You are on page 1of 40

MAKALAH

PENATALAKSANAAN KERACUNAN

DISUSUN OLEH:

ROSNIDA DELSI

1948201119

6B FARMASI

DOSEN PEMBIMBING:

APT, DINI MARDIYANI. M. FARM.,

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ABDURRAB

PEKANBARU

2022

1
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN ........................................................................................4

LATAR BELAKANG ..................................................................................4

RUMUSAN MASALAH ..............................................................................5

TUJUAN .......................................................................................................5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................8

LATAR BELAKANG ..................................................................................8

GEJALA, PEMERIKSAAN SERTA PENATALAKSANAAN KERACUNAN PADA


MAKANAN DAN MINUMAN ...................................................................8

TABEL 1 TATA LAKSANA KHUSUS UNTUK KERACUNAN MAKANAN AKIBAT


BAKTERI .....................................................................................................10

TABEL 2 TATA LAKSANA KHUSUS UNTUK KERACUNAN MAKANAN AKIBAT


PARASIT ......................................................................................................14

TABEL 3 TATA LAKSANA KHUSUS UNTUK KERACUNAN MAKANAN AKIBAT


NONINFEKSIUS .........................................................................................14

PEMERIKSAAN SERTA PENATALAKSANAAN KERACUNAN PESTISIDA


INSEKTISIDA DAN LAIN-LAIN GOLONGAN ORGANOFOSFAT GOLONGAN
KARBONAT GOLONGAN ORGANOKLORIN GOLONGAN PIRETRIN 15

GEJALA, PEMERIKSAAN SERTA PENATALAKSANAAN KERACUNAN OBAT


ASETAMINOFEN23 TEOFILIN ................................................................24

PEMERIKSAAN SERTA PENATALAKSANAAN KERACUNAN OBAT SEDATIF


HIPNOTIKA AMFETAMIN DAN TURUNANNYA .................................25

2
HIPNOTIKA .................................................................................................25

AMFETAMIN ..............................................................................................28

GEJALA, PEMERIKSAAN SERTA PENATALAKSANAAN KERACUNAN OBAT


NARKOTIKA MORFIN HEROIN DAN PUTAU, SABU SABU, DLL ....30

GEJALA PEMERIKSAAN SERTA TATALAKSANA KERACUNAN LOGAM BERAT DAN


GAS MERKURI TIMAH ARSEN DAN KADMIUM DAN LAIN-LAIN. . 31

GEJALA PEMERIKSAAN SERTA PENATALAKSANAAN KERACUNAN BAHAN-


BAHAN YANG DIGUNAKAN DALAM RUMAH TANGGA, BISA ULAR, SERANGGA,
LABA-LABA ...............................................................................................34

BAB III

PENUTUP .....................................................................................................38

KESIMPULAN .............................................................................................38

SARAN .........................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................39

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Senyawa yang bersifat toksik (racun) didefinisikan sebagai suatu bahan yang dapat
menyebabkan timbulnya respon merugikan pada sistem biologis, kerusakan fungsi yang
fatal, atau kematian (Klaassen, 2008). Keracunan memiliki dampak negatif, baik terhadap
kesehatan maupun sosio-ekonomi, seperti mengakibatkan penderitaan (rasa sakit),
penurunan produktivitas dan pendapatan, serta peningkatan biaya perawatan kesehatan
(DiPiro et al., 2008).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien
keracunan, antara lain oleh Chen, et al. (2010) dengan perolehan data berupa rasio
pria:wanita (1:1,04), usia rata-rata pasien keracunan (33,8 tahun), serta agen toksik
penyebab keracunan yang meliputi alkohol (54,55%), terapi obat (25,95%), pestisida
(5,65%), dan penyalahgunaan obat (4,88%).

Situasi gawat darurat bisa dialami oleh siapa saja, dalam kondisi seperti itu
seseorang perlu tanggap untuk melakukan pertolongan pertama. Salah satu kejadian
gawat darurat yang bisa mengancam nyawa manusia adalah keracunan makanan.
Makanan siap saji selalu mengalami proses penyediaan, pemilihan bahan mentah,
pengolahan, penyimpanan, pengangkutan sampai penyajian. Dari semua tahapan tersebut
masing-masing memiliki resiko penyebab terjadinya keracunan makanan apabila tidak
dilakukan pengawasan makanan secara baik dan benar (Kemenkes RI, 2012). Makanan
yang tidak dikelola dengan baik dan benar oleh konsumen makanan dapat menimbulkan
dampak negatif seperti penyakit dan keracunan akibat bahan kimia, mikroorganisme,
tumbuhan atau hewan, serta dapat pula menimbulkan alergi. Akibat keracunan makanan
ini masyarakat melakukan pertolongan pertama dengan cara memberikan minum air putih
yang dan memuntahkan makanan sebelum dibawa ke pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut.

4
Penyebab dari keracunan makanan disebabkan karena bahan makanan yang sudah
kadaluwarsa, tidak mencuci bahan makanan dengan bersih, pengolahan makanan yang
salah atau tidak higienis. Faktor-faktor tersebut terjadi karena pengolah makanan yang
kurang teliti dalam memilih bahan makanan dan kurang memperhatikan kebersihannya,
makanan yang dihidangkan diambil sampel oleh pihak yang berwenang dan setelah
dilihat hasil laboratoriumnya makanan tersebut mengandung bakteri Escherichia Coli.
Keracunan makanan di rumah tangga pada umumya terjadi pada saat pesta keluarga
seperti pesta pernikahan, khitanan, aqiqah, tahlilan, dan lain-lain. Pada acara tersebut
makanan yang disajikan dikelola oleh rumah tangga itu sendiri dengan dibantu para
tetangga dengan manajemen pengolahan pangan yang kurang baik dan tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip keamanan pangan. (BPOM RI, 2012).
Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan individu, kelompok dan masyarakat (Notoatmojo, 2007).

Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme pengganggu


tumbuhan yang dianggap paling menjanjikan harapan. Pestisida telah digunakan sekitar
500 tahun sebelum masehi. Sulfur merupakan pestisida pertama. Arsen, air raksa, dan
timah hitam digunakan sekitar abad ke-15 untuk membasmi serangga pengganggu.
Diklorodifenitrikloroetan (DDT) ditebar pada tahun 1939 (Arisman, 2012).
Berdasarkan data Puskesmas Cepogo (2014), terdapat satu orang petani menderita
keracunan pestisida di Dusun Banjarrejo Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.
Pasien merasakan badan lemas, mual, muntah disertai kepala pusing setelah melakukan
penyemprotan pestisida pada tanaman tomat tanpa disertai alat pelindung diri yang
lengkap.
Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keracunan pestisida
pada petani. Tampudu, dkk (2010), menyimpulkan bahwa kadar aktivitas cholinesterase
darah mengalami penurunan, dimana faktor-faktor eksternal yang berupa konsentrasi
pestisida, lama kontak, masa kerja, luas lahan, cara menyemprot, frekuensi penyemprotan
dan penggunaan alat pelindung diri berperan dalam menurunkan aktivitas cholinesterase
darah atau mengakibatkan keracunan.

5
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan
makanan dan minuman?
2. Bagaimana cara mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan
pestisida, insektisida dll ; Gol. organofosfat - Gol. karbamat - Gol. Organoklorin -
Gol. Piretrin?
3. Bagaimana cara mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan
obat ; Asetaminofena - OAINS - Teofilina - Digitalis - Antibiotika ?
4. Bagaimana cara mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan
obat ; Sedatif hipnotika - Amfetamin & turunannya - Obat psikotropika?
5. Bagaimana cara mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan
obat narkotika ; Obat narkotika : morfin, heroin, putauw, sabu-sabu, dll?
6. Bagaimana cara mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan
logam berat dan gas ; Merkuri, timah, arsen dan kadmium dll. – Karbonmonoksida?
7. Bagaimana cara mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan
Bahan – bahan yang digunakan dalam rumah tangga, Bisa ular, serangga, laba-laba
dll?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan makanan
dan minuman
2. Untuk mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan pestisida,
insektisida dll ; Gol. organofosfat - Gol. karbamat - Gol. Organoklorin - Gol. piretrin
3. Untuk mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan obat ;
Asetaminofena - OAINS - Teofilina - Digitalis - Antibiotika –
4. Untuk mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan obat ;
Sedatif hipnotika - Amfetamin & turunannya - Obat psikotropika
5. Untuk mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan obat
narkotika ; Obat narkotika : morfin, heroin, putauw, sabu-sabu, dll

6
6. Untuk mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan logam berat
dan gas ; Merkuri, timah, arsen dan kadmium dll. – Karbonmonoksida
7. Untuk mengetahui gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan Bahan –
bahan yang digunakan dalam rumah tangga, Bisa ular, serangga, laba-laba dll

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LATAR BELAKANG
1. Pengertian keracunan
Racun adalah bahan yang jika tertelan, terhirup, teresap ke dalam kulit
(misalnya, dari tanaman), atau tersuntikan (misalnya, dari sengatan serangga),
bisa menyebabkan penyakit, kerusakan, dan kadang-kadang kematian (Jones &
Bartlett, 2007). Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak
sel dan sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Keracunan
makanan adalah keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau
makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh
(Junaidi, 2011). Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah
menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang
terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Junaidi, 2011).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa keracunan
adalah keadaan darurat yang dapat merusak sel dan sebagian fungsi tubuh akibat
masuknya suatu zat atau makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan
beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri.
Gejala keracunan sangat bervariasi, tergantung titik tangkap dan cara masuknya
racun yang bersangkutan.

2. Gejala, pemeriksaan serta penatalaksanaan keracunan


1. Keracunan pada makanan dan minuman
a. Gejala

Gejala-Gejala Keracunan Makanan

 Tubuh terasa lemah.


 Kurang nafsu makan.
 Mual dan muntah.
 Sakit atau kram perut.
 Diare.

8
 Demam.
 Sakit kepala.
b. Pemeriksaan
Salah satu cara mendiagnosis keracunan makanan adalah
melalui pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap
sampel urine, darah, feses, sekret atau kerokan kulit yang bisa dilakukan
melalui pemeriksaan secara mikroskopis, pembiakan, maupun pengecatan.

c. Penatalaksanan
Tata Laksana Umum
Tata laksana yang secara umum dapat diberikan pada pasien dengan
keracunan makanan adalah rehidrasi, obat-obatan antidiare dan antiemetic.

Rehidrasi

Rehidrasi dapat diberikan menggunakan cairan rehidrasi oral yang telah


distandarisasi oleh WHO. Larutan ini mengandung elektrolit dan
karbohidrat yang seimbang. Terapi ini terbukti dapat
menangani dehidrasi pada segala kelompok usia, terutama pada anak
dengan risiko dehidrasi yang lebih tinggi.
Untuk anak, jumlah cairan yang diberikan adalah:

 Pasien tanpa dehidrasi → 5 – 10 mL/kg setiap diare cair atau


muntah

 Dehidrasi ringan-sedang → 75 mL/kg dalam 3 jam dan 5 – 10


mL/kg setiap diare cair atau muntah

 Dehidrasi berat → pasien dibawah 12 bulan: 30 mL/kg dalam 60


menit, dilanjutkan 70 mL/kg dalam 5 jam berikutnya; pasien diatas 12
bulan: 30 mL/kg dalam 30 menit, dilanjutkan 70 mL/kg dalam 5 jam
berikutnya

9
Anak yang sedang diberikan ASI dapat terus melanjutkan ASI. Pemberian
cairan lain seperti jus, minuman bersoda, atau minuman elektrolit untuk
olahraga sebaiknya dihindari. Pasien dewasa dapat diberikan cairan
sebanyak yang dapat diberikan (kira-kira 3 sampai 4 liter dalam satu hari).

Antidiare dan Antiemetik

Antidiare seperti antimotilitas, antikolinergik, maupun adsorben tidak


direkomendasikan diberikan kepada anak, terutama anak berusia di bawah
2 tahun. Akan tetapi, pemberian loperamide dan bismuth subsalisilat
dinilai efektif pada pasien dewasa dengan diare.
Penggunaan antiemetik pada anak dapat mengurangi gejala, kebutuhan
rawat inap, dan pemberian cairan melalui intravena. Ondansentron dosis
tinggal pada anak dapat digunakan untuk mengurangi muntah.
Tata Laksana Khusus
Tata laksana khusus untuk keracunan makanan  yang belum diketahui
penyebabnya adalah pemberian antibiotik empiris.

Antibiotik Empiris

Antibiotik empiris dapat diberikan pada kasus keracunan makanan yang


mengalami demam, tanda penyakit invasif, gejala menetap lebih dari satu
minggu, atau membutuhkan rawat inap. Antibiotik yang diberikan adalah
fluoroquinolon untuk dewasa dan kotrimoksazol pada anak.
Tata Laksana Khusus untuk Keracunan Makanan Akibat Bakteri

Keracunan makanan yang diakibatkan oleh Clostridium


perfringens, Enterohemorrhagic E. coli, dan staphylococcus aureus tidak
memiliki tata laksana spesifik. Tata laksana khusus untuk penyebab
bakterial lainnya dapat dilihat pada table.
Tabel  1 Tata Laksana Khusus untuk Keracunan Makanan Akibat Bakteri

Patogen Tata Laksana Khusus

10
Bacillus anthracis Penisilin atau ciprofloxacin

Bacillus cereus Suportif

Rifampin
dan doxycycline selama
minimal 6 minggu atau
rifampin, tetracycline dan
aminoglikosida untuk
Brucella infeksi dengan komplikasi

Campylobacter Erithromycin atau quinolon


jejuni jika ada infeksi berat

Antitoxin IV berguna jika


diberikan saat awal,
persiapan ventilasi
Clostridium mekanik jika terjadi gagal
botulinum respirasi

Enteropathogenic
Escherichia Antibiotik jika ditemukan
coli (EPEC) diare persisten

Enterotoxigenic Rifaximin, fluorokuinolon,


Escherichia atau azithromycin jika
coli (ETEC) terjadi infeksi berat

Listeria Ampicillin untuk infeksi


monocytogenes invasif

Ciprofloksasin, ceftriaxon,
dan kotrimoksazol untuk
pasien dengan risiko tinggi
Salmonella infeksi berat

11
Antibiotik untuk infeksi
Shigella berat

Tetracycline atau
doxycycline untuk dewasa,
kotrimoksazol untuk anak
di bawah 8 tahun (pada
kasus yang telah
Vibrio cholera dikonfirmasi)

Antibiotik diperlukan
untuk kasus dengan
komplikasi

●     Tetracycline untuk


kasus ringan

●     Sefalosporin generasi


Vibrio ketiga untuk bakteremia
parahaemolyticus

Tetracycline, doksisiklin,
dan seftazidim jika infeksi
Vibrio vulnificus berat

Flurokuinolon,
aminoglikosida,
kotrimoksazol, dan
sefalosporin generasi
ketiga jika terdapat infeksi
Yersinia berat

Tata Laksana Khusus untuk Keracunan Makanan Akibat Virus

12
Keracunan makanan akibat hepatitis A dan rotavirus tidak memerlukan
tata laksana spesifik. Keracunan makanan akibat norovirus dapat ditata
laksana menggunakan nitazoksanid.

Tata Laksana Khusus untuk Keracunan Makanan Akibat Parasit

Tata laksana khusus untuk keracunan makanan akibat parasit dapat dilihat
pada tabel.

Tabel 2 Tata Laksana Khusus untuk Keracunan Makanan Akibat Parasit

Patogen Tata Laksana Khusus

Pungsi lumbal dan analgetik


untuk meningitis eosinofilik,
kortikosteroid,
antihelmintik, pembedahan
untuk mengambil cacing di
Angiostrongylus mata (hanya untuk infeksi
cantonensis berat)

Albendazole atau
pembedahan untuk
Anisakiasis mengambil larva

Cryptosporidium Nitazoksanid

Kotrimoksazol (lini
pertama); siprofloksasin atau
Cyclospora nitazoksanid (untuk pasien
cayetanesis alergi sulfametoksazol)

Metronidazole + agen
Entamoeba luminal (iodoquinol atau
histolytica paromomisin)

13
Metronidazole, tinidazol,
Giardia lamblia atau ornidazol

●      Dewasa: pirimetamin +


sulfadiazin + asam folinit
(luekovorin)

●      Hamil trimester


pertama dan kedua:
spiramisin

●      Hamil trimester ketiga:


pirimetamin + sulfadiazin +
leukovorin

●      Infeksi kongenital:


pirimetamin + leukovorin
Toxoplasma selama 1 tahun
gondii

Antiparasit
(mebendazole atau
albendazole) + steroid untuk
Trichinella infeksi berat

Tata Laksana Khusus untuk Keracunan Makanan Noninfeksius

14
Kebanyakan penyebab noninfeksius tidak memerlukan tata laksana
khusus. Penyebab noninfeksius yang membutuhkan tata laksana khusus
dan tata laksananya dapat dilihat pada tabel

Tabel 3 Tata Laksana Khusus untuk Keracunan Makanan Noninfeksius

Patogen Tata Laksana khusus

Whole bowel irrigation dengan


polyethylene glycol jika pasien
kooperatif dan sadar penuh, terapi
Arsenik kelasi

Nitrit Methylene blue

Pestisida Atropin dan/atau pralidoksim

Antihistamin atau epinefrin untuk
Scombroid kasus berat

Toksin Manitol IV ketika ada gangguan


ciguatera neurologis berat

Toksin
pada hewan Suportif, pada kasus paralitik
laut membutuhkan ventilasi mekanik

Toksin
jamur kerja Suportif, pada kasus berat
lambat membutuhkan ventilasi mekanik

2. Gejala, pemeriksaan serta penatalaksanaan keracunan pestisida, insektisida dll


; Gol. organofosfat - Gol. karbamat - Gol. Organoklorin - Gol. Piretrin
a. Gejala dan tanda keracunan

No Jenis pestisida Gejala dan tanda

15
1. insektisida
Ororganoklorin Mual, muntah, gelisah, pusing
lemah, rasa geli atau menusuk
pada kulit, kejang otot, hilang
koordinasi, tidak sadar.

Oraganofosfat dan Lelah, sakit kepala, pusing,


karbamat hilang selera makan, mual,
kejang perut, diare, penglihatan
kabur, keluar air mata, keringat,
air liur berlebih, tremor, pukul
mengecil, denyut jantung lambat,
kejang otot tidak sanggup
berjalan ku rasa tidak nyaman
dan sesak, buang air besar dan
kecil tidak terkontrol tidak sadar
dan kejang-kejang, inkontinensi.

Piretroid sintetik
Iritasi kulit, pedih Rhoma rasa
terbakar, gatal-gatal, rasa mati
rasa inkoordinasi, lima, salivasi,
muntah diare, iritasi pada
pendengaran dan perasa.

Piretroid derivate
tanaman piretrum dan

16
piretrin Alergi, iritasi kulit dan asma

Insektisida anorganik
asam borat dan borat Iritasi kulit kulit kemerahan,
pengelupasan, gatal-gatal pada
kaki, bokong dan kemaluan
iritasi saluran pernafasan dan
sesak nafas.

Inaktisida mikroba
bacillus thuringiensis Radang saluran pencernaan

DEET repellent
Iritasi kulit kulit kemerahan,
melepuh hingga nyeri, iritasi
mata comafusin, perubahan
emosi.
2. Hirbisida Iritasi pada kulit, maka, saluran
pencernaan.

Herbisida Pertumbuhan abnormal pada


biperidil perut, lensa dan kornea mata,
parakuat mukosa hidung, kerusakan paru-
paru ginjal hati dan otak.

Dikuat Gangguan dan Samata dan


dinding saluran usus, gelisah
rumah mengurangi sensitifitas

17
terhadap rangsangan.

Dikuat atau parakuat Iritasi pada membran mukosa


mulut kerongkongan dan perut,
muntah, iritasi kulit dan terasa
terbakar, mimisan rumah radang
pada mulut dan saluran
pernapasan atas.

Klorfenoksi herbisida
Iritasi tingkat sedang pada kulit
dan membran mukosa rasa
terbakar pada hidung sinus dan
dada batu iritasi perutku mual
muntah perut dan dada sakit,
diare, pusing, bingung, tidak
sadar.
Herbisida arsenik:
Amsar dan motar Pertumbuhan berlebih
pada epidermis,
pengelupasan kulit,
produksi cairan berlebih
pada muka, kelopak mata
dan pergelangan kaki,
garis putih pada kuku,
kehilanganku, rambut
rontok, bercak merah
pada membran mukosa.
Kerusakan saluran pencernaan:
radang mulut dan kerongkongan,
perut terasa nyeri terbakar, haus,
muntah, diare berdarah.

18
Kerusakan sistem saraf
pusat pusing sakit kepala,
lemah, kejang otot, suhu
tubuh turun, lambat,
mengigau, kejang-kejang

Kerusakan hati: kulit


kering

Kerusakan darah: pengeluaran


sel darah merah, putih dan
platelet darah
3. Fungsida Iritasi pada membran
mukosa

Pengawet kayu Iritasi pada kulit hingga


kreosot (coal dermatitis, iritasi pada
tar) mata dan saluran
pernapasan, kerusakan
hati parah sakit kepala
pusing, mual muntah,
timbul bercak biru
kehitaman sampai hijau
kecoklatan pada kulit.

Pentaklorofenol
Iritasi kulit mata dan
saluran pernapasan
menimbulkan rasa kaku
pada hidung, tenggorokan
gatal, keluar air mata,

19
berjerawat.
Demam sakit kepala sama
mual berkeringat banyak,
hilangnya koordinasi,
kejang-kejang, demam
tinggi, kejang otot dan
tremor sulit bernapas
kontriksi dada nyeri perut
dan muntah, gelisah,
eksitasi dan bingung,
Arsenik harus hebat.

Mual, sakit kepala, diare, nyeri


perut, pusing, kejang otot,
mengigau, kejang-kejang.
4. Rodentisida kumarin Kronis sakit kepala menetap
rumah sakit perut, salivasi, dan
mengiritasi saluran pernapasan
atas nama perdarahan pada
hidung koma-koma kencing
berdarah, feses berlendir timbul
bercak biru kehitaman sampai
hijau kecoklatan pada kulit.

Indadion
Kerusakan saraf, jantung dan
sistem sirkulasi, hemoragik,
kematian pada hewan pada
manusia belum ada dampak yang
dilaporkan
Seng sulfat
Diare komen nyeri perut, mual

20
muntah,, teh eksitasi, rasa dingin,
hilang kesadaran, edema paru,
iritasi hebat, kerusakan paru-paru
hati ginjal dan sistem saraf pusat,
kematian.
Strikhnin

Kerusakan sistem saraf dalam


20-30 menit kejang-kejang hebat,
kesulitan pernapasan, meninggal
5. Fumigan Sakit kepala, pusing, mual,
muntah.

Sulfur Florida Depresi, sempoyongan, gagap


omahmu alqomah muntah, nyeri
lambung, gelisah, mati rasa,
kedutan, kejang-kejang, nyeri
dan rasa dingin di kulit,
kelumpuhan pernapasan.

Fosfin
Rasa dingin, nyeri dada, diare,
muntah karena batuk dada sesak
sukar bernapas, lemas, haus dan
Lisa, nyeri lambung, hilangnya
koordinasi, kulit kebiruan nyeri
tungkai, perbesaran pupil, timbul
cairan pada paru-paru, kejang-
kejang, dan kematian.
Halokarbon
Kulit kemerahan,
melepuh dan pecah-pecah
menimbulkan kulit kasar

21
dan luka.
Lemah, gagap, bingung, tremor,
kejang-kejang seperti epilepsi.

b. Tanda peringatan
Semua pestisida toxic. Perbedaan kitas adalah pada derajat atau
tingkat toksisitas. Pestisida akan berbahaya jika terjadi paparan yang
berlebih titik pada label kemasan pestisida terdapat empat tanda-tanda
peringatan yang menunjukkan derajat pestisida tersebut. Tanda peringatan
ini menunjukkan potensi resiko penggunaan pestisida bukan keampuhan
produk pestisida.

c. Penanganan keracunan pestisida


Setiap orang yang pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida
seperti petani, buruh penyemprot dan lain-lain harus mengenali gejala dan
tanda keracunan pestisida dengan baik titik tindakan pencegahan lebih
baik dilakukan untuk menghindari keracunan. Setiap orang yang
berhubungan dengan pestisida harus memperhatikan hal-hal berikut:

 Kenali gejala dan tanda keracunan pestisida dari pestisida yang


sering digunakan.

 Jika diduga keracunan, korban segera dibawa ke rumah sakit atau


ke dokter terdekat.

 Identifikasi pestisida yang Mama pari korban, berikan informasi


ini pada rumah sakit atau dokter yang merawat.

 Bagan label kemasan pestisida tersebut titik pada label tertulis


informasi pertolongan pertama penanganan korban.

22
 Tindakan darurat dapat dilakukan sampai pertolongan datang atau
korban dibawa ke rumah sakit.

d. Petunjuk yang harus di ikuti pengguna pestisida


 selalu menyimpan pestisida dalam wadah asli yang berlabel.
 jangan menggunakan mulut untuk meniup lubang pada alat semprot
 jangan makan minum atau merokok pada tempat penyemprotan dan
sebelum mencuci tangan.

3. Gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan obat ; Asetaminofena -


OAINS - Teofilina - Digitalis – Antibiotika

1. Asetaminofena
a. Gejala
 keracunan yang disebabkan oleh penggunaan
obat parasetamol (asetaminofen) yang berlebihan. Kebanyakan orang
hanya memiliki sedikit gejala atau gejala tak spesifik pada 24 jam
pertama setelah overdosis. Gejala ini dapat berupa rasa lelah, sakit perut,
atau mual. Setelah beberapa hari tanpa gejala, biasanya muncul kulit
kekuningan, masalah pembekuan darah, dan kebingungan sebagai akibat
dari gagal hati. Komplikasi tambahan termasuk gagal
ginjal, pankreatitis, gula darah rendah, dan asidosis laktat. Jika tidak
terjadi kematian, penderita cenderung pulih sepenuhnya dalam waktu
lebih dari beberapa minggu. Jika penderita tidak diobati, pada beberapa
kasus akan pulih dengan sendirinya, tetapi pada kasus lain dapat
menyebabkan kematian.
Keracunan parasetamol dapat terjadi secara tidak sengaja atau sebagai
upaya untuk bunuh diri. Faktor risiko keracunan ini
termasuk alkoholisme, malagizi, dan mengonsumsi sejumlah obat-
obatan lainnya. Kerusakan hati bukan disebabkan oleh parasetamol itu

23
sendiri, tetapi akibat dari salah satu metabolitnya, N-asetil-p-
benzokuinona imina (NAPQI). NAPQI menguras glutation hati dan
secara langsung merusak sel-sel di dalam hati. Diagnosis didasarkan
pada kadar parasetamol dalam darah pada waktu tertentu setelah obat
dikonsumsi. Nilai-nilai yang diperoleh sering diplotkan pada nomogram
Rumack-Matthew untuk menentukan tingkat perhatian bagi tenaga
profesional kesehatan terkait terapi yang akan diberikan.

b. Penanganan
Perawatan mencakup pemberian arang aktif jika orang tersebut
mencari bantuan medis segera setelah overdosis. Upaya memaksa
orang tersebut untuk muntah tidak dianjurkan Jika terdapat potensi
toksisitas, maka direkomendasikan
antidot asetilsistein. Pengobatan umumnya diberikan setidaknya
selama 24 jam. Perawatan psikiatri mungkin diperlukan setelah
pemulihan. Transplantasi hati mungkin diperlukan jika kerusakan
hati yang parah. Kebutuhan untuk transplantasi sering kali
didasarkan pada pH darah yang rendah, laktat darah yang tinggi,
pembekuan darah yang buruk, atau ensefalopati hepatik yang
signifikan. Dengan pengobatan dini, maka gagal hati jarang terjadi.
Kematian terjadi pada sekitar 0,1% kasus.

2. Teofilin
a. Gejala
Terjadi dalam 1/2 -2 jam setelah ingesti

 Mual, muntah
 Eksitasi psikomotor
 Pucat, berkeringat
 Takipnea, takikardi
 Tremor otot

24
 Keracunan berat di tandai dengan: koma, kejang, depresi
nafas, Aritmia jantung, hipotensi dan rhabdomiolisis
 Dapat terjadi takiaritmi atrial/ventrikel, termasuk VF
 Pada keracunan akut: hipotensi, ketosis, asidosis metabolic,
hiperamilasemia, hiperglikemia, hipokalemi , hipokalsemi,
hipofosfatemi.

b. Penanganan
 Karbon aktif dosis berulang
 Irigasi usus seluruhnya
 Arti emetik
 Benzodiazepin dan barbiturat untuk tetapu kejang dan
hiperktivitas neudromuskular
 Paralisis farmakologik bila refrakter
 Takiaritmia diobati dengan : propanolol i.v.
 SVT diterapi dengan beta-1 bloker selektif (esmolol)
 VT dengan lidokai atau anti Aritmia lainnya
 Hipotensi: ekspansi volum dan agonis (norepinefrin).

4. Gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan obat ; Sedatif hipnotika


- Amfetamin & turunannya - Obat psikotropika
a. Hipnotika
1. Gejala
Pemakaian sedativa-hipnotika dalam dosis kecil dapat menenangkan,
sedangkan dalam dosis besar dapat membuat orang  tertidur. Gejala
akibat pemakaiannya adalah awalnya gelisah, mengamuk lalu
mengantuk, malas, daya pikir menurun, bicara dan tindakan lambat.

25
2. Penanganan
TERAPI NON-FARMAKOLOGI INSOMNIA
Penanganan terapi non farmakologi terdiri dari cognitive and
behavioral therapy meliputi: sleep hygine, sleep restriction atau
pembatasan tidur, relaxation therapy atau terapi relaksasi dan stimulus
control therapy.
 Sleep Hygine
Sleep hygine adalah salah satu komponen terapi perilaku
untuk insomnia. Beberapa langkah sederhana dapat diambil untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur pasien. Langkah –
langkah ini meliputi : 2 Mencuci muka, sikat gigi, buang air kecil
sebelum tidur, tidur sebanyak yang dibutuhkan, berolahraga secara
rutin minimal 20 menit sehari, idealnya 4-5 jam sebelum waktu
tidur, hindari memaksa diri untuk tidur, hindari caffeine, alkohol,
dan nikotin 6 jam sebelum tidur , hindari kegiatan lain yang tidak
ada kaitannya dengan tidur kecuali hanya untuk sex dan tidur.
 sleep restriction
Membatasi waktu di tempat tidur hanya untuk tidur sehingga
dapat meningkatkan kualitas tidur. Terapi ini disebut pembatasan
tidur. Hal ini dicapai dengan rata-rata waktu di tempat tidur
dihabiskan hanya untuk tidur. Pasien dipaksa untuk bangun pada
waktu yang ditentukan walaupun pasien masih merasa mengantuk.
Ini mungkin membantu tidur pasien yang lebih baik pada malam
berikutnya karena kurang tidur dari malam sebelumnya.
Sleep restriction ini didasarkan atas pemikiran bahwa waktu
yang terjaga di tempat tidur adalah kontraproduktif sehingga
mendorong siklus insomnia. Maka tujuannya adalah untuk
menigkatkan efisiensi tidur sampai setidaknya 85% . awalnya
pasien disarankan ke tempat tidur hanya pada saat tidur. Kemudian
mereka diijinkan untuk meningkatkan waktu terjaga di tempat tidur
15 – 20 menit permalam setiap minggu, asalkan efisiensi tidur

26
melebihi 90%. Waktu di tempat tidur berkurang sebesar 15 - 20
menit jika efisiensi tidur dibawah 90%.
 relaxation therapy
Relaxation therapy meliputi relaksasi otot progresif, latihan
pernafasan dalam serta meditasi. Relaksasi otot progresif melatih
pasien untuk mengenenali dan mengendalikan ketegangan dengan
melakukan serangkaian latihan , pada latihan perrnafasan dalam
maka pasien diminta untuk menghirup dan menghembuskan nafas
dalam perlahan – lahan.

 stimulus control therapy


stimulus control therapy terdiri dari beberapa langkah
sederhana yang dapat membantu pasien dengan gejala insomnia,
dengan pergi ke tempat tidur saat merasa mengantuk, hindari
menonton TV, membaca, makan di tempat tidur. tempat tidur
hanya digunakan untuk tidur dan aktivitas seksual. jika tidak
tertidur 30 menit setelah berbaring, bangun dan pergi ke ruangan
lain dan melanjutkan teknik relaksasi, mengatur jam alarm untuk
bangun pada waktu tertentu setiap pagi, bahkan pada akhir pecan,
hindari bangun kesiangan, hindari tidur siang panjang di siang hari.
TERAPI FARMAKOLOGI INSOMNIA
Prinsip dasar terapi pengobatan insomnia yaitu, Jangan menggunakan
obat hipnotik sebagai satu-satunya terapi, pengobatan harus
dikombinasikan dengan terapi non farmakologi, pemberian obat
golongan hipnotik dimulai dengan dosis yang rendah, selanjutnya
dinaikan perlahan – lahan sesuai kebutuhan, khususnya pada orang
tua, hindari penggunaan benzodiazepin jangka panjang, hati – hati
penggunaan obat golongan hipnotik khususnya benzodiazepin pada
pasien dengan riwayat penyalahgunaan atau ketergantungan obat,
monitor pasien untuk melihat apakah ada toleransi obat,
ketergantungan obat atau penghentian penggunaan obat, memberikan

27
edukasi kepada pasien efek penggunaan obat hipnotik yaitu mual dan
kecelakaan saat mengemudi atau bekerja, khususnya golongan obat
jangka panjang, melakukan tapering obat secara perlahan untuk
menghindari penghentian obat dan terjadi rebound insomnia.

b. Amfetamin dan cocaine


1. Gejala
Kedua zat ini termasuk dalam kelompok psikostimulan yang
menimbulkan efek berupa elevasi mood, peningkatan kewaspadaan
dan kekuatan, turunnya nafsu makan dan kegagal an task
performcmce.
Garam kokain biasanva digunakan secara injeksi, sedangkanfree
alkabid hcse atau dikenal dengan nwna crack digunakan secara
inhalasi. Kokain yang dibakar akan menghasilkan partikel-partikel
halus berdiameter 2-3 mikon yang diserap masuk jauh ke dalam paru-
paru. Kadar puncak hanya dicapai dalam beberapa menit, karena itu
kekerapan pemakaiannya adalah setiap l0- I 5 ment. Binge berakhir
lebih drr lzjam. Pemakai zatirn akan mengalamt inlense sen.safion atau
mereka sebut sebagai nrsh of/lash yang akan berakhir dalam beberapa
menit. Sensasi ini dikatakan sebagai "sangat nikmat" oleh para
pemakainya Timbuljuga perasarm eforia.
Kadar dapat dideteksi dalam 5-10 hari. Penghentian penggunaan akan
menyebabkan tidur dalam (crashing) I 0- I 2 jam. Kedua zat ini toksik
terhadap jantung, sraf otot, hati, dan ginjal.

2. Pemeriksaan dan penatalaksanaan

Penatalaksanaan amphetamine and cocaine use disorder dilakukan


sesuai dengan fase kecanduan. Penanganan medis terutama diberikan
pada fase akut. Selanjutnya, tata laksana psikiatri diperlukan untuk
pasien dapat melepaskan kecanduannya.
Indikasi Rawat Inap

28
Tidak semua pasien dengan amphetamine and cocaine use
disorder harus dirawat inap. Pasien dengan gangguan organik yang
jelas disarankan untuk dilakukan rawat inap untuk observasi dan tata
laksana lebih lanjut. Pada pasien dengan gejala klinis yang khas harus
dilakukan eksklusi penyebab organik lainnya sebelum menegakkan
diagnosis overdosis psikostimulan. Pasien dengan agitasi akut harus
diobservasi dalam beberapa jam untuk melihat perbaikan gejala. Bila
memungkinkan, lakukan konsultasi dengan psikiater selama periode
observasi agitasi. Pasien dengan paranoid yang menetap, ide atau
percobaan bunuh diri, atau disforia hebat sebaiknya dilakukan rawat
inap oleh psikiatri. Pasien dengan gangguan mental lain sebagai
komorbid seperti depresi, gejala psikosis dan gangguan kepribadian
juga sebaiknya dirawat inapkan.
Persiapan Rujukan
Pasien dengan amphetamine and cocaine use disorder biasanya tidak
menyadari kecanduan yang dialaminya. Untuk itu, diperlukan peran
keluarga dan orang sekitar untuk dapat mengenal tanda-tanda
kecanduan yang dialami. Keluarga dan pecandu sebaiknya dibawa ke
dokter bila
 Pecandu tidak dapat berhenti menggunakan obat-obatan
 Pecandu terus menggunakan obat meskipun menyebabkan
gangguan pada penderita
 Pecandu menunjukkan gejala perilaku berisiko, misalnya
penggunaan jarum suntik bergantian dan perilaku seksual berisiko
 Ada tanda-tanda withdrawal
Pecandu harus dibawa ke rumah sakit segera bila ditemukan tanda-
tanda berikut:
 Mengalami overdosis
 Adanya perubahan kesadaran
 Sulit bernapas
 Kejang

29
 Tanda-tanda serangan jantung
 Adanya gejala fisik dan psikologi yang berat
Tata Laksana Akut
Tata laksana amphetamine and cocaine use disorder dimulai dari tata
laksana akut pada saat pasien datang pertama kali datang ke layanan
kesehatan. Tata laksana akut meliputi penilaian risiko, tata laksana
simtomatik dan tata laksana overdosis.

5. Gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan obat narkotika ; Obat


narkotika : morfin, heroin, putauw, sabu-sabu, dll
a. Gejala
Tanda dan gejala fisik yang dapat dikenali dari seorang pecandu narkoba:

 Mata merah dan pupil mata yang mengecil atau membesarPerubahan


pola makan atau pola tidur.
 Penurunan atau peningkatan berat badan yang drastis dalam waktu
singkat.

b. Pemeriksaan
Selain dengan tes urine, kandungan narkoba dalam tubuh juga dapat
diperiksa melalui sampel yang diambil dari rambut, darah, keringat,
hingga air liur. Di Indonesia, metode tes urine yang paling sering
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kandungan narkoba dalam
tubuh seseorang atau tidak.

c. Penatalaksanaan
Meski sangat berbahaya, upaya menghentikan kecanduan Narkotika
sangatlah sulit akibat adanya perlawanan dari tubuh melalui perasaan
depresi dan lesu. Dalam penelitian “Drugs and Mind,” tahun 1958 Robert
S. Ropp mendeskripsikan dengan ringkas penghentian kebiasaan
mencandu: “Sekitar 12 jam dosis terakhir Morfin atau Heroin, pecandu

30
mulai merasakan ketidak-nyamanan. Perasaan lemah menguasai mereka,
ia menguap, menggigil dan berkeringat. Bersamaan dengan itu cairan
keluar dari mata dan hidung yang rasanya seperti air panas mengucur ke
mulut. Beberapa jam kemudian ia mengalami tidur yang tidak nyaman
penuh dengan rasa gelisah. 18-24 jam usai dosis terakhir pecandu akan
mengalami penderitaan paling luar biasa. ia menguap dengan sangat
hingga kadang melepaskan rahangnya, cairan lendir berlebih keluar dari
hidung dan matanya. Pupil mata membesar, bulu kuduk berdiri dan kulit
berwarna pucat dan dingin, hampir mirip dengan daging kalkun beku”
(Ropp dalam Santella : 2007 hal 50 ).
Proses penghentian kecanduan yang menyakitkan ini kadang
mengurungkan niat para pecandu untuk berhenti mengkonsumsi
Narkotika. Dalam hal ini para pecandu menjadimemiliki perasaan
ambivalen terhadap kecanduan Narkotika. Disatu sisi ia ingin
menghentikan kebiasaan buruk ini tetapi disisi yang lain ia sangat
membutuhkannya.

6. Gejala, pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan logam berat dan gas ;


Merkuri, timah, arsen dan kadmium dll. – Karbonmonoksida

Keracunan karbon monoksida adalah kondisi saat karbon monoksida yang beredar
di dalam darah menyebabkan timbulnya keluhan atau gejala tertentu. Keracunan
karbon monoksida bisa terjadi akibat menghirup gas karbon monoksida dalam
jumlah banyak.
Karbon monoksida (CO) adalah gas yang dihasilkan dari beragam proses,
termasuk pembakaran batu bara, kayu, dan penggunaan bahan bakar pada
kendaraan bermotor. Gas ini tidak berbau, berwarna, dan tidak bisa dirasakan.
Keracunan karbon monoksida akan terjadi jika seseorang menghirup karbon
dioksida dalam jumlah berlebihan atau dalam jangka waktu yang lama. 
Unsur-unsur atau kandungan logam yang terdapat dalam atmosfir ditemukan
dalam bentuk partikel atau merupakan senyawa. Unsur logam ditemukan

31
secara luas di seluruh permukaan bumi yang dapat bersifat toksik yang
berbahaya bagi manusia apabila masuk ke dalam tubuh dimana logam tersebut
biasanya terdapat dalam makanan, air dan udara.
Sifat dan karakteristik Logam Berat:
 Mercury (Hg)
Air raksa tau Mercury (Hg) adalah salah satu logam berat dalam
bentuk cair. Terjadinya pencemaran mercury di perairan laut lebih banyak
disebabkan oleh faktor manusia dibanding faktor alam. Meskipun
pencemaran mercury dapat terjadi secara alami tetapi kadarnya sangat
kecil. Pencemaran mercury secara besar-besaran disebabkan karena limbah
yang dibuang oleh manusia.
 Khromium (Cr)
Khromium (Cr) adalah metal kelabu yang keras. Khromium
terdapat pada industri gelas, metal, fotografi, dan elektroplating. Dalam
bidang industri, khromium diperlukan dalam dua bentuk, yaitu khromium
murni dan aliasi besi-besi khromium yang disebut ferokromium sedangkan
logam khromium murni tidak pernah ditemukan di alam. Khromium sendiri
sebetulnya tidak toksik, tetapi senyawanya sangat iritan dan korosif.
Inhalasi khromium dapat menimbulkan kerusakan pada tulang hidung. Di
dalam paruparu, khromium ini dapat menimbulkan kanker. Sebagai logam
berat, khrom termasuk logam yang mempunyai daya racun tinggi. Daya
racun yang dimiliki oleh khrom ditentukan oleh valensi ionnya. Logam
Cr6+ merupakan bentukyang paling banyak dipelajari sifat racunnya
dikarenakan Cr6+ merupakan toxic yang sangat kuat dan dapat
mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan kronis.
 Seng (Zn)
Seng (Zn) adalah metal yang didapat antara lain pada industri alloy,
keramik, pigmen, karet, dan lain-lain. Toksisitas Zn pada hakekatnya
rendah. Tubuh memerlukan Zn untuk proses metabolisme, tetapi dalam
kadar tinggi dapat bersifat racun. Seng menyebabkan warna air menjadi
opalescent, dan bila dimasak akan timbul endapan seperti pasir.

32
 Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu) Tembaga dengan nama kimia cupprum
dilambangkan dengan Cu. Logam ini berbentuk kristal dengan warna
kemerahan. Secara kimia, senyawa-senyawa dibentuk oleh logam Cu
(tembaga) mempunyai bilangan valensi +1 dan +2 yang tidak dapat
dilarutkan dalam larutan asam. Cu merupakan pengahantar listrik terbaik
setelah perak (Argentum-Ag), karena itu logam Cu banyak digunakan
dalam bidang elektronika atau pelistrikan. Pada manusi, efek keracunan
yang dirtimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap. Cu tersebut adalah
terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan
hidung. Kerusakan itu, merupakan akibat dari gabungan sifat iritatif yang
dimiliki oleh debu atau uap Cu tersebut.
 Timbal (Pb)
Timbal (Pb) Timbal atau dalam keseharian lebih di kenal dengan
nama timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum. Dahulu
digunakan sebagai konstituen di dalam cat, baterai, dan saat ini masih
banyak digunakan dalam bensin.
a. Dampak logam berat bagi manusia
Sifat logam berat sangat unik, tidak dapat dihancurkan secara
alami dan cenderung terakumulasi dalam rantai makanan melalui proses
biomagnifikasi. Pencemaran logam berat ini menimbulkan berbagai
permasalahan diantaranya:
 Berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air),
 Berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang,
 Berbahaya bagi kesehatan manusia,
 Menyebabkan kerusakan pada ekosistem.

b. Gejala terpapar logam berat

Gejala keracunan logam berat
 Diare.

33
 Mual.
 Muntah.
 Sakit perut.
 Napas sesak.
 Sensasi kebas di tangan dan kaki.
 Menggigil.
 Tubuh terasa lesu.

c. Pemeriksaan logam berat atau merkuri dll

Berdasarkan beberapa penelitian yang di lakukan pemeriksaan


logam berat dapat menggunakan spektrofotometri serapan atom (SSA).
Misalnya pada Pemeriksaan Logam Berat Cadmium (Cd) dan
Plumbum (Pb) pada Lipstik yang Beredar di Pasar Brayan Medan Timur
Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).

d. Penanganan logam berat


Penanganan keracunan logam berat
Penanganan Ini melibatkan prosedur memberikan obat lewat tablet
atau suntikan yang bisa mengikat logam berat dalam tubuh. Cara kerja
obat ini adalah mengikat logam berat dan membantu mengeluarkannya
dari tubuh.

7. Gejala. Pemeriksaan serta Penatalaksanaan keracunan Bahan – bahan yang


digunakan dalam rumah tangga, Bisa ular, serangga, laba-laba dll
a. Bisa ular
1. Gejala
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur .
Bisa tersebut bersifat:
 Eurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal
karena paralyse otot lurik. Manifestasi klinis kemampuan otot
pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran
menurun sampai dengan koma

 Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan


enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan
protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah
merah karena toksin. Manifestasi klinis luka bekas gigitan yang

34
terus berdarah, hematom pada tiap suntikan im hematuria,
hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.

 Myotoksin: mengakibatkan rabdomiolisis yang saling berhubungan


dengan mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan
kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel sel otot.

 Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan


kerusakan otot jantung.

 Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat psikoaktif Amin


lainnya yang berakibat terganggunya kardiovaskuler.

 Enzim-enzim: termasuk hialuronidase sebagai zat aktif pada


penyebaran bisa.

2. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gigitan ular:

1. Antidote
Mengistirahatkan korban melepaskan benda yang mengikat seperti
cincin memberikan kehangatan, membersihkan luka, menutup luka
dengan balutan steril, dan imobilisasi bagian tubuh dibagi dibawah
tinggi jantung titik es atau torniket tidak digunakan.

2. Penanganan syok
Selalu mengasumsikan bahwa semua gigitan ular dapat
mengancam kehidupan
Bila melakukan triage kasus gigitan ular maka selalu dimasukkan
ke dalam kategori emergency
Pasang IV Line pada semua kasus
Berhati-hati ketika memilih lokasi pemasangan IV Line atau
pengambilan sampel darah pada kasus koagulopati yang bertujuan
untuk mencegah pendarahan. Khususnya pada pembuluh darah
bellavia jugular femur
Hindari melakukan penyuntikan intramuskular jika memungkinkan
terjadinya koagulopati
Lakukan pemeriksaan wholde blood clotting Time (WBCT)

35
Jika terjadi gangguan pada pernafasan akibat paralisis, persiapkan
untuk intubasi dan pemasangan ventilator eksternal.

3. Bidai
Cara melakukan pembalutan pada gigitan ular:

Pasang balut pressure bandage lebar dari bagian bawah ke atas


termasuk pada bagian gigitan secepat mungkin dari kejadian
gigitan.
Jangan lepaskan celana atau pakaian di tempat kegiatan karena
pergerakan pada tempat kegiatan memperbesar peluang meluasnya
racun ke peredaran darah.
Balutan harus seketat seperti pada kejadian terkilir. Korban harus
menghindari gerakan yang tidak diperlukan.
Perluas balutan selebar mungkin.
Setelah pembalutan pertama melakukan pembidaian dengan
meletakkan bidai yang panjangnya menutupi 2 sendi dari tungkai
yang terkena gigitan.
Rekatkan dengan pembalutan dengan stabil. Jangan biarkan korban
berjalan.

b. Serangga dan laba- laba


1. Gejala dan reaksi
Gigitan serangga

Insect bites adalah gigitan atau sengatan serangga titik insect bites
adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat
atau mengikuti seorang. Beberapa contoh masalah serius yang
diakibatkan oleh gigitan atau serangan serangga antaranya adalah:

 Reaksi alergi berat (anaphylaxis)


Reaksi ini tolong tidak biasa, namun dapat mengancam
kehidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda
tanda atau gejala nya adalah:

Terkejut (syok) di mana ini bisa terjadi bila sistem


peredaran darah tidak mendapatkan pasokan darah yang
cukup untuk organ-organ penting (vital) , batuk, dasahan,
sesak nafas karena merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan atau tenggorokan, bengkak di bibir lidah,

36
telinga, kelopak mata, telapak tangan telapak kaki dan
selaput lendir pusing dan kacau mual, diare, dan nyeri pada
perut terasa gatal dan bintik-bintik merah dan bengkak.

 Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari


serangga.
Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut
misalnya:
Laba-laba janda atau widow yang berwarna hitam.
Laba-laba pertapa (reclus) yang berwarna coklat.
Laba-laba gembel (Hobo)
Kalajengking

2. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gigitan serangga:

Segera lepas Rangga dari tempat gigitannya dengan menggunakan minyak


pelumas setelah terlepas (kepala dan tubuh serangga) luka dibersihkan
dengan sabun dan diolesi calamine berfungsi untuk mengurangi gatal atau
krim antihistamin seperti difenhidramin. Bila tersengat lebah, ambil
sengatnya dengan jarum halus bersihkan dan oleskan krim anti stamina
atau kompres es bagian yang tersengat.

37
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Keracunan adalah masuknya zat beracun ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan
saluran pencernaan utama atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala
klinis.
Senyawa yang bersifat toksik (racun) didefinisikan sebagai suatu bahan yang dapat
menyebabkan timbulnya respon merugikan pada sistem biologis, kerusakan fungsi yang
fatal, atau kematian. Keracunan memiliki dampak negatif, baik terhadap kesehatan
maupun sosio-ekonomi, seperti mengakibatkan penderitaan (rasa sakit), penurunan
produktivitas dan pendapatan, serta peningkatan biaya perawatan.

2. SARAN
a. Bagi petugas kesehatan hendaknya mengetahui jenis-jenis antibiotik dan penanganan
racun berdasarkan jenis racun sehingga bisa memberikan pertolongan yang tepat dan
benar.

b. Bagi petugas kesehatan tidak melakukan penilaian terhadap penerbitan seperti jalan
nafas atau pernapasan sirkulasi dan penurunan kesadaran, sehingga penanganan
tindakan resusitasi ABC (airware, breathing, circulatory) tidak terlambat dimulai

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Agrawal, Suneil; Khazaeni, Babak (2022). Acetaminophen Toxicity. Treasure Island


(FL): StatPearls Publishing. PMID 28722946.
2. Yoon, E; Babar, A; Choudhary, M; Kutner, M; Pyrsopoulos, N (28 Juni
2016). "Acetaminophen-Induced Hepatotoxicity: a Comprehensive Update". Journal of
Clinical and Translational Hepatology. 4 (2): 131–
42. doi:10.14218/jcth.2015.00052. PMC 4913076  . PMID 27350943.
3. Ramachandran, Anup; Jaeschke, Hartmut (2018-03-21). "Acetaminophen Toxicity:
Novel Insights Into Mechanisms and Future Perspectives". Gene Expression. 18 (1): 19–
30. doi:10.3727/105221617X15084371374138. ISSN 1052-2166. PMC 5885144 
. PMID 29054140.
4. Linden,C.H., Burns, M.,J., "Poisoning and drug overdosis" in Harrison's principles of
internal medicine vol. 2, 16 th edition, internasional Edition, MeGraw-Hill,2005
5. Guerrant RL, Van Gilder T, Steiner TS, et al.; Infectious Diseases Society of America.
Practice guidelines for the management of infectious diarrhea. Clin Infect Dis.
2001;32(3):331-351
6. Suh JS, Hahn WH, Cho BS. Recent Advances of Oral Rehydration Therapy (ORT).
Electrolyte Blood Press. 2010;8(2):82-6
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia.
2009
8. Centers for Disease Control and Prevention. Cholera – Vibrio cholerae infection:
rehydration therapy. 2018. Available from:
https://www.cdc.gov/cholera/treatment/rehydration-therapy.html
POAC clinical reference group. POAC clinical guideline: acute adult dehydration. 2015
9. DeCamp LR, Byerley JS, Doshi N, Steiner MJ. Use of antiemetic agents in acute
gastroenteritis: a systematic review and meta-analysis. Arch Pediatr Adolesc Med.
2008;162(9):858-865

39
10. Schulze L.D., Ogg C.L., Vitzthum E.F., signs and sympotonis of pesticide poisoning
dalam http://ianpubs.unl.edu/pesticide/cc2505.htm
11. Savard J et al. Chronic insomnia and immune functioning. America: American
psychosomatic Society; 2003.
12. Michael H et al. chronic insomnia. New England journal; 2005.
13. Preda A. Stimulants. 2018. Dapat diakses pada:
https://emedicine.medscape.com/article/289007-overview#a1
14.  Ciccarone D. Stimulant Abuse: Pharmacology, Cocaine, Methamphetamine, Treatment,
Attempts at Pharmacotherapy. Prim Care. 2011;38(1):41–58.
DOI:10.1016/j.pop.2010.11.004.
15.  American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fifth Edition (DSM-5), American Psychiatric Association, Arlington, VA
2013.
16. Handly N. Amphetamine Toxicity. 2017. Dapat diakses pada:
https://emedicine.medscape.com/article/812518-overview#a1
17. Zigon, Jared. 2011. HIV is God’s Blessing. Rehabilitating Morality in Neoliberal Russia.
Los Angeles: University Of California Press.
18. Halo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 2. Jakarta: EGC

19. Hardismam.2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Padang: Gosyen Publishing

20. Krisanty, Paula.2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta. Trans Info Media

40

You might also like