You are on page 1of 30

PROPOSAL PENELITIAN

“PENGEMBANGAN E-MODUL PEMBELAJARAN DRAFTER UNTUK


PEMBELAJARAN DI TALENT CLASS SMA HOMESCHOOLING KAK
SETO ( HSKS )”

Penulis :

ALBAR RIADI

NIM.1517822010

Program Studi Pendidikan dan Teknologi Kejuruan

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 3


B. Fokus Masalah ..................................................................................... 8
C. Perumusan Masalah ............................................................................. 8
D. Kesesuaian dan Kebaharuan Penelitian .............................................. 8

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Konsep Pengembangan Model ............................................................ 9


B. Konsep Produk yang Dikembangkan................................................... 15
C. Kerangka Teoritik ................................................................................ 18
D. Rancangan E-modul ............................................................................. 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian ................................................................................. 22


B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 22
C. Karakteristik Model yang Dikembangkan ........................................... 23
D. Pendekatan dan Metode Penelitian ...................................................... 23
E. Langkah-Langkah Pengembangan Produk .......................................... 26

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini pendidikan menjadi salah satu sektor yang penting dalam
kehidupan manusia. Tidak jarang banyak hal lain dikesampingkan demi
mendapatkan pendidikan yang layak. Menurut UU SISDIKNAS NO. 20 tahun

2003, pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri, berakhlak mulia,
kecerdasan,dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan masyarakat.
Pengembangan dan perubahan dalam dunia pendidikan terus diupayakan karena
pendidikan yang bersifat fleksibel. Dunia pendidikan dan IPTEK harus beriringan,
semakin maju dunia IPTEK harus diiringi juga dengan pendidikan yang semakin

maju.

Pendidikan tidak terlepas dari konsep – konsep pembelajaran. Pembelajaran


merupakan proses komunikasi dua arah antara pengajar dan yang belajar. Dimana
pengajar dilakukan oleh guru sedangkan yang belajar adalah peserta didik atau
siswa. Pembelajaran juga dapat dikatakan sebagai proses untuk membelajarkan
siswa menggunakan teori pendidikan maupun teori belajar yang diharapkan
mencapai suatu keberhasilan dalam dunia pendidikan. (Syaiful Sagala, 61:2009)

Untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan, terdapat banyak jalur yang


dapat ditempuh. Dimana jalur pendidikan itu sendiri adalah wahana atau jalan yang
dapat dilalui oleh peserta didik dalam mengembangkan potensi diri supaya supaya
tujuan pendidikan yang diharapkan tercapai. Dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal

13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non-
formal dan informal.

Pendidikan formal dilakukan di sekolah, pendidikan non formal dilakukan di


lingkungan masyarakat dan pendidikan informal utamanya dilaksanakan di

3
4

keluarga. Oleh karena itu, pendidikan non formal dan informal sering dianggap
sebagai pendidikan di luar persekolahan, atau dapat disebut juga pendidikan luar
sekolah. Banyak perbedaan pandangan terhadap pendidikan luar sekolah ini di
kalangan masyarakat maupun dikalangan akademisi. Semua perbedaan pandangan
tersebut ditegaskan oleh UU Sisdiknas No.2/1989 bahwa pendidikan nasional
dilaksanakan melalui jalur persekolahan dan jalur pendidikan luar sekolah. Sejalan
dengan itu, di lingkungan Departemen/Kementerian Pendidikan Nasional, dalam
struktur organisasi Kementerian/Departemen juga terjadi penggantian nomenklatur
dari Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah menjadi Direktorat Jenderal
Pendidikan Non Formal dan Informal. Walaupun tentu tidak berarti pengaturan
sistem pendidikan nasional melalui undang-undang ini bermaksud hanya membatasi
pendidikan nonformal dan informal (pendidikan luar sekolah) yang diselenggarakan
Departemen/Kementerian Pendidikan Nasional.

Salah satu contoh dari pendidikan informal adalah Homeschooling. Menurut


Sumardiono (2007), prinsip dalam pendidikan Homeschooling adalah bagaimana
sebuah keluarga dapat bertanggung jawab sendiri terhadap pendidikan yang
didapatkan oleh anak – anaknya dengan rumah sebagai tempat dilaksanakannya
pendidikan itu sendiri. Orang tua secara langsung menangani, ikut terlibat dan
bertanggung jawab dalam penyelenggaran pendidikan untuk anak – anaknya mulai
dari proses penentuan arah dan tujuan pendidikan, keterampilan dan kemampuan
yang ingin dicapai, nilai yang harus dicapai hingga cara belajar sehari – hari

Banyak dikemukakan alasan mengapa orang tua dan anak lebih memilih jalur
pendidikan Homeschooling. Beberapa alasannya adalah kekecewaan terhadap sikap
guru dan teman – teman peserta didik yang kurang bersahabat, kurangnya
kepercayaan orang tua terhadap sistem sekolah umum dan sikap orang tua yang
tidak ingin disibukan dengan permasalahan anak – anak disekolah. Anak juga
beranggapan bahwa sekolah secara umum merupakan kegiatan membosankan
karena hal yang sama akan dilakukan setiap harinya. Mereka tidak ingin
menghabiskan sebagaian besar waktunya untuk belajara disekolah tanpa bisa
mengembangkan bakat dan minat yang mereka inginkan, karena itu Homeschooling
menjadi salah satu alternative bagi mereka untuk belajar dengan nyaman.
5

Jalur pendidikan Homeschooling dapat dilakukan oleh semua kalangan tanpa


terkecuali, namun untuk mencapai keberhasilannya harus dengan komitmen yang
luar biasa dan sikap disiplin. Orang tua bebas memilih cara agar anak – anaknya
mendapat pendidikan dengan memilih kurikulum yang sudah ditetapkan
Departemen Pendidikan setempat. Cara belajar yang dipilih oleh orang tua haruslah
sesuai dengan karakteristik anak yang kemudian kegiatan tersebut harus dilaporkan
ke Dinas Pendidikan setempat agar peserta didik Homeschooling tersebut mendapat
ijasah resmi dari pemerintah berupa Paket A (SD), Paket B (SMP), dan Paket C
(SMA).

Menurut Ahmad Kholil, dkk dalam tulisannya yang berjudul “Vocational


Homeschooling Educational Ideas Based on Technopreneurship in Jakarta
Indonesia” menjelaskan bahwa pembelajaran di Homeschooling mengharuskan
siswanya aktif. Pembelajaran yang aktif mengharuskan guru dapat menciptakan
susasana yang dapat mendukung siswnya untuk dapat aktif bertanya, membangun
gagasan, dan melakukan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman secara
langsung. Pembelajaran yang aktif atau konstruktif mengarahkan siswa untuk aktif
mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya bukan hanya sekedar menunggu
arahan dan bimbingan dari guru maupun temannya. Dengan belajar ini, diharapkan
dapat merangsang dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar, berpikir
inovatif dan mengembangkan potensi mereka secara optimal.

Secara umum di setiap jenis pendidikan dibutuhkan perangkat pembelajaran.


Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah, bertolak dari hal tersebut adalah suatu tantangan bagi para guru untuk
dapat mengambangkan perangkat pembelajarannya sendiri. Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 yang berkaitan dengan standar nasional pendidikan memberi
isyarat bahwa setiap guru diharapkan dapat mengembangkan perencanaan
pembelajaran yang kemudai di pertegas melalui Permendiknas Nomor 41 Tahun

2007 tentang standar proses. Untuk memenuhi satndarnya maka pembelajaran harus
direncanakan, dinilai dan diawas.Menurut Hamzah dan Muhlisrarini (2014)
perencanaan program pembelajaran sebagai patokan atau acuan kepada peserta
didik untuk membantu proses pembelajaran yang efektif. Salah satu perencanaan
pembelajaran itu sendiri adalah penyusunan terhadap perangkat pembelajaran.
6

Terdapat banyak perangkat pembelajaran yang harus dimilki oleh sebuah instansi
pendidikan maupun individu seperti guru. Diantaranya adalah silabus, RPP, program
tahunan, program semester, buku absen, buku jurnal, buku penilaian, bundle
portofolio, bank soal, dan media pembelajaran. Semua perangkat pembelajaran
tersebut minimal harus dimiliki oleh setiap guru yang akan mengajar. Administrasi
perangkat pembelajaran tersebut harus dapat dimengerti, hal ini berguna untuk dapat
menunjang selama proses belajar mengajar.

Dalam pembelajaran, media berupa E-modul menjadi salah satu yang penting
dalam mendukung proses pembelajaran. E-modul yang diterapkan pada pembelajaran
dapat dijadikan sebagai acuan dalam belajar dan mempengaruhi hasil belajar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aulia (2013) dapat disimpulkan bahwa
penggunaan E-modul memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap hasil belajar
siswa. Hal ini didasarkan dat yang diperoleh dari posttest pada kelas yang
menggunakan E-modul sebesar 89,23 sedangkan hasil yang diperoleh dari posttest
pada kelas yang tidak menggunakan E-modul hanya sebesar 79,41. Dari hasil
penelitian tersebut dapat dilihat hasil belajar siswa dengan menggunakan E-modul
lebih baik dibangdingkan tanpa E-modul. (Aulia et al., 2014)

Untuk pembelajaran kontekstual, media belajara berupa E-modul adalah salah


satu yang sesuai untuk diterapkan. E-modul merupakan media belajar yang tersusun
secara sistematis guna sebagai bahan ajar yang dapat membantu siswanya selama
proses pembelajaran. Menurut Suryaningsih (2010:31) dapat dikemukakan
beberapa manfaat E-modul yaitu : 1). Untuk meningkatkan motivasi siswa, karena
setiap kali ada tugas yang dikerjakan menggunakan E-modul , permasalahan yang
terjadi dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan. 2). Untuk mengetahui
bagian dari pembelajaran mana yang siswa sudah berhasil dan bagian mana yang
belum berhasil setelah dilakukannya evaluasi. 3). Pembagian untuk bahan ajar lebih
merata di setiap semester atau tahun ajarannya. 4). Pendidikan lebih berdaya guna,
karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang akademik.

Dalam kenyataan pembelajaran , siswa biasanya akan malas untuk mencari


informasi dalam belajar. Mereka akan lebih mengandalkan materi yang diberikan
oleh guru dalam proses belajar. Salah satu faktor yang juga mempengaruhi sikap
7

malas siswa adalah harus mencari sumber belajar sendiri tanpa diberikan pedoman
pembelajaran.

Untuk pemberian materi pembelajaran materi sejak awal masih banyak


kendala dalam kegiatan belajar mengajar. Hasil obseravasi dan wawancara yang
dilakukan di SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta khususnya juruasan teknik
pemesinan selama proses belajar mengajar yang dilakukan, guru lebih banyak
menerapkan metode ceramah. Guru hanya menjelaskan dengan berceramah dan
sesekali menulis di papan tulis. Hal ini membuat siswanya kurang aktif karena
hanya menerima semua materi dari guru tanpa melakukan kegiatan yang bisa
mendorong keaktifan dan kreatifitas selama proses pembelajaran. Dengan metode
ceramah ini, siswa biasanya akan cenderung lebih bosan selama proses belajar.
Tingkat pemahaman siswa yang beraneka ragam membutuhkan penjelasan yang
lebih akibat kurangnya sikap mandiri siswa dan belum tersedianya media
pembelajaran yang dapat membantu kegiatan belajar mengajar. Dari masalah
tersebut guru membutuhkan tenaga tambahan dalam proses belajar mengajar
sehingga materi yang akan disampaikan lebih mudah diapahami oleh siswa
walaupun secara madiri.

Selain faktor daitas, faktor lain yaitu guru dituntut dapat mengembangkan
keterampilan membuat media pembelajaran yang akan digunakan selama proses
belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran tentunya terdapat komponen penting
yang harus dimiliki yaitu media pembelajaran dan sumber pembelajaran berupa E-
modul. (Rahayu, 2013:74). Umumnya, banyak dari guru atau tenaga pendidik yang
belum bisa mengembangkan media pembelajaran berupa E-modul, tidak sedikit dari
mereka yang menggunakan E-modul yang sudah ada sebelumnya. Hal ini sangat
disayangkan karena terkadang kurangnya kesesuaian antara perangkat pembelajaran
lain dan kondisi siswa dengan E-modul yang sudah tersedia.

Berdasarkan uraian materi di atas , peneliti melakukan penelitian yang


berguna untuk mengembangkan sebuah E-modul yang berisi pembelajaran tentang
pendidikan SMA yang menggunakan sistem Homeschooling serta penambahan
mata pelajaran Drafter. Diharapkan E-modul tersebut dapat menjadi pedoman
pembelajaran siswa program Homeschooling SMA supaya siswa tersebut selain
memiliki pengetahuan dasar sekolah menengah tingkat atas juga memiliki
ketrampilan atau softskill khususnya dalam bidang menggambar atau desain
yang dapat bermanfaat dalam menghadapi persaingan dalam dunia industry.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dan banyaknya masalah yang


diidentifikasi, maka penelitian ini akan dibatasi pada masalah minimnya bahan ajar
interaktif yang dapat menvisualisasikan materi yang bersifat abstrak, sehingga
pemahaman siswa masih perlu ditingkatkat dan dikembangkan sesuai dengan
standar pembelajaran.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk E-modul pembelajaran drafter untuk pembelajaran di


talent class sma homeschooling kak seto ( HSKS ) ?
2. Apakah E-modul layak untuk meningkatkan pemahaman pembelajaran
drafter untuk pembelajaran di talent class sma homeschooling kak seto
(HSKS) ?
3. Apakah E-modul efetif untuk meningkatkan pemahaman pembelajaran
drafter untuk pembelajaran di talent class sma homeschooling kak seto
(HSKS) ?

D. Kesesuaian dan Kebaharuan Penelitian

Penelitian-penelitian terdahulu sudah banyak yang mengkaji mengenai


pengembangan mdoul pembelajaran siswa.. Namun belum pernah ada yang
mengkaji pengembangan E-modul pembelajaran drafter untuk pembelajaran di
talent class sma homeschooling kak seto ( hsks ).
BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Konsep Pengembangan Model

Research and Development (Penelitian dan Pengembangan) merupakan


metode penelitian untuk mengembangkan dan menguji produk yang nantinya akan
dikembangkan dalam dunia pendidikan. Terdapat berbagai macam model penelitian
yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian Research and Development
ini, berikut ini macam-macam model yang digunakan dalam penelitian dan
pengembangan (Amali et al., 2019).

Model Pengembangan Borg dan Gall

Menurut (Borg & Gall, 1983) model pengembangan ini menggunakan alur air
terjun (waterfall) pada tahap pengembangannya. Model pengembangan Borg dan
Gall ini memiliki tahap-tahap yang relatif panjang karena terdapat 10 langkah
pelaksanaan: (1) penelitian dan pengumpulan data (research and information
colleting), (2) perencanaan (planning), (3) pengembangan draft produk (develop
preliminary form of product), (4) uji coba lapangan (preliminary field testing), (5)
penyempurnaan produk awal (main product revision), (6) uji coba lapangan (main
field testing), (7) menyempurnakan produk hasil uji lapangan (operational product
revision), (8) uji pelaksanaan lapangan (operasional field testing), (9)
penyempurnaan produk akhir (final product revision), dan (10) diseminasi dan
implementasi (disemination and implementation) (Hamdani, 2011). Langkah
tersebut ditunjukkan pada bagan berikut:

9
10

Tahap yang dilaksanakan pada pengembangan penelitian ini secara rinci


sebagai berikut.
1. Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan data
melalui survei), termasuk dalam langkah ini antara lain studi literatur yang
berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, dan persiapan untuk
merumuskan kerangka kerja penelitian
2. Planning (perencanaan), termasuk dalam langkah ini merumuskan
kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan permasalahan, menentukan
tujuan yang akan dicapai pada setiap tahapan, dan jika mungkin/diperlukan
melaksanakan studi kelayakan secara terbatas
3. Develop preliminary form of product (pengembangan bentuk permulaan
dari produk), yaitu mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang
11

akan dihasilkan. Termasuk dalam langkah ini adalah persiapan komponen


pendukung, menyiapkan pedoman dan buku petunjuk, dan melakukan
evaluasi terhadap kelayakan alat-alat pendukung
4. Preliminary field testing (ujicoba awal lapangan), yaitu melakukan uji coba
lapangan awal dalam skala terbatas. Dengan melibatkan subjek sebanyak
6 –12 subjek. Pada langkah ini pengumpulan dan analisis data dapat
dilakukan dengan cara wawancara, observasi atau angket
5. Main product revision (revisi produk), yaitu melakukan perbaikan terhadap
produk awal yang dihasilkan berdasarkan hasil uji coba awal. Perbaikan
ini sangat mungkin dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil yang
ditunjukkan dalam uji coba terbatas, sehingga diperoleh draft produk
(model) utama yang siap diujicobakan lebih luas
6. Main field testing (uji coba lapangan), uji coba utama yang melibatkan
seluruh peserta didik
7. Operational product revision (revisi produk operasional), yaitu melakukan
perbaikan/penyempurnaan terhadap hasil uji coba lebih luas, sehingga
produk yang dikembangkan sudah merupakan desain model operasional
yang siap divalidasi
8. Operational field testing (uji coba lapangan operasional), yaitu langkah uji
validasi terhadap model operasional yang telah dihasilkan
9. Final product revision (revisi produk akhir), yaitu melakukan perbaikan
akhir terhadap model yang dikembangkan guna menghasilkan produk akhir
(final)
10. Dissemination and implementation, yaitu langkah menyebarluaskan
produk/model yang dikembangkan dan menerapkannya di lapangan.
12

Model pengembangan Borg dan Gall ini memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihan dari model ini yaitu mampu menghasilkan suatu produk dengan nilai
validasi yang tinggi dan mendorong proses inovasi produk yang tiada henti,
sedangkan untuk kelemahan dari model ini yaitu memerlukan waktu yang relatif
panjang, karena prosedur realtif kompleks dan memerlukan sumber dana yang
cukup besar.

Model Pengembangan 4D

Menurut (Thiagarajan, 1974) terdiri dari empat tahap pengembangan. Tahap


pertama Define atau sering disebut sebagai tahap analisis kebutuhan, tahap kedua
adalah Design yaitu menyiapkan kerangka konseptual model dan perangkat
pembelajaran, lalu tahap ketiga Develop, yaitu tahap pengembangan melibatkan uji
validasi atau menilai kelayakan media, dan terakhir adalah tahap Disseminate, yaitu
implementasi pada sasaran sesungguhnya yaitu subjek penelitian
13

Adapun rincian tahapan pengembangan sebagai berikut:

Tahap Define (Pendefinisian)

Tahap awal dalam model 4D ialah pendefinisian terkait sayarat pengembangan.


Sederhananya, pada tahap ini adalah tahap analisis kebutuhan. Dalam
pengembangan produk pengembang perlu mengacu kepada syarat pengembangan,
manganalisa dan mengumpulkan informasi sejauh mana pengembangan perlu
dilakukan.

Tahap Design (Perancangan)

Tahap kedua dalam model 4D adalah perancangan (design). Ada 4 langkah yang
harus dilalui pada tahap ini yakni constructing criterion-referenced test
14

(penyusunan standar tes), media selection (pemilihan media), format selection


(pemilihan format), dan initial design (rancangan awal).

Tahap Develop (Pengembangan)

Tahap ketiga dalam pengembangan perangkat pembelajaran model 4D adalah


pengembangan (develop). Tahap pengembangan merupakan tahap untuk
menghasilkan sebuah produk pengembangan. Tahap ini terdiri dari dua langkah
yaitu expert appraisal (penilaian ahli) yang disertai revisi dan delopmental testing
(uji coba pengembangan).

Tahap Disseminate (Penyebarluasan)

Tahap terakhir dalam pengembangan perangkat pembelajaran model 4D ialah tahap


penyebarluasan. Tahap akhir pengemasan akhir, difusi, dan adopsi adalah yang
paling penting meskipun paling sering diabaikan.

Tahap penyebarluasan dilakukan untuk mempromosikan produk hasil


pengembangan adar diterima pengguna oleh individu, kelompok, atau sistem.
Pengemasan materi harus selektif agar menghasilkan bentuk yang tepat. Terdapat
tiga tahap utama dalam tahap disseminate yakni validation testing, packaging, serta
diffusion and adoption.

Kelebihan model 4D yaitu tidak membutuhkan waktu yang realtif lama, karena
tahapan relatif tidak terlalu kompleks. Kelemahan Model 4D yaitu di dalam model
4D hanya sampai pada tahapan penyebaran saja, dan tidak ada evaluasi, dimana
evaluasi yang dimaksud adalah mengukur kualitas produk yang telah diujikan, uji
kualitas produk dilakukan untuk hasil sebelum dan sesudah menggunakan produk.
15

Model Pengembangan ADDIE

Menurut Dick et al. (2005) mengembangkan model model pengembangan yaitu


model ADDIE, model tersebut terdiri dari lima tahapan pengembangan

Model yang melibatkan tahap-tahap pengembangan model dengan lima


langkah/fase pengembangan meliputi: Analysis, Design, Development or
Production, Implementation or Delivery dan Evaluations.

B. Konsep Produk yang Dikembangkan

Pengertian Pengembangan E-Modul Pembelajaran

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2002,


pengembangan adalah kegiatan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
bertujuan untuk pemanfaatan teori dan kaidah ilmu pengetahuan yang
kebenarannya telah terbukti untuk meningkatkan manfaat, fungsi dan aplikasi ilmu
pengetahuan serta teknologi yang telah ada maupun menciptakan teknologi baru

Menerut Seels & Richey (Alim Sumarno, 2012) pengembangan adalah


penerjemahan bentuk rancangan ke dalam bentuk atau fitur fisik. Pengemabangan
secara spesifik berarti proses untuk menghasilkan produk – produk pembelajaran.
16

Menurut Teassmer dan Richey (Alim Sumarno,2012) pengembangan di pusatkan


bukan hanya pada kebutuhan , tetapi juga masalah – masalah yang lebih bersifat
kontekstual. Dalam pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang
didasarkan atas temuan yang terdapat dilapangan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengembangan


adalah usaha yang dilakukan secara sadar, terencana, teratur, terarah dan
bertanggung jawab untuk memanfaatkan, memperbaiki hingga menghasilkan suatu
produk atau gagasan yang semakin bermanfaat dalam upaya peningkatan kualitas
terhadap mutu

Pengertian E-Modul Pembelajaran

Belajar adalah suatu proses atau upaya yang dilakukan setiap individu untuk
mendapatkan perubahan tingkah laku, baik dalam bentuk pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai positif-sebagai-suatu-pengalaman dari berbagai
materi yang telah dipelajari. Definisi belajar dapat juga diartikan sebagai segala
aktivitas psikis yang dilakukan oleh setiap individu sehingga tingkah lakunya
berbeda antara sebelum dan sesudah belajar. Perubahan tingkah laku atau
tanggapan karena adanya pengalaman baru, memiliki kepandaian/ ilmu setelah
belajar, dan aktivitas berlatih. Dapat dikatakan bahwa arti belajar adalah suatu
proses perubahan kepribadian seseorang dimana perubahaan tersebut dalam bentuk
peningkatan kualitas perilaku, seperti peningkatan pengetahuan, keterampilan, daya
pikir, pemahaman, sikap, dan berbagai kemampuan lainnya.

Kurikulum 2013 mengamanatkan pembentukan karakter peserta didik sebagai


pribadi pembelajar, yang mampu menggali (mengksplorasi) sendiri berbagai
sumber belajar untuk menjawab rasa keingin tahuannya. Pada kondisi ini guru
17

diharapkan memposisikan diri sebagai fasilitator yang berfungsi membantu siswa


dalam proses belajarnya. Dalam fungsinya sebagai fasilitator pada proses
pembelajaran, guru diharapkan mampu menciptakan suasana proses belajar dengan
memberikan berbagai alternatif media dan sumber belajar peserta didik. Seiring
dengan perkembangan teknologi dan informasi, penggunaan modul elektronik (e-
Modul) adalah salah satu pilihan yang dapat dipilih oleh guru.

Tujuan Pengembangan E-Modul Pembelajaran

Setiap instansi atau lembaga pendidikan disarankan untuk dapat


mengembangkan modul pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar modul yang
disediakan oleh instansi atau lembaga yang menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran tersebut sesuai dengan karakteristik siswa. Modul yang sudah
tersedia dipasaran biasanya belum tentu cocok dengan karakteristik setiap lembaga
pendidikan. Misalnya modul matematika di sekolah dasar negeri belum tentu cocok
digunakan di Homeschooling sekolah dasar yang cenderung karakteristik siswanya
lebih beraneka ragam.

Pengertian E-Modul Pembelajaran Talent Class Drafter

Menurut Kotler dan Armstrong (2001:346) pengertian dari sebuah produk adalah
sesuatu yang dapat diperkenalkan dan tawarkan ke dalam pasar guna mendapatkan
perhatian, keinginan dibeli, digunakan ataupun dikonsumsi yang dapat memenuhi
keinginan atau kebutuhan. Secara konseptual produk adalah segala sesuatu yang
ditawarkan oleh produsen kepada konsumen sebagi usaha dalam pemenuhan
kebutuhan, sesuai dengan kompetensi dan kapasitasnya serta daya beli pasar.

Produk yang di kembangkan pada penelitian kali ini berupa modul pembelajaran
untuk Talent Class Drafter Homeschooling Kak Seto. Modul Drafter ini disiapkan
18

untuk 2,5 tahun atau 5 semester, dimana modul ini digunakan untuk pertemuan
tatap muka sebanyak 1 kali dalam seminggu dengan durasi 4 jam pelajaran.

Tujuan E-Modul Pembelajaran Talent Class Drafter

Tujuan Modul pembelajaran Talent Class Drafter yang dikembangkan adalah untuk
memenuhi kebutuhan siswa dalam proses pembelajaran serta membantu siswa
supaya lebih mudah dan dapat belajar secara mandiri dalam program Talent Class
Drafter Homeschooling kak Seto. Untuk lembaga Homeschooling itu sendiri juga
bertujuan untuk lebih membantu dalam terlaksanakannya program belajar mengajar
yang lebih mandiri dan terstruktur.

C. Kerangka Teoritik

E-modul Pembelajaran

Menurut Mulyasa (2004:43-45), E-modul merupakan paket belajar mandiri yang


disusun secara sistematis untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran
melalui serangkaian pengalaman belajar. E-modul memiliki beberapa komponen :

1. lembar kerja , menyertai lembaran kegiatan siswa yang dipakai untuk


menjawab atau mengerjakan soal-soal tugas atau masalah-masalah yang
harus dipecahkan, lembar kegiatan siswa , memuat pelajaran yang harus
dikuasai oleh siswa.
2. Susunan materi sesuai dengan tujuan instruksional yang akan dicapai,
disusun langkah demi langkah sehingga mempermudah siswa belajar.,
kunci lembar kerja siswa ,berfungsi untuk mengevaluasi atau mengoreksi
sendiri hasil pekerjaan siswa.
19

3. lembar soal, berisi soal-soal guna melihat keberhasilan siswa dalam


mempelajari bahan yang disajikan dalam E-modul,
4. kunci jawaban untuk lembar soal, merupakan alat koreksi terhadap
penilaian yang dilaksanakan oleh para siswa sendiri.

Komponen-komponen tersebut disusun menjadi sebuah E-modul dengan prinsip-


prinsip penyusunan sebagai berikut :

1. bahasa E-modul harus menarik dan selalu merangsang siswa untuk berfikir,
2. informasi tentang materi pelajaran dilengkapi oleh gambar-gambar atau alat
peraga lainnya,
3. E-modul harus memungkinkan penggunaan multimedia yang relevan
dengan tujuan,
4. waktu mengerjakan E-modul sebaiknya berkisar antara 4 sampai 8 jam
pelajaran,
5. E-modul harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa, dan E-modul
memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikannya secara
individual (Nana Sujana, 1992 : 98).

Homeschooling

Sebutan sekolah rumah untuk Homeschooling merupakan model pendidikan


alternative yang fenomenal yang ramai diperbincangkan oleh kalangan masyarakat,
orang tua, dan praktisi pendidikan, diantaranya berkaitan dengan sosialisasi anak
jika belajar di rumah, peran orang tua akan bisa secara total dalam mengawasi dan
mendampingi anak, baik dalam cara belajarnya, materi pelajaran, proses
evaluasinya. Menurut Sumardiono (2007) yang merupakan salah seorang praktisi
20

Homeschooling, prinsip dalam pendidikan Homeschooling adalah sebuah keluarga


bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dengan menggunakan
rumah sebagai basis pendidikannya. Orang tua bertanggung jawab dan terlibat
secara langsung dalam proses penyelenggaraan pendidikan dan PDCA (Plan, Do,
Check and Actions) yakni mulai dari penentuan arah dan tujuan dari pendidikan,

nilai yang ingin dicapai, keterampilan dan kemampuan yang ingin dicapai,
kurikulum pembelajaran hingga cara belajar keseharian anak.

Talent Class Drafter

Setiap individu memiliki kemampuan masing – masing baik dalam bidang


akademik maupun non akademik. Kemampuan yang dimiliki setiap individu
berbeda – beda dan tidak bisa semua harus dipaksakan sama. Maka dari itu perlu
dikembangkan , jangan sampai kemampuan tersebut hanya terpendam dalam diri
masing – masing.

Oleh karena itu dibutuhkanlah sarana atau wadah sebagai tempat untuk bisa
mengeksplorasi dan menyalurkan kemampuan tersebut. Talent Class Drafter adalah
wadah atau sarana bagi mereka yang ingin mengembangkan dan menyalurkan
bakatnya di bidang Drafter atau lebih mudahnya menggambar.

Di Talent Class Drafter akan diberikan pembelajaran tentang bagaimana menjadi


seorang calon Drafter dan apa saja yang dibutuhkan oleh seorang Drafter. Dalam
Talent Class tersebut pembelajaran didasarkan pada dasar – dasar atau point– point
yang akan diujikan untuk medapatkan sertifikasi seorang Drafter oleh LSP (
Lembaga Sertifikasi Profesi ). Sehingga setelah lulus pembelajaran di Talent Class
21

Drafter tersebut , diharapkan siswa bisa mengikuti ujian untuk sertifikasi untuk
mendapatkan sertifikat sebagai seorang Drafter. Dengan begitu kemampuannya
dapat diakui secara universal minimal dalam skala nasional

E-modul Talent Class Drafter

Menurut pernyataan diatas dapat di simpulkan bahwa E-modul Drafter adalah


pedoman yang disiapkan oleh pendidik kepada peserta didik agar peserta didik
dapat belajar secara mandiri khususnya dalam bidang Drafter. Pelajaran Drafter
memerlukan latihan berupa praktikum secara kontinu. Dengan adanya E-modul
diharapkan peserta didik dapat dapat melakukan latihan secara kontinu tanpa
adanya pendidik. Jadi kegiatan latihan tidak hanya berpusat pada pendidik tetapi
pserta didik juga dapat bereksplorasi dengan pedoman dari E-modul tersebut

E-modul Drafter ini disiapkan untuk 2,5 tahun atau 5 semester, dimana E-modul ini
digunakan untuk pertemuan tatap muka sebanyak 1 kali dalam seminggu dengan
durasi 4 jam pelajaran.

D. Rancangan E-modul

Berdasarkan analisa di atas, perlu dikembangkan E-modul pembelajaran guna


membantu siswa dan guru dalam proses belajar mengajar di Talent Class
Homeschooling Kak Seto. E-modul yang dikembangkan harus disesuaikan dengan
karakeristik siswa siswi Homeschooling Kak Seto. Dimulai dari tampilan covernya,
penyajian gambar, materi yang disjaikan dan komponen – komponen lain. Oleh
karena itu diperlukan beberapa tahap dalam pengembangannya , mulai dari analisis
kompetensi dasar dan materi yang akan disajikan , penyusunan kerangka, validasi
sampai akhirnya E-modul tersebut siap di gunakan
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui bagaimana proses dan langkah dalam pengembangan media


pembelajaran berupa E-modul Drafter yang dapat dipahami dan dimengerti
oleh siswa Talent Class Homeschooling Kak Seto (HSKS)
2. Dapat mengetahui kelayakan terhadap E-modul Drafter yang dibuat untuk
pembelajaran siswa Talent Class Homeschooling Kak Seto (HSKS)
3. Dapat mengetahui kefektifan terhadap E-modul Drafter yang dibuat untuk
pembelajaran siswa Talent Class Homeschooling Kak Seto (HSKS)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di Homeschooling Kak Seto (HSKS) yang


berlokasi di Jl. Raya Perigi Lama No.3A, Parigi, Kec. Pd. Aren, Kota Tangerang
Selatan, Banten 15227. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari 2032
sampai dengan Bulan Agustus 2023.

C. Karakteristik Model yang Dikembangkan

22
23

Sesuai dengan karakteristik penelitian yang dilakukan, data yang dihasilkan dari
kuesioner dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif untuk melihat
kecenderungan- kecenderungan yang terjadi. Sedangkan data yang bersifat
kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara, FGD, worshop, dan studi dokumen
dianalisis dengan teknik analisis data kualitatif model interaktif yang secara
simultan terdiri dari tahapan: (1) pengumpulan data, (2) Reduksi data, (3) penyajian
data, dan (4) penarikan kesimpulan/verifikasi. 1. E-modul Drafter yang dibuat
untuk pembelajaran siswa Talent Class Homeschooling Kak Seto (HSKS)
menggunakan model regresi.

D. Pendekatan dan Metode Penelitian

Metode dalam pengembangan penelitian E-modul ini adalah pengembangan R&D


(research and development). Metode penelitian ini adalah penelitian yan bertujuan
untuk menghasilkan produk tertentu yang layak untuk digunakan melalui validasi,
uji coba dan revisi yang dilakukan. Borg and Gall (Sugiyono,2011:4) menyatakan
bahwa penelitian pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk
mengembangkan produk – produk yang digunakan dalam dunia pendidikan
menggunakan validasi – validasi yang dilakukan. Model pengembangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model dari Dick&Carey (2000:6-8), yaitu :

1. Identifikasi Tujuan Pembelajaran

Langkah pertama dalam proses R&D adalah menentukan informasi apa yang akan
ditampilkan dan keterampilan yang akan diajarkan kepada siswa. Tujuan
pembelajaran dapat berasal dari tujuan pendidikan nasional, analisis kinerja,
analisis kebutuhan siswa, dan kesulitan belajar siswa.
24

2. Analisis Pembelajaran

Setelah identifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah menentukan


langkah yang dilakukan agar tujuan pembelajaran tercapai. Proses analisis
pembelajaran pada akhirnya akan menentukan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang dibutuhkan siswa.

3. Analisis Pembelajar dan Konteks

Tahap selanjutnya adalah analisis paralel dari siswa, pihak yang akan belajar
keterampilan hingga akhirnya menerapkan dalam kehidupannya. Keterampilan
awal siswa, kecenderungan/ prioritas, dan sikap ditentukan bersama dengan
karakteristik pembelajaran agar menghasilkan produk yang sesuai kebutuhan.

4. Menentukan Tujuan Pembelajaran

Langkah selanjutnya adalah menuliskan pernyataan spesifik dari apa yang siswa
dapat lakukan ketika mereka menyelesaikan pembelajaran. Pernyataan ini berasal
dari keterampilan yang diidentifikasi dalam analisis pembelajaran,
mengidentifikasi keterampilan yang harus dipelajari, kondisi di mana keterampilan
akan didemonstrasikan, dan kriteria untuk tujuan pembelajaran yang sukses

5. Mengembangkan Instrumen Penilaian

Berdasarkan tujuan yang telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah


mengembangkan penilaian yang sejajar dan mengukur kemampuan peserta didik
untuk melakukan apa yang menjadi tujuan pembelajaran Penekanan utama
ditempatkan pada hal berkaitan dengan jenis keterampilan yang diuraikan dalam
tujuan dengan persyaratan penilaian.

6. Mengembangkan Strategi Pembelajaran


25

Berdasarkan informasi dari lima langkah sebelumnya, langkah selanjutnya adalah


mengidentifikasi strategi untuk digunakan dalam pembelajaran. Strategi digunakan
untuk membantu perkembangan siswa dalam belajar yang mencakup kegiatan
sebelum pembelajaran (menstimulasi motivasi dan memfokuskan perhatian),
penyajian konten baru dengan contoh dan demonstrasi, kegiatan pembelajaran dan
penilaian yang aktif, dan tindak lanjut kegiatan yang berhubungan dengan
kemampuan yang baru dipelajari untuk dilakukan dunia nyata.

7. Mengembangkan dan Memilih Bahan Pembelajaran

Langkah selanjutnya adalah menghasilkan bahan pembelajaran yang sesuai dengan


strategi pembelajaran. Bahan pembelajaran biasanya terdiri dari panduan bagi
peserta didik, materi pembelajaran, dan penilaian.

8. Mendesain dan Melakukan Evaluasi Formatif

Setelah draft pembelajaran selesai maka langkah selanjutnya adalah melakukan


evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang digunakan untuk
mengidentifikasi masalah dalam pembelajaran dan menemukan kesempatan untuk
membuat pembelajaran menjadi lebih baik

9. Revisi

Langkah terakhir dalam desain dan pengembangan proses adalah melakukan revisi
produk. Data dari evaluasi formatif berguna untuk mengetahui kekurangan produk
dan selanjutnya digunakan memperbaiki kualitas produk.

10. Mendesain dan Melakukan Evaluasi Sumatif


26

Langkah terakhir dalam pengembangan produk adalah melakukan evaluasi sumatif.


Evaluasi sumatif adalah evaluasi produk yang menghasilkan nilai absolut atau
relatif dan terjadi setelah produk dievaluasi secara formatif dan direvisi.

E. Langkah-Langkah Pengembangan Produk

Prosedur adalah rangkaian langkah pelaksanaan pekerjaan yang harus dilaksanakan


secara bertahap untuk mencapai tujuan tertentu atau menyelesaikan suatu produk
(Dewi Prawiladilaga, 2007: 87). Tahap pengembangan Dick & Carey diadaptasi ke
dalam penelitian pengembangan ini menjadi 4 tahap. Peneliti berusaha untuk
menyesuaikan langkah pengembangan pembelajaran Dick & Carey dengan langkah
pengembangan E-modul seperti halnya yang telah disampaikan dalam kajian teori.
4 langkah tersebut antara lain:

Tahap Analisis Kebutuhan

Tahap ini bertujuan untuk melakukan analisis kurikulum terhadap produk yang
akan dikembangkan yaitu E-modul pembelajaran. Analisis ini bertujuan untuk
menentukan capaian pembelajaran dan kompetensi inti yang disesuaikan dengan
kebutuhan dalam ujian sertifikasi Drafter yang didapatkan dari LSP (Lembaga
Sertifikasi Profesi). Dengan analisis yang dilakuakan ini membuat isi materi yang
disajikan dalam E-modul lebih terarah ke tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Tahap Desain Produk

Setelah dialukakn analisis kebutuhan terhadap produk langkah selanjutnya adalah


pengembangan disain produk. Disain produk harus dapat diwujudakan dalam
gambar atau bagan, sehingga dapat diguanakan sebagai acuan
penilaian.(Sugiyono,2012:413). Tahap ini selanjutnya meliputi menentukan disain
27

halaman sampul, gambar dan tabel, evaluasi, layout dan lain – lain. Tahap ini
menghasilkan disain awal sebuah E-modul yang selanjutnya akan divalidasi
kemudian dilakukan perbaikan – perbaikan.

Tahap Validasi dan Evaluasi

Tahap ini merupakan tahap inti yang berisi tentang penialaian terhadap produk
yang dikembangkan. Tahap ini dimulai dengan penilaian atau pra-validasi yang
dilakukan oleh dosen pembimbing untuk melihat apakah E-modul bisa dilanjutkan
untuk divalidasi kepada validator selanjutnya.

Setelah dilakukan pra-validasi oleh dosen pembimbing selanjutnya adalah validasi


dilakukan oleh ahli media dan ahli materi untuk melihat sejauh mana kelayakan E-
modul tersebut dalam tinjauan aspek media dan materi. Ahli media dan materi yang
telah melakukan validasi juga memberikan saran serta komentar yang bertujuan
untuk meperbaiki kekurangan yang terdapat pada E-modul.

Selanjutnya guru melakukan validasi terhadap E-modul yang sudah dibuat.


Kapasitas guru disini adalah untuk menilai apakah E-modul yang dibuat sesuai
dengan karakteristik siswanya. Untuk validasi ini guru yang berperan sebagai
validator adalah guru yang mengajar pada sekolah yang tujuan produk digunakan

Rangkaian penilaian yang selanjutnya adalah penilaian yang dilakukan oleh siswa.
Penilaian ini dilakukan untuk melihat apakah E-modul yang dibuat sesuai dengan
yang diharapkan siswa. E-modul yang dibuat apakah dapat membantu siswa dalam
pembelajran dengan disain yang telah dibuat.
28

Setelah melakukan rangkaian validasi tadi selanjutnya masukan dan saran yang
didapatkan oleh peneliti menjadi bahan evaluasi dan perbaikan terhadap produk
yang dikembangkan untuk menjadikan produk tersebut jauh lebih baik.

Tahap Produk Akhir

Tahap ini akan menghasilkan produk akhir berupa E-modul yang sduah divalidasi
atau dinilai oleh ahli media, materi, guru dan siswa yang kemudian dapta diproduksi
serta digunakan dalam proses pembelajaran. Dalam pengembangan ini, penelitian
hanya sampai pada tahap validasi evaluasi formatif.
29
REFERENSI

Agustin, Aulia. 2013. Pengaruh Pengalaman, Independensi, dan DueProffesional


Care Auditor Terhadap Kualitas Audit Laporan Keuangan Pemerintah (Studi
Empiris pada BP)

Alim Sumarno, 2012, “Penelitian Kuasalitas Komparatif. Surabaya : elearning


unesa

Ariefianto, “Homeschooling : Persepsi , Latar Belakang Dan Problematikanya (


Studi Kasus Pada Peserta Didik Di Homeschooling Kabupaten Jember ) (
Homeschooling : Perception , Background And Problematic ( Case Study In
Student Homeschooling District Of Jember )),” Edukasi, Vol. Iv, No. 2, Pp.
21–26, 2017.

D. Eyl, S. Ve, And S. Tez, “Pengembangan Media E-modul Pada Mata Pelajaran
Menggunakan Mesin Untuk Operasi Dasar Kelas X Smk Muhammadiyah 3
Yogyakarta.,” 2012.

E. Budiono And H. Susanto, “Kompetensi Sub Pokok Bahasan Analisa Untuk Soal-
Soal Dinamika,” Pp. 79–87.

Hamzah, Ali dan Muhlisrarini.(2014). Perencanaan Dan Strategi Pembelajaran


Matematika. Jakarta: kharisma putra utama offset.R. D. Heryani,
“Homeschooling Sebagai Sekolah Alternatif Ramah Anak,” Vol. 3, No. 2, Pp.
145–153, 2017.

Iskandar Wirayokusumo. (2011). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Jakarta


Bumi Aksara

30

You might also like