You are on page 1of 6

HUBUNGAN PMO (PENGAWAS MENELAN OBAT) DENGAN KEPATUHAN MINUM

OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


SUKARAJA

Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan


oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi. Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau berbagi organ tubuh lain yang terkena parasite yang tinggi. Masalah pada
penderita Tuberkulosis TBC adalah pengobatan yang tidak patuh dan pasien yang bosan
berobat, terkadang penderita memutuskan untuk menghentikan pengobatan disebabkan karena
sudah terlalu lama berobat dan penderita mulai bosan karena tidak kunjung sembuh.
Ketidakpatuhan minum obat dapat menyebabkan resistensi obat yang dapat menimbulkan
kegagalan pengobatan. Dampak apabila pasien putus obat akan mengalami meninges, ginjal,
paru, nodus limfe bahkan kematian (Valita, 2007).
Menurut laporan WHO, Indonesia berada dalam daftar 30 negara dengan beban tuberkulosis
tertinggi di dunia dan menempati peringkat tertinggi ke dua di dunia terkait angka kejadian
tuberkulosis.Insidensi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2018adalah 316 per 100.000
penduduk atau diperkirakan sekitar 845.000 penduduk menderita tuberkulosis pada tahun 2018.

Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) sangat penting untuk mendampingi penderita agar
dicapai hasil pengobatan yang optimal. Tugas seorang PMO adalah agar pasien TBC patuh
dalam pengobatannya oleh karena itu PMO harus mengawasi pasien TBC agar menelan obat
secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
WHO menerapkan Stategi DOTS (Directly Observed Therapy Short Course) atau
pengobatan dengan pengawas langsung. Pengawasan ini dilakukan oleh Pengawas Minum Obat
(PMO), yang bertugas untuk mendampingi pasien dalam menjalani pengobatan sampai tuntas.
Seorang anggota keluarga atau petugas kesehatan yang mudah terjangkau oleh pasien TBC
dapat memainkan peranan sebagai PMO. Peran PMO memang sangat dibutuhkan bagi penderita
TB paru yang dapat menghindari penderita dari kejadian Drop Out dan dapat meningkatkan
kepatuhan penderita dalam berobat dan meminum obatnya tanpa terputus sampai penderita
dikatakan sembuh (Depkes RI, 2011).

Berdasarkan data yang diambil dari puskesmas sukaraja didapatkan data kenaikan jumlah
pasien yang terdiagnosa TB paru . Informasi penting yang perlu dipahami oleh seorang PMO
adalah penyakit TBC bukan penyakit keturunan atau kutukan melainkan disebabkan oleh
kuman TBC yaitu Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan oleh penderita TBC langsung
dari percikan batuk atau bersin bahkan hembusan nafas jika penderita tersebut menderita
Multidrug Resistant Tuberkulosis (MDR-TB), TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur,
harus memahami gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya, cara pemberian
pengobatan pasien berupa tahap intensif dan lanjutan, pentingnya pengawasan supaya pasien
berobat secara teratur, kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) (Depkes RI, 2011). Agar penderita
tuberkulosis patuh minum obat maka diperlukan seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) agar
pengobatan tidak putus di tengah pengobatan karena apabila putus di tengah akan
mengulang lagi dari awal dan pengobatan yang relatif lama.

Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini seluruh penderita TBC didesa Sukaraja pada tahun 2022
sejumlah 87 pasien penderita TBC di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja kecamatan Cikeas
Adapun kriteria populasi adalah sebagai berikut :dengan Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi
yang dapat diambil sebagian sampel (Notoatmodjo, 2012)
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

a. Penderita TBC yang masih dalam program pengobatan di Puskesmas Sukaraja


b. Penderita TBC yang perlu penangaan seorang pengawas menelan obat (PMO)
c. Bersedia menjadi responden
Sampel merupakan bagian dari populasi yang dipilih dengan cara menyeleksi porsi dari populasi
yang dapat mewakili kriteria populasi (Nursalam, 2013). Sampel pada penelitian ini ialah
sebagian keluarga dan penderita TBC.
Rumus sampel :

𝑁
n= 1+
(𝑑)2

sampel yang ada di puskesmas sukaraja 46 sampel

alat ukur
Dalam penelitian ini variabel Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner (daftar pertanyaan).

Untuk variabel kepatuhan dengan memberikan pertanyaan dari kuesioner baku Morinsky
Medication Adherence Scale (MMAS).

Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja .
Waktu Mei 2022 – Juni 2022

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI KURANG


PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS SUKARAJA
Gizi merupakan substansi organikyang dibutuhkan oleh tubuh dan menjadi faktor
yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembangmanusia. Masa kanak-kanak adalah
awal yangbaik untuk pemenuhan gizi karena harusdimulai sedini mungkin (Rachman, Ika,
2016).Besarnya problem gizi pada anak di usia balitamasih menjadi kendala utama bagi
kesehatanmasyarakat karena hampir 50% kematiandisebabkan karena masalah gizi.
(UNICEF.OR, 2018 )
Stunting merupakan sebuah masalahkurang gizi kronis yang disebabkan olehkurangnya asupan
gizi dalam waktu yang cukuplama, hal ini menyebabkan adanya gangguandi masa yang akan
datang yakni mengalamikesulitan dalam mencapai perkembanganfisik dan kognitif yang
optimal. Anak stuntingmempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebihrendah dibandingkan rata-
rata IQ anak normal(Kemenkes RI, 2018)
Berdasarkan data dari Puskesmas Sukaraja diperoleh hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB)
tahun 2021 jumlah anak menurut status gizi menurut BB/U dimulai dari beratba dan sangat
kurang ada 1,1 %, berat badan kurang ada 6,2 %, resiko berat badan lebih 9%.
Populasi dan sampel
Populasi pada penelitian ini adalah Ibu yang memiliki Balita dibawah 5 thn

Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja .
Waktu Mei 2022 – Juni 2022

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN


ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SUKARAJA
ISPA adalah penyakit saluran pernafasan atas dengan perhatian khusus pada radang paru
(Pneumonia), dan bukan penyakit telinga dan tenggorokan. Ispa adalah infeksi saluran
pernafasan akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari
hidung (Saluran Atas) hingga alveoli (Saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Dari data laporan peringkat diagnose penyakit di puskesmas Sukaraja , ISPA juga merupakan
kunjungan terbesar dari 10 urutan penyakit terbanyak yang datang ke puskesmas. Didapatkan
data periode 01 januari 2022 – 31 januari 2022 sebanyak 151 kasus ISPA . dan data dari periode
01 febuari – 28 februari 2022 sebanyak 122 kasus. Dimana sebagian besar penderita ISPA
adalah Balita. faktor yang mempengaruhi kejadian ispa sperti pengetahuan buruk status
imunisasi, kepadatan hunian ventilasi rumah buruk .
Yosomulyo (2004), dalam penelitian yang sama, bahwa kejadian ISPA terkait erat dengan
pengetahuan tentang ISPA yang dimiliki oleh masyarakat khususnya ibu, karena ibu sebagai
penanggung jawab utama dalam pemeliharaan kesejahteraan keluarga. Mereka mengurus rumah
tangga, menyiapkan keperluan rumah tangga, merawat keluarga yang sakit, dan lain sebagainya.
Sesuai dengan penggertian balita, balita yaitu anak yang berusia di bawah 5 tahun merupakan
generasi yang perlu mendapat perhatian, karena balita merupakan generasi penerus dan modal
dasar untuk kelangsungan hidup bangsa, balita amat peka terhadap penyakit, tingkat kematian
balita masih tinggi (Suhandayani, 2008).
Pada masa balita dimana masih sangat tergantung kepada ibunya, sangatlah jelas peranan ibu
dalam menentukan kualitas kesejahteraan anaknya. Karena itu sangatlah diperlukan adanya
penyebaran informasi kepada masyarakat mengenai ISPA agar masyarakat khususnya ibu dapat
menyikapi lebih dini segala hal-hal yang berkaitan dengan ISPA itu sendiri.
Dalam pencegahan ISPA, perawat berperan untuk meningkatkan derajat kesehatan khususnya
bagi keluarga yang mempunyai balita menderita ISPA. Perawat memberikan penyuluhan
tentang ISPA, memotivasi orang tua dan menjelaskan bagaimana penyakit ISPA ini. Perawat
merupakan salah satu tenaga kesehatan sedangkan puskesmas merupakan sarana pelayanan
kesehatan, peran perawat di puskesmas sebagai pelaksana pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang ISPA dengan Upaya Pencegahan ISPA pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja ”
Populasi dan sampel
ibu yang mempunyai anak balita yang mengalami ISPA yang berdomisili di Wilayah Kerja
Puskesmas Sukaraja 2022
Waktu
Mei 2022 – Juni 2022
Lokasi
Puskesmas Sukaraja , jl cikeas raya kecamatan sukaraja kabupaten bogor jawa barat 16710

You might also like