You are on page 1of 60

PENGARUH PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN DAN

CAPITAL INTENSITY TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK (PADA

PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI PADA TAHUN 2018-2021)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

NATASYA V SAMPELAN

N.P.M 1217210167

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARTA
2022

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
2. Pembatasan Masalah
3. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS


A. Kajian Pustaka
1. Pajak
2. Profitabilitas
3. Ukuran Perusahaan
4. Agresivitas Pajak
5. Penelitian Terdahulu
B. Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Kategori Penelitian
B. Operasionalisasi Variabel
1. Variabel Dependen
2. Variabel Independen
a. Profitabilitas
b. Ukuran Perusahaan
C. Sumber dan Cara Penentuan Data
1. Jenis dan Sumber Data
2. Cara Penentuan Data
3. Objek Penelitian
D. Teknik Pengumpulan Data
E. Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis
1. Statistik Deskriptif
2. Pendekatan Model Regresi Data Panel
3. Penentuan Model Regresi Data Panel
4. Analisis Regresi Data Panel
5. Uji Asumsi Klasik
a. Uji HipotesisUji Signifikansi Parsial (Uji t)
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
c. Koefisien Determinasi (R2)

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perpajakan memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan

perekonomian negara. Pajak merupakan pungutan yeng bersifat dipaksakan

kepada masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakan dan pembiayaan

negara dan pembangunan nasional. Pajak juga merupakan sumber pendapatan

terbesar bagi negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara,

baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan nasional. Sesuai

dengan undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya kewajiban,

tetapi merupakan hak dari setiap warga untuk ikut berpartisipasi dalam

pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Pajak berperan penting di

dalam perekonomian Indonesia sebagai salah satu sumber pendapatan dan

penerimaan negara. Ketentuan pemungut pajak telah diatur dalam pasal 23A

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen III, yaitu pajak dan pungutan lain

bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang dan

dalam pasal 30 Ayat 9 (1) UUD 1945, tiap-tiap warga negara berhak dan

wajib ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara. Hanya dua pasal

itulah, disebutkan tentang kewajiban warga negara, yang perrtama adalah ikut

serta dalam pertahanan dan keamanan negara dan kewajiban warga negara.

Karena bagaimanapun kewajiban membayar pajak merupakan aturan

kewajiban bagi warga negara.


Pajak merupakan salah satu pendapatan terbesar bagi negara sehingga

pemerintah memberikan perhatian lebih pada sector perpajakan. Pemerintah

Indonesia melakukan berbagai macam kebijakan mengenai perpajakn untuk

memaksimalkan pendapatan dari sector pajak kerena penerimaan pajak dapat

berpengaruh cukup signifikan dalam besarnya anggaran APBN.

Indonesia memang dikatakan sebagai negara yang kaya dan

memiliki sumber daya yang melimpah, tetapi banyak terdapat kendala atau

masalah. Salah satunya terjadinya agresivitas pajak yang disebabkan oleh

adanya perbedaan kepentingan antara si wajib pajak (perusahaan) dengan

pemerintah. Salah satu fenomena agresivitas pajak yang terjadi di Indonesia

adalah kasus dugaan agresivitas pajak pada tahun 2001-2008 yang dilakukan

oleh Bank Central Asia (BCA). Hal ini bermula dari koreksi pajak yang

dilakukan Direktorat Jendral Pajak (DJP). Hasil koreksi DJP terhadap laba

fiscal sebesar Rp6,78 triliun harus dikuirangi sebesar Rp 5,77 triliun. Alasan

BCA karena sudah melakukan transaksi pengalihan asset ke BPPN sehingga

BCA mengklaim bahwa tidak ada pelanggaran terhadap pajak mereka.

Kejanggalan terjadi dalam laporan keuangan BCA selama tahun 2001-2008,

BCA harus membayar sekitar 20 sampai 22 persen, bahkan pada tahun 2001

hanya 1,23 persen (www.detikfinance.co.id). Dilihat dari kasus yang ada,

kurangnya kesadaran masyarakat untuk menaati peraturan yang ditetapkan

oleh pemerintah, salah satunya yaitu kewajiban masyarakat untuk membayar

pajak. Begitu pula dengan penguasa, terkadang mereka menyalahgunakan

kekuasaannya untuk kepentingan pribadi.


Bagi rakyat sebagai wajib pajak, pajak seharusnya dianggap sebagai

wujud pengabdian dan peran serta dalam berkontribusi untuk meningkatkan

pembangunan nasional. Perusahaan merupakan salah satu wajib pajak dimana

perusahaan memiliki kewajiaban dan tanggung jawab untuk membayar pajak.

Tujuan pemerintah untuk memaksimalkan penerimaan melalui sector

perpajakan itu bertantangan dengan tujuan perusahaan yang ingin

meminimalkan dan mengefisiensikan jumlah beban pajak sehingga

keuntungan yang diperoleh dapat lebih besar demi kelangsungan hidup

perusahaan. Perusahaan menganggap pajak sebagai beban dan biaya, dan

mereka perlu melakukan usaha dan strategi tersebut salah satunya, yaitu

dengan melakukan Tindakan manajemen pajak, dengan tujuan menekan

serendah mungkin membayar pajaknya.

Manajemen pajak merupakan alat untuk memenuhi kewajiban

perpajakan, jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk

memeroleh laba yang diharapkan manejemen. Manejemen pajak yang

dilakukan oleh perusahaan seharusnya dilakukan dengan cara yang benar agar

tidak terjadi pelanggaran norma dan aturan perpajakan atau menjurus pada

praktik penghindaran pajak secara illegal. Akan tetapi, pada praktiknya

perusahaan cenderung untuk memanfaatkan celah-celah peraturan perpajakan

yang cenderung merujuk pada pelanggaran pajak, dimana hal ini lebih dikeal

dengan Tindakan pajak agresif atau agresivitas pajak.

Lanis dan Richardson (2015) menjelaskan bahwa pajak merupakan

factor mendorong dalam banyak keputusan perusahaan. Menurut Sagala


(2015), Tindakan manajerial yang dirancang khusus untuk meminimalkan

pajak perusahaan melalui kegiatan yang agresif terhadap pajak menjadi hal

yang semakin umum dilihat dari beberapa perusahaan. Namun demikian,

agresivitas pajak dapat didefinisikan biaya yang disignifikan dan manfaat.

Agresivitas pajak dapat didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan oleh

pihak manajemen untuk menurunkan jumlah pajak dari yang seharusnya

dibayar oleh perusahaan.

Pandangan masyrakat mengenai perusahaan yang melakukan

Tindakan agresivitas dianggap telah membentuk suatu kegiatan yang tidak

bertanggung jawab secara social dan tidak sah. Tindakan perusahaan

dalam hal meminimalkan pembayaran pajak yang tidak sesuai.

Pembayaran pajak perusahaan memiliki implikasi penting bagi masyrakat

dalam hal pendanaan barang public seperti Pendidikan, pertahanan

naisonal, Kesehatan masyrakat, dan hukum.

Tujian utama perusahaan merupakan untuk memaksimalkna laba.

Jumlah biaya pajak yang dibebankan dapat mengurangi laba perusahaan

sehingga membuat perusahaan melakukan pemanfaatan beban pajak seperti

meminimalkan beban pajak yang dibebankan, dengan cara mengagresifkan

atau merencanakan beban pajak yang harus dibayar (agresivitas pajak). Selain

karna kepentingan untuk memperoleh laba yang memaksimalkan, terdapat

beberapa hal yang dapat mempengaruhi perusahaan dalam besar kecilnya

pembayaran pajak, antara lain dengan melihat kondisi keuangan perusahaan,

yaitu dilihat dari beberapa factor, antara lain profitabilitas, ukuran


perusahaan, komite audit, dan capital intensity.

capital intensity/ capital intensity ratio menurut siregar dan widyawati

(2016) didefinisikan sebagai beberapa besar perusahaan menginvesatasikan

asetnya pada asset tetap dan persediaan. Asset tetap yang dimaksud adalah

asset tetap yang dimiliki dan dikuasia oleh perusahaan. Hamper semua asset

tetap akan mengalami penyusutan dapat mempengaruhi jumlah pajak yang

dipengaruhi.

Selai inii factor yang berpengaruh lainnya adalah ukuran

perusahaan. Menurut Fitri (2015), ukuran perusahaan menunjukkkan besar

kecilnya ukuran skala perusahaan yang memiliki saham sebesar luas dan

memiliki kekuatan tersendiri dalam menghadapi masalah bisnis dan

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba lebih tinggi karna usaha

tersebut didukung oleh asset yang besar sehingga kendala perusahaan yang

berhubungan dengan asset dapat diatasi. Ukuran perusahaan memiliki

hubungan yang positif dengan agresivitas pajak. Hal tersebut menggambarkan

bahwa perubahaan besar memiliki jumlah laba sebelum pajak ynag besar dan

memiliki insentif serta sumber daya yang lebih besar untuk melakukan

manajemen pajak.

Factor yang mempengaruhi agresifitas pajak lainnya adalah

profotabilitas. Menurut Kuriah H.L dan Asyik N F (2016) perusahaan yang

memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi akan menaati pembayaran pajak,

sedangkan perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas rendah akan tidak

taat pada pembayaran pajak guna mempertahankan asset perusahaan.


Semakin tinggi nilai profitabilitas yang dimiliki perusahaan maka semakin

rendah agresivitas pajak yang dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan uraian

tersebut penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Profotabilitas, Ukuran

Perusahaan, dan Capital Intensity terhadap Agresivitas Pajak (Pada

Perusahaan Perbankkan Yang Terdaftar DI BEI Tahun 2018-2021)”

B. Identifikasi, Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

I. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas

dapat diidentifikasi berbagai permasalahan yang ada, yaitu ;

a. Perusahaan masih mengaanggap pajak merupakan beban atau biaya

yang dapat berdampak pada kondisi keuangan dan manfaat dapat

mengurangi laba perusahaan.

b. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menaati peraturan perpajakan

dimana masih banyak masyarakat atau perusahaan memanfaatkan

celah-celah peraturan perpajakan yang cenderung merujuk pada

pelanggaran perpajakan.

c. Perusahaan masih menganggap pajak merupakan beban atau biaya

yang harus ditanggung atau dibayarkan oleh perusahaan, manajemen

melakukan berbagai strategi secara legal dan illegal.

II. Pembatasan Masalah

Dari beberapa uraian mengenai identifikasi masalah di atas,

peneliti membatasi masalah pada pemahaman tentang kondisi keuangan


perusahaan seperti pengaruh profitabilitas, ukuran perusahaan, komite

audit, dan capital intensity terhadap tindakan agresivitas pajak yang

ditelusuri dari laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia 2018-2021.

III. Rumusan Masalah

Berdarkan penjelasan pada latar belakang diatas, dapat dirumuskan

ke dalam beberapa pertanyaan untuk penelitian sebagai berikut:

a. Apakah terdapat pengaruh profitabilitas terhadap agresivitas pajak

pada tahun 2018-2021?

b. Apakah terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap agresivitas

pajak pada tahun 2018-2021?

c. Apakah terdapat pengaruh capital intensity terhadap agresivitas

pajak pada tahun 2018-2021?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menguji pengaruh profitabilitas terhadap agresivitas pajak.

2. Untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap agrevitas

pajak.

3. Untuk menguji pengaruh capital intensity terhadap agresivitas

pajak.

D. Manfaat Penelitian

a. Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman

keilmuwan dan sebagai upaya penerpan keilmuan manajemen

pajak perusahaan. Selain itu, penelitian juga dapat memberikan

wawasan untuk memperkaya informasi guna penelitian lanjutan.

b. Bagi Perusahaan

Penelitian ini dapat menunjukkan bahwa kondisi keuangan

perusahaan akan memberikan dampak secara luas, tidak hanya

pada kinerja perusahaan saja, tetapi juga kondisi keuangannya

terhadap pajak.

c. Bagi Investor

Bermanfaat sebagai bahan pertimbangan untuk

pengambilan keputusan dalam menilai kualitas informasi dari

leporan keuangan perusahaan.

d. Bagi pihak Regulator

Seperti Direktorat Jenderal Pajak, penelitian ini

menyediakan wawasan penting bagi para pembuat kebijakan pajak

yang berusaha untuk mengidentifikasi keadaan dimana resiko

agresivitas pajak perusahaan lebih tinggi.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Pajak

a. Pengertian dan Definisi

Pajak berperan penting dalam sumber pembiayaan pembangunan

nasional. Salah satu peran pentingnya, yaitu kewajiban dan peran serta

masyarakat dalam pembayaran pajak. Di negara berkembang seperti

Indonesia, pada umumnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap pajak

masih sangat rendah, hal ini terjadi akibat ketidaktahuan masyarakat

awam tentang makna atau arti pajak yang sebenarnya. Untuk itu dalam

meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pajak perlu dipahami

pengertian pajak yang sebenarnya agar tidak muncul kesan yang

negatif terhadap pajak.

Terdapat beberapa definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli

di berbagai literatur dan tercantum juga di dalam undang-undang

perpajakan, tetapi memiliki makna atau arti yang sama, yaitu sebagai

berikut :

Definisi perpajakan menurut Undang-Undang No. 6 tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang no 16 tahun 2009.


Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-

undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.

Menurut Soemitro (2014:1) memberi definisi pajak sebagai

berikut:

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal

balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi pajak menurut

Djajaningrat (2014:1) sebagai berikut :

Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari

kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan

perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai

hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat

dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara

langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Definisi pajak

Menurut Feldamnn (2014:1) adalah sebagai berikut :

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang

kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara

umum), tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk

pengeluaran-pengeluaran umum.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak

merupakan iuran atau kontribusi wajib kepada negara yang bersifat

dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang dengan tidak

mendapatkan timbal balik dan digunakan untuk keperluan negara.

b. Fungsi Pajak

Fungsi pajak menurut bukunya Resmi (2014 : 3), yaitu :

1) Fungsi Budgetair ( Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan

salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai

pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber

keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang

sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh

dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak

melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak.

2) Fungsi Mengatur (Regularend)

Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat

untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam

bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan

tertentu di luar bidang keuangan.

c. Jenis Pajak

Menurut Resmi (2014:7), terdapat berbagai jenis pajak, yang

dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut

golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.


1) Menurut Golongan

Menurut golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu

Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung.

a) Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau

ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan

atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak yang

harus menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan, misalnya

pajak penghasilan (PPh).

b) Pajak Tidak Langsung

Pajak pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan

kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi

jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang

menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan

barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2) Menurut Sifat

Menurut sifatnya, jenis pajak dikelompokkan menjadi dua,

yaitu pajak subjektif dan pajak objektif.

a) Pajak Subjektif

Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya

memerhatikan keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan

pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya, misalnya pajak

penghasilan (PPh).
b) Pajak Objektif

Pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya

memerhatikan objeknya, baik berupa benda, keadaan,

perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya

kewajiban membayar pajak. Contoh: Pajak Penjualan atas

Barang Mewah (PPnBM) serta Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB).

3) Menurut Lembaga Pemungut

Menurut lembaga pemugutnya, jenis pajak dikelompokkan

menjadi dua, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.

a) Pajak Pusat (Pajak Negara)

Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara

pada umumnya. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak

Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM) dan Bea Materai.

b) Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah, baik daerah tingkat 1 (pajak provinsi)

maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten atau kota), dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga masing-masing.

Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak


Restoran, Pajak Air Tanah, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan.

d. Sistem Pemungutan Pajak

Pajak dapat dibagi menjadi tiga sistem (Resmi 2014: 11), yaitu

sebagai berikut:

1) Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan

aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang

terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta

kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di

tangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau

tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada

aparatur perpajakan.

2) Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pajak

dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap

tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan

yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung

dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan wajib pajak.

3) With Holding System


Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang berlaku.

e. Pajak Penghasilan

1) Pengertian dan definisi

Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan oleh

orang pribadi, perusahaan atau badan hukum atas penghasilan

yang diperoleh. Pembebanan kewajiban pajaknya tidak dapat

dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban

langsung wajib pajak yang bersangkutan.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan

Standar Akuntansi No. 46 (2015) :

Untuk tujuan pernyataan ini, pajak penghasilan mencakup

seluruh pajak dalam negeri dan luar negeri yang didasarkan

laba kena pajak. Pajak penghasilan juga termasuk pajak-pajak,

seperti pemotongan pajak (atas distribusi kepada entitas

pelapor) yang terutang oleh entitas anak, entitas asosiasi, atau

pengaturan bersama.

Menurut Resmi (2014: 74), Pajak Penghasilan (PPh)

adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun

pajak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal

1 menyatakan bahwa :

Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun

pajak. Penghasilan yang dimaksud adalah jumlah uang yang

diterima dari suatu usaha yang dilakukan oleh perorangan,

badan, dan bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan untuk

aktivitas ekonomi seperti mengonsumsi, serta menambah

kekayaan.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak

penghasilan merupakan pajak yang dikenakan oleh subjek

pajak dalam mencakup seluruh pajak luar negeri maupun dalam

negeri yang diterima atau diperoleh laba kena pajak yang dapat

digunakan untuk aktivitas ekonomi perusahaan.

2) Subjek Pajak Penghasilan

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 Pasal 2,

yaitu :

a) Subjek pajak pribadi, yaitu orang pribadi yang bertempat

tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih

dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12

(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak

berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di

Indonesia.
b) Subjek pajak harta warisan belum dibagi, yaitu warisan dari

seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi, tetapi

menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.

c) Subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat

kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan

pemerintah yang memenuhi kriteria :

(1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

(3) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran

pemerintah pusat dan daerah, dan

(4) Pembukuannya diperiksa oleh apparat pengawasan

fungsional negara.

d) Bentuk Usaha Tetap (BUT), yaitu bentuk usaha yang digunakan

oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu

dua belas bulan atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan

di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.


Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dijelaskan

tentang apa yang tidak termasuk dalam subjek pajak sebagai

berikut:

(1) Badan perwakilan negara asing.

(2) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-

pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan

kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama

mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan negara

yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

(3) Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan

Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi

tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di

Indonesia. Contoh : WTO, FAO dan UNICEF.

(4) Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan

oleh keputusan Menteri keuangan dengan syarat bukan warga

negara Indonesia dan tidak memeroleh penghasilan dari Indonesia.

3) Objek Pajak Penghasilan

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4,

yaitu :

a) Penggantian atau imbalan yang berkenaan dengan

pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh, termasuk gaji,

upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang


pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan

dalam undang-undang ini.

b) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

c) Laba usaha.

d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

e) Penerimaan kembali pembayaran pjak yang telah dibebankan

sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang.

g) Dividen dengan nama dan dalam bentuk apa pun termasuk dividen

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian

sisa hasil usaha koperasi.

h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan

jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

l) Keuntungan selisih kurs mata uang asing.

m) Selisih lebih karena penilaian kembali aset.

n) Premi asuransi.

o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya

terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan

bebas.
p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang

belum dikenakan pajak.

q) Penghasilan usaha berbasis syariah.

r) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang

mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakkan.

s) Surplus Bank Indonesia.

f. Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memeroleh laba.

Menurut Kadek dan Bagus (2019), profitabilitas adalah faktor penentu

beban pajak, perusahaan yang memiliki tingkat laba yang besar akan

lebih besar juga perusahaan dalam membayar pajaknya. Sebaliknya,

perusahaan yang memiliki tingkat laba yang rendah, maka perusahaan

akan membayar pajak yang lebih rendah atau bahkan tidak membayar

pajak jika mengalami kerugian.

Menurut Winarsih, Nik Amah, dan Agus (2019), profitabilitas

adalah rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan

dalam mendapatkan keuntungan, rasio ini juga digunakan untuk

mengukur tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Profitabilitas

dapat diukur menggunakan rasio Return On Assets (ROA) atau Return

On Equity (ROE). Return On Assets (ROA) yaitu keseluruhan ukuran

untuk mengukur kemampuan laba (profitability) dengan membandingkan

nilai net income dan average assets, sedangkan Return On Equity (ROE)

adalah rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk


menghasilkan laba dari investasi pemegang saham di perusahaan

tersebut. Dengan kata lain, ROE ini menunjukkan seberapa banyak

keuntungan yang dapat dihasilkan oleh perusahaan dari setiap satu rupiah

yang diinvestasikan oleh para pemegang saham. ROE biasanya

dinyatakan dengan persentase (%). Perusahaan dapat timbul

keinginannya untuk meningkatkan kesejahteraan dari salah satu pihak

sehingga dapat mengambil jalan dari celah undang-undang untuk

melakukan penghindaran pajak.

g. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai suatu skala di mana

perusahaan diklasifikasikan berdasarkan besar atau kecil dari berbagai

sudut pandang, salah satunya dinilai dari besar kecilnya aset yang

dimiliki perusahaan. Menurut Kadek dan Bagus (2019), semakin besar

aset yang dimiliki diharapkan semakin meningkatkan produktivitas

perusahaan. Peningkatan produktivitas akan menghasilkan laba yang

semakin besar dan tentunya dapat memengaruhi besarnya pajak

yang harus dibayar perusahaan. Menurut Ayem dan Setyadi (2019),

perusahaan besar akan menjadi sorotan pemerintah sehingga akan

menimbulkan kecenderungan bagi para manajer perusahaan untuk

berlaku agresif atau patuh. Semakin besar ukuran perusahaan,

perusahaan akan lebih mempertimbangkan risiko dalam hal mengelola

beban pajaknya.
h. Agresivitas Pajak

Agresivitas merupakan tindakan agresif yang dilakukan manajemen

terhadap pajak yang dihasilkan atau diperhitungkan. Tindakan ini

bertujuan untuk meminimalkan pajak perusahaan dengan menekankan

serendah mungkin pajak perusahaan yang harus dibayarkan. Tindakan

tersebut dinilai dari seberapa besar perusahaan tersebut mengambil

langkah dalam penghindaran pajak dengan memanfaatkan celah-celah

yang ada dalam peraturan perpajakan.

Menurut Balakhrishman dan Fardilah (2015) bahwa perusahaan terlibat

dalam berbagai bentuk perencanaan pajak untuk mengurangi kewajiban

pajak yang diperkirakan. Pajak perusahaan dapat dikaitkan dengan

perhatian publik, jika pembayaran yang dilakukan memiliki pengaruh

dengan masyarakat luas maka yang dipertentangkan hanya menjadi biaya

operasi perusahaan.

Berdasarkan definisi agresivitas di atas, dapat disimpulkan bahwa

agresivitas pajak merupakan bagian dari perencanaan pajak, di mana

terdapat penghindaran pajak atau penggelapan pajak, perencanaan

agresivitas pajak lebih mengarah pada penghindaran yang dilakukan

secara ilegal atau tidak sesuai dengan peraturan perpajakan dalam upaya

untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan. Cara

mengukur perusahaan yang melakukan agresivitas pajak, yaitu dengan

menggunakan Effective Tax Rates (ETR).


Menurut Lanis dan Richardson (2015) ETR merupakan proksi yang paling

banyak digunakan dalam penelitian terdahulu. Menurut Fardilah (2015),

proksi ETR dinilai menjadi indikator adanya agresivitas pajak apabila

memiliki ETR yang mendekati nol. Semakin rendah nilai ETR yang

dimiliki perusahaan, semakin tinggi tingkat agresivitas pajak. ETR yang

rendah menunjukkan beban pajak penghasilan yang lebih kecil dari

pendapatan sebelum pajak. Menurut Lanis dan Richardson (2014) jenis

umum transaksi agresivitas pajak, yaitu penggunaan berlebihan atas utang

perusahaan untuk meminimalkan penghasilan kena pajak dengan

mengklaim berlebihan pengurangan pajak untuk beban bunga, penggunaan

berlebihan atas kerugian pajak. Transaksi mayoritas yang sering dilakukan

dalam agresivitas pajak adalah secara efektif menambah pengurangan

pajak (melalui bunga, kerugian pajak, dan biaya R&D) yang dapat

digunakan perusahaan untuk mengimbangi penilaian pendapatan sehingga

mengurangi pajak penghasilan dan jumlah pajak terhutang perusahaan.

Beban pajak penghasilan terdiri dari beban pajak kini dan beban pajak

tangguhan. Beban pajak penghasilan diperoleh dari pendapatan sebelum

pajak dikalikan tarif pengenaan pajak terhutang oleh badan. Perhitungan

beban pajak kini diperoleh dari pendapatan kena pajak dikalikan tarif pajak

terhutang untuk badan. Beban pajak tangguhan diperoleh dari hasil

pendapatan sebelum pajak dikalikan tarif dikurangi dengan beban pajak

kini. Perusahaan-perusahaan menghindari pajak perusahaan dengan


mengurangi penghasilan kena pajak mereka dengan tetap menjaga laba

akuntansi keuangan yang memiliki nilai ETR yang lebih rendah.

Setiap perusahaan yang melakukan agresivitas pajak seharusnya

mendapatkan sanksi karena tindakan yang dilakukan sangat merugikan

masyarakat luas. Konsultan Pajak Aris Aviantara dan Associates melalui

Pradnyadari (2015) menjelaskan perbedaan antara sanksi administrasi dan

sanksi pidana menurut undang-undang perpajakan, antara lain :

1) Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian pada

negara, khususnya berupa bunga dan kenaikan. Menurut ketentuan

dalam undang-undang perpajakan ada tiga macam sanksi

administrasi, yaitu : denda, bunga, dan kenaikan.

2) Sanksi Pidana

Sanksi pidana merupakan siksaan dan penderitaan, menurut

ketentuan undang-undang perpajakan terdapat tiga macam sanksi

pidana, yaitu:

a) Denda pidana berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi

yang hanya diancam atau dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar

ketentuan peraturan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain

dikenakan kepada wajib pajak, ada juga yang diancam kepada pejabat

pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana

dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun

bersifat kejahatan.
b) Pidana kurungan hanya diancam kepada tindak pidana yang

bersifat pelanggaran. Dapat ditujukkan kepada wajib pajak atau pihak

ketiga.

c) Pidana penjara sama halnya dengan pidana kurungan, merupakan

hukuman perampasan kemerdekaan. Ancaman pidana penjara tidak ada

yang ditujukan kepada pihak ketiga, tetapi ditujukan kepada pejabat dan

wajib pajak. Pada dasarnya pengesahan kebijakan, pembuatan peraturan,

dan pengenaan sanksi bertujuan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak

untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, penting

juga bagi wajib pajak untuk mengambil sanksi perpajakan yang

diberlakukan sehingga mengetahui konsekuensi apa yang akan diterima

jika tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya.

i. Wajib Pajak Badan

Pajak merupakan iuran wajib yang dibayarkan oleh rakyat kepada

negara sebagai bagian dari kontribusi rakyat dalam pembangunan

nasional yang hasilnya akan dirasakan untuk kepentingan rakyat.

Dijelaskan dalam UU No. 28 tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib

kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Perusahaan merupakan salah satu

wajib pajak badan sebagai penyumbang terbesar dalam penerimaan

negara dalam sektor pajak.


Menurut UU No. 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan (KUP) pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa:

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan

kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan

usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan

lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dalam bentuk apa pun, firma,

kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,

organisasi massa, organisasi politik, atau organisasi lainnya, lembaga,

dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk

usaha tetap.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) revisi tahun 2010

menyatakan bahwa pajak penghasilan mengatur bagaimana entitas

menyajikan dan mengungkapkan kewajiban pajak penghasilan entitas.

Revisi tahun 2010 disesuaikan dengan International Accounting Standart

mengenai Income Tax. Ketentuan dalam PSAK secara umum mengenai

sesuai dengan praktik perpajakan secara internasional. UU No. 36 tahun

2008 merupakan pembaharuan dari UU No.17 tahun 2000, UU No. 10

tahun 1994, UU No. 7 tahun 1991 dan UU No. 7 tahun 1983 mengenai

pajak penghasilan, yang menjadi dasar pengenaan pajak penghasilan

badan adalah laba bersih sebelum pajak setelah dikurangi penghasilan

tidak kena pajak (PTKP).


Kewajiban pajak badan dalam perpajakan, antara lain :

1) Kewajiban untuk memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)

dan apabila wajib pajak badan melakukan kegiatan penyerahan

barang kena pajak atau jasa kena pajak dan ekspor barang kena

pajak yang terutang, maka wajib pajak badan tersebut dapat

dikukuhkan sebagai penghasilan kena pajak (PKP). Pasal 2 ayat

4 UU No. 28 tahun 2007 menyatakan bahwa Direktorat Jenderal

Pajak menerbitkan NPWP atau mengukuhkan PKP secara

jabatan apabila wajib pajak atau PKP tidak melaksanakan

kewajiban sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1 dan 2.

2) Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan sebagaimana

yang terdapat pada pasal 28 ayat 1 UU No. 28 tahun 2007, yaitu

wajib orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas dan wajib pajak badan Indonesia, wajib pajak

menyelenggarakan pembukuan.

3) Kewajiban melakukan pemotongan dan pemungutan, di

antaranya :

a) Kewajiban pajak sendiri (PPh Pasal 25/29).

b) Kewajiban memotong atau memungut pajak atas

penghasilan orang lain (PPh pasal 21/26, PPh pasal 22, PPh

pasal 23/26, dan PPh Final).


c) Kewajiban memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atau

pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) yang

khusus bagi PKP.

d) Kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).

e) Kewajiban membayar dan menyetorkan pajak.

f) Kewajiban membuat faktutr pajak.

j. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang akan dilakukan peneliti tidak jauh berbeda dengan

penelitian sebelumnya, yaitu untuk mengetahui hubungan antara

profitabilitas, dan ukuran perusahaan terhadap agresivitas pajak, hanya

saja terdapat perbedaan pada variabel dan jumlah variabelnya, serta

perbedaan pada perusahaan dan periode yang akan diteliti. Untuk

mengetahui lebih jelas tentang hasil penelitian serupa dari penelitian

terdahulu, berikut ini adalah tabel yang memuat informasinya :

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Peneliti Variabel Judul Hasil


Peneliti Penelitian Penelitian
1. Ni Kadek Profitabilitas, Pengaruh Profitabilitas
dan Ida capital Profitabilitas, dengan
Bagus intensity, dan Capital menggunakan
(2019) ukuran Intensity, dan Return On
perusahaan. Ukuran Asset (ROA)
perusahaan berpengaruh
terhadap positif
Agresivitas terhadap
Pajak agresivitas
Perusahaan pajak,
Manufaktur sedangkan
(Studi capital
Empiris pada intensity dan
Perusahaan ukuran
Manufaktur perusahaan
yang terdaftar berpengaruh
di Bursa Efek positif
Indonesia terhadap
Tahun 2015- agresivitas
2017) pajak.

2. Ari Wahyu , Ukuran Pengaruh Ukuran


Setyo Perusahaan Ukuran Perusahaan
Stanto dan dan Perusahaan berpengaruh
Rendika Profitabilitas dan negatif
(2019) Profitabilitas terhadap
terhadap Agresivitas
Agresivitas Pajak,dan
Pajak (Studi Profitabilitas
Empiris berpengaruh
Perusahaan negatif
Manufaktur terhadap
yang terdaftar Agresivitas
di Bursa Efek Pajak.
Indonesia
Tahun 2013-
2017)
3. Sri Ayem Profitabilitas, Pengaruh Profitabilitas
dan Afik Ukuran Profitabilitas, berpengaruh
Setyadi Perusahaan, Ukuran signifikan
(2019) Komite Perusahaan, terhadap
Audit dan Komite Audit Agresivitas
Capital dan Capital Pajak,
Intensity Intensity Ukuran
terhadap Perusahaan
Agresivitas berpengaruh
Pajak (Studi signifikan
Empiris terhadap
Perusahaan Agresivitas
Perbankan Pajak.
yang terdaftar Komite Audit
di Bursa Efek tidak
Indonesia berpengaruh
Tahun 2013- signifikan
2017 terhadap
Agresivitas
Pajak dan
Capital
Intensity
berpengaruh
signifikan
terhadap
Agresivitas
Pajak.
4. Mustika Corporate Pengaruh Corporate
(2017) Social Corporate Social
Responbility, Social Responbility,
Ukuran Responbility, Ukuran
Perusahaan, Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas,
Perusahaan, Profitabilitas,
Leverage, Profitabilitas, Leverage,
Capital Leverage, Capital
Intensity, Capital Intesity, dan
Kepemilikan Intensity, dan Kepemilikan
Keluarga Kepemilikan Keluarga
Keluarga berpengaruh
terhadap signifikan
Agresivitas terhadap
Pajak (Studi Agresivitas
Empiris Pajak.
Perusahaan
Pertambangan
dan Pertanian
yang terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia
tahun 2012-
2014)
5. Winarsih, Profitabilitas, Pengaruh Profitabilitas,
Nik Amah Likuiditas, Profitabilitas, Likuditas,
dan M Agus Leverage Likuiditas, dan Leverage
(2019) Leverage berpengaruh
terhadap signifikan
Agresivitas terhadap
Pajak (Studi Agresivitas
Empiris Pajak.
Perusahaan
Pertambangan
yang terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia
tahun 2014-
2017).
B. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran yang digunakan untuk penelitian ini didasarkan

hasil telaah teoretis seperti yang telah dituliskan di atas. Oleh karena itu,

untuk mempermudah pemahaman tentang pemikiran dalam penelitian ini,

dapat dilihat pada gambar berikut ini

Profitabilitas (X1)

Agresivitas Pajak Ukuran Perusahaan


(Y) (X2)

Capital Intessity
(X3)

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis

1. Hipotesis Profitabilitas terhadap Agresivitas Pajak

Semakin tinggi profitabilitas, semakin baik performa perusahaan

dengan menggunakan aset dalam memeroleh laba bersih. Kadek dan

Bagus 2019 menyatakan bahwa tingkat profitabilitas perusahaan

berpengaruh positif dengan tarif pajak efektif karena semakin efisien

perusahaan, maka perusahaan akan membayar pajak yang lebih sedikit

sehingga tarif pajak efektif perusahaan tersebut menjadi lebih rendah.

Perusahaan dengan tingkat efisiensi yang tinggi dan memiliki

pendapatan tinggi cenderung menghadapi beban pajak yang rendah.

Rendahnya beban pajak karena perusahaan dengan pendapatan yang

tinggi berhasil memanfaatkan keuntungan dari adanya insentif pajak

dan pengurang pajak yang lain (Darmadi dan Zulaikha, 2013).

Berdasarkan pernyataan di atas, penelitian ini mengajukan hipotesis

sebagai berikut :

H1 : Profitabilitas berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

2. Hipotesis Ukuran Perusahaan terhadap Agresivitas Pajak

Penelitian Kadek dan Bagus (2019), menyatakan bahwa agresivitas

pajak dapat terjadi karena perusahaan yang besar memiliki ruang yang
lebih besar untuk perencanaan pajak dengan tujuan menurunkan tarif

pajak efektifnya. Hal ini terjadi karena perusahaan yang besar tentunya

akan memiliki sumber daya manusia yang lebih baik dibandingkan

perusahaan kecil sehingga perusahaan besar lebih mampu untuk

melakukan perencanaan pajak dengan tujuan untuk meminimalkan

pembayaran pajak. Semakin besar ukuran perusahaan, juga

memungkinkan perusahaan memiliki relasi dengan pihak luar lebih

banyak dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini akan memudahkan

perusahaan untuk melakukan perencanaan pajak guna mengurangi

beban pajak yang akan dibayarkan, misalnya saja perusahaan besar

biasanya lebih mudah untuk melakukan transfer pricing karena

perusahaan yang besar memiliki koneksi hingga ke negara lain (Ayem

dan Setyadi 2019). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar ukuran

perusahaan, perusahaan dapat melakukan tindakan agresivitas pajak.

Dari pernyataan di atas, penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai

berikut :

H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

3. Hipotesis Capital Intensity terhadap Agresivitas Pajak


Capital intensity menggambarkan berapa besar kekayaan perusahaan

yang diivenstasikan dalam bentuk asset tetap. Semakin besar nilai

investasi perusahaan terhadap asset tetap, maka semakin beasar

perusahaan terhadap asset tetap, maka semakin besar perusahaan akan

menanggung beban depresiasi. Beban depresiasi ini nantinya akan

menambah beban perusahaan dan menyebabkan laba yang dihasilkan

perusahaan menurun. Kadek dan Bagus (2019) menyatakan bahwa

asset tetap yang dimiliki perusahaan memotong pajak akibat dari

penyusutan asset tetap perusahaan setiap tahunnya.

Ayemn dan setyadi (2019) menyebutkan bahwa pada dasarnya asset

tetap akan mengalami penyusutan yang akan menjadi biaya

penyusutan dalam laporan keuangan perusahaan. Penyusutan biaya ini

dapat dikurangkan dari penghasilan dalam perhitungan pajak

perusahaan. Artinya, semakin besar biaya penyusutan, akan semaakin

kecil tingkat pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Hal tersebut

berdampak signifikan terhadap perusahaan dengan tingkat rasio

intensitas modal yang besar menunjukkan tingkat pajak efektif yang

rendah. Dengan tingkat pajak efektif yang rendah mengindikasikan


perusahaan melakukan praktik penghindaran pajak. Dari pernyataan di

atas, penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut :

H3 : Capital intensity berpengaruh terhadap agresivitas pajak.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kategori Penelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif menurut Sugiyono

(2014:13) ialah :

Penelitian yang dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan


pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah menguji bagaimana pengaruh variabel

independen, yaitu profitabilitas, dan ukuran perusahaan dengan variabel

dependennya, yaitu agresivitas pajak. Data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data sekunder, yakni data penelitian yang diperoleh secara tidak

langsung atau data yang diperoleh melalui perantara. Data dalam penelitian

ini berupa laporan keuangan tahunan perusahaan yang diperoleh dari situs

BEI, yaitu www idx.com. Data tersebut akan digunakan untuk mengetahui

dan menganalisis kinerja keuangan perusahaan perbankan pada periode 2018-

2021.
B. Operasionalisasi Variabel

Operasional variabel menjelaskan mengenai variabel yang diteliti,

konsep, indikator, satuan ukuran, serta skala pengukuran yang akan dipahami

dalam operasional penelitian.

1. Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria, dan

konsekuen. Menurut Sugiyono (2016:39), variabel dependen merupakan

variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat dengan adanya variabel

bebas. Dalam penilitian ini, variabel dependent diwakili oleh variabel Y,

yaitu agresivitas pajak. Agresivitas pajak adalah persentase total beban

pajak penghasilan yang dibayarkan perusahaan dari keseluruhan laba

bersih sebelum pajak yang diperoleh perusahaan. Dalam penelitian ini

agresivitas pajak diukur menggunakan ETR (effective tax rate).

ETR = Beban Penghasilan Pajak


Laba Bersih Sebelum Pajak

2. Variabel Independen (Independent Variabel)

Menurut Sugiyono (2017:38), variabel independen adalah variabel yang

memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :
a. Profitabilitas (X1)

Profitabilitas dalam penelitian ini merupakan variabel independen (X1).

Profitabilitas adalah rasio atau perbandingan untuk mengetahui kemampuan

perusahaan untuk mendapatkan laba (profit) dari pendapatan (earning)

terkait penjualan, aset, dan ekuitas berdasarkan dasar pengukuran tertentu.

Jenis-jenis rasio profitabilitas dipakai untuk memperlihatkan seberapa besar

laba atau keuntungan yang diperoleh dari kinerja suatu perusahaan yang

memengaruhi catatan atas laporan keuangan yang harus sesuai dengan

standar akuntansi keuangan. Jenis rasio profitabilitas yang diuji dalam

penelitian ini adalah Return On Equity (ROE) atau Rasio Pengembalian

Ekuitas . Return On Asset (ROE) itu sendiri adalah rasio profitabilitas untuk

menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari investasi

pemegang saham perusahaan tersebut yang dinyatakan dalam persentase.

ROE dihitung dari penghasilan (income) perusahaan terhadap modal yang

diinvestasikan oleh para pemilik perusahaan (pemegang saham biasa dan

pemegang saham preferen). Return on equity menunjukkan seberapa

berhasil perusahaan dalam mengelola modalnya (net worth) sehingga

tingkat keuntungan diukur dari investasi pemilik modal atau pemegang

saham perusahaan. Rumus Return On Equity sebagai berikut :

ROE = Laba Bersih Setelah Pajak


Total Ekuitas Pemegang Saham
b. Ukuran Perusahaan (X2)

Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan variabel

independen (X2). Ukuran perusahaan merupakan skala pengukuran atas

suatu perusahaan berdasarkan jumlah aset yang dimilikinya. Ukuran

perusahaan (size) yang diproksi dengan log total aktiva dinilai lebih baik

karena ukuran perusahaan ini memiliki tingkat kestabilan yang lebih

dibandingkan proksi-proksi yang lainnya dan cenderung

berkesinambungan antara periode satu dengan periode berikutnya

(Kadek dan Bagus, 2019). Ukuran perusahaan diukur dengan

menggunakan natural logarithm total asset. Ada pun rumus untuk

menghitung ukuran perusahan, yaitu:

SIZE = LOG(Total Asset)

c. Capital Intensity (X3)

Capital Intensity dalam penelitian ini merupakan variable Independent

(X3). Capital intensity adalah salah satu rasio yang menghitung dan

menganalisis aktivitas investasi yang dilakukan perusahaan yang

dikaitkan dengan investasi dalam bentuk asset tetap (intensitas modal).

Proporsi aktiva tetap perusahaan dapat meminimalkan beban pajak

terutang dan depresiasi aktiva tetap yang ditimbulkannya. Perusahaan

dapat meningkatkan biaya depresiasi aktiva tetap guna mengurangi laba

perusahaan. Biaya depresiasi aktiva tetap dapat dikurangkan pada laba

sebelum pajak sehingga proposi aktiva tetap dalam perusahaan dapat


memengaruhi ETR perusahaan. Dengan demikian, semakin besar

proporsi aktiva tetap dan biaya depresiasi modal, perusahaan akan

mempunyai effective tax rate yang rendah. Adapun rumus untuk

menghitung capital intensity sebagai berikut :

ROE = Total Asset Tetap


Total Asset

Tabel 3.1

Pengukuran Variabel dan Operasionalisasi Variabel

No Variabel Indikator Skala

1 Agresivitas rasio
Pajak (Variabel Beban Penghasilan Pajak
ETR=
Dependen) Laba bersih sebelum pajak

2 Profitabilitas rasio
a. Return On Laba Bersih setelah pajak
ROE=
Equity Total Ekuital Pemegang Saham
(Variabel
Independen)
b. Return On
Asset Laba Bersih setelah pajak
ROA=
(Variabel Total Aset
Independen)

3 Ukuran rasio
Perusahaan SIZE = LOG(Total Asset)
(Variabel
Independen)
4 rasio
Capital Total Asset Tetap
CIR=
Intensity Total Aset

C. Sumber dan Cara Penentuan Data

1. Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu jenis penelitian

yang pada dasarnya menggunakan pendekatan deduktif-induktif.

Pendekatan ini berangkat dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli,

maupun pemahaman peneliti berdasarkan pengalamannya, kemudian

dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan beserta

pemecahannya yang diajukan untuk memeroleh pembenaran (verifikasi)

atau penilaian dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan.

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan juga sebagai metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk

meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat

kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah

ditetapkan. Dalam penelitian ini penulis menguji data yang diperoleh dari

laporan keuangan tahunan yang diterbitkan oleh perusahaan perbankan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2018 – 2021. Data tersebut

diperoleh melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia, yaitu www.idx.co.id.

2. Populasi dan Sampel


a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi adalah seluruh

data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang

kita tentukan. Populasi menurut Subagyo (2016) adalah objek penelitian

sebagai sasaran untuk mendapatkan dan mengumpulkan data. Berdasarkan

beberapa pendapat tersebut dapat diambil batasan pengertian bahwa

populasi adalah keseluruhan unsur objek sebagai sumber data dengan

karakteristik tertentu dalam sebuah penelitian. Populasi dalam penelitian ini

adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode 2018 – 2021.

b. Sampel

Menurut Sugiyono (2017:81), sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini

teknik dalam pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling.

Pengertian purposive sampling menurut Sugiyono (2017:85) adalah teknik

penentuan sampel penelitian dengan pertimbangan tertentu. Alasan

pemilihan sampel dengan menggunakan purposive sampling adalah karena

tidak semua sampel memiliki kriteria sesuai dengan yang telah ditentukan

penulis. Oleh karena itu, sampel yang dipilih sengaja ditentukan

berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh penulis untuk

mendapatkan sampel yang representatif.

Ada pun kriteria yang digunakan dalam penentuan sampel penelitian

ini adalah sebagai berikut :


1) Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2018-2021.

2) Perusahaan yang laporan keuangannya tidak menyajikan data dengan

lengkap selama periode 2018-2021.

3) Perusahaan yang menggunakan mata uang rupiah.

4) Perusahaan yang mengalami kerugian selama periode 2018 – 2021.

5) Total sampel.

Tabel 3.2

Kriteria Pemilihan Sampel yang Dieliminasi

Keterangan Jumlah
Perusahaan
Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek 20
Indonesia 2018-2021
Perusahaan Perbankan yang tidak memiliki laporan (0)
keuangan berturut-turut periode 2018 – 2021.
Perusahaan Perbankan yang memperoleh laba negatif (0)
atau mengalami kerugian selama periode 2018 – 2021.
Jumlah sampel yang dipilih 20
Tahun pengamatan 4 Tahun
Jumlah sampel total selama periode pengamatan 80
Sumber : Data diolah, 2019.

Jumlah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) selama periode 2018 – 2021 berjumlah 20 perusahaan dan

semua sampel memenuhi kriteria pemilihan sampel.

3. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini yaitu perusahaan perbankan yang terdaftar

dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2018 – 2021 dan telah
mempublikasikan laporan keuangan secara berturut-turut selama periode

pengamatan sampel.

Tabel 3.3

Daftar Perusahaan Perbankan

(Objek Penelitian)

No Kode Nama Perusahaan


Perusaha
an
1. AGRO PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga, Tbk.
2. ARTO PT Bank Artos Indonesia, Tbk.
3. AGRS PT Bank Agris,Tbk.
4. BABP PT Bank MNC Internasional, Tbk.
5. BACA PT Bank Capital Indonesia, Tbk.
6. BBCA PT Bank Central Asia, Tbk.
7. BBHI PT Bank Harda Internasional, Tbk.
8. BBKP PT Bank Bukopin, Tbk.
9. BBMD PT Bank Mestika Dharma, Tbk.
10. BBNI PT Bank Negara Indonesia, Tbk.
11. BBRI PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk.

12. BBTN PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk.

13. BBYB PT Bank Yudha Bhakti, Tbk.

14. BCIC PT Bank Jtrust Indonesia, Tbk.

15. BEKS PT Bank Pembangunan Daerah Banten, Tbk.


16. BGTG PT Bank Ganesha, Tbk.

17. BINA PT Bank Ina Perdana, Tbk.

18. BJBR PT Bank Jawa Barat, Tbk.

19. BJTM PT Bank Jawa Timur, Tbk.

20. BMRI PT Bank Mandiri, Tbk.

Sumber : idx.co.id.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan bahan-bahan penelitian ini dilakukan melalui metode

sebagai berikut :

1. Kepustakaan (Library)

Kepustakaan ialah dengan membaca dan mempelajari buku-buku

serta sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan masalah dalam

penelitian ini.

2. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data, yaitu dengan menggunakan teknik

dokumentasi dengan melihat dokumen yang sudah terjadi (laporan

keuangan) dan pengumpulan data juga dilakukan dengan membuat

salinan dari data yang sudah ada. Pemerolehan data berasal dari

dokumentasi laporan keuangan tahunan pada website BEI

(www.idx.co.id) dan pojok BEI Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Pancasila.

E. Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis

1. Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi

tentang suatu data melalui nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian,

maksimum, sum, range, kurtois, dan skewness.

2. Pendekatan Model Regresi Data Panel

Dalam metode estimasi model regresi dengan menggunakan data

panel, pengujian dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain:

a. Common Effect Model (CE)

Model common effect menggabungkan data cross section

dengan time series dan menggunakan metode OLS untuk

mengestimasi model data panel. Model ini merupakan model paling

sederhana dibandingkan kedua model lainnya. Model ini tidak dapat

membedakan varian antara silang tempat dan titik waktu karena

memiliki intercept yang tetap dan bukan bervariasi secara random

(Rosadi, 2012).

b. Fixed Effect Model (FEM)

Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu dapat

diakomodasi dari perbedaan intercept-nya. Untuk mengestimasi data

panel model fixed effects menggunakan teknik variabel dummy untuk

menangkap perbedaan intercept antar perusahaan, perbedaan

intercept bisa terjadi karena perbedaan budaya kerja, manajerial, dan

insentif. Namun demikian, slope-nya sama antar perusahaan.

Model estimasi ini sering juga disebut dengan teknik Least

Squares Dummy Variable (LSDV). Pengertian model fixed effect


adalah model dengan intercept berbeda-beda untuk setiap subjek

(cross section), tetapi slope setiap subjek tidak berubah seiring

waktu (Gujarati, 2012). Model ini mengasumsikan bahwa intercept

adalah berbeda setiap subjek, sedangkan slope tetap sama antar

subjek. Dalam membedakan satu subjek dengan subjek lainnya

digunakan variabel dummy. Model ini sering disebut dengan

model Least Square Dummy Variables (LSDV).

c. Random Effect Model (REM)

Model ini akan mengestimasi data panel di mana variabel

gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar

individu. Pada model random effect, perbedaan intercept

diakomodasi oleh error terms masing-masing perusahaan.

Keuntungan menggunakan model random effect yakni

menghilangkan heteroskedastisitas. Model ini juga disebut dengan

Error Component Model (ECM) atau teknik Generalized Least

Square (GLS). Random effect disebabkan oleh variasi dalam nilai

dan arah hubungan antar subjek diasumsikan  dengan random yang

dispesifikasikan dalam bentuk residual (Wati, 2018). Model ini

mengestimasi data panel yang variabel residualnya diduga memiliki

hubungan antar waktu dan antar subjek. Menurut Wati (2018),

model random effect  digunakan untuk mengatasi kelemahan model

fixed effect  yang menggunakan variabel dummy. Metode analisis

data panel dengan model random effect  harus memenuhi


persyaratan, yaitu jumlah cross-section harus lebih besar daripada

jumlah variabel penelitian.

3. Penentuan Model Estimasi Regresi Data Panel

Penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda dengan data

panel untuk menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel independen

terhadap dependen. Variabel tersebut diinformasikan ke dalam bentuk fungsi

dan selanjutnya dibuat dalam bentuk persamaan regresi yang paling tepat

digunakan antara lain :

a. Uji Chow

Chow test adalah pengujian untuk menentukan model Fixed

Effects atau Random Effect yang paling tepat digunakan dalam

mengestimasi data panel. Apabila hasilnya signifikan < 0,05 maka

model yang digunakan adalah model Fixed Effects.

Chow test  merupakan uji untuk membandingkan

model common effect dengan fixed effect (Wati, 2018). Chow test

dalam penelitian ini menggunakan program  Eviews. Hipotesis yang

dibentuk dalam Chow test  sebagai berikut :

H0 : Model Common Effect

H1 : Model Fixed Effect

H0 ditolak jika nilai chi-square lebih kecil dari nilai a. Sebaliknya,

H0 diterima jika nilai chi-square lebih besar dari nilai a. Nilai a yang

digunakan sebesar 5%.


b. Uji Hausman

Hausman test adalah pengujian statistik untuk memilih apakah

model fixed effect atau random effect yang paling tepat digunakan.

Apabila hasilnya signifikan < 0,05 maka model yang digunakan

adalah model fixed effects.

Pengujian ini membandingkan model fixed effect dengan random

effect dalam menentukan model yang terbaik untuk digunakan sebagai

model regresi data panel (Gujarati, 2012). Hausman test menggunakan

program yang serupa dengan Chow test,  yaitu program Eviews.

Hipotesis yang dibentuk dalam Hausman test adalah sebagai berikut :

H0 : Model Random Effect.

H1 : Model Fixed Effect.

H0 ditolak jika nilai chi-square lebih kecil dari nilai a. Sebaliknya,

H0 diterima jika nilai chi-square lebih besar dari nilai a. Nilai a yang

digunakan sebesar 5%.

c. Uji Langrange Multiplier (LM)

Uji Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk mengetahui

apakah model Random Effect lebih baik daripada metode Common

Effect (PLS). Apabila hasilnya signifikan > 0,05 maka model yang

digunakan adalah model Random Effects. Hausman test menggunakan

program yang serupa dengan Chow test,  yaitu program Eviews.

Hipotesis yang dibentuk dalam Hausman test adalah sebagai berikut :

H0 : Model Common Effect.


H1 : Model Random Effect.

H0 ditolak jika nilai chi-square lebih kecil dari nilai a. Sebaliknya,

H0 diterima jika nilai chi-square lebih besar dari nilai a. Nilai a yang

digunakan sebesar 5%.

4. Analisis Regresi Data Panel

Analisis regresi data panel digunakan untuk menguji pengaruh

dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah profitabilitas, dan

ukuran perusahaan sedangkan variabel dependennya adalah

agresivitas pajak yang diproksikan dengan ETR pada perusahaan

perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode

2018 – 2021.

Penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel dengan bantuan

software pengolah data statistic, yaitu Eviews 9. Data panel

merupakan kumpulan data yang terdiri atas data time series dan data

cross section. Data time series adalah data yang dikumpulkan dari

waktu ke waktu terhadap suatu individu, sedangkan data cross section

adalah data yang memiliki objek banyak pada tahun yang sama atau

data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak objek.

Model persamaan regresi data panel pada penelitian ini adalah:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e


Keterangan:

Y = Agresivitas Pajak (ETR)

α = Konstanta

β1,2,3. = Koefisien Regresi Variabel Independen

X1 = Profitabilitas

X2 = Ukuran Perusahaan

X3 = Capital Intensity

e = Error Term

5. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui hubungan antar variabel penelitian yang ada dalam

model regresi. Untuk menghasilkan suatu model yang baik, analisis

regresi memerlukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan

pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam

penelitian ini sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel independen dan variabel dependen memiliki

distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah

memiliki distribusi data residual secara normal atau mendekati

normal (Ghozali, 2016:154). Dalam penelitian ini, metode


pengujian normalitas dapat dilakukan dengan Jarque-Bera

probability test. Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 = Data berdistribusi normal.

H1 = Data berdistribusi tidak normal.

Uji Jarque-Bera mempunyai nilai chi-square dengan derajat

bebas dua. Jika hasil uji Jarque-Bera lebih besar dari nilai chi-

square pada α = 5%, maka hipotesis nol diterima yang berarti data

berdistribusi normal. Jika hasil uji Jarque-Bera lebih kecil dari

nilai chi-square pada α = 5%, maka hipotesis nol ditolak yang

artinya data tidak berdistribusi normal. Kriteria pengambilan

keputusan dari hasil uji tersebut adalah:

1) Jika nilai prob. JB > 0,05, maka H0 diterima yang artinya

data berdistribusi secara normal

2) Jika nilai prob. JB < 0,05, maka H0 ditolak yang artinya

data tidak berdistribusi secara normal.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi

korelasi di antara variabel bebas. Multikolinieritas muncul jika di

antara variabel independen memiliki korelasi yang tinggi dan sulit

untuk memisahkan efek suatu variabel independen terhadap variabel


dependen lainnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan suatu variabel

karena adanya korelasi yang tinggi.

Multikolinearitas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai

koefisisen korelasi. Untuk mengukur terjadinya multikolinieritas pada

model regresi dapat dilihat dari nilai R2 yang dihasilkan, yaitu:

1) Jika R2 < 0,80, maka tidak terjadi multikolinieritas

2) Jika R2 > 0,80, maka terjadi multikolinieritas.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi perbedaan variance dari residual suatu

pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Jika variance dari residual

suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model

regresi yang baik seharusnya adalah model yang tidak terjadi

heteroskedastisitas. Proses pengujian pada analisis data panel dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan uji glejser. Uji glejser

meregresikan variabel-variabel bebas terhadap residual absolut.

Uji glejser ini hanya berlaku pada fixed effect model dan common

effect model, apabila model yang terpilih adalah random effect maka

tidak perlu menggunakan uji heteroskedastisitas. Hal ini karena

metode random effect model menggunakan metode generalized least

square (GLS) yang dapat mengabaikan persoalan pelanggaran asumsi


klasik (heteroskedastisitas dan autokorelasi). Dasar analisis untuk

menentukan ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi

sebagai berikut:

1) Jika nilai prob. masing-masing variabel < 0,05, maka tidak terjadi

heteroskedastisitas.

2) Jika nilai prob. masing-masing variabel > 0,05, maka terjadi

heteroskedastisitas.

6. Uji Hipotesis

a. Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t)

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

variabel independen yang terdiri dari profitabilitas, dan ukuran

perusahaan terhadap variabel dependen, yaitu agresivitas pajak (effective

tax rate). Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan tingkat

signifikan. Dasar pengambilan keputusannya sebagai berikut:

1) Jika nilai prob. t < 0,05 maka H1 diterima, artinya secara parsial

terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen

terhadap variabel dependen.

2) Jika nilai prob. t > 0, 05 maka H1 ditolak, artinya secara parsial tidak

terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen

terhadap variabel dependen.

b. Uji Kelayakan Model (Uji Statistik F)


Menurut Ghozali (2011), goodness of fit atau uji kelayakan model

dilakukan untuk mengukur ketepatan fungsi regresi sampel dalam

menaksir nilai aktual secara statistik. Model goodness of fit dapat diukur

dari nilai statistik F yang menunjukkan apakah semua variabel

independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh

terhadap variabel dependen. Dasar pengambilan keputusannya adalah:

1) Jika nilai prob. F < 0,05, hal ini menunjukkan bahwa uji model ini

layak untuk digunakan pada penelitian.

2) Jika nilai prob. F > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa uji model ini

tidak layak untuk digunakan dalam penelitian.

c. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Ghozali (2016:102) menyatakan bahwa uji koefisien determinasi

digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen

dalam menjelaskan variabel dependen. Koefisien determinasi ini

digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan dari suatu model regresi

dalam memprediksi variabel dependen. Nilai yang digunakan untuk

mengevaluasi model regresi, yaitu dengan menggunakan nilai adjusted

R2. Nilai adjusted R2 adalah 0 sampai mendekati 1. Apabila nilainya

semakin mendekati 1, maka variabel-variabel independen semakin

baik dalam menjelaskan variabel dependen.


DAFTAR PUSTAKA

Ari Wahyu, dkk. (2019) . Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas terhadap
Agresivitas Pajak. Jurnal Akuntansi Vol.5 No. 4.

Adnyani, Ni Kadek Ari, and Ida Bagus Putra Astika. "Pengaruh Profitabilitas, Capital
Intensity, dan Ukuran Perusahaan pada Tax Aggressive." E-Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Universitas Udayana (2019): 594-621.

Djajaningrat. (2014). Definisi Pajak. Jakarta: Salemba Empat

Elvira. (2017). Pengaruh Likuiditas dan Leverage terhadap Agresivitas Pajak. Skripsi.
Program Sarjana Akuntansi. Jakarta : Universitas Pancasila.

Fitri. (2014). Pengertian Ukuran Perusahaan. Jurnal Akuntansi Pajak Dewantara Vol.1
No. 2

Ikatan Akuntansi Indonesia. (2019). PSAK No.46 Akuntansi Perpajakan Penghasilan.


Edisi : Revisi 2014. Penerbit : Dewan Standar Akuntansi Keuangan : PT Raja
Grafindo.

Kuriah, H. L. & Asyik, N. F. (2016). Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Corporate


Social Responsibility terhadap Agresivitas Pajak. Jurnal Ilmu dan Riset
Akuntansi, Vol. 5, (No. 3).

Kuriah, H. L. & Asyik, N. F. (2016). Pengaruh Profitabilitas, Capital Intensity dan


Inventory terhadap Penghindaran Pajak. https://doi.org . Diakses 1 Oktober 2019.

Lanis, R. And G. Richardson. (2015). “Corporate Social Responsibility and Tax


Aggressiveness: a test of legitimacy theory”. Accounting Auditing and
Accountability Journal, Vol.26 No 1, pp.75-100.

Mustika, M., Ratnawati, V., & Silfi, A. (2019) .Pengaruh Corporate Social
Responsibility, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, Capital Intensity dan
Kepemilikan Keluarga terhadap Agresivitas Pajak (Studi Empiris pada
Perusahaan Pertambangan dan Pertanian yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
P. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Riau, 4(1), 1886-
1900.

Resmi, Siti. (2014). Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Rochmat Soemitro (2014). Asas dan Dasar Perpajakan 1 dan 2. Bandung: PT Refika
Aditama.

Siregar, Rifka dan Dini Widyawati. (2016.) Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap
Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI. Jurnal Ilmu dan Riset
Akuntansi. Vol. 5. No. 2.

Setyadi, A., & Ayem, S. (2019). Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Komite
Audit dan Capital Intensity terhadap Agresivitas Pajak (Studi pada Perusahaan
Perbankan yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2013-2017). Jurnal Akuntansi
Pajak Dewantara, 1(2), 228-241.

Sugiyono .(2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan


R&D. Bandung : Alfabeta.

Wati (2018). Ragam Media Pembelajaran. Surabaya : Kata Pena.

Winarsih,W.,Amah,N.,&Sudrajat,M.A. (2019). Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, dan


Leverage terhadap Agresivitas Pajak (Studi Pada Perusahaan Pertambangan yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2014-2017). In SIMBA: Seminar
Inovasi Manajemen, Bisnis, dan Akuntansi (Vol. 1).

https://www.pajak.go.id . Diakses 1 Oktober 2019. Undang-undang No. 36 Tahun 2008.


Direktorat Jenderal Pajak.

http://www.jdih.kemenkeu.go.id . Diakses 1 Oktober 2019. Undang-undang No. 37


Tahun 2000.Direktorat Jenderal Pajak, (2019).

https://www.pajak.go.id. Diakses 1 Oktober 2019. Undang-undang No. 28 Tahun 2007.


Direktorat Jenderal Pajak.

https://www.idx.co.id. Diakses 30 Oktober 2019. Laporan Keuangan dan Tahunan. Bursa


Efek Indonesia.

You might also like