Professional Documents
Culture Documents
Akhlaq 3
Akhlaq 3
Dari Humaid Ath-Thawiel, dari Abu Qilabah diriwayatkan bahwa ia berkata: “Apabila ada kabar yang tidak
mengenakkan dari saudaramu sesama muslim, carilah hal yang dapat memaafkannya sebisa kamu, kalau kau tak
dapati alasan yang tepat, katakan kepada dirimu sendiri: “Mungkin saudaraku ini memiliki alasan yang tidak aku
ketahui.” (“SHIFATUSH SHAFWAH”III:237)
Dari Raja bin Haiwah diriwayatkan bahwa ia berkata: “Barangsiapa yang hanya bersahabat dengan orang yang
(menurutnya) tidak tercela, akan sedikit sahabat yang dimilikinya. barangsiapa
yang hanya mengharapkan keikhlasan dari sahabatnya, ia akan banyak
mendongkol. Dan barangsiapa yang mencela sahabatnya atas setiap dosa yang
dilakukan mereka, akan banyak memiliki musuh.” (“SIYARU A’LAAMIN
NUBALAA’ IV:557)
Yunus Ash-Shadafi pernah menyatakan: “Aku tidak pernah mendapatkan orang yang lebih jenius dari Imam
Syafi’ie, Suatu hari aku berdiskusi dengan beliau tentang satu persoalan, namun kami tidak menemukan titik temu.
Beliau lalu menemuiku lagi dan menggandeng tanganku seraya berkata: “Wahai Abu Musa, apakah tidak
sepantasnya kita untuk tetap bersaudara, meskipun kita tidak menemukan titik temu di antara kita dalam satu
masalah?” (“SIYARU A’LAAMIN NUBALAA’” X:16)
Dari Yunus bin Abdul A’la diriwayatkan bahwa ia berkata: “Asy-Syafi’ie pernah berkata kepadaku: “Wahai
Yunus, apabila engkau mendengar kabar yang tidak mengenakkan dari seorang teman, janganlah lantas terburu
memusuhinya dan memutus hubungan tali kasih. Karena dengan demikian engkau akan termasuk orang yang
menghilangkan keyakinannya dengan keraguan. Tetapi yang benar, temuilah dia, dan katakan kepadanya: “Aku
mendengar engkau mengatakan begini dan begini. Ingat, jangan sebutkan secara mendetail. Apabila ia mengelak,
katakan kepadanya: “Engkau lebih benar dan lebih baik dari yang kudengar.” Dan jangan perpanjang lagi
urusannya. Tapi kalau ia mengakuinya, dan kamu bisa melihat ada yang bisa dijadikan alasan baginya dalam hal
itu, terimalah alasan itu. Namun apabila engkau juga tidak mendapatkan alasan apapun baginya, sementara amat
sulit jalan untuk mendapatkannya, engkau bisa tetapkan bahwa ia melakukan
kesalahan. Setelah itu, engkau bisa memilih: kalau engkau mau, engkau bisa
membalas dengan yang setara dengan perbuatannya tanpa menambah-nambah, dan
kalau engkau mau, engkau bisa memaafkannya. Dan memaafkannya berarti lebih
dekat dari ketakwaan dan lebih menunjukkan kemuliaanmu. Sebagaimana Firman
Allah:
“DAN BALASAN SUATU KEJAHATAN ADALAH KEJAHATAN YANG SERUPA, MAKA
SIAPA MEMAAFKAN DAN BERBUAT BAIK MAKA PAHALANYA ATAS
(TANGGUANGAN) ALLAH. SESUNGGUHNYA DIA TIDAK MENYUKAI ORANG-
ORANG YANG ZHALIM.” (ASY-SYURA : 40).
Kalau dengan balasan yang setimpal engkau masih mendapat tantangan dari dirimu
sendiri, pikirkanlah kembali kebaikan-kebaikannya di masa lampau, hitung
semuanya, lalu balaslah kejahatannya sekarang dengan kebaikan. Janganlah karena
kejahatannya, engkau melupakan kebaikannya yang terdahulu. Karena yang
demikian itu adalah kezhaliman yang sesungguhnya, wahai Yunus. Apabila engkau memiliki teman, gandenglah
dengan tanganmu erat-erat, karena mencari teman itu susah, dan berpisah dengannya itu perkara mudah.”
(“SHIFATUSH SHAFWAH II:252,253″)