You are on page 1of 14

MODUL AJAR

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


KELAS XI

BAB 7

MENJAGA KEHORMATAN
IKHLAS
MALU
ZUHUD

SMKN 3 BALIKPAPAN
DINAS PENDIDIKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Identitas Sekolah
Nama Penyusun : Fajar Suhada Wibowo S.Pd.I
Institusi : SMKN 3 Balikpapan
Tahun Penyusunan : 2022
Jenjang Sekolah : SMK
Kelas : XI
Alokasi Waktu : 3 Jp (135 menit)

Kompetensi Awal

Sebelum mempelajari materi tentang menguatkan iman dengan menjaga


kehormatan, iklas, malu dan zuhud. Siswa secara bersama-sama membaca QS Al
‘Araf/7:27-29 dengan terjemah nya.

Profil Pelajar Pancasila

Profil pelajar pancasila yang ingin di capai adalah Beriman Kepada Tuhan yang
maha Esa dan berakhlak Mulia, bergotong royong dan bernalar kritis

Sarana dan Prasarana

Fasilitas pembelajaran yang diperlukan diantaranya LCD Proyektor, Laptop, alat


pengeras suara dan jaringan internet

Target Peserta Didik

Kategori siswa dalam pembelajaran ini adalah seluruh siswa kelas XI yang terdiri
dari 36 siswa per kelas

Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang digunakan adalah Project Based Learning dimana siswa
akan melakukan penilaian terhadap orang-orang yang mempunyai sifat mampu
menjaga kehormatan, iklas, malu dan zuhud

Tujuan Pembelajaran

Elemen Capaian Pembelajaran


Akidah Peserta didik menganalisis cabang-cabang
iman, keterkaitan antara iman, Islam dan
ihsan, serta dasar-dasar, tujuan dan manfaat
ilmu kalam; mempresentasikan tentang
cabang-cabang iman, dasar-dasar, tujuan dan
manfaat ilmu kalam; meyakini bahwa
cabang-
cabang iman, keterkaitan antara iman, Islam
dan ihsan, serta dasar-dasar, tujuan dan
manfaat ilmu kalam adalah ajaran agama;
membiasakan sikap tanggung jawab,
memenuhi janji, menyukuri nikmat,
memelihara lisan, menutup aib orang lain,
jujur, peduli sosial, ramah, konsisten, cinta
damai, rasa ingin tahu dan pembelajar
sepanjang hayat.

Tujuan Pembelajaran
Pada akhir pembelajaran, peserta didik mampu
1 Menjelaskan pengertian cabang Iman, yaitu : menjaga kehormatan, iklas,
malu, dan zuhud
2 Menjelaskan dalil naqli cabang iman
3 Menganalisis cabang Iman
4 Membiasakan sikap menjaga kehormatan, iklas, malu, zuhud dan hidup
sederhana sebagai bentuk implementasi cabang iman di lingkungan keluarga
sekolah dan masyarakat
5 Mempresentasikan paparan cabang iman

Kata Kunci
1. Cabang Iman 4. Iffah 7. Muru’ah
2. Ikhlas 5. Menjaga Kehormatan 8. Mahabbah
3. Zuhud 6. Malu 9. Taqorrub

Pemahaman Bermakna
 Perubahan zaman tidak menghilangkan sifat dasar manusia untuk selalu
menjaga kehormatan dan malu
 Komunitas yang membawa kebaikan akan memberikan pengaruh kebaikan
juga pada lingkungan sekitar

Pertanyaan Pemantik

1. Menurut kalian bagaimana reaksi orang saat bertemu dengan orang lain
yang mempunyai sifat iklas, malu zuhud juga menjaga kehormatannya
2. Apa yang akan kita dapatkan jika mempunya sifat-sifat terpuji
3. Siapa saja tokoh-tokoh dunia yang layak kita contoh yang mempunyai
akhlak terpuji

Persiapan Pembelajaran

Sebelum memulai pembelajaran, pastikan bahwa peserta didik :


 Menyiapkan buku tulis dan buku paket juga menyiapkan kertas zikir
sebelum belajar
 Mempersiapkan gawai dan memiliki paket datanya
 Guru memastikan ruangan bersih dan tertata dengan baik

Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Pembuka 10 menit


1 Guru membuka kegiatan salam
2 Siswa menyiapkan diri untuk berdoa yang dipimpin oleh ketua
3 Guru menanyakan kabar tentang kesehatan peserta didik,
mengingatkan peserta didik untuk senantiasa menjaga kesehatan

4 Guru menyampaikan tujuan dan manfaat materi ini dan


menghubungkannya dengan materi sebelumnya
5
5 Guru memberi motivasi dengan membimbing peserta didik
memahami pentingnya menjaga kehormatan dan sifat terpuji
lainnya
6 Siswa membaca zikir sebelum belajar ( Zikir yang dibaca berisi
beberapa surah dalam Al-Qur’an)
Kegiatan Inti 115 Menit
1 Guru menyampaikan penjelasan tentang materi pentingnya
menjaga kehormatan, ikhlas, malu dan zuhud dan dihubungkan
dengan QS Al’Araf(7):27-29
2 Guru memberikan pertanyaan rangsangan agar ada respond dari
siswa dan mempersilahkan siswa untuk bertanya seputar materi
yang disampaikan
3 Guru memberikan tugas kelompok, membagi siswa menjadi 8
kelompok dan mengarahkan untuk mencari jawaban dari buku
juga internet lalu mendiskusikan jawabannya
4 Guru memantau kegiatan diskusi kelompok sembari
mempersilahkan siswa untuk bertanya, sampai selesai
5 Secara berantian siswa mempresentasikan hasil kerja yang telah
dibuat
6 Setiap kelompok memberikan satu pertanyaan kepada kelompok
yang maju
7 Guru menanyakan tentang pemahaman materi yang telah
dipelajari
8 Guru memberikan kesimpulan dan evaluasi tentang
pembelajaran yang baru dilakukan
Penutup 10 Menit
1 guru membimbing peserta didik dalam merangkum materi yang
telah dipelajari dengan mengacu pada indikator pencapaian
kompetensi.
2 Guru menutup pembelajaran dengan berdo’a bersama-sama

Asesmen

1. Asesmen Diagnostik (Sebelum Pembelajaran)


Untuk mengetahui kesiapan siswa dalam memasuki pembelajaran, dengan
pertanyaan:

Pertanyaan
1. Menurut kalian bagaimana reaksi orang saat bertemu dengan orang lain yang
mempunyai sifat iklas, malu zuhud juga menjaga kehormatannya
2. Apa yang akan kita dapatkan jika mempunya sifat-sifat terpuji

3. Siapa saja tokoh-tokoh dunia yang layak kita contoh yang mempunyai akhlak
terpuji

2. Asesmen Formatif ( Selama Proses Pembelajaran)


Asesmen formatif dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung,
khususnya saat siswa melakukan kegiatan diskusi, presentasi dan refleksi tertulis.

Lembar kerja pengamatan kegiatan pembelajaran selama diskusi kelompok

No Nama Aspek yang diamati Skor


Siswa Ide/gagasan Aktif Kritis 1 2 3 4
1 Pengayaan dan Remedial
Ahmad
2 Budi
3 Candra
2 Ilham
3 Rudi
Nilai = skor x 25
Siswa yang memperoleh capaian tinggi akan diberikan pengayaan berupa
kegiatan tambahan terkait dengan kajian topik. Siswa mempelajari hakikat
Menjaga kehormatan, menumbuhkan rasa ikhlas dan malu juga membangun
kezuhudan dalam kehidupan. dalam kitab karya ulama, misalnya kitab Ihya’
Ulumuddin, kitab Syu’abul Iman atau kitab lainnya.
Sedangkan siswa yang menemukan kesulitan akan memperoleh pendampingan
dari guru berupa bimbingan personal atau kelompok dengan langkah-langkah
kegiatan yang lebih sederhana. Siswa diminta mempelajari kembali materi
hakikat menjaga kehormatan, ikhlas, malu dan zuhud.

Hakekat Menjaga Kehormatan


Kehormatan merupakan hal penting dalam Islam. Sanking pentingnya, setiap
Muslim tidak hanya diwajibkan menjaga kehormatan diri sendiri, tapi juga menjaga
kehormatan orang lain.
Contoh upaya menjaga kehormatan diri sendiri adalah menjaga pandangan dari
hal-hal yang dilarang untuk dilihat. Sedangkan contoh menjaga kehormatan orang
lain, tidak boleh menuduh orang lain berbuat dosa tanpa ada 4 orang saksi yang
membenarkan tuduhan tersebut., sebagaimana Firman Allah SWT di dalam
Alquran:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: hendaknya mereka menjaga
pandanganya dan memelihara kemaluanya, yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaknya mereka menahan
pandanganya dan kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasanya,
kecuali yang biasa tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasanya kecuali kepada suami
mereka.” (Q.S An-Nur 30-31)

Dari ayat di atas Allah SWT memerintahkan kepada hambanya agar selalu menjaga
pandangan dari apa yang diharamkan, tujuanya adalah untuk menjaga hati,
sebagaimana salah satu ungkapan yang berbunyi
“Pandangan adalah Panah Beracun menuju hati (Ismail bin Umar bin Katsir dalam
kitab Tafsir Ibnu Katsir). Dan pada ayat di atas pada huruf “mim” dalam lafadz
“min absharihinna” adalah bermakna sebagian. Sedangkan untuk lafadz “furuj”
tidak terdapat huruf “min” dikarenakan dalam urusan pandang memandang lebih
luas dibandingkan urusan menjaga kemaluan.
Ketika tidak sengaja memandang perkara yang haram, maka hukum bagi
pandangan yang pertama masih bisa dimaafkan dan harus memalingkan
pandangan ke arah lain, sebagaimana di dalam riwayat Jarir bin Abdullah al-bajali,
ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah tentang pandangan yang tidak sengaja
dan beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandangan”. (Shihabuddin
Mahmud al – Alusi ,Ruhul-Ma’ani). Sedangkan untuk urusan menjaga kemaluan
tidak ada rukhsah sama sekali.
Sementara itu wanita sebagai maskot dari keindahan dunia menjadikan dirinya
sebagai objek nomor satu yang melahirkan bahayanya pandangan. Dalam Agama
Islam memberikan ketetapan-ketetapan kepada ummatnya seperti larangan adanya
percampuran antara laki-laki dan perempuan (ikhtilath), saling berpandangan
(nazhar), berpegangan (lamsu), ke luar rumah tanpa ada mahram yang
menemaninya dan berbicara antara lawan jenis tanpa adanya hajat.
Hal ini sesekali bukan dalam rangka mengekang gerak-gerik wanita Muslimah,
akan tetapi lebih karena menjaga kesuciannya dari hal-hal yang dapat merusak
agamanya. Sehingga tidak heran jika Islam memberikan aturan untuk menjaga
kehormatan orang lain (hifzhil-Irdhi) seperti larangan melontarkan tuduhan zina
(qadzaf). Begitu juga aturan untuk menjaga nasab (hifzun-nasl) seperti aturan
pernikahan. Hifzun-nasl tidak hanya di implementasikan dalam bentuk perintah
saja, tetapi juga dalam bentuk penjagaan seperti larangan zina dan had-nya.
Lalu apa kaitan menjaga pandangan dengan menjaga kehormatan? coba perhatikan
dan renungkan dengan seksama perbedaan antara seorang muslimah yang suka
jelalatan matanya dengan seorang muslimah yang selalu menundukkan
pandanganya, tentu saja terlihat beda penilaiannya.

Hakekat Malu
Dari segi bahasa, malu (al-hayâ’) dalam At-taufiq ‘ala Muhimmat at-
Ta’arif disebutkan bahwa malu adalah menahan diri dari melakukan sesuatu
dengan alasan takut akan celaan dari orang lain. Sedangkan dari segi istilah
disebutkan, malu adalah salah satu akhlak terpuji yang mendorong seseorang
untuk meninggalkan perbuatan yang jelek dan menahan dirinya dari
merampas hak orang lain[1].

Ar-Raghib juga menyebutkan dalam kitab Fath al-Bari berkata, “Malu adalah
menahan diri dari berbuat hal-hal yang tidak baik (buruk). Malu adalah sebuah
karakter khusus bagi manusia berupa naluri untuk menahan dirinya dari hal-
hal yang diiinginkan oleh nafsunya sehingga ia berbeda dengan binatang”  [2].

Pembagian Sifat Malu

Sifat malu terbagi menjadi 2 macam, yaitu malu yang terbentuk secara alami
(bawaan) dan malu yang terbentuk karena usaha.

Pertama, malu yang terbentuk secara alami, merupakan malu yang sudah
menjadi bawaan dari seseorang, ia tidak memerlukan usaha untuk membentuk
rasa malu itu. Malu secara alami (naluri) sebenarnya dimiliki oleh setiap orang
dan merupakan anugerah dari Allah ‫ﷻ‬. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Rasa malu
tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan” (H.R.Bukhari).

Kedua, malu yang terbentuk karena usaha merupakan malu yang diusahakan
dan direalisasikan dengan usaha yang sungguh-sungguh. Malu ini diperoleh
dari proses mengenal Allah ‫ﷻ‬, mengenal Rasulullah ‫ ﷺ‬dan mengenal Islam.
Malu ini juga diperoleh dari kedekatan seorang muslim kepada Allah ‫ﷻ‬.
Kedekatan dengan Allah ‫ ﷻ‬akan menumbuhkan rasa cinta kepada Allah ‫ﷻ‬,
kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬dan kepada Islam. Rasa cinta akan mengantarkan
seseorang kepada sikap patuh dan taat terhadap ajaran-ajaran islam, salah
satunya adalah terdorong untuk berakhlak islam yaitu memiliki rasa malu.

Tiga Bentuk Malu

1. Malu kepada Allah ‫ﷻ‬

Seseorang yang memiliki rasa malu kepada Allah ‫ﷻ‬, maka ia akan berusaha
untuk meninggalkan segala yang Allah ‫ ﷻ‬benci dan mengerjakan segala yang
Allah ‫ ﷻ‬sukai. Sifat malu kepada Allah ‫ ﷻ‬akan mengantarkan pemiliknya
malu untuk berbuat dosa, karena ia memiliki sifat muraqabatullah yaitu sifat
merasa selalu diawasi oleh Allah ‫ ﷻ‬dalam setiap kondisi kapanpun dan
dimanapun.

2. Malu kepada diri sendiri

Seseorang harus mempunya rasa malu kepada dirinya sendiri. Malu kepada
diri sendiri berarti malu ketika ingin melakukan kesalahan tatkala sendiri.
Sehingga ketika memiliki niat untuk berbuat dosa tatkala sendiri, malu itulah
yang menghalangi untuk melakukannya.

3. Malu kepada orang lain


Tidak hanya malu kepada Allah dan diri sendiri, kita harus mempunyai malu
kepada orang lain. Orang yang memiliki rasa malu kepada orang lain, maka ia
tidak akan berani melakukan kesalahan ataupun dosa di hadapan orang lain.
Keutamaan Rasa Malu

1. Malu adalah akhlak Allah dan akhlak yang dicintai-Nya


Nabi pernah Rasulullah ‫ﷺ‬ bersabda kepada Asyaj bin Abdul Qais, “ Sungguh
dalam dirimu ada dua karakter yang Allah sukai yaitu sifat malu dan murah
hati.” (HR. Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Baihaqi).

Rasulullah ‫ ﷺ‬juga bersabda,“ Sungguh, Allah itu pemalu. Allah malu apabila
seseorang mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada-Nya, tetapi Dia
mengembalikannya dalam keadaan kosong.” (HR. Tirmidzi).

2. Malu adalah kebaikan dan cabang keimanan

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Rasa malu tidak akan mendatangkan sesuatu,


kecuali kebaikan.” (HR. Bukhari)

dalam hadist lain Rasulullah ‫ﷺ‬  juga bersabda, “Malu adalah salah stau
cabang dari keimanan”

3. Malu adalah perhiasan dan keindahan bagi manusia

Rasulullah ‫ﷺ‬  bersabda, “Tidaklah kekejian ada pada suatu perbuatan


melainkan akan merusak nilai perbuatan itu, dan tidaklah rasa malu ada pada
suatu perbuatan melainkan akan memperindah perbuatan itu.” (HR. Ibnu
Majah dan Tirmidzi)

4. Malu adalah akhlaknya malaikat dan akhlak Islam

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Sungguh, aku merasa malu terhadap seorang lelaki


yang para malaikat pun merasa malu terhadapnya.” (HR. Muslim)

Nabi juga bersabda,

“Setiap agama pasti memiliki ajaran moral (akhlak) dan akhlaknya islam
adalah rasa malu.” (HR. Ibnu Majah)

5. Malu adalah akhlaknya para Nabi

Rasulullah ‫ﷺ‬  pernah menceritakan terkait Nabi Musa, beliau mengatakan


bahwa Nabi Musa adalah “Sosok yang pemalu lagi tertutup. Kulitnya tidak
terlihat sedikitpun saking pemalunya.” (HR. Bukhari)
6. Malu akan mengantarkan ke surga

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “ Malu merupakan bagian dari iman dan iman


tempatnya di surga. Bertingkah sembarangan berasal dari tabiat yang kasar.
Sifat kasar tempatnya di neraka.” (HR. Tirmidzi)

7. Malu adalah tanda hidupnya hati

Dalam Al-mausu’ah al-Fiqhiyah seorang ulama berkata: “Malu adalah bagian


dari hidup. Karena hati yang hidup dapat menghadirkan sifat malu.
Sebaliknya, sedikitnya rasa malu akibat dari hati dan jiwa yang sekarat.” [3]

8. Malu dan Iman saling berkaitan

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Iman dan malu adalah sesuatu yang saling terkait,


apabila salah satunya lenyap, maka lenyaplah yang lainnya.” (H.R.al-Hâkim
(I/22), ath-Thabrâni dalam al-Mu’jâmush Shaghîr (I/223), al-Mundziri dalam
at-Targhîb wat Tarhîb (no. 3827), Abû Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ (IV/328,
no. 5741), dan selainnya. Lihat Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 3200).

Begitulah malu dalam Islam dan keutamannya. Keberadaan malu dalam diri
seseorang tidak mengantarkannya pada keburukan, justru akan membawa
kepada kebaikan dan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.[]
Penyusun:
Indayana Ratna Sari, S.Si.
S2 Pendidikan Kimia UNY
https://alrasikh.uii.ac.id/2021/02/19/malu-dalam-islam/

Ikhlas
Secara bahasa, ikhlas artinya bersih, suci, jernih, atau tidak ternoda. Sedangkan,
secara istilah, ikhlas adalah sesuatu yang murni dan tidak tercampur dengan
hal-hal yang bisa mencampurinya.

Mengutip buku Dahsyatnya Ikhlas oleh Mahmud Ahmad Mustafa (2009),


pengertian ikhlas juga disampaikan oleh ulama Abi Qasimy al-Qusyairi. Ia
berkata, “Ikhlas adalah menjadikan tujuan taar satu-satunya hanyalah kepada Allah
SWT. Dan ingin mendekatkan diri kepada Allah. Bukan untuk mendapat pujian.”
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ikhlas adalah melakukan sesuatu
dengan mengharap ridha Allah semata dan tidak mengiringinya dengan
pengharapan terhadap ridha dari selain Allah.

Sejatinya, ikhlas tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, karena ikhlas


datangnya dari hati. Hanya Allah dan umat-Nya lah yang mengetahui
keikhlasan tersebut.

Mungkin saja, di bibir seseorang dapat mengatakan dirinya ikhlas meskipun


dalam hatinya tidak demikian. Namun, Allah Maha Mengetahui segalanya.

Ikhlas juga tak terbatas dalam perkara ibadah seperti sholat, puasa, zakat, haji,
dan amal ibadah lainnya, tetapi juga menyangkut amalan-amalan yang
berhubungan dengan muamalah (kehidupan sosial). Misalnya tersenyum
kepada orang lain, menolong sesama, dan sebagainya. Begitupun ketika
dihadapi dengan cobaan, umat Muslim harus menerimanya dengan ikhlas

Tingkatan Ikhlas
Syekh Muhammad Nawawi Banten dalam kitabnya Nashaihul Ibad membagi
ikhlas menjadi tiga tingkatan. Pertama, tingkatan paling tinggi atau ikhlasul
muhibbin, yakni membersihkan perbuatan dari perhatian makhluk (manusia).
Maksudnya, pada tingkatan ini orang yang melakukan ibadah tidak memiliki
tujuan apapun selain karena ingin menuruti perintah Allah.
Ia tak pernah memikirkan balasan atas amalnya itu, bahkan tak memedulikan
apakah kelak ibadahnya itu akan membawanya ke surga atau neraka. Sebab, ia
hanya mengharapkan ridha Allah SWT semata.

Kedua, tingkatan menengah atau yang disebut dengan ikhlasul aabidin, yaitu
melakukan amal ibadah agar Allah memberinya imbalan akhirat, seperti
dimasukkan ke dalam surga atau dijauhkan dari siksa api neraka.

Pada tingkatan kedua ini, seseorang beramal karena Allah, tetapi sebenarnya ia
berharap agar ibadahnya membuatnya mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Perbuatan semacam ini masih tergolong ikhlas, meskipun ikhlasnya tidak
sempurna karena masih dipengaruhi atau didorong keinginan hal yang lain.

Ketiga, tingkatan ikhlas yang paling rendah, karena seseorang beribadah


karena Allah, tetapi memiliki harapan imbalan duniawi.

Misalnya, seorang Muslim rajin mengerjakan sholat dhuha, tetapi di baliknya ia


berharap dengan ibadahnya itu Allah akan meluaskan rezekinya. Atau banyak
membaca istighfar agar dimudahkan mendapat keturunan, dan sebagainya.

Apabila seseorang beribadah tanpa melibatkan Allah di dalamnya, misalnya


rajin sholat hanya karena ingin dianggap taat, bersedekah karena ingin
disanjung, atau hal semacamnya, itu tidak termasuk ikhlas, melainkan sikap
riya yang tercela. Hal tersebut ditegaskan oleh Syekh Nawawi. Ia mengatakan,
“Selain ketiga motivasi di atas adalah riya yang tercela.”
Zuhud
Adakah yang sudah tahu apa itu zuhud dalam agama Islam? Secara bahasa
zuhud adalah menjauhi, menghindari, dan tidak menyukai. Sedangkan secara
istilah, zuhud adalah pola hidup dalam menjaga diri dari ketergantungan
duniawi, sehingga hanya akan fokus pada akhirat.
Dalam buku Be Smart PAI karya Tui Yustiani terbitan Grafindo Media Pratama
(2016) dijelaskan ciri-ciri seorang yang zuhud. Di dalamnya juga terdapat
contoh aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Ciri-Ciri Seseorang yang Zuhud


Adapun ciri-ciri orang zuhud adalah sebagai berikut.

 Tidak menjadikan harta sebagai tujuan, melainkan menjadikan harta sebagai


alat untuk mendapatkan tujuan.
 Tidak meletakkan kebahagiaan pada hal-hal yang bersifat materi
 Lebih mengutamakan akhirat daripada dunia
 Pengabdian kepada Allah tidak terpengaruh oleh kesenangan duniawi
 Orientasi hidupnya hanya kepada Allah SWT

Orang yang zuhud akan lebih banyak mengbdikan dirinya untuk ummat.
Harta benda hanyalah alat yang akan digunakan untuk mencapai keridhaan
Allah yang lebih besar. Harta adalah perhiasan yang bisa digunakan untuk
bekal ketaatan kepada Allah.

Dalam surat Al Kahfi ayat 46 Allah berfirman, “Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah
lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Seseorang yang zuhud juga lebih mengutamakan akhirat tak akan gila dunia
dan gila harta. Dirinya akan mampu mengontrol diri untuk tetap beribadah
sesuai dengan syariat islam.

Contoh Sikap Zuhud dalam Kehidupan Sehari-hari

Seseorang yang zuhud hanya berorientasi pada Allah saja, bukan pada harta
benda. Misalkan saat melihat mobil baru. Seseorang yang zuhud tak akan
mudah terpesona dan ingin membelinya selama mobil lama masih bisa
digunakan. Mobil hanyalah sarana transportasi biasa. Seorang yang zuhud
akan melihat aspek fungsional ketimbang gengsi.

Seorang yang zuhud berarti bisa mengamalkan firman Allah dalam surat
Gahfir ayat 43 berikut ini. "Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal."

Mengamalkan zuhud dengan berpedoman pada Alquran, maka hal ini


menjadikan seseorang sebagai hamba yang beriman. Hal ini dikarenakan, tak
hanya dibaca saja, ayat Alquran juga menjadi tolok ukur aktivitas harian.
Orientasi hidupnya hanya kepada Allah SWT saja.
Refleksi Guru dan Siswa

Guru
1. Apakah kegiatan membuka pelajaran yang saya lakukan dapat
mengarahkan dan mempersiapkan siswa mengikuti pelajaran dengan
baik?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
............................................................................................
2. Bagaimana tanggapa siswa terhadapt materi atau bahan ajar yang saya
sajikan sesuai yang diharapkan? (apakah materi terlalu tinggi,terlalu
rendah, atau sesuai dengan kemampuan awal siswa) ?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
............................................................................................
3. Bagaimana respon siswa terhadap media pembelajaran yang
digunakan ? apakah media sesuai dan mempermudah siswa
menguasai kompetensi atau materi yang diajarkan ?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
............................................................................................
4. Bagaimana tanggapan siswa terhadap kegiatan belajar yang telah saya
rancang ?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
............................................................................................
5. Bagaimana tanggapan siswa terhadap metode atau teknik
pembelajaran yang saya gunakan?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
............................................................................................

Siswa

1. Apa yang sudah kalian pelajari?


________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________
2. Apa yang kalian kuasai dari materi ini?
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________
3. Bagian apa yang belum kalian kuasai?
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________
4. Apa upaya kalian untuk menguasai yang belum kalian kuasai?
Coba diskusikan dengan teman maupun guru kalian
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________

Bahan Bacaan Siswa

1. Buku elektronik siswa kelas XI SMK


2. https://alrasikh.uii.ac.id/2021/02/19/malu-dalam-islam/

You might also like