You are on page 1of 3

3.

Perkembangan Sosial dan Komunikasi


Ada pendapat bahwa bayi sejak lahir sampai usia sekitar satu tahun dianggap belum punya
bahasa atau belum berbahasa (Poerwo, 1989).
Kiranya anggapan ini belum mencerminkan perilaku bayi yang sesungguhnya, sebab meskipun
dikatakan belum mempunyai bahasa, tetapi sebenarnya bayi itu sudah berkomunikasi.
Menangis merupakan salah satu cara pertama untuk berkomunikasi dengan dunia sekitarnya.

Sesungguhnya semenjak lahir bayi sudah "disetel" secara biologis untuk berkomunikasi, dia akan
tanggap terhadap kejadian yang ditimbulkan oleh orang di sekitarnya (terutama ibunya). Daya
lihat bayi yang paling baik berada pada jarak kira-kira 20 cm (8 inci), yakni jarak yang terjadi
pada waktu interaksi rutin terjadi antara bayi dan ibu, yaitu pada saat bayi itu menyusu pada
ibunya. Kurang lebih 70% dari waktu menyusui itu, sang ibu memandangi bayinya, dalam jarak
20 cm itu. Oleh karena itu, bayi akan membalas tatapan ibunya dengan melihat mata sang ibu
yang menarik perhatiannya. Kemudian bayi juga belajar bahwa sewaktu terjadi saling tatap mata
berarti ada komunikasi, antara dia dan ibunya.

Jangkauan dengar suara optimal yang dapat dilakukan bayi berada di dalam jangkauan frekuensi
suara manusia. Bayi tampaknya memang lebih suka mendengar suara manusia daripada suara
atau bunyi dari sumber lain. Bila mendengar suara manusia dia akan mencoba mencarinya. Bila
berhasil dan melihat wajah orang yang berbicara dia akan tampak gembira.. Matanya terbuka
lebar, wajahnya cerah, serta mencoba menaikkan dagunya ke arah sumber suara itu. Ini berbeda
dengan bila dia mendengar suara yang bukan suara manusia, dia tidak menampakkan reaksi
seperti itu.

Bayi memang sudah terlibat secara aktif dalam proses interaktif dengan ibunya tak lama setelah
dilahirkan. Dia menanggapi suara dan gerak-gerik ibunya; serta mengamati wajah ibunya. Pada
minggu pertama kehidupannya dia sudah mulai menirukan kegiatan menggerakkan tangan.
menjulurkan lidah, dan membuka mulut. Menjelang usia satu bulan dia mulai menirukan tinggi
rendah dan panjang pendek suara ibunya.

Pada usia dua minggu bayi sudah dapat membedakan wajah ibunya dari wajah orang lain. Dia
sangat tanggap terhadap setiap orang yang mendekatinya, dan terutama tertarik untuk
mengamati mata dan mulut. dan dia akan bereaksi dengan tersenyum. Pada usia sekitar tiga
minggu senyum bayi sudah dapat disebut sebagai "senyum sosial", sebab senyum itu diberikan
sebagai reaksi sosial terhadap rangsangan (berupa wajah atau suara ibu) dari luar.

Pada bulan kedua bayi semakin sering "berdekut" (cooing), bunyi seperti bunyi burung merpati.
Bayi berdekut jika dia berada dalam keadaan senang, misalnya karena ada yang menemani,
mengajak berbicara, mengajak bermain, dan sebagainya.
Menjelang usia tiga bulan kemampuan kognitif bayi sudah meningkat, dia tidak tertarik pada
wajah yang diam saja; dia mengharapkan lebih dari ita agar tetap berminat untuk berinteraksi.
Dalam hal ini sang ibu pun tampaknya menyesuaikan diri dengan perkembangan bayi itu. Ibu
berusaha lebih aktif menunjukkan sikap dan ekspresi wajahnya, berbicara lebih banyak, dan
dengan variasi suara yang dilebih-lebihkan. Terhadap sikap ibu yang baru ini bayi merasa tertarik
lagi, dan mau menanggapinya. Maka terjadilah kemajuan setapak lagi dalam perkembangan
kemampuan bayi untuk berkomunikasi.

Setapak demi setapak kemajuan interaksi dan komunikasi bayi semakin bertambah. Ibu selalu
menyesuaikan diri dengan tahap baru perkembangan bayi. "Dialog" keduanya semakin
meningkat, dan peran bayi dalam kegiatan semakin meningkat. Pada saat menjelang usia 12
minggu bayi mulai mengeluarkan suara balasan jika ibu memberikan tanggapan terhadap
suaranya. Hal ini berlangsung terus sampai menjelang bayi berumur enam bulan.

Pada tahap berikutnya bayi mulai memahami "pola gilir" (turn

taking) di dalam berkomunikasi. Maksudnya, dia mulai mengerti kapan

dia harus bereaksi terhadap rangsangan dari ibunya, dan kapan pula dia

harus diam. Permainan "ci-luk-ba" atau semacamnya semakin mempertajam

kemampuan bayi untuk memahami "pola gilir" di dalam komunikasi itu.

Melalui permainan seperti "ci-luk-ba" itu bayi juga belajar pola mengakhiri

suatu komunikasi. Dia mengerti, misalnya, kalau ibu mengalihkan matanya

ke tempat lain, berarti permainan berhenti.

Menjelang usia lima bulan, bayi mulai menirukan suara dan gerak gerik orang dewasa secara
sengaja, sehingga semakin meningkatlah perbendaharaan ekspresi wajahnya. Lalu, pada usia
lima bulan dia dapat bersuara dengan sikap yang menunjukkan rasa senang, rasa tidak senang.
dan rasa ingin tahu.

Menjelang usia enam bulan minat bayi pada mainan dan benda benda semakin meningkat;
tadinya minatnya lebih terarah pada manusia. Dia akan tertarik dengan benda-benda yang
digerak-gerakkan atau yang berbunyi. Pada usia enam bulan terjadi pergeseran minat, dia lebih
tertarik pada benda daripada manusia. Maka sejak saat itu, interaksi menjadi tiga serangkai:
bayi, ibu, dan benda-benda.

Antara usia tujuh sampai dua belas bulan anak mulai lebih memegang kendali di dalam interaksi
dengan ibunya. Anak belajar menyatakan ke inginan atau kehendak secara lebih jelas dan lebih
efektif. Cara yang digunakan untuk menyampaikan kehendak ini terutama dilakukan dengan
gerak-geriknya, terutama gerakan tangan. Pada mulanya gerakan tangan yang menyatakan
keinginan itu tanpa disertai suara, tetapi kemudian secara bertahap suara muncul menyertainya.
Von Reffler Engel (1973, dalam Purwo, 1984) mencatat bahwa anak laki-laki menyuarakan "e-e-
e" untuk meminta sesuatu, dan menyuarakan "u-u-a" jika tidak menyetujui sesuatu. Sedangkan
Dore (1976, dalam Purwo, 1989) melaporkan telah mendengar empat anak usia sebelas bulan
secara konsisten menyuarakan "a-a-a" untuk menyatakan rasa senang, dan bunyi "e-e-e" untuk
menyatakan protes.

You might also like