Professional Documents
Culture Documents
Sejarah Indo Kel3 Fix
Sejarah Indo Kel3 Fix
serta Dampaknya.
Nama Anggota :
Adelia Tessa (01)
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KEBIJAKAN POLITIK dan
EKONOMI dari MASA ke MASA serta DAMPAKNYA”
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak – pihak yang telah membantu meyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada :
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi makalah ini. Semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demokrasi merupakan suatu jalan untuk melakukan perubahan atas apa yang terjadi di
masa lampau. Mengembalikan hak menentukan pemimpin kepada rakyat, penguasa di bawah
pengawasan rakyat.
Dalam sejarah ketatanan Republik Indonesia yang telah lebih dari setengah abad,
perkembangan demokrasi mengalami pasang surut. Masalah pokok yang dihadapi oleh
bangsa Indonesia adalah bagaimana upaya meningkatkan kehidupan ekonomi dan
membangun kehidupan sosial politik yang demokratis dalam masyarakat yang plural.
Demokrasi juga dapat di artikan sebagai seperangkat gagasan dan prinsip tentang
kebebasan beserta praktik dan prosedurnya. Negara yang menganut sistem demokrasi akan
memberikan kebebasan untuk warga negaranya menyampaikan pendapat.
Hal yang melatar belakangi dari munculnya demokrasi liberal yakni sejatianya karena
Indonesia pada kala itu masih betul-betul terbebas dari gangguan Belanda berusaha
memperbaiki negaranya. Pembentukan negara serikat saat itu dirasa kurang cocok dengan
semangat persatuan rakyat Indonesia, maka dari itu muncullah demokrasi liberal.
Setelah Indonesia kembali dalam bentuk Negara Kesatuan atau NKRI pada 17 Agustus 1950,
pemerintahan Indonesia kembali dihadapkan pada permasalahan yang cukup rumit. Masalah
tersebut adalah ketidakstabilan politik. Berbagai Peristiwa politik yang terjadi pada
demokrasi liberal diantaranya :
A. Pergantian Kabinet yang Cepat
Sistem multi partai pada masa demokrasi liberal menimbulkan persaingan antar golongan.
Masing-masing partai hanya mau mencari kemenangan dan popularitas partai dan
pendukungnnya, sehingga mengakibatkan ketidakstabilan politik Indonesia. Ketidakstabilan
politik juga diwarnai jatuh bangunnya kabinet karena antara masing-masing partai tidak ada
sikap saling percaya. Sebagai bukti dapat dilihat pergantian kabinet dalam waktu yang relatif
singkat berikut ini.
1. Kabinet Natsir (September 1950 - Maret 1951).
2. Kabinet Sukiman (April 1951 - Februari 1952).
3. Kabinet Wilopo (April 1952 - Juni 1953).
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (Juli 1953 – Agustus 1955).
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 - Maret 1956)
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956 - Maret 1957).
7. Kabinet Juanda (Maret 1957 - Juli 1959).
B. Hubungan Pusat dan Daerah
Silih bergantinya kabinet dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan ketidakpuasan
pemerintahan daerah. Karena pemerintahan pusat sibuk dengan pergantian kabinet, daerah
kurang mendapat perhatian. Tuntutan-tuntutan dari daerah ke pusat sering tidak
didengarkan. Situasi ini menyebabkan munculnya gejala provinsialisme atau sifat
kedaerahan. Gejala provinsialisme akhirnya berkembang ke separatisme atau usaha
memisahkan diri dari pusat. Gejala tersebut terwujud dalam berbagai macam
pemberontakan, APRA, pemberontakan Andi Azis,RMS, PRRI, dan Permesta.
Secara serentak dan tertib seluruh warga negara yang mempunyai hak memilih mendatangi
tempat pemungutan suara untuk menentukan pilihannya. Pemilu berjalan lancar dan tertib
dan melahirkan Empat partai yang muncul sebagai pemenang dalam Pemilu 1955 secara
berurut: Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai
Komunis Indonesia (PKI).
D. Kemacetan Konstituante
Pemilihan umum tahap II pada tanggal 15 Desember 1955 mengantar terbentuknya Dewan
Konstituante yang bertugas menyusun Undang Undang Dasar. Namun, antara kurun waktu
1956-1959, Dewan Konstituante belum berhasil merumuskan Undang-Undang Dasar
tersebut. Ketidak berhasilan Konstituante menyusun UUD baru dan kehidupan politik yang
tidak stabil menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat Indonesia.
Pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno berpidato di depan sidang Konstituante
yang menganjurkan agar Konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi UUD Republik
Indonesia. Konstituante kemudian mengadakan sidang untuk membahas usulan tersebut dan
diadakan pemungutan suara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pemungutan suara tidak
memenuhi kuorum. Banyak anggota Dewan Konstituante yang tidak hadir. Kemudian
diadakan pemungutan suara yang kedua pada tanggal 2 Juni 1959. Pemungutan suara kedua
juga tidak memenuhi kuorum. Dengan demikian, terjadi lagi kemacetan dalam Konstituante.
Pada tanggal 3 Juni 1959 para anggota dewan mengadakan reses atau istirahat bersidang.
Ternyata reses ini tidak hanya sementara waktu tetapi untuk selamanya. Artinya, Dewan
Konstituante membubarkan diri.
E. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Untuk menanggulangi hal-hal yang dapat membahayakan negara, Letjen A. H Nasution,
selaku Kepala Staf Angkatan Darat, mengeluarkan larangan bagi semua kegiatan politik
terhitung sejak tanggal 3 Juni 1959. Kehidupan politik semakin buruk dan mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa. Di daerah-daerah terjadi pemberontakan merebut
kekuasaan. Partai-partai yang mempunyai kekuasaan tidak mampu menyelesaikan
persoalan. Soekarno dan TNI tampil untuk mengatasi krisis yang sedang melanda Indonesia
dengan mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945. Pertimbangan
dikeluarkannya dekrit Presiden adalah sebagai berikut:
1. Anjuran untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari
Konstituante.
2. Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya karena sebagian besar
anggotanya telah menolak menghadiri sidang.
3. Kemelut dalam Konstituante membahayakan persatuan, mengancam keselamatan
negara, dan merintangi pembangunan nasional.
Oleh karena itu, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan keputusan
(dekrit). Keputusan itu dikenal dengan nama Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi dekrit ini
adalah sebagai berikut:
1. Pembubaran Konstituante.
2. Berlakunya UUD 1945.
3. Akan dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat
Kebijakan politik demokrasi terpimpin tergolong dalam kebijakan politik dalam negeri dan
kebijakan politik luar negeri. Kebijakan politik dalam negeri memiliki tujuan persatuan
seluruh bangsa dengan konsep Manipol Usdek dan Naskom, persatuan tersebut
mengharapkan sosialisme Indonesia bermuara kepada selamatnya kaum Marhaen. Kebijakan
politik luar negeri lebih fokus terhadap konfrontasi Belanda di Irian Barat, Inggris di
Malaysia dan Amerika Serikat, strategi perlawanan yang dilakukan dengan cara menghimpun
negara-negara Nefo yang anti Nekolim, selanjutnya di Gagas Conefo sebagai tandingan PBB.
1. Membentuk MPRS
•Melaksanakan Manifesto politik
•Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup
•Pidato presiden yang berjudul Berdiiri di atas Kaki Sendiri sebagai pedoman revolusi dan
politik luar negeri.
2. Membentuk DPR-GR
Presiden mengeluarkan Penpres yang menyatakan DPR dibubarkan. Sebagai gantinya
presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat gotong-Royong (DPR-GR) yang anggotanya
ditunjuk oleh presiden. Tugas DPR-GR adalah: melaksanakan manifesto politik, mewujudkan
amanat penderitaan rakyat, melaksanakan demokrasi terpimpin.
konstelasi politik pada masa demokrasi terpimpin menimbulkan interaksi kekuatan politik
Presiden Soekarno, militer dan PKI, selain itu juga muncul peristiwa 30 September 1965
sebagai bentuk pertentangan kekuatan ketiga kekuatan tersebut dan dikeluarkan surat perintah
11 Maret 1966 “Supersemar” oleh Presiden Soekarno dan diserahkan kepada Soeharto.
Supersemar digunakan untuk membubarkan dan membatai anggota PKI berikut organisasi-
organisasi yang dianggap dekat serta orang yang menduduki jabatan pemerintahan dianggap
pendukung Presiden Soekarno juga ditangkap. Akhirnya tokoh militer Soeharto dan A.H.
Nasution mampu menggeser Presiden Soekarno dengan ditolaknya Pidato “Nawaksara” yaitu
laporan pertanggung jawaban kepada Majelis Permusyawaratn Rakyat Sementara (MPRS).
A. Gunting Syafruddin
Gunting Syafruddin adalah kebijakan pemotongan nilai uang atau sanering yang diambil
Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara. Pada 20 Maret 1950, semua uang yang bernilai
Rp 2,50 ke atas dipotong nilainya hingga setengahnya. Tujuannya, menanggulangi defisit
anggaran sebesar Rp 5,1 miliar. Kebijakan ini dilakukan dengan cara menggunting uang
kertas menjadi dua bagian, bagian kanan dan bagian kiri. Guntingan uang kertas bagian kiri
tetap merupakan alat pembayaran yang sah dengan nilai separuh dari nilai nominal yang
tertera, sedangkan guntingan uang kertas bagian kanan ditukarkan dengan surat obligasi
pemerintah yang dapat dicairkan beberapa tahun kemudian. Kebijakan ini dilakukan
pemerintah guna mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat dan menambah kas negara.
Dengan kebijakan ini, jumlah uang yang beredar bisa berkurang.
B. Gerakan Benteng
Gerakan Banteng adalah sistem ekonomi yang bertujuan mengubah struktur ekonomi
kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Sistem ini dicanangkan oleh Menteri
Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo, ayah dari Prabowo Subianto, seorang ahli ekonomi
Indonesia, yang dituangkan dalam program kerja Kabinet Natsir. Pada dasarnya sistem
ekonomi ini bertujuan untuk melindungi para pengusaha dalam negeri dengan cara
memberikan bantuan berupa kredit dan bimbingan konkret. Sekitar 700 pengusaha dalam
negeri telah mendapat bantuan kredit dari pemerintah. Namun, program ini tidak berjalan
dengan baik karena kebiasaan konsumtif yang dimiliki oleh pengusaha dalam negeri. Banyak
yang menggunakan dana kredit tersebut untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Kegagalan
ini justru menambah defisit anggaran dari Rp 1,7 miliar pada 1951 menjadi Rp 3 miliar pada
1952.
1. Pembentukan Bappenas
Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi, pada 15 Agustus 1959 pemerintanh
membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas).
Ketuanya Moh Yamin dengan anggota sebanyak 50 orang. Pada tahun 1963, Presiden
Soekarno mengganti namanya menjadi Bappenas.
Tugas Bappenas yakni:
•Menyusun rencana jangka panjang dan rencana tahunan bagi pembangunan di tingkat
nasional dan daerah
•Mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan
•Menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS
Pemotongan nilai uang memang berdampak harga barang menjadi murah. Namun tetap saja
rakyat kesusahan karena tidak memiliki uang.
Kas negara sendiri defisit akibat proyek politik yang menghabiskan anggaran.
Untuk menyetop defisit, pemerintah justru mencetak uang baru tanpa perhitungan matang.
Devaluasi kembali dilakukan pada 1965 dengan menjadikan uang Rp 1.000 menjadi Rp 1.
Akibatnya, bukannya berkurang, inflasi malah makin parah.
Indonesia mengalami hiperinflasi pada 1963-1965. Inflasi mencapai 600 persen pada 1965.
Sayangnya, Dekon tak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah inflasi. Dekon
malah mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Kegagalan Dekon disebabkan:
Tidak terwujudnya pinjaman dari IMF sebesar 400 juta dollar ASA.Perekonomian terganggu
karena pemutusan hubungan diplomatik dengan Malaysia.
Konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat memperparah kemerosotan ekonomi.
5. Peleburan Bank
Presiden berusaha menyatukan semua bank negara dalam bank sentral. Lewat Perpres No
7/1965, didirikan Bank Tunggal Milik Negara.Bank Tunggal Milik Negara berfungsi sebagai
bank sirkulasi, bank sentral, sekaligus bank umum.
Bank Indonesia, adalah hasil peleburan dari bank-bank negara seperti Bank Koperasi dan
Nelayan, Bank Umum Negara, dan Bank Tabungan Negara.
Tapi langkah ini memicu spekulasi dan penyelewengan dalam penggunaan uang negara.
Sebab saat itu belum ada lembaga pengawas.
3.5 Dampak Positif dan Negatif dari Kebijakan Politik dan Ekonomi Pada Masa Demokrasi
Liberal
Dampak positif pada masa demokrasi terpimpin, antara lain:
Tentunya hal ini semakin memberikan warna bagi parlemen. Sekaligus semakin
mengokohkan keterwakilan masyarakat oleh para wakil mereka yang duduk di parlemen.
Sehingga pada akhirnya setiap kebijakan yang di putuskan akan dapat terwakilkan dan
memberikan dampak positif bagi semua kelompok dan golongan. Dengan upaya ini tentu
tidak ada diskriminasi terhadap kelompok atau golongan tertentu. Ini juga merupakan upaya
untuk memberikan porsi yang sama kepada kelompok minoritas agar tidak semakin
terpinggirkan.
Demokrasi liberal memberi peluang kepada mereka yang bermodal besar dan memiliki
kekayaan yang melimpah untuk dapat bersaing dan memguasai sumber daya alam negara.
Kondiai ini kemudian menyebabkan kaum berpenghasilan kecil tidak memiliki peluang untuk
bersaing. Sebab bukan hanya bermodalkan uang saja namun para pengusaha industri juga
memiliki koneksi yang dekat dengan para dewan di parlemen. Kekutan ini lah yang tentunya
tidak dimiliki oleh kelas bawah. Kondisi ini memicu kesenjangan sosial dimasyarakat.
Dimana yang kaya semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin atau begitu-begitu
saja hidupnya. Dalam artian meskipun masyarakat dibenaskan terlibat lngsung dalam
perekonomian namun tetap saja yang akan berkuasa ialah mereka yang memiliki modal besr
dan koneksi yang kuat. Bagi kaum lemah mereka hanya akan berperan sebagai pekerja yang
penghasilannya tentu hanya cukup untuk itu-itu saja. Inilah yang kemudian membuat kita
sangat mudah menemukan kelompok masyarakat yang kaya sekali dan kelompok masyarakat
tak berpenghasilan.
Banyak yang beranggapan bahwa pada masa demokrasi liberal dianut Indonesia.
Ketimpangan yang terjadi di parlemen ialah terlalu banyak kebijakan yang dikeluarkan dan
sifatnya berbelit-belit. Mengingat bahwa pada masa demokrasi liberal kabinet yang ada selalu
di rombak dan berganti-ganti. Faktor inilah yang kemudian membuat kebijakan yang di buat
pemerintah tergolong berbelit-belit. Belim selesai dibuat dan baru proses penggodokan
kabinet sudah ganti, efeknya ya sudah pasti kebijakan tadi menjadi terbengkalai dan tak
terealisasi.
Pada masa demokrasi liberal kondisi negara yang tidak stabil sebagai akibat dari pergantian
kabinet yang terlalu sering terjadi pada masa demokrasi liberal sehingga menyebabkan
pemerintahan tidak berjalan secara efisien yang berdampak besar pada perekonomian
Indonesia yang mengalami keterpurukan akibat inflasi yang tinggi. Pergantian kabinet yang
terlalu sering membuat tidak rampungya kinerja kabinet lama. Sehingga kemudian menjadi
carut marut dan pada akhirnya memberikan dampak yang lebih luas baik pada aspek
perekonomian, kemanan, dan stabilitas pemerintahan. Simak juga kekuatan politik indonesia ,
sistem pemilu proporsional , dan kelemahan sistem parlementer.
Dampak demokrasi liberal secara positif dan negatif bagi bangsa Indonesia. Tentu dapat
menjadi sebuah pembelajaran dalam menerapkan sistem demokrasi yang dianut. Sepanjang
penerapannya di Indonesia, demokrasi liberal dianggap tidak cocok dan tidak dapat mewakili
kemajemukam dan keberagam negara ini. Sehingga kemudian pada akhirnya demokrasi yang
berlaku di negara kita hingga saat ini ialah demokrasi pancasila.
3.6 Dampak Positif dan Negatif dari Kebijakan Politik dan Ekonomi Pada Masa Demokrasi
Terpimpin
2. Pencetusan demokrasi terpimpin telah memberikan pedoman hidup bangsa Indonesia yang
jelas yakni Undang – Undang Dasar (UUD) Tahun 1945.
3. Pencetusan demokrasi terpimpin menjadi cikal bakal pembentukan lembaga tinggi negara
yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung
Sementara (DPAS).
Demokrasi Terpimpin setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit ini
sebenarnya muncul dari gagasan ABRI yang ingin kembali diterapkannya UUD 1945.
Harapannya dengan dikeluarkannya dekrit, pemerintahan Indonesia akan menjadi lebih stabil
dan integrasi Indonesia dapat terjaga. Konsepsi mengenai Demokrasi Terpimpin dicetuskan
oleh Presiden Soekarno. Beberapa kebijakan yang ditempuh oleh Presiden Soekarno antara
lain:
Pembentukan MPRS
Pembentukan DPR-GR
Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung
Pemasyarakatan Ajaran Nasakom
Pembentukan Kabinet Kerja
Pembentukan Front Nasional
Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas)
Dampak negatif dari sistem demokrasi terpimpin yakni munculnya penyalahgunaan terhadap
kewenangan presiden. Karena adanya penyalahgunaan ini, mengakibatkan adanya
pemberontakan yang terjadi di mana-mana.
Penyimpangan atau dampak² nagatif yang muncul pada masa demokrasi terpimpin tahun
1959 sampai 1966 yaitu:
Periode Demokrasi Terpimpin didasarkan pada penafsiran dari sila keempat Pancasila, yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Tetapi, Presiden Soekarno saat itu menafsikan terpimpin dengan arti "pimpinan terletak di
tangan pemimpin besar revolusi."
UUD 1945 mengatur presiden untuk memimpin pemerintahan selama lima tahun. Tetapi,
Ketetapan MPRS No. III/1965 mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup,
seperti dikutip dari buku Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila, Demokrasi, dan
Pencegahan Korupsi oleh A. Ubaedillah.
Kebijakan ini membuat hilangnya pengawasan dari lembaga legislatif terhadap eksekutif.
4. Konsep Pancasila berubah menjadi konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis)
6. Pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif yang cenderung memihak komunis
Pada masa Demokrasi Terpimpin terjadi kecenderungan pemihakan pada Blok Timur atau
RRC.