You are on page 1of 3

DASAR FILOSOFI 

KEPEMIMPINAN

Pada awalnya manusia menyatu dengan alam. Penyatuan tersebut secara simbolik di
gambarkan dalam bentuk hubungan plasenta yang menempel di pusar bayi. Alam yang
dimaksud adalah rahim sang ibu. Ketika bayi lahir maka pemotongan tali pusar dianggap
sebagai sebuah peristiwa simbolik pemisahan eksistensial sang bayi dengan alam, bahwa bayi
sudah menjadi individu baru dan secara hakiki membawa kebebasan sejati dalam
keberadaannya.
Erich Fromm (Tokoh Psycho Analisa).

Yang menarik dari pernyataan Erich Fromm adalah bahwa untuk “menjadi” manusia
harus dipahami sebagai makhluk yang secara hakiki terlahir dalam kebebasan yang
sempurna.

Kebebasan itu menjadi ciri kemanusiaan kita dan akan menyebabkan alienasi
(keterasingan dari pengalaman kemanusiaan) apabila manusia tidak menjalani hidupnya
dengan ekspresi kebebasan tersebut. Hal ini mengandaikan bahwa hidup sebebas bebasnya
pada dasarnya sama dengan menggunakan hak kesejatiannya sebagai manusia. Dengan
kebebasan sejati yang dimiliki manusia lahirlah tanggung jawab dalam dirinya. Semua
kebebasan harus dipertanggungjawabkan sepenuhnnya. Faktor tanggungjawab ini kemudian
menjadi dasar bahwa semua manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Manusia
memiliki otak untuk berfikir dan hati untuk merasakan. Dua hal yang menjadi energi tindakan
manusia tersebut akan menentukan bagaimana manusia memimpin dirinya dalam kehidupan
untuk kemudian mempertanggung jawabkan tindakannya tersebut.

Namun sungguhpun memiliki kebebasan sejati, kebebasan manusia juga dibatasi oleh
kebebasan manusia lainnya. Jika setiap orang kemudian mendasari tindakannya dengan
kebebasan yang sempurna, akan terjadi kekacauan besar di karenakan setiap orang memiliki
keinginan dan kebutuhan yang berbeda satu sama lain. Untuk bertahan hidup ternyata
manusia harus mengurangi kebebasan sempurnanya karena hanya dengan cara begitu
harmoni sosial bisa diciptakan. Mengurangi kebebasan sempurna bukanlah kelemahan karena
ada aspek kepentingan bersama yang menjadi gantinya. Dalam konteks ini kemudian
dibutuhkan sebuah kesepakatan-kesepakatan atau konsensus yang dasar utamanya adalah
mengurangi sedemikian rupa kebebasan sejatinya dan menggantikannya dengan situasi untuk
“kepentingan umum”.

Munculnya konsensus atau kesepakatan-kesepakatan mengandaikan secara jelas


kepada kita bahwa sebuah “kepemimpinan” sudah bekerja dengan baik. Kepemimpinan
memang menjadi poin penting dalam hukum kausalitas munculnya konsensus. Kalau tidak
ada kepemimpinan maka individu-individu yang merumuskan konsensus hanya sebuah
kerumunan manusia yang memiliki beragam kepentingan. Disini fenomena kepemimpinan
menjadi bermakna filosofis. Kepemimpinan adalah sebuah keharusan sejarah yang timbul
sebagai akibat dari munculnya masyarakat manusia. Di zaman purba ketika semua orang
masih menggunakan bahasa isyarat dan hidup berpindah-pindah, organisasi masyarakat
dalam bentuk yang paling primitif sudah terbentuk secara alamiah. Siapa yang memiliki hak
untuk mendapatkan makanan lebih, siapa yang bertugas mengatur penyelesaian sengketa,
siapa yang berburu, siapa yang memasak, siapa yang mengobati kalau ada anggota suku yang
sakit dan seterusnya adalah dasar dari terbentuknya secara alamiah sebuah organisasi
masyarakat. Dengan sendirinya kebutuhan akan adanya kepemimpinan juga tercipta secara
almiah. Seperti ilustrasi diatas kepemimpinan menjadi penting untuk menata kepentingan
umum dari sebuah masyarakat primitif. Dengan demikian sesungguhnya sampai kapanpun
kepemimpinan tetap dibutuhkan sebagai bagian paling penting bagi manusia untuk bertahan
hidup (Survival).

Lebih jauh, pemimpin yang muncul sebagai sebuah gejala alamiah untuk bertahan
hidup pada awalnya terseleksi secara alamiah juga. Di zaman primitif, semua hal belum di
strukturkan secara fungsional. Orang yang paling sakti, bisa mengobati, mengatur strategi
perang, mengatur strategi berburu, memimpin ritual, menyelesaikan sengketa bisa saja ada
ditangan satu orang yaitu kepala suku. Kepala suku menjadi simbol segalanya bagi
masyarakatnya. Dengan demikian pergantian kepemimpinan didasarkan pada keunggulan
anggota masyarakat tersebut. Tidak ada yang lemah, sakit-sakitan atau bodoh terpilih sebagai
kepala suku. Kepala suku adalah orang yang tangguh dan memiliki keunggulan. Hal ini yang
menjadi dasar bahwa pemimpin adalah excellent personal.

Disinilah kemudian asumsi bahwa semua orang adalah pemimpin menjadi benar dengan
sendirinya. Bahwa secara bawaan manusia pada dasarnya adalah individu pemimpin. Dengan
menjadi manusia saja pada dasarnya dia sudah lansung menjadi pemimpin. Hakekat
penciptaan manusia dimulai dari ketidak mampuan makhluk selain manusia untuk menjadi
pengemban amanah dari sang pencipta. Bawaan ini pada dasarnya muncul karena makhluk
selain manusia diciptakan untuk kepentingan manusia. Interaksi manusia dengan makhluk
lain ini menciptakan ruang kebebasan kepada individu apakah dia akan mengeksploitasi
secara berlebihan atau akan memelihara sebaik mungkin demi harmoni di alam ini. Pilihan
akan kebebasan itu menunjukkan ruang dimana kepepmimpinan setiap manusia bekerja. Jika
manusia menggunakan potensi fikirannya dan hati untuk menimbang baik buruk sikapnya
terhadap alam maka perilakunya akan menjadi jauh lebih bersahabat dengan alam. Bila nafsu
lebih mengendalikan fikiran manusia dan dengan sendirinya potensi fikiran dan hati tidak
dijadikan sebagai pemimpin maka kerusakan alam hanya akibat yang akan diterima manusia.
Kualitas kepemimpinan bawaan individual tersebut menjadi ukuran kualitas seseorang.
Kekhalifahan manusia di ukur dari bagaimana manusia mengembangkan diri dalam
beriteraksi dengan selain dirinya.

Perkembangan manusia di bumi menyebabkan manusia kemudian menemukan tekhnik-


tekhnik pengembangan diri. Pemimpin dan kepemimpianan yang awalnya adalah fenomena
bawaan kemudian dikelola menjadi sesuatu yang bisa di reproduksi. Lembaga-lembaga
pelatihan banyak menyediakan perangkat untuk mencapai keunggulan tersebut. Maka dengan
tidak mengabaikan aspek “bakat”, kepemimpinan bisa diciptakan dengan pelatihan-pelatihan
tertentu.

Disamping kepemimpinan bisa diciptakan dan di reproduksi, kearifan mengajarkan


kita supaya belajar ke alam. Alam terkadang jadi guru adalah ungkapan budaya yang
maknanya dalam sekali. Hampir relevan dengan apa yang dikatakan Paulo Freire bahwa
semua tempat adalah sekolah semua orang adalah guru. Alam menyediakan dirinya untuk di
elaborasi menjadi pengetahuan. Mari sejenak kita segarkan ingatan pada kearifan nenek
moyang kita dalam mengambil pelajaran dari alam. Coba kita tafsirkan beberapa petatah
petitih tentang pemimpin dan kepemimpanan di bawah ini.

Pemimpin sesungguhnya dibatasi otoritasnya oleh etika dan kepatutan moral yang
memberinya mandat kekuasaan. Pemimpin hanya dianggap memiliki kekuasaan sedikit diatas
yang di pimpinnya sehingga tidak perlu menimbulkan kesombongan dan besar kepala.
Pembatasan ini akan menjadi faktor utama untuk menghalangi timbulnya kekuasaan tak
terbatas sang pemimpin sehingga cenderung menjadi tirani dan otoriter.

Pemimpin itu luas wawasannya, arif bijaksana dan pertimbangan-pertimbangannya menjadi


masukan yang sangat berguna bagi orang yang dipimpinnya. Bila seseorang ingin melakukan
sesuatu maka pemimpin memiliki kemampuan untuk memberikan nasehat dan pertimbangan
baik buruknya kepada orang tersebut. Kemudian secara psikologis pemimpin memiliki
kemampuan berkomunikasi yang hangat dan apresiate kepada lawan bicaranya. Sehingga
pemimpin bisa menjadi tempat curhat bagi orang yang dipimpinnya. Orang juga percaya
bahwa pemimpin memiliki kemampuan merumuskan informasi yang diberikan kepadanya
menjadi data yang bisa berguna bagi masyarakatnya secara luas.

Kekuasaan atau otoritas pemimpin digunakan bukan untuk tujuan pribadi namun betul betul
untuk melindungi masyarakat yang dipimpinnya. Kalau pemimpin tersebut kuat maka dia
dijadikan sebagai tameng untuk melindungi masyarakatnya dari rasa tidak aman. Pemimpin
memiliki kemampuan untuk membangun konsensus di tengah masyarakatnya sehingga tidak
ada sengketa yang tidak bisa diselesaikan dengan cara win-win solution. Pemimpin juga bisa
menenangkan hati masyarakatnya, menghibur masyarakatnya bila dalam keadaan galau,
membangkitkan motovasi masyarakatnya dan aspek spikologis lainnya yang dibutuhkan oleh
masyarakat.

Kepemimpinan merupakan sebuah sistem dimana loyalitas dan kepatuhan rasional


masyarakat menjadi dasar dari mandat yang diberikan kepada pemimpin. Relasi antara
pemimpin dengan yang dipimpin tetap saja harus rasional dan masyarakat adalah pemegang
kedaulatan yang paling tinggi. Dengan demikian pemimpin tidak bisa seenaknya membuat
keputusan yang merugikan orang banyak. Bahkan lebih jauh keputusan dan kebijakan
pemimpian harus didasarkan pada kepentingan orang banyak tersebut.

Pemimpin yang baik, peduli pada kepentingan masyarakatnya, menyediakan diri sebagai
problem solver dan sikap positif lainnya wajib hukumnya untuk di patuhi. Loyalitas pada
pemimpian seperti itu justru akan melahirkan masyarakat yang kuat dan sejahtera. Namun
apabila pemimpin kemudian berlaku sewenang-wenang dan meminpin dengan tangan besi
maka wajib juga hukumnya untuk melakukan perlawanan. Pemimpin model kedua ini justru
akan menyengsarakan masyarakat dalam situasi penindasan, kebodohan dan kemiskinan.

8 0

You might also like