Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH Kelainan Progresif Dan Retrogresif
MAKALAH Kelainan Progresif Dan Retrogresif
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
1. ANDI UKRAINA FARADILLAH
2. DHINI SYAFIRA AZIZ
3. MIFTAHUL JANNAH
4. NUR FAHIRA WULANDARI
5. NUR INDRAWATI
6. NUR AMALIA RAHMADANI
7. NURUL AMIRAH JAMALUDDIN
8. RAUDYA SALSABILA
9. RESKI
10. RISKA
11. ULFATUSSALIHA
12. VEMMY PERMATASARI
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
yang berjudul "Kelainan Retrogresif dan Progresif".
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
matakuliah yang bersangkutan. Kami menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak terdapat kesalahan baik dari segi penulisan maupun
pembahasan, oleh karena itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
DAFTAR ISI
a. Atrofi ………………………………………………………...……..3
b. Degenerasi dan Infiltrasi ……………………………………...……5
c. Gangguan Metabolisme ……………………………………………6
d. Nekrosis ……………………………………………………………6
e. Apoptosis ………………………………………………………….10
f. Postmortal ………………………….………………………………11
g. Penimbunan pigmen ……………………...……………………….12
h. Mineral …………………………………………………………….13
i. Defisiensi …………………………………………………..………13
C. Kelainan Progresif ..........................................................................14
A. Latar Belakang
Patologi merupakan ilmu pengetahuan tentang keadaan struktural dan fungsional
yang menyebabkan penyakit pada manusia. Empat aspek dalam proses penyakit yang
membentuk inti patologi adalah (Robbins & Cotran, 2008) :
Penyebab penyakit (etiologi)
Mekanisme terjadinya penyakit (patogenesis)
Perubahan struktural yang ditimbulkan oleh penyakit di dalam sel dan
jaringan (perubahan morfologi)
Konsekuensi fungsional perubahan morfologi tersebut (makna klinis)
Sel normal memerlukan keseimbangan antara kebutuhan fisiologik dan
keterbatasan-keterbatasan struktural sel dan kemampuan metabolik, hasilnya adalah
hasil yang terusn seimbang atau homeostasis. Keadaan fungsional sel dapat berubah
ketika bereaksi terhadap stress yang ringan untuk mempertahankan keadaan yang
seimbang. Konsep keadaaan normal bervariasi :
a. Setiap orang berbeda satu dengan yang lain karena perbedaan susunan genetik
b. Setiap orang memiliki perbedaan dalam pengalaman hidup dan interaksinya
dengan lingkungan
c. Pada tiap individu terdapat perbedaan parameter fisiologi karena adanya
pengendalian dalam fungsi mekanisme.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Kelainan Retrogresif?
2. Apa saja yang termasuk kedalam Kelainan Retrogresif itu?
3. Ciri-ciri terjadinya kelainan progresif?
d. TUJUAN
1. Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Patologi.
2. Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa/i khususnya keperawatan
tentang Kelainan Retrogresif dan Progresif.
3. Menjabarkan perbedaan antara kelainan Retrogresif dan Progresif.
e. MANFAAT
1. Diharapkan dapat menambah wawasan pembaca dalam sajian makalah yang
dibuat.
2. Diharapkan mahasiswa/i dapat memahami tentang Kelainan Retrogresif.
3. Membuka pemikiran untuk memahami apa saja yang termasuk kedalam
kelainan retrogresif dan progresif.
BAB I
PEMBAHASAN
c. Gangguan Metabolisme
Memang setiap sel selalu terancam mengalami kerusakan, tetapi sel hidup
mempunyai kemampuan untuk coba menanggulanginya. Jejas ini kemudian
mengakibatkan gangguan dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak pada
sel. Gangguan metabolisme intraseluler ini akhirnya mengakibatkan perubahan pada
struktur sel.
d. Nekrosis
Kematian sel nekrotik, terjadi apabila suatu rangsangan yang menyebabkan
cedera pada sel terlalu kuat atau berkepanjangan. Nekrosis sel dicirikan dengan
adanya pembengkakan dan ruptur organel internal yang kebanyakan mengenai
mitokondria, dan jelasnya stimulasi respons peradangan (Elizabeth J. Corwin, 2009).
Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel. Nekrosis terjadi setelah
suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan
sel, denaturasi protein dan kerusakan organel. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi
berat jaringan (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
Nekrosis adalah kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup.
Nekrosis dapat dikenali karena sel atau jaringan menunjukkan perubahan-perubahan
tertentu baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Secara makroskopis jaringan
nekrotik akan tampak keruh (opaque), tidak cerah lagi, berwarna putih abu-abu.
Sedangkan secara mikroskopis, jaringan nekrotik seluruhnya berwarna kemerahan,
tidak mengambil zat warna hematoksillin, sering pucat (Pringgoutomo, 2002).
Gambaran morfologik nekrosis merupakan hasil dari digesti enzimatik dan
denaturasi protein yang terjadi secara bersamaan. Digesti enzimatik oleh enzim
hidrolitik dapat berasal dari sel itu sendiri (autolisis) dapat juga berasal dari lisosom sel
radang penginvasi (heterolisis) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
Pada nekrosis, perubahan terutama terletak pada inti. Memiliki tiga pola, yaitu
(Lestari, 2011) :
1. Psikonosis
Yaitu pengerutan inti, merupakan homogenisasi sitoplasma dan peningkatan
eosinofil, DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut padat.
2. Karioreksis
Inti terfragmentasi (terbagi atas fragmen-fragmen) yang piknotik.
3. Kariolisis
Pemudaran kromatin basofil akibat aktivitas DNA-ase.
Macam-macam nekrosis :
1. Nekrosis koagulatif
Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh
hambatan kerja sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga dihambat
sehingga tidak terjadi penghancuran sel (proses autolisis minimal). Akibatnya struktur
jaringan yang mati masih dipertahankan, terutama pada tahap awal (Sarjadi, 2003).
Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah. Daerah yang
terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang hemoragik. Mikroskopik
tampak inti-inti yang piknotik. Sesudah beberapa hari sisa-sisa inti menghilang,
sitoplasma tampak berbutir, berwarna merah tua. Sampai beberapa minggu rangka sel
masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2002).
Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan keadaan sel
yang tidak berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap sampai beberapa minggu
(Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
2. Nekrosis likuefaktif (colliquativa)
Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan. Pencairan jaringan terjadi akibat
kerja enzim hidrolitik yang dilepas oleh sel mati, seperti pada infark otak, atau akibat
kerja lisosom dari sel radang seperti pada abses (Sarjadi, 2003).
3. Nekrosis kaseosa (sentral)
Bentuk campuran dari nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang makroskopik
teraba lunak kenyal seperti keju, maka dari itu disebut nekrosis perkejuan. Infeksi
bakteri tuberkulosis dapat menimbulkan nekrosis jenis ini (Sarjadi, 2003). Gambaran
makroskopis putih, seperti keju didaerah nekrotik sentral. Gambaran makroskopis,
jaringan nekrotik tersusun atas debris granular amorf, tanpa struktur terlingkupi dalam
cincin inflamasi granulomatosa, arsitektur jaringan seluruhnya terobliterasi (tertutup)
(Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
4. Nekrosis lemak
Terjadi dalam dua bentuk:
a. Nekrosis lemak traumatik
Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak
mengandung lemak (Sarjadi, 2003).
b. Nekrosis lemak enzimatik
Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang mengenai sel
lemak di sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding rongga abdomen.
Lipolisis disebabkan oleh kerja lypolitic dan proteolytic pancreatic enzymes
yang dilepas oleh sel pankreas yang rusak (Sarjadi, 2003). Aktivasi enzim
pankreatik mencairkan membran sel lemak dan menghidrolisis ester
trigliserida yang terkandung didalamnya. Asam lemak yang dilepaskan
bercampur dengan kalsium yang menghasilkan area putih seperti kapur
(mikroskopik) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
5. Nekrosis fibrinoid
Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan glomeruli
akibat penyakit autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi akan
menyebabkan nekrosis dinding pembuluh darah sehingga plasma masuk ke dalam
lapisan media. Fibrin terdeposit disana. Pada pewarnaan hematoksilin eosin terlihat
masa homogen kemerahan (Sarjadi, 2003).
Penyebab nekrosis :
Nekrosis dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Iskemia
Terjadi akibat anoksia (hambatan total pasokan oksigen) atau hipoksia seluler
(kekurangan oksigen pada sel). Dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti berikut
ini (Sarjadi, 2003):
a. Obstruksi aliran darah
b. Anemia (eritrosit pembawa oksigen berkurang jumlahnya)
c. Keracunan karbon monoksida
d. Penurunan perfusi jaringan dari darah yang kaya oksigen
e. Oksigenasi darah yang buruk, sebagai akibat penyakit paru, obstruksi saluran
nafas, konsentrasi oksigen udara yang rendah
2. Agen biologik
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan
trombosis. Toksin biasanya berasal dari bakteri yang virulensinya tinggi baik
endogen maupun eksogen. Virus dan parasit juga dapat mengeluarkan beberapa
enzim dan toksin yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
jaringan dan menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo, 2002).
3. Agen kimia
Natrium dan glukosa merupakan zat kimia yang berada dalam tubuh. Namun
ketika konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan
keseimbangan osmotik sel. Beberapa zat tertentu dapat pula menimbulkan nekrosis
ketika konsentrasinya rendah (Pringgoutomo, 2002).
Respon jaringan terhadap zat kimia berbeda. Misalnya, sel epitel pada tubulus
ginjal dan sel beta pada pulau Langerhans mudah rusak oleh alloxan. Gas yang
digunakan pada perang seperti mustard dapat merusak jaringan paru, gas kloroform
dapat merusak parenkim hati serta masih banyak lagi (Pringgoutomo, 2002).
4. Agen fisik
Trauma, suhu yang ekstrim (panas maupun dingin), tenaga listrik, cahaya
matahari, dan radiasi dapat menimbulkan kerusakan inti sehingga menyebabkan
nekrosis (Pringgoutomo, 2002).
5. Hipersensitivitas
Hipersensitivitas (kerentanan) pada seseorang individu berbeda-beda.
Kerentanan ini dapat timbul secara genetik maupun didapat (acquired) dan
menimbulkan reaksi immunologik kemudian berakhir pada nekrosis. Sebagai
contoh, seseorang yang hipersensitivitas terhadap obat sulfat ketika mengonsumsi
obat sulfat dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal (Pringgoutomo, 2002).
e. Apoptosis
Apoptosis, yaitu kematian sel yang diprogram. Apoptosis adalah suatu proses
yang ditandai dengan terjadinya urutan teratur tahap molekular yang menyebabkan
disintegrasi sel. Apoptosis tidak ditandai dengan adanya pembengkakan atau
peradangan, namun sel yang akan mati menyusut dengan sendirinya dan dimakan oleh
sel disebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga jumlah sel relatif konstan dan
merupakan suatu mekanisme yang dapat mengeliminasi sel yang tidak diinginkan, sel
yang menua, sel berbahaya, atau sel pembawa transkripsi DNA yang salah. Apoptosis
merupakan proses aktif yang melibatkan kerja sel itu sendiri dan namanya diambil dari
kata Yunani yang berarti “menciut” seperti menguncupnya sebuah bunga.
Timidin fosforilase (TP), suatu faktor pertumbuhan sel endotel yang dihasilkan
trombosit, telah terbukti melindungi sel dari apoptosis dengan merangsang metabolisme
nukleosida dan angiogenesis. Penggunaan obat yang secara khusus menargetkan TP
telah direkomendasikan untuk memperbaiki efek kemoterapi konvensional dengan
meningkatkan apoptosis sel-sel yang bermutasi (Elizabeth J. Corwin, 2009).
Penyebab Apoptosis :
Kematian sel terprogram di mulai selama embriogenesis dan terus berlanjut
sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis meliputi
isyarat hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan sinyal membran yang
mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan
seringkali menyebabkan apoptosis, yang akhirnya yang mengakibatkan kematian virus
dan sel penjamu (host). Hal ini merupakan satu cara yang dikembangkan oleh organisme
hidup untuk melawan infeksi virus. Virus tertentu (misalnya; Virus EpsteinBarr yang
bertanggung jawab terhadap monunukleosis) pada gilirannya menghasilkan protein
khusus yang menginaktifkan respons apoptosis. Defisiensi apoptosis telah berpengaruh
pada perkembangan kanker dan penyakit neuro degeneratif dengan penyebab yang tidak
diketahui, termasuk penyakit Alzheimer dan sklerosis lateral amiotrofik (penyakit Lou
Gehrig). Apoptosis yang dirangsang-antigen dari sel imun (sel T dan sel B) sangat
penting dalam menimbulkan dan mempertahankan toleransi diri imun (Elizabeth J.
Corwin, 2009).
f. Postmortal
Kematian bukanlah akhir dari proses dalam tubuh yang mengalami
kematian.Tubuh akan terus mengalami perubahan. Perubahan ini dipengaruhi oleh:
a. Suhu lingkungan sekitarnya
b. Suhu tubuh saat terjadi kematian
c. Ada tidaknya infeksi umum
Serangkaian perubahan yang terjadi setelah kematian tubuh antara lain :
1. Autolisis ; jaringan yang mati dihancurkan oleh enzim-enzim antara lain enzim dari
lisosom, mikroorganisme yang mengifeksi jaringan mati. Tubuh yang mati akan
mencair, kecuali jika dicegah dengan pengawetan atau pendinginan.
2. Algor Mortis ; suhu tubuh menjadi dingin sesuai suhu lingkungan memerlukan
waktu 24 s/d 48 jam untuk menjadi dingin sesuai suhu lingkungan. Suhu tubuh
menjadi dingin karena proses metabolisme terhenti. Jika ditempat yang dingin maka
akan lebih cepat dingin, tetapi jika ditempat yang panas akan lebih lambat.
3. Rigor Mortis (kaku mayat); timbul setelah 2 s/d 4 jam setelah kematian. Mencapai
puncak setelah 48 jam dan kemudian menghilang selama 3 sampai 4 hari.
4. Livor Mortis (lebam mayat) ; Nampak setelah 30 menit kematian dan mencapai
puncaknya setelah 6 hingga 10 jam.Lebam mayat timbul pada bagian bawah tubuh.
5. Pembekuan Darah postmortal ; beku darah post mortal berkonsistensi lunak, elastic
dan seperti gel, berbeda dengan thrombus yang konsistensinya keras dan kering.
6. Jejas postmortal ; enzim dalam tubuh masih aktif untuk beberapa waktu setelah
kematian. Jejas postmortal tidak dijumpai reaksi radang pada jejas, sedangkan pada
lesi antemortal Nampak reaksi radang.
7. Pembusukan ; hancurnya tubuh yang mati karena invasi bakteri. Kulit menjadi
kehijauan setelah 1 sampai 2 minggu.
h. Mineral
Selain zat karbon, hydrogen, nitrogen dan oksigen yang merupakan bagian
terpenting dalam jaringan pada tubuh terdapat 13 macam unsur lain yang juga sangat
penting dalam kehidupan manusia, 7 diantaranya terdapat dalam jumlah banyak yaitu
kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium, chlor, dan sulfur. Sedangkan 6 lainnya
merupakan ‘trace elements” tetapi vital yaitu besi, tembaga, mangan, yodium, kobal
(Co), dan seng (Zn). Dalam makanan sehari-hari sudah cukup, tetapi pengeluaran
berlebihan (muntah, diare) atau gangguan penyerapan dapat menimbulkan defisiensi.
Sebaliknya jumlah yang berlebihan dalam makanan atau gangguan ekskresi,
menimbulkan penimbunan yang berlebihan pada jaringan atau cairan tubuh dan dapat
menyebabkan gangguan metabolik, susunan kimiawi dan gejala klinik yang nyata.
i. Defisiensi
Ketidak seimbangan nutrisi merupakan penyebab utama jejas sel antara lain
defisiensi protein, vitamin dan mineral. Jumlah lipid yang berlebihan merupakan faktor
pendukung terjadinya arteriosklerosis yang dapat menyebabkan sel/jaringan
mengalami defisiensi oksigen dan makanan. Jejas yang disebabkan oleh defisiensi
nutrisi antara lain Starvation, marasmus, kwashiorkor atau yang lebih dikenal
gangguan nutrisi.
C. Kelainan Progresif
Kelainain Progresif atau Sclerosis Amyotropic Lateral Ini jarang terjadi. Penyakit
progesip ini menyerang lebih banyak pria dari pada wanita, dan umumnya menyerang
yang berusia 40 tahun ke atas. Sel-sel saraf merosot, begitu juga serat-serat yang mengisi
otot-otot. Rata-rata orang yang terserang itu hanya dapat hidup 3 tahun setelah serangan
penyakit.
Ciri-cirinya ialah mengecilkan otot dan rasa lemah. jumlah otot yang terkena lambat
laun bertambah banyak. Banyak bagian tubuh yagn terkena. Perkembangnya yang paling
serius dapat menghalangi pernafasan, tidak dapat menelan atau mengunyah makanan.
Penyabab penyakit ini belum ditemukan, begitu juga obatnya yang mujarab.
Penderita harus melakukan kegiatan tubuh sedapat-dapatnya, tetapi jangan sampai
merasa capek. Di Amerika Serikat, kira-kira satu dari antara 100,000 orang mati setiap
tahun karna penyakit ini.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kelainan retrogresif adalah proses terjadinya kemunduran (degenerasi atau
kembali ke arah yang kurang kompleks) atau kemerosotan keadaan suatu sel,
jaringan, organ, organisme, menuju keadaan yang lebih primitif (menjadi lebih jelek
dengan organisasi yang lebih rendah tingkatannya), kehilangan kompleksitasnya
termasuk metabolisme, deferensiasi dan spesialisasinya.
Yang termasuk kedalam Kelainan Retrogresif, yaitu :
j. Atrofi
k. Degenerasi dan Infiltrasi
l. Gangguan Metabolisme
m. Nekrosis
n. Apoptosis
o. Postmortal
p. Penimbunan pigmen
q. Mineral
r. Defisiensi
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan, pembaca dapat memahami penjelasan di
dalamnya sehingga dapat diterapkan, guna pemaksimalan pemahaman mengenai
kelainan retrogresif.
DAFTAR PUSTAKA
Lestari, Ajeng S.P. dan Agus Mulyono. 2011. Analisis Citra Ginjal untuk Identifikasi Sel
Psikonosis dan Sel Nekrosis. Jurnal Neutrino Vol.4, No.1, p:48-66.
Robbins & Cotran., 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (ed.7). Mitchell, R.N.,
Kumar,V., Abbas, A.K., Fausto, N (editor). Jakarta: EGC.
Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins,
Ed.7, Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Saleh, S. (1979). Kelainan Retrogresif dan Progresif. Kumpulan Kuliah Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. pp, 10-12.
https://id.scribd.com/doc/213245923/MAKALAH-KELAINAN-RETROGRESIF