You are on page 1of 10

MAKALAH

FUNGSI HADIS TERHADAP AL-QUR’AN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

Ilmu Hadis

HALAMAN SAMPUL

Disusun oleh:

akbarrullah ( NIM : 22112574 )

PROGRAM STUDI PAI

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2022

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................2

A. Latar Belakang.................................................................................................2

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3

A. Fungsi Hadis Terhadap Al-qur’an...............................................................3

BAB III PENUTUP..........................................................................................................7

Kesimpulan..................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................8

1
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Beberapa hari atau pekan menjelang akhir hayatnya, konon Rasulullah


SAW sempat berwasiat pada sahabatnya (baca umatnya). Diantara wasiat
yang dimaksudkan, menurut sebagian muhaddist ialah hadits berikut :
) ‫ لن تضلو اما تمسكتم بهم كتب هللا و سنة رسو له ( رواه ما لك‬،‫تركت فيكم امرين‬
“Aku tinggalkan untukmu dua hal. Kalian tidak akan sesat selama
berpegang teguh dengan keduanya: Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah
Rasul-Nya”.(H.R. Malik)
Selain membedakan derajat hadits dari Al-Qur’an, hadis pendek diatas
juga mengisyaratkan tentang eratnya pertalian Kitab Allah disatu pihak dan
Sunnah Rasul-Nya dipihak lain. Kenyataannya memang menunjukkan bahwa
kolongan langit ini, tak seorang muslim pun yang dapat mengamalkan Al-
Qur’an tanpa merujuk pada hadis, dan juga tidak aka nada orang yang
membicarakan hadits tanpa menyinggung Al-Qur’an.
Kalau boleh diumpamakan, hubungan Al-Qur’an dengan hadits ibarat
pertalian dua kalimat syahadat yang bersifat talazum (saling tergantung) atau
laksana keterkaitan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga
(ART) dalam sebuah organisasi. Namun demikian, rincian mengenai
keterkaitan diantara keduanya :

B.Rumusan Masalah

1. Apa saja fungsi hadits terhadap Al-Qur’an ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an

Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an secara umum adalah untuk menjelaskan


makna kandungan Al-Qur’an yang sanagat dalam dan global atau li al-
bayan (menjelaskan) sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nahl:44:

ّ ‫وأ نزلنآ إليك‬


)٤٤( ‫الذ كر لتبيّن للنّا س ما ن ّزل إليهم ولعلّهم يتفكر ون‬

Artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan


pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan." (Q.S. An-Nahl: 44).

           Namun kemudian para 'ulama hadits merincinya menjadi 4 fungsi hadits


terhadap Al-Qur'an yang intinya adalah sebagai penjabaran, dalam bahasa ilmu
hadits disebut sebagai bayan, fungsi hadits terhadap Al-Qur'an secara detail ada 4,
yaitu:

1.      Sebagai Bayanul Taqrir

Dalam hal ini posisi hadits sebagai taqrir (penguat) yaitu memperkuat
keterangan dari ayat-ayat Al-Qur'an, dimana hadits menjelaskan secara rinci apa
yang telah dijelaskan oleh Al-Qur'an, seperti hadits tentang sholat, zakat, puasa
dan haji, merupakan penjelasan dari ayat sholat, ayat zakat, ayat puasa dan ayat
haji yang tertulis dalam Al-Qur'an.

Nabi SAW besabda:

‫إنّاهلل يمل للظا لم فاذا أخذه لم يقتله‬

3
“sesungguhnya Allah SWT memanjangkan kesempatan kepada orang-
orang zalim, apa’bila Allah menghukumnya maka Allah tidak akan melepasnya”

Hadist tersebut cocok dengan firman Allah SWT:

‫و كذالك أخذ ربّك اذا أخذ القرى و هي ظالمة‬

“dan begitulah adzabtuhanmu apabila dia menadzab penduduk negeri


yang berbuat zalim”.(QS. Huud: 102).

2.      Sebagai Bayanul Tafsir

Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai tafsir Al-Qur'an. Hadits sebagai tafsir
terhadap Al-Qur'an terbagi setidaknya menjadi 3 macam fungsi, yaitu:

a.       Sebagai Tafshilul Mujmal

Dalam hal ini hadits memberikan penjelasan terperinci terhadap ayat-ayat


Al-Qur'an yang bersifat umum, sering dikenal dengan istilah sebagai bayanul
tafshil atau bayanul tafsir. Contoh: ayat-ayat Al-Qur'an tentang sholat, zakat,
puasa dan haji diterangkan secara garis besar saja, maka dalam hal ini hadits
merincikan tata cara mengamalkan sholat, zakat, puasa dan haji agat umat
Muhammad dapat melaksanakannya seperti yang dilaksanakan oleh Nabi.

b.      Sebagai Takhshishul 'Amm

Dalam hal ini hadits memperkhusus ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat


umum, dalam ilmu hadits sering dikenal dengan istilah bayanul takhshish.
Seperti  dalam Q. S. An-Nisa': 11:

‫لذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ اُأْل ْنثَيَ ْي ِن‬


َّ ِ‫وصي ُك ُم هَّللا ُ فِي َأ ْواَل ِد ُك ْم ۖ ل‬
ِ ُ‫ي‬

Artinya: "Allah mensyariatkan bagimu tentang anak-anak, yaitu: bagian


seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan".

4
Allah berfirman tentang haq waris secara umum saja, maka di sisi lain
hadits menjabarkan ayat ini secara lebih khusus lagi tanpa mengurangi haq-haq
waris yang telah bersifat umum dalam ayat tersebut. Kemudian  dikhususkan
dengan hadits Nabi:

‫نخن ـ معا شر اآلنبياء ـ النورث ما تركناه صد قة‬

“kami kelompok para Nabi tidak meninggalkan harta waris, apa yang kamu
tinggalkan sebagai sedekah”

c.       Sebagai Bayanul Muthlaq

Hukum yang ada dalam Al-Qur'an bersifat mutlak amm (mutlak umum),
maka dalam hal ini hadits membatasi kemutlakan hukum dalam Al-Qur'an.
Seperti dalam Q. S. Al-Maidah: 38:

‫سا ِرقَةُ فَا ْقطَ ُعوا َأ ْي ِديَ ُه َما‬


َّ ‫ق َوال‬
ُ ‫سا ِر‬
َّ ‫َوال‬

Artinya: "Pencuri laki-laki dan perempuan, maka potonglah tangan mereka".

Difirmankan Allah tentang hukuman bagi pencuri adalah potong tangan, tanpa
membatasi batas tangan yang harus dipotong, maka hadits memberi batasan batas
tangan yang harus dipotong.

3.      Sebagai Bayanul Naskhi

Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai pendelete (penghapus) hukum yang
diterangkan dalam Al-Qur'an. Seperti dalam Q. S. Al-Baqarah: 180:

ِ ‫صيَّةُ لِ ْل َوالِ َد ْي ِن َواَأْل ْق َربِينَ بِا ْل َم ْع ُر‬


ۖ ‫وف‬ ِ ‫ض َر َأ َح َد ُك ُم ا ْل َم ْوتُ ِإنْ تَ َر َك َخ ْي ًرا ا ْل َو‬
َ ‫ُكتِ َب َعلَ ْي ُك ْم ِإ َذا َح‬

َ‫َحقًّا َعلَى ا ْل ُمتَّقِين‬

5
Artinya: "Diwajibkan atas kam, apabila seorang di antara kamu
kedatangan maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-
bapak dan karib kerabatnya secara makruf, kewajiban atas orang-orang yang
bertaqwa".

Allah mewajibkan kepada orang yang akan wafat memberi wasiat,


kemudian ayat diatas di naskh dengan hadits Nabi:

‫ق حقّه وال وصيّة لو ارث‬


ٍّ ‫انّ هللا قد أعطى ك ّل ذي ح‬

“sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang mempunyai hak


dan tidak ada wasiat itu wajib bagi waris”

4.      Sebagai Bayanul Tasyri'

Dalam hal ini hadits menciptakan hukum syari'at yang belum dijelaskan
secara rinci dalam Al-Qur'an. Contoh untuk bagian ini yaitu hadits Rasulullah
SAW tentang zakat fitrah:

‫فر ض زكاة الفطر من رمضان عل لناس صاعا‬:‫ أنّ رسول هللا ص ّل هللا عليه وسلّم‬،‫عن ابن عمر‬
‫أو أنش من المسامين‬،‫أو صا عا من شعير عل ك ّل ح ّر‬،‫من تمر‬

“bahwasannya Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat


islam pada bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang,
baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”

Dengan demikian sesuai dengan Al-Qur’an, firman Allah SWT:

‫خذ من أموالهم صد قة تط ّهر هم وتزكيهم‬

“apabila zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka”(Q.S. al-Taubah: 103)

Bahwasannya hadis-hadis Rasulullah SAW yang berupa tambahan


terhadap Al-Qur’an, merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidak

6
boleh menolak atau mengingkarinya dan ini bukanlah sikap mendahului Al-
Qur’an melainkan semata-mata karena perintah-Nya.

7
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari tulisan ini, ada tiga kesimpulan yang ingin disampaikan :

Pertama, antara Hadist dan al-Qur’an, jelas ada pertalaian hubungan yang
erat, dan karena satu sama lain tidak dapat dipisahkan kedatipun antara
keduanya bisa dibedakan dari berbagai aspeknya.

Kedua, kewajiban mengamalkan hadist disamping al-qur’an, bukan semata-


mata karena diperintakan oleh al-Qur’an dan Hadits itu sendiri, melainkan
juga disebabkan kebutuhan umat islam kepadanya sangat besar.

Ketiga, kedudukan al-Qur’an sebagai salah satu alat pengukur (instrument)


bagi kebenaran makna suatu Hadits, agaknya begitu penting dan karenanya
perlu mendapat perhatian serius.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abdur rahman, Asjmuni, Pengembangan Pemikiran Terhadap


Hadis, Yogyakarta: LPPI, 1996.

Al-Malik, Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2006.

Ichwan, Muhammad Nor, membahas ilmu-ilmu hadis, Semarang: Rasail Media


Group,2013.

Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, 2012.

You might also like