You are on page 1of 12
Moen Slornimeta boos Tha Pa ig oe pte an PET Ut KOMUNIKAS! PETUGAS KESEHATAN DAN PASIEN dalam Konteks Budayo Asia Tenggoro KOMUNIKASI PETUGAS KESEHATAN DAN PASIEN DALAM KONTEKS BUDAYA ASIA TENGGARA Editor: Ds. Mora Claramita, MHPE, PhD Dr. Astrid Pratidina Susilo, MPH, PhD Prof. Marcy Rosenbaum, PhD ‘Dr. Jan van Dalen ‘Editor penyelaras bahasa: dr. Nurul Qomariyah, M.Med.Ed. & dr. Miranti Iskandar Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Buku Kedokteran EGC © 2014 Penecbit Buku Kedokteran EGC P.O. Box $276/Jakarta 10032 Telepon: 6530 6283 Anggota IKAPI Desain kulit muka: M. imron Penata letak: Wahyu Duwi Ranggs Indekser: Surya Satyancgara, SS Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang mempetbatyak sebagian atau scluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara ‘elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit. Cetakan 2017 Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT) Mora Claramita Komunikesi petugas kesehatan dan pasien dalam konteks budaya Asia Tenggara / ‘editor, Mora Claramita ... [et al.] ; editor penyelaras bahasa, Nurul Qomariyah, Miranti Iskandar. — Jakarta ; EGC; 2016. soevi, 269 hm. 15,5 x 24 cm. ISBN 978-979-044-694-6 1. Hubungan pasien-dokter. 2: Komunikasi dalam kedokteran. 1. Judul. TL. Nurul Qomariyah. Il. Miranti Iskandar. 610.696 Penerbit dan editor tidak bertangeung jawab ates segala kerugian atau cedera padi: individe dan! atau kerusakan properti vang terjadi akibat arau berkaitan dengan penggunaan materi dalart buku ini. isi di luar tanggung jawab percatakan BAB 6 Komunikasi dengan Pasangan di Pertemuan Obstetri dan Ginekologi dalam Konteks Budaya Indonesia Ova Emilia dan Astrid Pratidina Susilo “Alll happy funilies resemble one another; every unhappy family is unhappy in its own way.” (Leo Tolstoy, Anna Karenina) “Senina Keluarga yang bahagia mirip satu sama lain; setiap keluarga yang tidak bahagia adalah tidak bakagia dengan caranya sendiri.” Ke Arah Hubungan yang Lebih Setara antara Suami dan Istri Terjadi perubahan dalam pertemuan Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) di Indonesia, Makin banyak suami mendampingi istri mereka dalam kunjungan Obgyn, terutama di daerah perkotaan di Indonesia. Bagi sebagian pasangan, inisiatif untuk mencari konsultasi bahkan datang dari para suami. Dalam pengamatan saya ketika memberikan praktik profesional selama lebih dari 15 tahun sebagai seorang dokter kandungan, fenomena ini sangat berbeda dengan beberapa tahun yang lalu, ketika para perempuan lebih sering untuk datang sendiri selama pelayanan obstetri mereka. Sebalikinya, di daerah pedesaan, para perempuan masih lebih sering mencari perawatan sendiri, Antenatal Care (ANC), misalnya, terurama dilakukan di puskesmas. Namun, puskesmas-puskesmas biasanya buka di pagi hari ketika para pria sibuk bekerja. Para suami tidak selalu bisa dan mau menemani istri mereka, kecuali bila penyedia layanan kesehatan membuka kesempatan untuk fleksibilitas 83 84 Komunikasi Petugas Kesehatan dan Paslen di Budaya Asia Tenggara waktu kunjungan.' Oleh scbab iru, para bidan yang ditugaskan ke desa dan tinggal bersama masyarakat diharapkan dapat meméasilicasi fleksibilitas tersebut melalui layanan perawacan ibu di tumah bi masyarakat (Pondok Bersalin Desa-Polindes).* Jika istri.-darang sendisi, pesan-pesan dalam: -konsultasi tidak selalu tersampaikan secara memadai kepada suami di rumah. Hal ini dapat menyebabkan masalah, terutama jika suami mengekspresikan ketidak-secujuan sesudahnya. Para istri yang, merasa tidak didukung olch suami akhirnya memucuskan untuk tidak mengikuti saran dokrer.'* Perubahan situasi ketika pasangan pergi bersama- sama untuk konsultasi telah membuka:saluran komunikasi antara suami dan profesional kesehatan. Dokter atau profesional kesehatan lainnya mendapatkan kesempatan untk memfasilicasi suami dan istri dalam mengekspresikan pandangan mereka, membantu mereka untuk memahami satu sama lain, dan menyokong kesehatan istri.! * Persetujuan dari seorang istri untuk usulan pelayanan akan lebih mungkin didukung oleh suami yang dilibarkan dalam diskusi>* Namun demikian, terdapat juga beberapa kasus khusus ketika suami memiliki peran yang kurang signifikan dan kurang empati terhadap masalah kesehatan istri mereka, meskipun mereka hadir dalam pertemuan. Dalam hal ini, dokter tidak hanya perlu melakukan pemeriksaan menyeluruh dan diagnosis yang akurar, tetapi juga menyediakan komunikasi dan sesi pendidikan yang lebih efektif dengan pasangan © Jika langkah terakhir tidak dilakukan, suami mungkin tidak memiliki empati dan tidak percaya terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter, Akibatnya, rencana perawatan yang optimal tidak akan tercapai.* Informed and Shared Decision Making dengan .Pasangan dalam Konsultasi Obstetri dan Ginekologi Komunikasi antar tiga pihak disebur komunikasi_tiadik, Dalam konsultasi obgyn, dokter berkomunikasi dengan istri dan suami. Selama konsultasi, dokter sebaiknya memfasilitasi komunikasi dengan suami dan istri. Dokter semestinya menyadari situasi seperti ketika satu sisi dari pasangan: kurang terlibat dalam komunikasi, dokter sebaiknya mampu melibatkan kedua anggota pasangan tersebut.” Dengan melakukan hal ini, di akhir semua konsulrasi setiap orang kemungkinan besar akan merasa puas dengan keputusan yang diambil dan cenderung untuk bekerjasama.‘ Contoh-contoh berikut adalah hal-hal sederhana yang dapat dilakukan oleh dokter dalam konsultasi di sebuah seering kehamilan. Jika dokter menemukan keengganan antara suami dan istri, ajakan_ untuk mengajukan pertanyaan akan membantu memecahkan hambatan komunikasi. Untuk meningkatkan partisipasi Komunikasi dengan Pasangan di Pertemuan Obstetri dan Ginekologi 85 akrif dari suami dan istri dalam diskusi, dokter sebaiknya memberikan perhatian ang cukup tethadap keduanya.® Sebagai contoh, pada awal konsultasi, dokter dapat meminra mereka untuk mendiskusikan masalah mereka. Ketika dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap istri atau setelah pemeriksaan istri atau ketika menunggu istri untuk melepas atau memakai pakaian, dokter dapat mengundang suami untuk membahas hasil pemeriksaan secara singkat. Serelah istri tenbal Te ruang konstiltasi, dokrer Telanjutkan diskusi rencana perawaran dengan pasangan. Dokter dapat mengundang suami untuk terlibat dalam rencana ecrawatan untuk istrinya, misalnya, dengan mengingarkan_iscri_unuulk mengonsumsi_obat-obatan dan melakukan diet ‘baik, dan’ menghindari Eegiatan yang berisiko.* Tugas dokter di sini adalah untuk mengingatkan pasangan Gahwa kesehatan istri merupakan tanggung jawab suami dan istri. Pendidikan untuk pasien ceca enna disesuaikan dengan tahap kehamilan. Selama konsultasi dengan seorang perempuan yang Sail pada crimester ketiga, dokter bisa mendiskusikan reneana untuk persalinan, baik persalinan normal atau bedah, serta bantuan suami dalam proses tersebut. ‘fka suami bersedia dan mampu melakukannya, dokter dapat menerangkan peran swami. Pasangan ini dapat direkomendasikan untuk bergabung dengan_kelas ANC bersama-sama, sehingga mereka berdua memahami proses persalinan sormal atau bedah. Jika operasi dibucuhkan, operasi tersebut dapat dijadwalkan berdasarkan ketersediaan pasangan dalam rangka memberikan rasa aman dan ayaman bagi istri.’ Di tempat dengan sumber daya rendah, perempuan mungkin kurang memiliki akses tethadap ANC.° Dengan demikian, pendidikan untuk pasien sentang kehamilan juga harus disesuailan dengan jumlah kunjungan. Misalnya, ka kebanyakan istri hanya mampu membuat dua kunjungan ANC, rencana komunikasi harus diatur untuk membantu calon ibu menyiapkan. rencana persalinan yang aman dalam dua kunjungan. Namun demikian, calon ibu sebaiknya diberikan motivasi untuk menyelesaikan semua jadwal ANC sehingga beberapa pesan penting dapar diperkuat dalam kunjungan berikutnya.’ Tantangan dalam Konsultasi Obstetri dan Ginekologi di Indonesia Obgyn adalah area yang sangae sensitif dari pelayanan kesehatan yang melibarkan edua belah pasangan, suami dan istri, Dokter harus berhati-hati dalam mengeali pandangan para istri serta pandangan para suami.’ Hal tersebut sangat penting eetuk dilakukan dalam suatu konteks hirarki yang melibatkan suasana non- verbal yang perlu untuk diperhatikan dalam kaitannya dengan norma kesopanan, kerika tidak semua pesan dapat dikomunikasikan secara lisan kepada dokter” Para dokter mungkin menemukan kasus-kasus berikuc: 86 Komunikasi Petugas Kesehatan dan Pasien di Budaya Tenggara llustrasi 6.1 Penyakit menular seksual Seorang istri mengunjungi seorang dokter dengan gejala keluarnya cairan dari jalan lahir yang abnormal, nyeri saat buang air kecil, dan nyeri di jalan lahimnya. Gejala-gejala ini mungkin disebabkan oleh infeksi, dan mungkin penyakit menular seksual, Istri menjelaskan bahwa dia tidak melakukan hubungan seksual dengan pria lain dan secara otomatis menuduh suaminya berselingkuh dengan orang lain. Akibatnya, sang suami mulai kehilangan kepercayaan pada sang istri dan juga menuduh istrinya tidak setia. Masalah menjadi lebih rumit karena Keduanya tidak berkomunikasi secara verbal ke dokter, tap! jelas dengan menggunakan tanda-tanda non-verbal dan isyarat. Untuk melakukan pendekaran terhadap Ilustrasi 6.1, dokter perlu berhati- hati dalam menafsirkan tanda-tanda non-verbal dari suami dan istri, seperti kedipan mata, garis bibir, mimik, gerakan tubuh, dan lelucon percakapan mereka satu sama lain. Tanpa kemampuan dokter dalam membaca isyarat non-verbal dari pasangan tersebut, kesepakatan mengenai rencana perawatan mungkin tidak tercapai. Dokrer juga perlu menjelaskan_hasil_pemeriksaan, diagnosis dan kemungkinan penyebab masalah. Masalah penyakit menular seksual dapat berasal Gag baripeMeREE TEEN emi verbs fang veccepanHabhal Jane mieyiariel eiaalal hubungan antara suami dan istri yang dapat memengaruhi rencana perawatan. Dalam hal ini, dokter mungkin mengusulkan pasangan untuk melakukan kuunjungan ke konselor pernikahan.* lustrasi 6.2 Infertilitas Pasangan yang tidak memiliki anak setelah beberapa tahun mengunjungi seorang dekter. Dari Pemeriksaan, masalah utama terletak pada sperma pria. Dokter kandungan memahami bah- ‘wa seseorang yang memiliki masalah ini mungkin rentan dan malu tentang situas! tersebut. Masalah ini sering terjadi dalam masyarakat yang sangat menghargai bahwa pasangan seharusniya memiliki banyak anak. Saru anak tidak cukup; dua dan tiga anak adalah jumlah yang diterima di masyarakat. Namun, dalam pengamatan saya, di Indonesia, memiliki lebih dari tiga anak menjadi tidak biasa dalam dua dekade terakhis. Hal ini mungkin disebabkan olch suksesnya program keluarga berencana dan juga oleh meningkatnya biaya hidup yang memaksa keluarga untuk tidak memiliki terlalu banyak anak. Kadang-kadang, persoalan infertilitas/ketidaksuburan (terucama yang terjadi pada pihak istri) berakhir dengan perceraian.'” Dalam konteks Indonesia yang hirarkis, seorang pria sering berada pada posisi yang lebih dominan.'! Keluarga besar mungkin menolak gagasan bahwa mereka tidak dapat memiliki anak karena masalah dalam sperma suami. Beberapa kelompok etnis merasa harus memiliki cucu laki-laki untuk meneruskan nama keluarga. Ketika semua cucu adalah perempuan, suami mungkin mencari perempuan lain untuk mendapatkan cucu yang diinginkan,’* Komunikasi dengan Pasangan di Pertemuan Obstetri dan Ginekologi_87 Seorang dokter kandungan mengetahui bahwa kualitas sperma adalah salah satu faktor yang memengaruhi kesuburan dan bahwa sperma merupakan faktor yang memengaruhi jenis kelamin janin. Namun, untuk menyampaikan pengetahuan yang sangat mendasar secara medis kepada suami dan keluarga besarnya sering menjadi sebuah tanrangan. Menggali pandangan suami dan istrt tethadap makna memiliki anak dan tantangan yang sedang mereka hadapi sangat diperlukan uncuk menentukan. pendekatan komunikasi yang cepat. Penekanan kepada pasangan di awal konsultasi bahwa memiliki anak adalah suatu hal yang memerlukan keterlibatan dari istri dan suami adalah sangat penting.” Dalam konteks budaya seperti ini, terkadang sulit bagi anggota masyarakat untuk menerima penjelasan. Gagasan bahwa seseorang mungkin tidak subur dapat terdengar tidak biasa bagi pasangannya kecuali pengetahuan dasar tentang infertilitas ini diakui dalam masyarakat.'? Bantuan dari para guru SD hingga SMA untuk menjelaskan ilmu biologi dasar manusia kepada setiap siswa dari setiap suku mungkin sangat diperlukan, tidak hanya menekankan pada bagian pengetahuan semara, tetapi juga pada pencegahan stigma terhadap infertilicas. Mlustrasi 6.3 Keluarga Berencana Seorang istri ingin mengikuti program KB, tetapi suaminya tidak membertkan izin. Selain norma budaya memiliki banyak anak, isu agama juga memainkan peran. Dokter menyadari bahwa beberapa keluarga cenderung memiliki anak sebanyak mungkin yang mereka bisa, karena mereka berpikir bahwa memiliki anak bukanlah keputusan manusia, meiainkan keputusan Tuhan. Ketidaksepakaran seorang suami dengan program Keluarga Berencana (KB) mungkin berhubungan dengan ketidaktahuan tentang mekanisme lar Kontrasepsi, keyakinannya pada nilai budaya atau agama, atau penolakan emosional.'* Semua ini dapat menyebabkan kesalahpahaman dan mungkin dapat berakhir dengan penolakan terhadap KB. Oleh sebab itu, dokter perlu terlebih dahulu menggali persepsi, keyakinan, dan pengetahuan suami tentang kontrasepsi. Dokter juga perlu menggali perspektifistri untuk memastikan bahwa keinginannya tuntuk mengikuti program KB adalah tepat dari sudur pandang medis.!” Setelah memahami perspektif mereka dan memastikan bahwa program Keluarga berencana adalah rencana yang terbailk untuk suami dan istri, dokter dapat mulai_menyediakan_informasi, edukasi dan komunikasi len; Informasi ini juga harus disampaikan selangkah demi selangkah, yang disesuail dengan pemahaman pasangan. Pilihan metode, termasuk risike dan manfaat dari masing-masing kontrasepsi, juga harus dibahas. Hal tersebut juga harus disesuaikan dengan nilai-nilai yang dipegang oleh keluarga.' Misalnya, beberapa agama melihar bahwa penggunaan alat kontrasepsi merupakan sebuah gangguan serhadap ciptaan Tuhan. Dalam masyarakat yang sangat religius, masalah ini perlu dipertimbangkan. Dokter keluarga, yang cenderung memahami latar 88 _Komunikasi Petugas Kesehatan dan Pasien di Budaya Asia Tenggara belakang budaya dan agama pasiennya, sering memainkan peran penting dalam memberikan layanan yang paling cocok untuk setiap kelompok etnis dan/atau agama. Jika suami dan istri menerima secara jelas indikasi medis dan tujuan dari program keluarga berencana, mereka cenderung bertindak sebagai pasangan yang saling mendukung.'* Ketika dokter menemukan bahwa kurangnya kerja sama antara suami dan istri adalah karena masalah perkawinan, konsultasi_dengan konselor pernikahan dapat diusulkan kembali.' Kerja sama suami tidak selalu diperoleh dalam satu pertemuan. Dalam situasi lain, misalnya di dacrah pedesaan dengan istri lebih sering datang sendiri berkonsultasi, dokter tidak akan mampu untuk membahas masalah ini dengan suami. Sebenarnya, beberapa alternatif dapat diusulkan’ sambil memastikan dukungan suami atau dalam rangka untuk beradaptasi dengan isu agama. Metode keluarga berencana alami seperti metode billing atau metode kalender yang tidak menggunakan alat kontrasepsi bisa menjadi pilihan yang baik. Pilihan waktu untuk menawarkan program keluarga berencana adalah juga penting. Wakeu yang baik untuk memperkenalkan hal ini adalah sevelah melahirkan bayi, dengan menanyakan, “Apakah Anda berharap untuk memiliki anak lagi? Jika tidak, maka Anda harus mulai berpikir tentang metode kontrasepsi.” Percakapan ini perlu diulang kembali selama kunjungan postpartum pertama di inik. Kebanyakan suami akan menghadiri kunjungan ini dan pilihan metode dapat diperkenalksan secara singkat. Konsultasi ini dapat berakhir dengan sebuah ajakan: *Silakan Anda mempertimbangkan untuk mengunjungi saya bulan depen jka Anda benar-benar ingin membahas tentang mengontrot kehamilan,” Kebanyakan pasangan akan darang untuk konsulrasi dan memucuskan untuk mendapatkan penjelasan beberapa metode kontrasepsi. llustrasi 6.4 Malformasi kongenital Seorang dokter menemukan kehamitan dengan dugaan gangguan janin, Dokter tidak melihat pembentukan tulang kepala. Bagaimana dokter tersebut mampu untuk menyampaikan berita buruk kepada pasangan? Seorang dokter sebaiknya mampu untuk menyampaikan kabar buruk kepada pasien dengan cara yang baik. Keterbukaan informasi ini mengharuskan dokter untuk melangkah keluar dari zona nyaman mereka, Rasa takut untuk disalahkan verhadap diagnosis yang tidak tepat scharusnya tidak mencegah dokter untuk mengambil ranggung jawab profesional ini. Jika dokter merasa pasti tentang sebuah kondisi yang buruk, dokter sebaiknya bersikap jujur menyampaikan berita buruk tersebut kepada pasangan, dengan terus Komunikasi dengan Pasangan di Pertemuan Obstetri dan Ginekalogi_ 89 menunjukkan empati. Namun, jika dokter merasa tidak pasti rerhadap, misal Kondisi janin, dokter dapat merekomendasikan pengujian lebih lanjut untuk memastikan diagnosis.'* Pesan sebaiknya disampaikan dalam bahasa yang mudah dimengerti Pasangan suami-istri perlu mendaparkan informasi yang benar, mendapatkan pethatian yang lebih saru sama lain, dan percaya bahwa dokter sudah bersikap jujur dalam menyatakan masalah mereka.’ Strategi ini harus dipelajari oleh dokter atau mahasiswa kedokteran dalam menyampaikan berita buruk (lihat bab tentang menyampaikan berita buruk). flustrasi 6.5 Tumor Kandungan Seorang perempuan memiliki tumor kandungan. Untuk menghilangkan tumor tersebut, _rehimnya harus diangkat. Sang suami telah menyepakati tindakan operasi, tetapi istri mencoba untuk menunda keputusan. Dia takut bahwa pengangkatan rahim akan memengaruhi hubungan seksual mereka, Dia khawatir bahwa dia tidak bisa menyenangkan suaminya, dan | akhimya suaminya akan tertarik pada perempuan lain, Kasus di atas adalah sebuah isu sensitif lain yang membutuhkan rencana Eomunikasi yang bijaksana. Percama, dokter sebaiknya sensitif tentang masalah imi dan mampu menggali_kekhawatiran_pasien yang tak terucap dengan memunculkan keyakinan dan ide-idenya, Kedua, dokter dapat bertindak sebagai sdvokat pasien, untuk mendukung istri membahas masalah ini dengan suaminya. Risiko dan manfaar dan operasi han engambilan’ keputusan bersama sebaiknya dicapai untuk memastikan kerja sama yang optimal dan demi kepuasan pasien.” Kerja sama Inter-Profesional: Kunci untuk Memastikan Ibu dan Bayi Selamat Selain komunikasi dengan pasien dan keluarga mereka, dokter juga peru berkomunikasi dengan profesional kesehatan lainnya. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tidak berkorelasi dengan jumlah lulusan spesialis Obgyn. Meskipun jumlah spesialis Obgyn meningkat, AKI di Indonesia masih yang sertinggi di Asia Tenggara’* Para dokcer spesialis kandungan pastinya membutuhkan bidan, dokter puskesmas serta dukun bayi untuk bekerja sama dengan mereka dalam menyediakan layanan untuk ibu hamil,’ Meskipun sebagian besar kehamilan dan proses persalinan adalah normal, Geberapa hal yang tidak rerduga dapat terjadi. Riwayat medis yang normal selama Kehamilan tidak menjamin bahwa tidak akan ada kesulican dalam waktu persalinan."''° Indonesia memiliki program pemberdayaan suami untuk berada @& samping istri mercka dari masa kehamilan sampai persalinan yang aman. Program ini bernama “Suami Siaga (Siap-Antar-Jaga)”, yang berarti bahwa suami 20 _Komwnikas! Petugas Kesehatan dan Pasien di Budaya Asia Tenggara siap untuk membawa istri ke pusat kesehatan dan menemani istri melalui proses kehamilan dan persalinan.* Kematian yang seharusnya dapat dicegah sering terjadi terutama karena apa yang kita disebur “7hes—Too Late” (Tiga Kererlambatan): terlambat_untuk membuat keputusan di tingkat keluarga, terlambat untuk mencapai pusat layanan kesehatan, dan_terlambat untuk mendapatkan bantuan yang memadai di pusat layanan_keschatan. Untuk mencegah “keterlambatan” pertama dan kedua, tantangan yang ada adalah untuk mendapatkan informasi yang optimal dan pengambilan keputusan bersama dengan ibu dan keluarganya."” Program Suami Siaga merupakan salah saru solusi.’ Suami diajak untuk bertanggung jawab dalam kehamilan dan proses persalinan, termasuk siap untuk mengambil keputusan- keputusan yang mendesak dan memberikan dukungan terhadap istrinya." * Situasi ini memerlukan sebuah sistem kesehatan yang lebih baik dan kolaborasi antar-profesional untuk mencegah “T” kedua dan ketiga.'* Dokeer spesialis kandungan berusaha keras untuk berkolaborasi bersama dengan bidan_setempat, dukun bayi dan dokter puskesmas untuk mengetahui risiko apapun selama proses persalinan. Para spesialis ini dapat memberikan nomor ponsel mereka kepada para penolong persalinan di desa untuk membuka akses komunikasi, Di beberapa desa, jarak antara klinik perawatan primer dan rumah sakit dapat membutuhkan waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari walaupun dengan alae transportasi mobil. "” Irulah sebabnya mengapa ponsel sangat penting dan pertemuan rutin dan pelatihan bersama dengan multi- profesional di daerah pedesaan juga penting untuk dilakukan.”” Bidan-bidan muda yang bekerja di pusat-pusat pelayanan kesehatan primer di banyak daerah pedesaan sebaiknya berjuang untuk membuka saluran komunikasi dengan para dukun bayi yang biasanya jauh lebih tua dari mereka.” Dalam konteks hirarkis, berbagi informasi dan proses pengambilan keputusan bersama adalah sulit, meskipun (esa. ene on germane berkomunikasi dengan seseorang yang lebih tinggi dalam hirarki model “Sapa- Ajak Bicara-Diskusi” juga dapat digunakan.”” Model komunikasi untuk hubungan dokter-pasien juga dapac digunakan untuk hubungan hirarki dalam konteks senior dan junior. Oleh sebab iru, pelatihan keterampilan komunikasi yang memadai diperlukan bagi para profesional keseharan yang akan banyak berkolaborasi dengan masyarakar. . Komunikasi dengan Pasangan di Pertemuan Obstetri dan Ginekologi 91 Referensi 1. Gerein N, Mayhew S, Lubben M.A framework for a new approach to antenatal care. Juternarional journal of Gynecology & Obstetric, 2003, 80(2), 175-182. 2. Kwast BE. Reduction of maternal and perinatal mortaliry in rural and peri-urban settings: what works? European Journal of Obstetric & Gynecology and Reproductive Biology, 1996, 69(1), 47-33. 3. Shefner-Rogers CL, Sood §. Involving husbands in safe motherhood: effects of the SUAMI SIAGA campaign in Indonesia. Journal of Health Communication, 2004, 9(3), 233-258. 4. Kim YM, Heerey M, Kols A. Factors that enable nurse-patient communication in a family planning context: a positive deviance study. International Journal of Nuening Studies, 2008, 45(10), 1411-1421. 5. Susilo AR Nurmala 1, van Dalen J, Scherpbier A. Patient or physician safety? Physicians’ view of informed consent and nurses roles in an Indonesian setting. Journal of Inserprofessional Care, 2012, 26(3), 212-218 6, Sommers-Flanagan J, Sommers-Flanagan R. Clinical Interviewing. 3 ed. New Jersey: John Wiley & Sons Inc; 2003, 7. Kim YM, Kols A, Mwarogo B, Awasum D, Differences in counseling men and women: family planning in Kenya. Patient Education Counseling, 2000, 391), 37— 47. 8. Agus Y, Horiuchi S. Factors influencing the use of antenaral care in rural West Sumatra, Indonesia. BAC Pregnancy Childbirth, 2012, 12(9) 9. Claramita M, Nugraheni MD, van Dalen J, van der Vieuten CP. Doctor-patient communication in Southeast Asia: a different culture? Advances in Health Sciences Education, 2013, 18(1), 15-31. 10, Schultz EA, Lavenda R. Culeural anthropology: a perspective on the human condition. Ged. New York: Oxford University Press, Inc, 2005. 11. Hofstede G, Hofstede GJ, Minkov M. Cultures and Organizations: software of the mind: intercultural cooperation and iss impartance for survival. 3rd ed. New York: McGraw Hill, 2010. 12. Okojie CE. Gender inequalities of health in the Third World. Social Science & Medicine, 1994, 39(9), 1237-1247. 33. Barden-O Fallon JL, Speizer IS. Indonesian couples’ pregnancy ambivalence and contraceptive use. Jas Perspective on Sexual & Reproductive Health, 2010, 36(1), 36~ 43. 74. Black BP. Truth telling and severe feral diagnosis: a virtue ethics perspective. Journal of Perinatal & Neonatal Nursing, 2011, 25(1), 13-20. 15. UNFPA Indonesia 2011: (2). Reproductive and maternal health, http://indonesia. unfpa.org/mmuhtm. Accessed on 7 February 2014. 92 _Komunikasi Petugas Kesehatan dan Pasien di Budaya Asia Tenggara 16. Maine D, Rosenfield A, The Safe Motherhood Initiative: why hs it stalled? American Jotienal of Public Health, 1999, 89(4), 480-483, 17. Thaddeus §, Maine D. Too far to walk: matern, and Medicine, 1994, 38(8), 1091-1110. 18. Lee 5, Chib A, Kim JN. Midwives’ cell phone use and health knowledge in rural communities. Journal of Health Communication, 2011, 16(9), 1006-1023. 19. Bongiovanni A. Health Project IV Workshop Jakarta Indoncsia, 1996, Report No. USAID Contract Number HRN-6006-C.00-303 1-00. 20." Claremita M, Susilo: AR, Kharismayekri' M, van Dale J, Vani dee Vieuren ie Introducing # partnership doctor-patient communication guideline to teacher ina culturally hierarchical context of Indonesia, Education for Health, 2013, 26 (3), 147-55. al mortality in context. Social Science

You might also like