Case studies include three villages in the
Email: pudiantianna2014@gmail.com
ORCID: https://orcid.org/0000-0002-6352- Yogyakarta region, namely Pentingsari in Sleman regency, Lopati
5926 in Bantul and Kalibiru districts in Kulonprogo district. The results
obtained are recommendations for anthropological approaches to
evaluate the ecological footprint results so that they are more
appropriate if they are used as an environmental conservation
action plan in a tourist village with the emphasis on forming
awareness of living with nature.

Pendahuluan mengembangkan pariwisata berkelanjutan.


Yogyakarta yang menyandang kota pariwisata
Pariwisata perdesaan merupakan model juga tidak luput dari pengaruh “trend” wisata
pariwisata baru, sering juga dikenal dengan berbasis ekologi. Bentuk aktivitas pariwisata
pariwisata minat khusus (special interest berbasis ekowisata dan atau budaya mulai
tourism). Ekowisata memang merupakan bermunculan di Daerah Istimewa Yogyakarta
pengembangan pariwisata baru-baru ini banyak khususnya dalam bentuk desa wisata. Menurut
dikembangkan di Indonesia, walaupun secara Fandeli, (2002) desa wisata dijabarkan sebagai
internasional sejak Oktober 1999 sebenarnya suatu wilayah pedesaan yang menawarkan
telah dikeluarkan “Global Code of Ethics for keseluruhan suasana yang mencerminkan
Tourism” (Frangialli 1999) sebagai dorongan keaslian desa, baik dari segi kehidupan sosial
kepada negara-negara di dunia untuk budaya, adat istiadat, aktifitas keseharian,

Copyright ©2019 Anna Pudianti, Vincentia Reni Vitasurya. This is an open access article distributed the Creative
Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License
33
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 4, Issue 1, December 2019
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217

arsitektur bangunan, dan struktur tata ruang desa, meninggalkan polusi. Ekosistem berubah sebagai
serta potensi yang mampu dikembangkan sebagai akibat berubahnya aktifitas, yang dalam hal ini
daya tarik wisata, misalnya: atraksi, makanan dan adalah aktifitas wisata dengan segala aktifitas
minuman, cinderamata, penginapan, dan ikutannya.
kebutuhan wisata lainnya (Fandeli 2002). Perilaku hidup wisatawan sehari-hari selama
Secara teoritis “trend” basis ekologi dalam berwisata juga memiliki dampak cukup besar
pengembangan wisata merupakan fenomena yang terhadap daerah wisata apabila melebihi daya
positif jika dilihat sebagai suatu ciri lingkungan dukungnya, sehingga diperlukan suatu metoda
yang berkelanjutan. Pariwisata berkelanjutan di yang dipergunakan untuk mengukur dampak
perdesaan memiliki makna mengembangkan pariwisata berdasarkan perilaku hidup sehari-hari
kawasan pedesaan menjadi desa wisata yang wisatawan dan warga penyelenggara wisata.
berbasis pada kelestarian lingkungan alamiah Metoda yang mungkin digunakan adalah metoda
yang mengandalkan gaya hidup agraris sebagai jejak ekologi. Jejak ekologis adalah suatu alat
salah satu atraksi wisatanya, namun memiliki bantu untuk mengukur penggunaan sumberdaya
nilai ekonomis yang lebih besar dari sebelumnya dan kemampuan bumi dihubungkan dengan
(Purbadi dan Lake 2019). Seiring dengan tingkah laku dan gaya hidup manusia
peningkatan ekonomi masyarakat, maka akan (Wackernagel et al. 1997, Wackernagel dan
diikuti pula dengan bentuk modernisasi yang Monfreda 2004). Jejak ekologis dinyatakan dalam
beragam yang lambat laun mungkin mengancam satuan hektar, dan digunakan sebagai ukuran
upaya pelestarian itu sendiri. prestasi kita dalam mendukung keberlanjutan dari
Dampak lingkungan sebagai akibat dari bumi. Alat ukur ini berguna untuk mengetahui
perkembangan wisata perlu disadari sedini apakah kegiatan konsumsi yang dilakukan
mungkin agar wisata perdesaan tidak berkembang manusia masih berada dalam batas daya dukung
menjadi kegiatan wisata yang tidak terkendali. lingkungan ataukah sudah melewati batas.
United Nation Environment Programme (2015) Tiga (3) studi kasus desa wisata di
menjabarkan, dampak utama pariwisata terhadap Yogyakarta digunakan pada riset, sebagai dasar
lingkungan terbagi menjadi tiga dampak besar, tulisan ini, dengan tujuan untuk menilai jejak
yaitu berkurangnya sumber daya alam, ekologis di desa wisata. Pemilihan tiga contoh
bertambahnya polusi, dan dampak terhadap desa wisata mewakili karakteristik desa wisata
ekosistem. yang dalam klasifikasi berkembang dengan tiga
Dampak sumber daya alam terkait langsung karakteristik yang berbeda yaitu wisata alam
dengan kekayaan alam dasar kehidupan yang pedesaan, wisata bentang alam, dan wisata
sangat mungkin berkurang jika digunakan untuk industri kerajinan dan makanan kecil. Hasil yang
pengembangan. Contohnya pembangunan lahan didapat dari pengukuran awal menunjukkan
untuk dijadikan rumah berakibat berkurangnya penjabaran aspek yang agak berbeda dengan
luas lahan untuk menyerap air. Dalam konteks kenyataan, karena alat ukur jejak wisata kurang
wisata, setiap lahan terbangun untuk fasilitas dapat menggambarkan aspek budaya, perilaku,
wisata membawa konsekuensi lahan terbangun dan keanekaragaman. Permasalahan gap antara
meningkat. Poin kedua, bertambahnya polusi alat ukur jejak ekologi dengan studi empiris
akibat perjalanan menuju dan dari lokasi wisata. memunculkan ide tulisan yang bertujuan untuk
Perjalanan wisatawan ke daerah destinasi wisata melengkapi alat ukur jejak wisata dengan
membutuhkan waktu dan energi yang cukup pendekatan antropologi sebagai upaya
banyak. Untuk sampai ke suatu daerah wisata, mengakomodasi berbagai aspek budaya, perilaku
wisatawan memakai kendaraan dengan bahan dan keanekaragaman kehidupan manusia.
bakar yang berkontribusi pada perubahan iklim Studi mengenai jejak ekologi sebenarnya
melalui emisi CO2. Poin ketiga yaitu dampak sudah banyak diteliti dan dikembangkan dengan
terhadap ekosistem telah terlihat dari contoh poin berbagai versi. Instrumen pengukuran jejak
pertama dan kedua yang merupakan rantai sebab ekologis telah menarik peneliti dalam dekade
akibat dari beberapa peristiwa akibat aktifitas terakhir. Perkembangan teknologi informasi juga
wisata. Contohnya wisata membutuhkan fasilitas, mendorong pengembangan model penghitungan
membutuhkan transportasi sehingga juga jejak ekologi dengan basis program kalkulator
membutuhkan pengembangan budidaya mini berbasis online dengan substansi pada
pembangunan lahan, namun sekaligus pemahaman jejak ekologi (Südaş dan Özeltürkay
mengurangi sumber daya dan bahkan 2015). Aspek ekonomi pada jejak ekologi juga

34
Anna Pudianti, Vincentioa Reni Vitasurya:
Anthropology approach as a balancer of ecological footprint calculation models in Tourism Village

menarik para peneliti (Patterson, Niccolucci, dan kekurangan yang ada pada model perhitungan
Bastianoni 2007), dan (Sthel, Tostes, dan Tavares jejak ekologi jika tidak menggunakan pendekatan
2013). Turunan dari aspek ekologi secara spesifik antropologi, khususnya jika diterapkan pada
untuk aktivitas wisata bahkan juga sudah kasus wisata perdesaan. Pendekatan antropologi
dilakukan beberapa peneliti, seperti kaitan antara memberi gambaran yang lebih kaya, jelas dan
nilai jejak ekologis dengan kegiatan wisata di nyata dari hasil perhitungan jejak ekologi pada
Italia (Patterson, Niccolucci, dan Bastianoni kasus desa wisata.
2007), pemanfaatan wisata yang telah melampaui
batas dirasakan di Venice (Bagliani et al. 2004), Metode penelitian
sedangkan Wang merekomendasi penghitungan
jejak ekologi wisata harus diikuti oleh jejak Penelitian ini menggunakan metode studi kasus
carbon wisata dan jejak penggunaan air (Wang et dengan menggunakan tiga objek desa wisata yaitu
al. 2017). Penelitian jejak ekologi lebih banyak desa Pentingsari di Sleman, Desa Kalibiru di
mengambil studi kasus di kawasan perkotaan, Kulonprogo dan Desa Lopati di Bantul. Kriteria
sedangkan di kawasan perdesaan masih belum pemilihan desa wisata berdasarkan keunikan
banyak dilakukan. dalam pengembangan pariwisata perdesaan. Desa
Pudianti, Vitasurya, Purwaningsih, & Pentingsari memiliki keunikan suasana perdesaan
Herawati, (2014) menegaskan diperlukannya dengan mempertahankan bentang alam
penelitian lanjutan yang menggambarkan aspek perdesaan. Desa Kalibiru memiliki keunikan
masyarakat sebagai pemeran utama desa wisata objek wisata alam pegunungan dengan
untuk melengkapi model perhitungan jejak pemandangan alam yang unik di lereng
ekologi yang digunakan untuk melihat efektifitas perbukitan yang merupakan hasil penghijauan
pelestarian lingkungan dari keberadaan desa hutan rakyat sebagai partisipasi masyarakat untuk
wisata. Pada kelanjutan penelitian V.R Vitasurya, menjaga pasokan air bersih. Desa Lopati memiliki
Pudianti, Purwaningsih, & Herawati, (2015) keunikan etos kerja warga yang berprofesi
menemukan kearifan lokal dalam pengelolaan sebagai pengrajin terutama makanan tradisional
lingkungan di desa wisata (Reni Vitasurya et al. yang diolah secara tradisional.
2014, V. R Vitasurya et al. 2015). Aspek Pemilihan kasus desa wisata mengutamakan
masyarakat dengan kearifan lokalnya memang keunikan khas pedesaan sebagai potensi daya
tidak terwakili dalam aspek yang dibahas dalam tarik wisatanya. Keunikan yang khas setiap desa
jejak ekologi (versi modifikasi dari model menarik wisatawan untuk berkunjung. Daya tarik
Wackernagel & Rees., (1998)). Reid & Schwab, wisata di Desa Pentingsari mengutamakan
(2006) juga melihat adanya hambatan budaya keunikan kehidupan pedesaan. (Lihat Gambar
dalam pengembangan wisata di Jordania dari 1.a) Hal ini juga ditunjang dengan bentang alam
aspek kemasyarakatan dengan adanya hiraki pegunungan yang asri serta jaraknya yang
dalam kepemimpinan lokal, yang membutuhkan terjangkau dari kotaYogyakarta. Desa ini juga
intervensi kepemimpinan dari pemerintah untuk memiliki sejumlah prestasi, diantaranya sebagai
menjembatani perbedaan budaya antar pemimpin juara I lomba antar desa wisata tingkat Nasional
lokal (Reid 2006). Demikian pula Hwang, untuk kategori “Alam yang Unik dan Pelestarian
Stewart, & Ko, (2012) menekankan pentingnya Budaya” pada tahun 2009, dan juga penghargaan
mempertimbangkan gerakan kolektif pada dari PBB untuk kategori “Pelestarian Alam dan
masyarakat perdesaan yang mempengaruhi Budaya” pada tahun 2011.
pengembangan desa wisata (Hwang, Stewart, dan Desa Kalibiru memiliki keunikan tersendiri
Ko 2012). yang ditunjang oleh keberadaan objek wisata
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, alam Kalibiru berupa wisata pegunungan dengan
disimpulkan perlunya memasukkan pendekatan pemandangan indah yang dikemas secara unik ke
antropologi pada model perhitungan jejak ekologi arah Waduk Sermo. (Lihat gambar 1.b) Lokasi
khususnya untuk kasus wisata di perdesaan. wisata alam yang menyatu dengan hutan lindung
Peneliti terdahulu telah menunjukkan bahwa sebagai bagian dari konservasi lahan,
aspek tingkah laku, tradisi dan kearifan lokal di mengakibatkan desa ini menarik bagi wisatawan
perdesaan sangat berpotensi mempengaruhi pencinta alam. Desa ini juga memiliki sejumlah
berbagai aspek kehidupan di desa termasuk prestasi, diantaranya meraih juara 1 desa wisata
berkembangnya desa wisata. Oleh karena itu
tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan

35
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 4, Issue 1, December 2019
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217

sepropinsi Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY) Teknik penelitian Partisipatif Riset Aksi
dan juara 4 desa wisata nasional 2014. (PAR=Participation Action Research) digunakan
Keunikan khas yang dimiliki oleh desa wisata untuk menggali data keseharian masyarakat desa
Lopati yaitu desa ini dikenal karena memiliki dan wisatawan dalam aktifitas wisata dengan
ragam kerajinan yang masih diolah secara perspektif pelestarian lingkungan. Jenis penelitian
tradisional oleh warganya, terutama kerajinan ini menekankan pelibatan sasaran sebagai subyek
(lihat gambar 1.c.), batik bambu, kronjot/krondho yang aktif, menjadikan pengalaman mereka
dan meubeler dan kuliner tradisional seperti mie sebagai bagian integral dalam penelitian,
lethek, bakpia, tahu, tempe koro maupun kedelai. menemukan permasalahannya, dan semuanya
Hal ini menjadi daya tarik khusus bagi wisatawan diarahkan untuk pemecahan persoalan sasaran
yang tertarik mempelajari kerajinan tradisional. dalam konteks pemberdayaan subyek penelitian.
Untuk mencapai hal ini, maka kegiatan penelitian
dan aksi menjadi satu kesatuan kegiatan yang
berjalan berkesinambungan dan saling mengisi
untuk menemukan pemecahan masalah atas
subyek yang diteliti. Metode partisisipatif riset
aksi diidentikkan dengan riset pemberdayaan
(Mikkelsen 1995). PAR diperlukan untuk
menggali penilaian jejak ekologis baik dari sisi
warga desa maupun wisatawan, namun sekaligus
memberi kesadaran pada pelaku wisata tentang
jejak ekologi yang diciptakan dari kegatan wisata
di perdesaan.
(a) Metode penilaian jejak ekologi diambil dari
konsep jejak kaki ekologis yang pertama kali
diciptakan oleh Wackernagel & Rees., (1998).
Model Warnekel dimodifikasi sesuai dengan
aspek pariwisata berdasarkan perilaku hidup
manusia dalam jejak ekologis yang memiliki
empat kategori konsumsi, yaitu (1) karbon, yang
terdiri dari konsumsi energi harian dan mobilitas
atau transportasi, (2) rantai makanan, (3)
akomodasi atau tempat berteduh, (4) barang dan
jasa, yang terdiri dari kebiasaan dalam berekreasi.
Aplikasi perhitungan jejak ekologi yang
digunakan merupakan modifikasi dari model
(b) individual footprint calculator Global Footprint
Network, (2018) dengan indikator: transportasi,
penggunaan air, pakaian, peralatan, makanan,
sampah dan lahan tempat tinggal. (Tabel 1) Model
perhitungan disederhanakan agar mudah
dipahami dan tidak terlalu kompleks untuk
digunakan secara individu oleh para pengelola
desa wisata maupun wisatawan. Semakin kecil
hasil nilai akhir, maka jejak ekologi semakin baik
yang berarti memberi dukungan keberlanjutan
bumi lebih tinggi.
(c)
Gambar 1. Atraksi wisata: (a) kehidupan perdesaan di
Pentingsari; (b) pemandangan alam di Kalibiru; dan (c)
kerajinan bambu di Lopati

36
Anna Pudianti, Vincentioa Reni Vitasurya:
Anthropology approach as a balancer of ecological footprint calculation models in Tourism Village

Tabel 1. Instrumen nilai jejak ekologi per aspek


Indikator jejak ekologi Poin Keterangan
(interval 5)
A. Transportasi
Nilai jejak ekologi berbeda untuk setiap jenis moda 0-30 Jejak ekologi transporatsi masal digunakan
transportasi yang digunakan, termasuk pembeda transportasi untuk mencapai lokasi.
umum dan massal Point harus dikalikan dengan frekuensi
kegiatan dilakukan

B. Penggunaan Air
Nilai jejak ekologi penggunaan air dari hal yang terkecil 0-20 Penggunaan air diupayakan lebih efisien.
berupa alokasi waktu aktifitas mandi, hingga aktivitas Point harus dikalikan dengan frekuensi
penggunaan air selain mandi saat mandi kegiatan dilakukan

C. Berpakaian
1. Nilai jejak ekologi yang menggambarkan penggunaan 0-10
air untuk mencuci baju Berkaitan dengan penggunaan air yang
2. Penggunaan sumber daya alam terkait volume dan 0-5 lebih efisien
frekuensi pakaian yang digunakan
3. Kesediaan untuk menghemat pakaian yang telah 0-5
dimiliki Terkait pola hidup konsumtif pembelian
4. Separuh pakaian yang dimiliki merupakan baju turunan 0-5 baju terutama pada hal-hal yang tidak
dari tahun sebelumnya ataupun dari anggota keluarga terlalu perlu dilakukan
yang lain
5. Cara membersihkan baju dengan pilihan cara mencuci 0-20 Terkait efisiensi penggunaan air
dan mengeringkan dan energi untuk mencuci
D. Rekreasi
1. Peralatan yang digunakan saat berekreasi 0-20
2. Luas lahan untuk fasilitas rekreasi yang digunakan 0-20 Terkait pola konsumtif untuk
3. Anggaran yang digunakan untuk belanja perlengkapan 0-20 keperluan yang tidak terlalu pokok
berolahraga
E. Makanan
1. Pola makan berbahan hewani 0-30 Terkait pola makan sehat dan
berwawasan lingkungan karena
penggunaan lahan untuk peternakan
2. Pola makan dengan meninggalkan sisa makanan 0-20
Efisiensi pangan (pola konsumsi)
3. Pola konsumsi makanan sisa terutama buah dan 0-20
sayur
4. Makanan berbahan dasar lokal yang dikonsumsi 0-20 Terkait penggunaan energi untuk
mendatangkan bahan makanan dari luar
daerah
5. Makanan berbahan dasar organik yang dikonsumsi 0-20 Terkait limbah akibat penggunaan
bahan kimia yang merusak lingkungan
6. Konsumsi makanan dengan kemasan plastik 0-20 Terkait limbah plastik ataupun kertas yang
terbuang
F. Sampah
Sampah yang dihasilkan per individu 0-30 Terkait limbah sampah yang dihasilkan
G. Ruang Tinggal
Penggunaan luas ruang (rumah ataupun penginanapan) per Perhitungan luas rumah dibagi jumlah jiwa
orang dalam setiap unit rumah.
Total nilai Total seluruh nilai
Nilai jejak ekologi wisata ((nilai total x3)/100) Hasil penjumlahan dikali 3 dan dibagi
100
Sumber : Dimodifikasi dari www.myfootprint.org (Footprint
2016)

37
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 4, Issue 1, December 2019
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217

Purposive sampling diterapkan untuk Pembahasan didahului dengan hasil penilaian


memberi gambaran jejak ekologis yang terbesar jejak ekologis setiap desa studi kasus, kemudian
akibat aktifitas yang dilakukan berdasar hasil yang diperoleh dibandingkan dengan fakta
kelompok pelaku utama. Kelompok sampel empiris di lapangan. Fokus pembandingan di
terbagi menjadi dua bagian besar yaitu warga desa lapangan bertujuan untuk melihat perbedaan hasil
wisata yang diwakili pengelola dan wisatawan jika diperdalam dengan menggunakan
yang berkunjung ke desa wisata. Kelompok pendekatan antropologi.
sampel wisatawan dipilih dari kelompok
wisatawan inap yang paling banyak berkunjung Gap nilai jejak ekologi dan argumentasi
yaitu kelompok pelajar dan instansi untuk desa antropologi
wisata Pentingsari, kelompok pelajar untuk desa Berdasarkan hasil, disimpulkan bahwa jejak
wisata Kalibiru dan kelompok pelajar dan instansi ekologis desa Pentingsari meningkat dari 3.27 ha
untuk desa wisata Lopati masing-masing dengan menjadi 7.8 ha atau sebesar 243 % (2.4 kali) jika
jumlah 30 orang. Bagi pengelola desa wisata diukur dari sebelum menjadi desa wisata hingga
dilakukan perbandingan perhitungan antara sesudah menjadi desa wisata. Hal ini
aktifitas sebelum dan sesudah menjadi desa mengindikasikan bahwa aktivitas wisata
wisata. Bagi wisatawan perhitungan dilakukan membawa dampak meningkatnya pemanfaatan
dengan membandingkan aktifitas wisatawan sumber daya alam. Sedangkan dari sisi
dengan model rekreasi yang pernah dilakukan dan wisatawan, terlihat bahwa dengan berwisata ke
dibandingkan dengan aktifitas rekreasi di desa desa wisata, jejak ekologis yang mereka hasilkan
wisata. Jejak ekologis di Desa Pentingsari menurun dari 11.055 ha menjadi 5. 325 ha atau
dilakukan pada periode puncak kunjungan 48.1 %, hal ini mengindikasikan bahwa wisata ke
wisatawan yaitu pada bulan Mei – Juni sesuai desa menurunkan pemanfaatan sumber daya alam
dengan kalender akademik pelajar sebagai dengan kata lain hal ini berdampak positif bagi
wisatawan dominan. jejak ekologi wisatawan. Hasil jejak ekologi dari
sisi warga desa dan dari sisi wisatawan
menunjukkan angka yang berlawanan, yaitu
Temuan dan pembahasan peningkatan persentase jejak ekologis warga desa
dan penurunan pada jejak ekologis wisatawan.
Hasil yang diperoleh diilustrasikan pada gambar
2.

Gambar 2. Jejak ekologis di Desa Pentingsari

Peningkatan jejak ekologis setelah menjadi untuk dikonsumsi secukupnya. Saat menjadi desa
desa wisata diakibatkan bertambahnya aktifitas wisata, makanan yang disediakan untuk
warga untuk memberi pelayanan jasa kepada wisatawan, walau berbahan dasar lokal, namun
wisatawan. Tradisi bermukim warga Desa pengadaan bahan makanan tidak cukup diadakan
Pentingsari sebelum menjadi desa wisata dari sekitar pekarangan. Warga membeli di luar
sebenarnya sangat berorientasi pada kelestarian desanya untuk memenuhi kebutuhan makan
lingkungan. Contohnya pola makan dengan wisatawan. Pembelian bahan makanan dari luar
memanfaatkan tanaman yang sengaja ditanam desa merupakan aktifitas baru warga desa yang
untuk dikonsumsi, sayuran dan buah yang berada berakibat meningkatnya jejak ekologi.
di sekeliling pekarangan merupakan sumber Dari kacamata wisatawan justru sebaliknya,
bahan makanan yang sewaktu-waktu dipetik jejak ekologi mereka justru mengalami

38
Anna Pudianti, Vincentioa Reni Vitasurya:
Anthropology approach as a balancer of ecological footprint calculation models in Tourism Village

penurunan. Penyebab turunnya jejak ekologi alam secara lebih efisien. Ruang inap wisatawan
wisatawan disebabkan terutama karena merupakan rumah warga yang sudah sejak lama
perubahan profil tempat menginap selama ada dan dengan ruang tidur merupakan ruang
berwisata. Jika semula menggunakan fasilitas tidur anggota keluarga yang beberapa saat tidak
wisata dengan berbagai kebutuhan konsumtif, digunakan karena pindah bekerja di kota. Fakta
sebaliknya di desa wisata gaya berwisata berubah ini membuat jejak ekologi wisatawan turun akibat
menjadi berorientasi pada pemanfaat sumber daya efisiensi pemanfaatan ruang di rumah (homestay).

Gambar 3. Jejak ekologis di Desa Kalibiru

Berdasarkan hasil perhitungan, disimpulkan Hutan yang menjadi sumber kekayaan alam di
bahwa jejak ekologis Desa Kalibiru meningkat Kalibiru dalam kondisi rusak antara 1997-2000.
dari 7.3 ha menjadi 9.1 ha atau sebesar 24.7% jika Dan baru dikelola kembali secara baik sejak tahun
diukur dari sebelum menjadi desa wisata hingga 2000. Setelah delapan tahun, terbentuk Kelompok
sesudah menjadi desa wisata. Hal ini Tani Hutan Kemasyarakatn mandiri (KTHKm)
mengindikasikan bahwa aktivitas wisata yang berorientasi pada kelestarian alam. Dan
membawa dampak meningkatnya pemanfaatan hutam dikelola menjadi atraksi wisata alam sejak
sumber daya alam. Sedangkan dari sisi tahun 2008.
wisatawan, terlihat bahwa dengan berwisata ke Berbeda dengan Pentingsari yang
desa wisata, jejak ekologis yang dihasilkan mengembangkan homestay dari rumah tempat
menurun dari 10.83 ha menjadi 6.69 ha atau tinggal mereka sendiri, di Kalibiru pondok wisata
38.2%, hal ini mengindikasikan bahwa wisata ke dibangun di lingkungan hutan untuk tempat inap
objek wisata alam menurunkan pemanfaatan wisatawan. Hal inilah yang menyebabkan angka
sumber daya alam dengan kata lain hal ini jejak ekologis di Kalibiru mencapai 9.1,
berdampak positif bagi wisatawan. Dari angka sedangkan di Pentingsari hanya mencapai 7.8.
peningkatan maupun penurunan jejak ekologis Perubahan gaya hidup di Pentingsari terasa sekali
terlihat bahwa persentase peningkatan jejak lonjakannya setelah menjadi desa wisata
ekologis warga desa dan penurunan jejak ekologis walaupun sebenarnya dengan keberadaan desa
wisatawan yang berkunjung hampir seimbang. wisata justru atraksi kedekatan dengan alam
Kecenderungan peningkatan dan penurunan masih menjadi andalan orientasi wisata
jejak ekologi di Desa Kalibiru tampak sama Pentingsari. Fenomena inilah yang menyebabkan
dengan yang terjadi di Pentingsari, akan tetapi kebutuhan pendekatan antropologis perlu menjadi
sebenarnya ada perbedaan yang cukup besar mitra penghitungan jejak ekologis agar dapat
secara substansi. Nilai awal sebelum menjadi desa melihat secara lebih dalam tradisi dan kearifan
wisata di Pentingsari cukup rendah yaitu 3.27, lokal yang berkembang di dalam masyarakat.
sedang di Kalibiru 7.3. Perbedaan yang mendasar Kasus di Desa Lopati dengan potensi wisata
dari kasus kedua desa adalah pada Desa industry kuliner dan kerajinan tradisional sangat
Pentingsari tradisi hidup dengan menekankan berbeda dengan kedua desa yang lain. Pelaku
pada kelestarian alam telah menjadi bagian dari wisata pada awalnya sebagian besar adalah
aktivitas keseharian warga. Berbeda dengan yang kelompok ibu – ibu PKK (Pembinaan
terjadi di Kalibiru (Vincentia Reni dan Anna Kesejahteraan Keluarga) sebagai wisatawan
2016) pada awalnya tradisi hidup dengan alam dominan (Vincentia Reni dan Anna 2016). Hasil
belum menjadi tradisi kehidupan warga desa. yang diperoleh diilustrasikan gambar 4.

39
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 4, Issue 1, December 2019
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217

Gambar 4. Jejak ekologis di Desa Lopati

Berdasarkan hasil, disimpulkan bahwa jejak rebusan bahan baku ditambah pula sampah padat
ekologis Desa Lopati meningkat dari 9.75 ha beupa sisa bahan baku. Untuk aspek ruang
menjadi 11.55 ha atau sebesar 18.5% jika diukur tinngal, peningkatan jejak ekologi disebabkan
dari sebelum menjadi desa wisata hingga sesudah ruang yang dibangun atau ruang yang telah ada
menjadi desa wisata. Hal ini mengindikasikan dimanfaatkan sebagai ruang produksi, namun
bahwa aktivitas wisata membawa dampak jumlah jiwa sebagai pembagi nilai jejak ekologi
meningkatnya pemanfaatan sumber daya alam. tidak bertambah.
Sedangkan dari sisi wisatawan, terlihat bahwa Setelah menjadi desa wisata peningkatan jejak
dengan berwisata ke desa wisata, jejak ekologis ekologi bertambah pada aspek transportasi
yang mereka hasilkan menurun dari 11.88 ha wisatawan, aspek sampah dari kemasan konsumsi
menjadi 6.15 ha atau 48.2%, hal ini wisatawan dan aspek penggunaan air untuk
mengindikasikan bahwa wisata ke desa wisata pelayanana wisatawan dan pencucian peralatan.
menurunkan pemanfaatan sumber daya alam
dengan kata lain hal ini berdampak positif bagi Karakter masyarakat desa wisata
wisatawan. Hasil jejak ekologis secara umum berdasarkan hasil jejak ekologis
juga tidak jauh berbeda dengan kasus Pentingsari Berdasar pembahasan awal pendekatan
dan Kalibiru, namun berbeda dalam detil antropologi pada sub bab gap nilai ekologis dan
substansi secara empiris. argumentasi antropologis di atas, terlihat
Dengan menggunakan pendekatan kebutuhan untuk menganalisis secara mendalam
antropologi terlihat perbedaan utama terletak latar belakang pola kehidupan masyarakat
pada sumber mata pencaharian utama di Desa perdesaan di ketiga desa, agar mendapatkan
Lopati. Lopati merupakan desa yang tidak gambaran secara menyeluruh keasadaran warga
memiliki sawah, kehidupan sehari-hari lebih masyarakat pada kelestarian alam. Pencermatan
banyak ditunjang oleh produksi aneka makanan secara holistik harus dilakukan dengan
tradisional seperti bakpia, tempe, mi dari mengkaitkan warga masyarakat secara
singkong (mie lethek) dan juga produksi kerajinan berkelompok dan tempat tinggal (territorial)
keranjang (kronjot) sepeda atau sepeda motor dan (Baal 1988).
kerajinan bambu. Aneka barang dan makanan Desa Pentingsari terletak di lereng Merapi
produksi Desa Lopati sejak awal telah dengan akses yang sangat terbatas. Tanah yang
meninggalkan jejak ekologi yang cukup tinggi. subur dengan lokasi yang termasuk rawan
Aspek tertinggi terletak pada aspek transportasi, bencana gunung meletus menyebabkan
sampah dan ruang tinggal. masyarakat yang bermukim sejak sekitar 1800-an
Tingginya jejak ekologi pada aspek sangat dekat dengan alam. Penghargaan terhadap
transportasi, sampah dan ruang tinggal alam mendapat tempat yang tinggi karena
merupakan konsekuensi dari aktivitas industri penghidupan warga desa mengandalkan hasil
rumahan. Dari wawancara disimpulkan bahwa bumi yang berasal dari pertanian, dan
peningkatan pada transportasi disebabkan perkebunan. Hingga saat ini masyarakat masih
perjalanan untuk pengadaan bahan baku dan memiliki jiwa kedekatan dengan alam. Salah satu
distribusi atau pengiriman barang hasil produksi. contohnya seorang tokoh yang telah lanjut usia
Produksi barang dan makanan selain pada tahun 2017 mendapat penghargaan kalpataru
meninggalkan polusi udara, juga polusi air limbah karena jasanya melaukan penghijauan di
dari hasil pencucian bahan baku serta sisa air sepanjang lembah sungai yang sempat rusak

40
Anna Pudianti, Vincentioa Reni Vitasurya:
Anthropology approach as a balancer of ecological footprint calculation models in Tourism Village

terkena bencana letusan Merapi pada tahun 2010. latar belakang yang juga berbeda, maka hasil jejak
Upaya tokoh Pentingsari pada kelestarian ekologi dapat dilihat secara lebih bermakna.
lingkungan merupakan salah satu bukti kedekatan Gambaran budaya kehidupan masyarakat desa
warga Pentingsari terhadap alam khususnya pada dalam relasinya dengan konsep kelestarian alam
lingkungan teritori (desa). dapat disimpulkan seperti pada tabel 2.
Berdasarkan penggalian karakter masyarakat
di tiga lokasi dengan potensi yang berbeda dan

Tabel 2. Jejak ekologis Desa Wisata dan karakter masyarakat


Perubahan jejak ekologis
Karakter masyarakat
Desa wisata Dari sisi warga desa Dari sisi wisatawan terkait dengan
kelestarian alam
Sebelum Sesudah Naik Sebelum Sesudah Turun
Desa Memiliki sejarah
3.27 7.8 138.5% 11.055 5.325 51.8%
Pentingsari kedekatan dengan alam
Desa Merintis kedekatan
7.3 9.1 24.7 % 10.83 6.69 38.2%
Kalibiru dengan alam
Terpisah dari alam
Desa Lopati 9.75 11.55 18.5% 11.88 6.15 48.2% (kesadaran belum
terbentuk)

Lain halnya dengan Desa Kalibiru yang dengan baik. Oleh karena itu karakter masyarakat
merupakan warga yang hidup sederhana dari Lopati meruapakan karakter pengusaha yang
bertani dan sebagai penjual kayu bakar dari hutan belum memiliki kesadaran menjaga kelestarian
sekitar. Desa Kalibiru pernah merasakan alam.
kekeringan yang berkepanjangan pada tahun
1997-2000 akibat hutan yang mulai gundul Kajian antropologi untuk memperkaya
(Vincentia Reni Vitasurya 2016). Dan setelah analisis hasil jejak ekologis
kejadian ini masyarakat kelompok tani mulai Seluruh indikator yang digunakan dalam
melakukan reboisasi untuk menjaga kelestarian perhitungan jejak ekologi sebenarnya berbasis
sumber air. Hutan rakyat yang dijaga saat ini pada tingkah laku yang juga terkait dengan gaya
menjadi pusat wisata alam dengan potensi hidup manusia, namun model yang digunakan
pemandangan alam yang indah, namun kesadaran adalah model perhitungan individual. Pada kasus
ini masih terbatas pada sekumpulan warga sudah di perdesaan di Indonesia khususnya pada tiga
peduli. Sebagian lain masih dalam tahap kasus penelitian, gaya hidup manusia masih
penyesuaian untuk lebih menyatu dengan alam. didominasi oleh gaya hidup kolektif. Warga desa
Desa Lopati adalah desa yang sangat terbatas sebagai makhluk sosial masih sangat kental di
luas lahan pertanian. Sebagian masyarakat perdesaan, sehingga tingkah laku komunitas
bermatapencaharian sebagai berdagang di pasar, mempengaruhi kinerja pelestarian di perdesaan.
pengusaha makanan tradisional, pengrajin Mengingat instrumen jejak ekologi merupakan
bambu, dan buruh tani. Kehidupan yang demikian alat ukur individual, maka gerakan kolektif
keras menjadikan warga Lopati menjadi pekerja kelestarian lingkungan yang ada di dalam
keras dan tidak memiliki cukup waktu untuk masyarakat harus dipahami sebagai suatu gerakan
memperhatikan kelestarian alam. Sejak tahun sadar keberlanjutan lingkungan. Selain itu
2007 desa Lopati telah diresmikan menjadi desa program pengelolaan wisata di perdesaan juga
wisata dan telah memiliki 34 homestay dan 32 harus disusun agar menjadi gerakan kecintaan
diantaranya juga memiliki aneka usaha. Profil terhadap lingkungan dengan membangun
warga masyarakat Lopati yang demikian kesadaran wisatawan untuk ikut serta menjaga
menyebabkan keterikatan dengan alam rendah. keberlanjutan lingkungan.
Penanganan limbah sisa industri belum dikelola

41
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 4, Issue 1, December 2019
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217

Tabel 3. Kajian antropologis tiap aspek jejak ekologis


No Indikator Warga Desa Wisatawan
1 Aspek Transportasi Adakah aspek kesepakatan kolektif pengaturan Adakah kesadaran wisatawan saat
mobilitas penduduk terutama untuk melayani berkendaraan secara lebih hemat ke desa
tamu wisata wisata?
2 Aspek Penggunaan Adakah pemahaman warga untuk menghemat Adakah kesadaran wisatawan saat
Air penggunaan air? Apakah pernah didiskusikan merasakan keterbatasan air di desa?
pada rapat desa?
3 Aspek Penggunaan Adakah kesadaran untuk berpakaian sederhana Adakah penjelasan penelola wisata tentang
Pakaian dan secukupnya? Dan bukan melakukan karena berpakaian secukupnya saat berada di desa
keterbatasan? wisata? Dan adakah kesadaran untuk
melakukan hal ini?
4 Aspek rekreasi Adakah kesadaran warga desa dalam Adakah penjelasan untuk membangun
menghabiskan waktu libur juga menerapkan kesadaran melakukan rekreasi secara
prinsip kelestarian lingkungan? maksimal tanpa memaksimalkan sumber
daya?
5 Aspek Makanan Adakah kesadaran warga desa bahwa makanan Adakah penjelasan dan penghargaan
lokal yang disajikan membawa pengaruh kepada wisatawan saat mereka dapat
positih bagi lingkungan? menikmati dengan rasa syukur makanan
lokal yang berdampak pada kesehatan
lingkungan?
6 Aspek Sampah Adakah kesadaran warga desa saat mengelola Adakah pembatasan dengan penjelasan
sampah wisata bahwa mereka telah secukupnya mengenai sampah yang
menyelamatkan lingkungan tempat tinggal dihasilkan wisatawan?
mereka dari kerusakan lingkungan?
7 Aspek Tempat Adakah kesadaran bahwa homestay mereka Adakah kesadaran bahwa wisatawan telah
Tinggal memberikan manfaat efisiensi ruang? membantu kelestarian lingkungan dengan
berekreasi di desa wisata?

Fenomena rendahnya jejak ekologis saat transformasi desa menjadi desa wisata sekaligus
menghabiskan waktu di desa wisata harus evaluasi berubahnya gaya berekreasi masyarakat
dimaknai sebagai satu kesadaran baik bagi warga perkotaan dari rekreasi masal menjadi rekreasi
desa maupun wisatawan, bahwa nilai rendah yang minat khusus ke desa wisata. (Lihat pada tabel 3)
dihasilkan dari jejak ekologis mereka bukanlah Dari tabel 3 disimpulkan bahwa hasil jejak
kebetulan namun secara terstruktur menjadi ekologi yang meingkat setelah desa menjadi desa
gerakan untuk berubah. Jika pada masa lalu wisata, sebenarnya tidak sepenuhnya demikian
masyarakat secara sadar berperilaku secara sehat jika warga ataupun melalui pengelola desa wisata
terhadap lingkungan alam di sekitar tempat mengurangi dampak aktifitas tambahan desa
tinggal, maka saat inipun secara sadar mereka wisata. Salah satu contoh adalah yang terjadi di
mengalami secara bersama-sama sebagai gaya desa Pentingsari saat menghadapi bertambahnya
hidup untuk lebih dekat ke alam. Oleh karena itu sampah anorganik dari wisatawan yang tinggal di
setiap aspek yang diukur dari instrument jejak desa wisata, pengelola berinisiatif untuk
ekologis harus dipertanyakan dengan langkah mengumpulkan sampah plastik botol minuman
kesadaran untuk mencapai lingkungan yang lebih untuk kemudian setiap waktu tertentu akan dijual
baik. (Lihat tabel 3) Jika jawaban positif yang pada pengepul botol plastik. Aktifitas ini tidak
dihasilkan dari setiap pertanyaan, maka berarti terakomodasi dalam sistem perhitungan jejak
angka jejak ekologi merupakan gerakan yang ekologi karena pada alat bantu perhitungan hanya
akan membawa perubahan positif terhadap akan dihitung sebagai penghasil sampah yang
lingkungan. besar dan berdampak nilai besar untuk aspek
Dibandingkan dengan wisatawan yang berasal sampah. Pada kenyataannya upaya mengurangi
dari kota justru sebaliknya, mereka memiliki gaya sampah sebenarnya telah dilakukan dengan
hidup individual yang berakibat mempengaruhi memilah sampah anorganik dan organik dan
komunitas dalam kelompok terlebih saat mereka menjual sampah anorganik menjadi lebih berdaya
berkegiatan bersama seperti berekreasi dalam guna.
kelompok. Oleh karena itu kajian antropologis Kasus seperti ini perlu menjadi catatan yang
merupakan bagian yang perlu dianalisis secara memiliki dampak sangat baik bagi pengelola desa
khusus agar memperkaya perhitungan jejak wisata lain agar menjadi kesadaran bagi pengelola
ekologi lebih bermakna sebagai alat evaluasi desa wisata dan selanjutnya ditularkan kepada

42
Anna Pudianti, Vincentioa Reni Vitasurya:
Anthropology approach as a balancer of ecological footprint calculation models in Tourism Village

seluruh warga desa. Keberhasilan desa oleh perubahan internal masyarakat desa melalui
Pentingsari dalam pengelolaan sampah anorganik gaya hidup warga desa sendiri. Demikian pula
di picu oleh pemimpin lokal yang secara langsung sebaliknya menurunnya jejak ekologi jangan
menangani pengelolaan sampah ini yang sampai menjadikan legitimasi untuk melanjutkan
kemudian secara cepat ditiru oleh pengelola lain. gaya hidup saat ini, karena angka jejak ekologi
Pada kasus ini juga terlihat gerakan kolektif hanya bermakna jika juga diikuti oleh
masyarakat desa Wisata Pentingsari yang berawal pemahaman akan gaya hidup sehat yang memberi
dari kekuatan pemimpin lokal. dampak positif bagi keberlanjutan bumi dan
Berbeda dengan kasus desa Kalibiru yang bukan semata-mata puas dengan penurunan jejak
telah memiliki kearifan lokal dalam pengelolaan ekologi. Oleh karena itu pemahaman secara lebih
hutan untuk mempertahankan sumber air tanah mendalam terkait kehidupan manusia dalam
justru terjadi jauh sebelum desa Wisata berdiri konteks kemasyarakatan perlu dikembangkan
yaitu sejak tahun 1995. Gerakan kolektif untuk memahami fakta empirik di lapangan yang
masyarakat Kalibiru dipicu oleh kekeringan di sangat sarat dengan kehidupan sosial yang sulit
wilayah mereka pada masa lalu. Kekeringan yang diukur dengan sebuah model pengukuran
melanda Desa Kalibiru mendorong gerakan sederhana.
kolektif masyarakat yang diprakarsai oleh Model perhitungan sederhana jejak ekologi
sekelompok pemuda desa yang tergabung dalam dipilih untuk secara mudah dipahami oleh
gerakan pramuka dan kelompok tani yang pengguna utama yaitu masyarakat perdesaan. Dan
diprakarsai oleh tokoh masyarakat desa saat ini. sebagai catatan model jejak ekologi sederhana ini
Tokoh inilah yang kemudian selain perannya hanya mengukur dampak aktifitas secara
dalam kelompok tani yang mejadikan kawasan individual. Akan tetapi kesadaran hidup
hutan kemasyarakatan (HKM) juga ikut berperan bermasyarakat dengan berbagai gerakan kolektif
dalam kelompok pengelola desa wisata, sehingga perlu dilengkapi sebagai bagian catatan penting
kehadiran desa wisata justru dikembangkan yang tidak terpisahkan dari hasil jejak ekologi.
menjadi pemicu agar pengelola desa wisata Pemahaman akan makna dibalik angka jejak
adalah juga merupakan pengelola penjaga hutan ekologi harus dipahami sebagai suatu gerakan
(V. R. Vitasurya et al. 2015). yang secara antropologis membawa perubahan
Keberlanjutan lingkungan tidak hanya gaya hidup yang lebih baik. Untuk kemudahan
tergantung dari aspek perhitungan fisik yang membaca makna angka jejak ekologi, maka
terkait dengan perilaku sesaat, namun lebih lanjut dikembangkan pertanyaan untuk setiap aspek,
lagi pertimbangan lingkungan menjadi unsur yang menunjukkan nilai sesungguhnya dari
penting untuk ditanamkan sejak dini. Lebih aktivitas yang telah dilakukan dengan
penting lagi, penelitian ini membantu pembuat pengembangan desa Wisata. Keterbatasan alat
kebijakan dan anggota masyarakat untuk ukur jejak ekologi sederhana dilengkapi dengan
membuat pembangunan yang sehat secara sejumlah pertanyaan yang jika didapat jawanan
ekonomi, adil secara sosial dan ekologis (Moffatt positif maka angka yang dihasilkan memang
2000). Perhitungan jejak ekologis dengan merupakan angka mendekati riil.
mempertimbangkan pendekatan antropologi
harus menjadi model yang dikembangkan untuk
mendukung keberlanjutan desa wisata. Referensi
Baal, J. van. 1988. Sejarah Pertumbuhan Teori
Kesimpulan dan Antropologi Budaya (Hingga Dekade
1970). Diedit oleh J. Drs. Piry. Terjemahan.
Jejak ekologi menghasilkan angka dampak Jakarta: PT. Gramedia.
perubahan gaya hidup dari desa biasa menjadi Bagliani, M., E. Da Villa, M. Gattolin, V.
desa wisata, baik dari sisi warga desa, maupun Niccolucci, T. Patterson, dan E. Tiezzi. 2004.
dari sisi wisatawan. Membesarnya jejak ekologi “The ecological footprint analysis for the
bagi warga desa patut diwaspadai untuk lebih Province of Venice and the relevance of
berupaya menjaga kelestarian lingkungan, akan tourism.” In Advances in Architecture Series.
tetapi perlu juga disadari bahwa bertambahnya Fandeli, Chafid. 2002. “Perencanaan
jejak ekologi sangat dimungkinkan diakibatkan Kepariwisataan Alam.” Yogyakarta.

43
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 4, Issue 1, December 2019
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217

Footprint, Ecological. 2016. “Ecological https://doi.org/10.4236/ns.2013.52a036.


Footprint Quiz.” Südaş, Hatice Doğan, dan Eda Yaşa Özeltürkay.
Frangialli, F. 1999. “Global Code of Ethics for 2015. “Analyzing the Thoughts of Ecological
Tourism.” Message from the Secretary- Footprints of University Students: A
General of WTO: …. Preliminary Research on Turkish Students.”
Hwang, Doohyun, William P. Stewart, dan Dong Procedia - Social and Behavioral Sciences.
wan Ko. 2012. “Community behavior and https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.01.118.
sustainable rural tourism development.” Vincentia Reni, VITASURYA, dan PUDIANTI
Journal of Travel Research. Anna. 2016. “SUSTAINABLE WASTE
https://doi.org/10.1177/0047287511410350. MANAGEMENT OF TRADITIONAL
Mikkelsen, Britha. 1995. “Participation - Concept CRAFT INDUSTRY IN LOPATI TOURISM
and Methods.” Methods for Development VILLAGE, YOGYAKARTA.” DIMENSI
Work and Research: A Guide to Practitioners. (Journal of Architecture and Built
Moffatt, I. 2000. “Ecological footprints and Environment).
sustainable development.” Ecological https://doi.org/10.9744/dimensi.43.2.123-
Economics. https://doi.org/10.1016/S0921- 130.
8009(99)00154-8. Vitasurya, V.R, A. Pudianti, A. Purwaningsih,
Patterson, Trista M., Valentina Niccolucci, dan dan A. Herawati. 2015. “Kearifan lokal daam
Simone Bastianoni. 2007. “Beyond ‘more is Pengelolaan Lingkungan desa wisata
better’: Ecological footprint accounting for Kalibiru, di D.I Yogyakarta, dipresentasikan
tourism and consumption in Val di Merse, pada.” In Prosiding Seminar Nasional
Italy.” Ecological Economics. SCAN#6 Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
https://doi.org/10.1016/j.ecolecon.2006.09.01 Vitasurya, Vincentia Reni. 2016. “Local Wisdom
6. for Sustainable Development of Rural
Purbadi, Yohanes Djarot, dan Reginaldo Tourism, Case on Kalibiru and Lopati Village,
Christophori Lake. 2019. “Konsep Kampung- Province of Daerah Istimewa Yogyakarta.”
Wisata Sejahtera, Kreatif, Cerdas dan Lestari Procedia - Social and Behavioral Sciences.
Berkelanjutan.” EMARA: Indonesian Journal https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.12.014.
of Architecture. Wackernagel, Mathis, dan Chad Monfreda. 2004.
https://doi.org/10.29080/eija.v5i1.641. “Ecological Footprints and Energy.” In
Reid, Margaret. 2006. “Barriers to sustainable Encyclopedia of Energy.
development: Jordan’s sustainable tourism https://doi.org/10.1016/b0-12-176480-
strategy.” Journal of Asian and African x/00120-0.
Studies. Wackernagel, Mathis, William Rees, Mathis
https://doi.org/10.1177/0021909606067408. Wacker nagel, dan B Meredith Burke. 1997.
Reni Vitasurya, V, Anna Pudianti, Anna “M. Wackernagel, W. Rees Our Ecological
Purwaningsih, dan Herawati. 2014. “Kearifan Footprint: Reducing Human Impact on the
Lokal dalam Pengelolaan Lingkungan Desa Earth New Society Publishers, C.” Population
Wisata Kalibiru, di D.I Yogyakarta.” Jurnal. and Environment.
Sthel, Marcelo S., José G. R. Tostes, dan Juliana Wang, Shuxin, Yiyuan Hu, Hong He, dan Genxu
R. Tavares. 2013. “Current energy crisis and Wang. 2017. “Progress and prospects for
its economic and environmental tourism footprint research.” Sustainability
consequences: Intense human cooperation.” (Switzerland).
Natural Science. https://doi.org/10.3390/su9101847.

44

You might also like