You are on page 1of 12

BAB I

DEFINISI

Pelayanan pada pasien beresiko tinggi berorientasi untuk dapat


secara optimal memberikan pelayanan dan perawatan pasien dengan
menggunakan sumber daya, obat-obatan dan peralatan sesuai standard
dan pedoman yang berlaku. Pelayanan yang memerlukan peralatan yang
kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, risiko
bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik
dari obat beresiko tinggi.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Kelompok pasien yang berisiko atau pelayanan yang berisiko


tinggi antara lain:
1. Penanganan kasus emergensi;
2. Penanganan Resusitasi Jantung Paru;
3. Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya
tahannya direndahkan;
4. Restraint;
5. Pasien lansia, mereka yang cacat, anak-anak, dan populasi yang
berisiko disiksa.

2
BAB III
TATA LAKSANA

1. Dokter, Perawat IGD atau Perawat ruangan melakukan identifikasi


apakah pasien masuk dalam kriteria pasien risiko tinggi atau tidak.
2. Dokter/Perawat membubuhkan stempel “RISIKO TINGGI” pada rekam
medis pasien di bagian atas lembar Catatan Perkembangan
Terintegrasi atau di bagian atas lembar Laporan atau di bagian atas
Rekam Medis Gawat Darurat pada saat mendapati pasien sebagai
pasien risiko tinggi.
3. Pada saat pasien pindah tempat pelayanan dalam kondisi masih
sebagai pasien risiko tinggi, perawat wajib menyertakan alasan pasien
diidentifikasi sebagai pasien risiko tinggi pada saat transfer pasien
pada lembar Transfer Internal pada kolom Kondisi klinis yang penting.
4. Pasien yang dimasukkan ke dalam risiko tinggi karena umur, kondisi
atau kebutuhan yang bersifat kritis.
5. Setiap pasien yang masuk untuk rawat inap dikaji adanya kondisi-
kondisi yang memungkinkan muncul pada risiko tinggi seperti
trombosis vena dalam, dikubitus, dan pasien jatuh.
6. Pengkaijian dilakukan berdasarkan instruksi dokter dan/atau observasi
dari perawat ruangan.
7. Setiap pasien yang teridentifikasi berisiko tinggi diberikan baju dengan
warna yang sesuai risiko tersebut. Adapun warna baju pasien sebagai
berikut :
a) Biru : Laki-laki
b) Pink : Perempuan
c) Merah : Alergi
d) Kuning : Risiko jatuh
e) Ungu : Risiko Bunuh Diri

3
4

8. Setiap pasien yang mempunyai risiko tinggi dicatat dalam buku


observasi dan blanko daftar pasien dengan risiko tinggi.
9. Asuhan pelayanan disesuaikan dengan risiko yang dimiliki oleh pasien,
berdasarkan panduan yang sudah ditetapkan.
10.Petugas kesehatan memberikan pengelolaan sebagaimana ketentuan
yang berlaku.

A. Jenis Pelayanan Pasien Yang Berisiko Tinggi


a. Penanganan Kasus Emergensi
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau
akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota
badannya (akan menjadi cacat) bila tidak dilakukan pertolongan
secepatnya. Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan
menjadi dua, yaitu : pengkajian primer dan pengkajian sekunder.
Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan
terlebih dahulu melakukan survey primer untuk mengidentifikasi
masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah
selanjutnya dilakukan survey sekunder. Tahapan pengkajian
primer meliputi : A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan
menjaga jalan nafas disertai control servikal; B: Breathing,
mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar
oksigenasi adekual; C; Circulation; mengecek sistem sirkulasi
disertai control pendarahan; D: Disability, mengecek status
neurologis; E: Exposure, environmel control, buka baju penderita
tapi cegah hipotermia.
Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera
kondisi yang mengancam nyawa pasien. Pengkajian primer
dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas. Tetapi dalam
prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang
singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway Breathing
Circulation (ABC). Karena kondisi kekurangan oksigen merupakan
penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan
5

karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder


akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan
kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi
gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila
terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan
kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan
kematian. Oleh karena itu pengkajian primer pada penderita gawat
darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.

b. Penanganan Resusitasi Jantung Paru


Resusitasi jantung paru merupakan salah satu
tindakan/usaha untuk mengembalikan fungsi jantung paru, tanpa
tindakan ini, maka henti sirkulasi menyebabkan gangguan
disfungsi serebral yang akhirnya dapat menyebabkan kematian
sel otak yang irreversible. Tujuan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
adalah untuk mengadakan kembali pembagian substrat
sementara, sehingga memberikan waktu untuk pemulihan fungsi
jantung paru secara spontan. RJP dilakukan jika ada henti nafas
dan henti jantung.
Bantuan hidup dasar diberikan pada korban yang mengalami
gangguan sumbatan jalan nafas, henti nafas dan henti nadi.
Beberapa keadaan korban dibawah ini dapat menyebabkan
terjadinya henti nafas:
1. Tenggelam
2. Stroke
3. Obstruksi jalan nafas
4. Epiglotitis
5. Overdosis obat–obatan
6. Tersengat listrik
7. Infark miokard
8. Tersambar petir
9. Koma akibat bertbagai macam kasus
6

c. Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan mereka yang


daya tahannya direndahkan.
Seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan
individu yang rentan terhadap penularan penyakit. Hal ini karena
daya tahan tubuh pasien yang relative menurun. Penularan
penyakit terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit disebut
infeksi nasokomial. Infeksi nasokomial dapat disebabkan oleh
kelalaian tenaga medis atau penularan dari pasien lain. Pasien
yang dengan penyakit infeksi menular dapat menularkan
penyakitnya selama dirawat di Rumah Sakit. Pemularan dapat
melalui udara, cairan tubuh, makanan dan sebagainya.
Cara-cara penularan penyakit :
1. Media Langsung dari Orang ke Orang (Permukaan Kulit)
Jenis Penyakit yang ditularkan antara lain :
a) Penyakit kelamin
b) Rabies
c) Trakoma
d) Skabies
e) Erisipelas
f) Antraks
g) Gas-gangren
h) Infeksi luka aerobic
i) Penyakit pada kaki dan mulut pada penyakit kelamin
seperti GO, sifilis, dan HIV, agen penyakit ditularkan
langsung dan seorang yang infeksius ke orang lain melalui
hubungan intim.
2. Melalui Media Udara Penyakit yang dapat ditularkan dan
menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui
udara pernapasan disebut sebagai airborne disease.
Jenis penyakit yang ditularkan antara lain :
7

a) TBC Paru
b) Varicella
c) Difteri
d) Influenza
e) Variola
f) Morbili
g) Meningitis
h) Demam scarlet
i) Mumps
j) Rubella
k) Pertussis
3. Melalui Media Air Penyakit dapat menular dan menyebar
secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit-
penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai water
borne disease atau water related disease.
Agen Penyakit :
a) Virus : hepatitis virus, poliomielitis
b) Bakteri : kolera, disentri, tifoid, diare
c) Protozoa : amubiasis, giardiasis
d) Helmintik : askariasis, penyakit cacing cambuk, penyakit
hidatid
e) Leptospira : penyakit Weil Pejamu akuatik :
f) Bermultiplikasi di air :  skistosomiasis (vektor keong)
g) Tidak bermultiplikasi :  Guinea’s worm dan fish tape worm
(vektor cyclop)
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air, dapat
dibagi dalam 4 kelompok menurut cara penularannya,
yaitu :
1) Waterborne mechanism
Kuman patogen yang berada dalam air dapat
menyebabkan penyakit pada manusia, ditularkan
8

melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh kolera,


tifoid, hepatitis virus, disentri basiler dan poliomielitis.
2) Water washed mechanism
Jenis penyakit water washed mechanism yang
berkaitan dengan kebersihan individu dan umum
dapat berupa :
 Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada
anak-anak.
 Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan
trakoma.
 Penyakit melalui gigitan binatang pengerat, seperti
Ieptospirosis.
3) Water based mechanism
Jenis penyakit dengan agen penyakit yang menjalani
sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau
sebagai pejamu intermediate yang hidup di dalam air.
Contoh skistosomiasis, Dracunculus medinensis.
4) Water related insect vector mechanism
Jenis penyakit yang ditularkan melalui gigitan
serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh
filariasis, dengue, malaria, demam kuning (yellow
fever).
1. Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan pasien
imunosupressed diberikan di semua ruang perawatan kecuali
pada penyakit tertentu yang membutuhkan perawatan di
ruang perawatan umum.
2. Setiap pelayanan pasien dengan penyakit menular dan pasien
imunosupressed di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan
Barat harus dilaksanakan secara seragam sesuai dengan
standar prosedur operasional yang ditetapkan di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Kalimantan Barat.
9

3. Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, informasi


mengenai keadaan pasien, rencana tindakan dan rencana
pengobatan sesuai dengan yang tercatat di dalam rekam
medis, harus diinformasikan kepada pasien dan atau
keluarga.
4. Menghubungi dan menginformasikan kondisi pasien kepada
keluarga untuk segera menjemput pasien agar melanjutkan
pengobatan ke rumah sakit umum
5. informasikan kepada pasien dan keluarga tentang
penempatan pasien pada ruangan perawatan umum dan
alasan penempatan dalam ruangan tersebut sementara
6. Setiap pasien dan atau keluarganya berhak mengambil
keputusan mengenai rencana tindakan dan rencana
pengobatan yang akan diberikan.
7. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan
pasien dengan penyakit menular dan pasien imunosupressed
di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat dilaksanakan
oleh Manajer Pelayanan Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Kalimantan Barat.

d. Restraint
Ruang lingkup pelayanan restraint yaitu semua pasien
dengan gaduh gelisah, resiko jatuh, kecenderungan melukai diri
sendiri, dan yang menghambat proses pengobatan. Definisi
restraint ini berlaku untuk semua penggunaan restraint di unit
dalam rumah sakit. Pada umumnya, jika pasien dapat melepaskan
suatu alat yang dengan mudah, maka alat tersebut tidak dianggap
sebagai suatu restraint. Jika suatu tindakan memenuhi definisi
restraint, hal ini tidak secara otomatis dianggap salah/tidak dapat
diterima. Penggunaan restraint secara berlebihan dapat terjadi,
tetapi pengambilan keputusan untuk mengaplikasikan restraint
bukanlah suatu hal yang mudah. Suatu diskusi yang mendalam
10

mengenai aspek etik, hukum, praktik dan profesionalisme dilakukan


untuk membantu tenaga kesehatan (misalnya perawat) memahami
perbedaan antara penggunaan restraint yang salah/tidak dapat
ditolerir dengan kondisi yang memang memerlukan tindakan
restraint.
Tidaklah memungkinkan untuk membuat suatu daftar mengenai
jenis restraint apa saja yang dapat diterapkan kepada pasien
dikarenakan pengapliakasiannya bergantung pada kondisi pasien
saat itu. Suatu pembatasan fisik/mekanis/kimia dapat diterapkan
pada suatu kondisi tertentu, tetapi tidak pada kondisi lainnya.

e. Pasien Lansia, Mereka yang cacat, dan Populasi yang


berisiko disiksa.
Pada usia lanjut gejala klinik gangguan jiwa seringkali
berbeda dengan penderita usia lebih muda. Perubahan yang terjadi
pada lanjut usia sejalan dengan periode penuaan menunjukkan
adanya kelainan patologi yang multiple merupakan suatu tantangan
dalam menilai gejala klinik, pemberian pengobatan dan rehabilitasi.
Menua sehat seringkali digunakan sebagai sinonim dari bebas dari
ketidakmampuan pada lanjut usia. Jadi menua sehat harus diikuti
dengan lanjut usia yang aktif, senantiasa berperan serta pada
aktifitas social, budaya, spiritual, ekonomi dan peristiwa di
masyarakat. Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang
memperhatikan pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik
dan psikologis atau psikiatrik pada lanjut usia.
Saat ini disiplin ini sudah berkembang menjadi suatu cabang
psikiatrik, analog dengan psikiatrik anak (Brocklehurts, Allen, 1987).
Diagnosis dan terapi gangguan mental pada lanjut usia
memerlukan pengetahuan khusus, karena kemungkinan perbedaan
dalam manifestasi klinis, patogenesis dewasa muda dan lanjut usia
(Weinberg,1995: Kold-Brodie,1982). Faktor penyulit pada pasien
lanjut usia juga perlu dipertimbangkan, antara lain sering adanya
11

penyakit dan kecacatan medis kronis penyerta, pemakaian banyak


obat (polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan
kognitif (Weinberg, 1995; Gunadi, 1984). Oleh karena itu pasien
lansia dan cacat merupakan salah satu pasien yang berisiko tinggi
yang perlu mendapat perhatian khusus.
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi


2. Formulir Observasi Pasien

12

You might also like