You are on page 1of 7

KODE ETIK AKUNTANSI MANAJEMEN

Kode Etik merupakan suatu pedoman bagi seseorang dalam menjalankan profesinya
secara profesional. Kode etik mengatur seseorang dalam besikap dan berperilaku secara etis
didalam suatu organisasi profesi tersebut. Perilaku etis melibatkan pemilihan tindakan-
tindakan yang benar dan sesuai serta tepat. Tingkah laku kita mungkin benar atau salah;
sesuai atau menyimpang; dan keputusan yang kita buat dapat adil atau berat sebelah. Orang
sering berbeda pandangan terhadap arti istilah etis; tatapi tampaknya terdapat suatu prinsip
umum yang mendasari semua sistem etika. Prinsip ini diekspresikan oleh keyakinan bahwa
setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab untuk kebaikan anggota lainnya.
Keinginan untuk berkorban demi kebaikan kelompoknya merupakan inti dari tindakan yang
etis.
Ada sepuluh nilai inti yang diidentifikasi menghasilkan prinsip-prinsip yang
melukiskan benar dan salah dalam kerangka umum. Sepuluh nilai tersebut adalah :
1.      Kejujuran (honesty)
2.      Integritas (integrity)
3.      Memegang janji (promise keeping)
4.      Kesetiaan (fidelity)
5.      Keadilan (fairness)
6.      Kepedulian terhadap sesama (caring for others)
7.      Penghargaan kepada orang lain (respect for others)
8.      Kewarganegaraan yang bertanggung jawab (responsible citizenship)
9.      Pencapaian kesempurnaan (pursuit of excellence)
10.  Akuntabilitas (accountibility)

Penilaian kinerja sebuah perusahaan secara sederhana dapat tercemin dari pencapaian
laba dari perusahaan tersebut. Pihak-pihak yang berkepentingan pada suatu perusahaan
menggunakan informasi laba tersebut dalam penentuan keputusan yang akan diambil guna
kelangsungan operasional perusahaan tersebut. Informasi laba suatu perusahaan digunakan
oleh pihak internal maupun eksternal peru.sahaan sebagai dasar dalam pengambilan berbagai
keputusan terkait bonus, kompensasi, tolak ukur prestasi mau.pun kinerja pihak manajemen
serta sebagai dasar penentuan besaran pajak. Oleh sebab itu kualitas dari informasi laba yang
disajikan perusahaan tentunya menarik perhatian dari berbagai kalangan baik investor,
kreditor, para pembuat kebijakan akuntansi, maupun pemerintah yang dalam hal ini
merupakan Direktorat Jendral Pajak.

Pihak manajemen sebagai pengelola perusahaan secara langsung tentu ingin


memperoleh laba yang tinggi, hal ini tentu akan berpengaruh langsung pada bonus yang akan
diperoleh pihak manajemen yang nantinya bonus yang diperoleh semakin tinggi pula seiring
tingginya laba yang berhasil dicapai oleh perusahaan. Di sisi lainnya pengestimasian
kekuatan laba (earnings power) dalam memperkirakan risiko investasi maupun kredit dari
informasi laba tersebut akan dapat membantu para pemilik (stake.holders) sehingga pihak
manajemen bertang.gung jawab akan info.rmasi laba tersebut yang mana kinerjanya diu.kur
melalui pencaaian laba yang diperoleh.
Perusahaan-perusahaan kini menghadapi persaingan yang sangat ketat untuk dapat
berta.han dalam pasar global, tentunya industri manufaktur di Indonesia tidak luput dari
kerasnya arus persaingan tersebut. Perusahaan kini dituntut untuk memiliki berbagai
keunggulan kompetitif agar mampu bersaing dengan perusahaan lainnya, tidak hanya dari
kuantitas maupun kualitas produk yang ditawarkan namun juga mencakup pengelolaan
keuangan dengan baik yang berarti berbagai kebijakan dalam pengelolaan keuangan harus
dapat menjamin kebe.rlangsungan usaha perusahaan dan hal tersebut ditunjukkan dengan
besarnya ISSN: 2302-8556 E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol.203. September
(2017): 2045-2072 2047 laba yang dicapai suatu perusahaan. Situasi inilah yang biasanya
mendorong manajer untuk melakukan perilaku menyimpang dalam menyajikan dan
melaporkan informasi laba tersebut yang dikenal dengan praktik manajemen laba (earnings
management).

Manajemen laba merupakan upaya untuk mengubah, menyembunyikan, dan


merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dan mempermainkan metode dan prosedur
akuntansi yang digunakan perusahaan (Suli.tyanto, 2008). Sedangkan menurut (National
Association of Certified Fraud Examiners, 1993 dalam Hairu, 2009) mengarikan manajemen
laba sebagai kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan keuangan
mengenai fakta material dan data akuntansi, sehingga menyesatkan ketika semua informasi
itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang pada akhirnya akan menyebabkan orang
membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya. Manajemen laba
dapat dilakukan melalui praktik perataan laba (income smoothing), taking a bath, dan income
maximizetion (Scoot, 2000). Konsep mengenai manajemen laba dapat dijelaskan dengan
menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yakni teori yang menyatakan
bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara pihak yang
berkepentingan (principal) dengan manajemen sebagai pihak yang menjalankan kepentingan
(agent). Konflik ini muncul pada saat setiap pihak berusaha untuk mencapai tingkat
kemakmuran yang diinginkannya. Upaya perusahaan untuk merekayasa informasi melalui
praktik manajemen laba telah menjadi faktor utama yang menyebabkan laporan keuangan
tidak lagi mencerminkan nilai fundamental suatu perusahaan. Oleh karena itu, perekayasaan
laporan keuangan telah menjadi isu sentral sebagai sumber penyalahgunaan informasi yang
dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan Itulah sebabnya informasi yang
disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya.
Kondisi ini dikenal sebagai asimetri informasi (information asymmetry) yakni kondisi
dimana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai
penyedia informasi dengan pemegang saham dan stakeholders

Tekanan tersebut merujuk pada sesuatu hal yang terjadi pada kehidupan pribadi pelaku yang
memotivasinya untuk mencuri. Biasanya motivasi tersebut timbul karena masalah keuangan,
tetapi ini dapat menjadi gejala dari faktor-faktor tekanan lainnya, sehingga tekanan dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu: tekanan dari faktor keuangan (financial), dan tekanan dari
faktor sosial (non financial)

1. Financial Pressures
Masalah keuangan yang dialami pelaku dapat dipecahkan dengan mencuri uang atau
aset lainnya. Berikut faktor-faktor dari tekanan keuangan
a. Greed. Keserakahan seseorang akan kekayaan dapat memicu orang tersebut
bertindak curang karena merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki.
b. Gaya hidup mewah
c. High personal debts. Hutang yang menumpuk dapat membuat seseorang tertekan.
Ketertekanan akan semakin tinggi ketika hutang tersebut tidak dapat dilunasi,
sehingga akan menghalalkan segala cara untuk dapat melunasinya.
d. High medical bills. Ketika calon pelaku kecurangan mengalami masalah
kesehatan dan membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi, sedangkan si calon
pelaku tidakmempunyai cukup dana, maka dari tekanan biaya tersebut akan
mendorong tindakan kriminal/ curang sebagai cara memenuhi biaya tersebut.
e. Kerugian keuangan yang tak terduga.
2. Social Pressure
Tekanan yang berasal dari faktor non-keuangan diantaranya.
a. Vice Pressure
b. Kebiasaan berjudi (gambling), drugs dan alcoholic (peminum berat)dapat
menciptakan keinginan keuangan yang besar agar supaya mendukung kebiasaan-
kebiasaan tersebut. Hal ini menciptakan hubungan tekanan dengan aspek ini
sebagai fraud triangle.
c. Work related 
1. Seseorang akan merasa tertekan ketika performa pekerjaan kurang diakui dan
dinilai secara adil oleh manajemen 
2. Kepuasan atas pekerjaannya
3. Takut akan kehilangan pekerjaannya
4. Tertekan karena ingin mendapatkan promosi
5. Merasa digaji rendah oleh perusahaan 
3. Other Pressure
a. Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya.
b. Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja
c. Tertantang untuk merusak atau membobol sistem
d. Krisis keuangan yang tak terduga

Contok kasus:

Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010

Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk
mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga
terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi
mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di
bidang otomotif tersebut.

     Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus
itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu
sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan
tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan
perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI.

     Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut
oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan
korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk
dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan
pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut,” tegas Fitri. Keterangan dan
fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus tersebut di
Kejati Jambi.
     Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus
lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh
akuntan publik.
     Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati
Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan
siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga
terungkap kasus korupsinya.
      Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum
maumemberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi
Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
      Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah
kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein
Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru
menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor
yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat
sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.

Beberapa hasil Pemeriksaan

       Berkaitan dengan hal itu,Kamis (6 Mei 2010), pemeriksaan pertama kalinya untuk
tersangka Effndi Syam (ES), pegawai BRI Jambi tidak bisa dilakukan karena alasan sakit,
dan pemeriksaan dilanjutkan pada mendatang dengan agenda pemeriksaaan sebagai
tersangka," tegas Soleh. Secara resmi memang ada surat pernyataan sakit dari dokter atas
nama Effendi Syam yang diantarkan langsung oleh kuasa hukumnya kepada tim penyidik
kejaksaaan tinggi Jambi.
     Sedangkan untuk pemeriksaan terhadap tersangka lainnya yakni Zein Muhammad
(ZM) Pimpinan Perusahaan Raden Motor, sebagai penerima dan pengguna kucuran kredit
dari BRI Cabang Jambi, belum bisa dipastikan kehadirannya. Kedua orang itu telah
ditetapkan menjadi tersangka, terkait kasus tindak pidana korupsi, berdasarkan bukti-bukti
permulaan yang didapati kejaksaan dalam penyidikan.
      Diduga karena lambannya dalam proses hokum, sehinggaForum Bersama 9 LSM
(Forbes) Jambi melakukan unjukrasa di depan BRI Cabang Jambi, menuntut transparansi
pengusutan kasus kredit macet sebesar Rp 52 Miliar oleh PT RPL (Reden Motor) usaha jual
beli mobil bekas. Demo tersebut sempat membuat aktifitas di BRI Cabang Jambi berhenti
tidak melayani nasabah.. Koordinator Forbes Jambi, Rudi Ardiyansyah pada waktu itu
mengatakan dan menilai, kasus kredit macet itu terkesan “dipetieskan” oleh Kejati Jambi.
Penyelidikan kasus ini sudah sejak akhir 2008 lalu. Namun hingga kini belum ada pihak BRI
Cabang Jambi menjadi tersangka.
      Menurut Forbes Jambi, agunan Reden Motor diketahui jauh lebih kecil dibandingkan
dengan kredit yang diajukan.Rudi juga mengauibahwa pihaknya (Forbes) mendapat informasi
pihak Reden Motor memberikan hadiah, sejumlah mobil kepada pihak pejabat kredit di BRI
Cabang Jambi guna memuluskan kredit tersebut,”kata Suparman, koordinator lapangan
Forbes Jambi.
      Kepala bagian pemberian kredit BRI Cabang Jambi, Robyansyah pada saat itu
menerima LSM Forbes Jambi mengatakan, kasus kredit macet tersebut telah diusut oleh
pihak Kejati Jambi dan kini proses hukumnya masih berjalan. Menurutnya, pejabat
pemberian kredit BRI Cabang Jambi saat itu Es, yang saat sudah bertugas di Kabupaten
Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, sudah diperiksa penyidik Kejati Jambi.
      Penyidik intelijen Kejati Jambi terakhir memeriksa saksi ahli adalah Direktur Utama
PT RPL Zien Muhammad, mantan account officer (AO) BRI cabang Jambi Effendi Siam,
dan akuntan publik Biasa Sitepu yang saat ini tidak ditahan. Untuk mengetahui prosedur dan
kesalahan dalam masalah pemberian kredit dari BRI ke Raden Motor. Menurut keterangan
yang dihimpun Wartawan Forum Jambi "Saksi RD tidak mengetahui langsung masalah
pencairan kredit tersebut namun Es diperiksa memang mengetahui pasti masalah kredit
tersebut karena masih menjabat waktu pemberian kredit untuk Raden Motor.Ada empat
kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat oleh akuntan publik, sehingga terjadilah
kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Keterangan dan fakta
tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir dengan saksi
Biasa Sitepu sebagai akuntan publik di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan
Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan
yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor , tidak dibuat oleh
akuntan publik.
      Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati
Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus tersebut dengan adil dan
menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar,
sehingga terungkap kasus korupsinya. Dalam kasus diatas, akuntan publik diduga kuat
terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk pengembangan usaha Perusahaan
Raden Motor.
     Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan akuntan public yang di anggap lalai dalam
pembuatan laporan keuangan perusahaan, Ia tidak membuat empat kegiatan data laporan
keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke
BRI sebagai pihak pemberi pinjaman sehingga menimbulkan dugaan korupsi. Fitri Susanti,
kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu. Selasa
(18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan
para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik
dalam kasus ini.
      Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu
terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam
mengajukan pinjaman ke BRI. Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu)
dituduh melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ).
Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :
Pertama. Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak
mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat
menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap masyarakat.
Kedua. Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga
akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi.
Ketiga, Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak
lain. Ke-Empat, Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan
tugasnya sebagai akuntan publik telah melanggar etika profesi. Ke-Lima, Prinsip standar
teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap
profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.
     Kepala KPKLN (Kantor Pelayanan Kekayaan Lelang Lelang Negara) Jambi, Indra
Safri mengatakan, Pelelangan yang dilakukan oleh perbankan, melibatkan KPKLN untuk
selanjutnya diumumkan akan adanya pelelangan itu di media massa. Indra juga menilai, apa
yang dilakukan perbankan terhadap agunan debitur itu juga sebagai syok terapi.
"Pengumuman lelang itu bisa jadi syok terapi untuk nasabah yang nunggak. Kadang belum
sempat dilelang, agunan itu sudah ditebus duluan,” ujarnya kepada wartawan.
      Di KPKLN Jambi, dalam setahun ada sekira 200 permintaan lelang. Dari jumlah itu 50
persennya berasal dari perbankan ,termasuk di antaranya bank swasata. “Tapi tidak semua
agunan yang dilelang laku. 10 persen agunan yang laku itu sudah bisa dikatakan bagus,”
tuturnya didampingi salah seorang kepala seksi KPKLN Jambi, Artha. Dia menilai, banyak
faktor yang membuat recovery rate lelang tinggi. Misalnya, lokasi agunan strategis. Ini akan
membuat debitur yang asetnya dilelang berupaya bagaimana agunannya tak lepas, sementara
peserta lelang juga berupaya mendapatkannya.
       Melelang agunan debitur yang kreditnya macet menjadi pilihan perbankan. Itu
menjadi salah satu cara untuk menekan angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet.
Tidak sedikit, nasabah yang kreditnya macet agunannya berakhir pada pelelangan. Alasan
perbankan melelang agunan itu untuk menutupi utang dari debitur kepada bank.
        Dalam lelang, yang dicari tentu adalah harga yang tertinggi. Tetapi tidak semua uang
hasil lelang masuk ke bank. Ambil contoh, utang debitur kepada bank sebesar Rp 100 juta,
sementara agunan terjual Rp 120 juta. Maka, kelebihan Rp 20 juta dikembalikan kepada
nasabah.
"Adanya pelelangan ini sangat efektif untuk menekankan angka kredit di perbankan.
“Katanya menegaskan.
      Pemimpin BRI Cabang Jambi, pada waktu itu Jannus Siagian mengatakan hal senada.
BRI memilih melakukan pelelangan untuk menekankan angka kredit macet. Itu merupakan
sudah ketentuan bahwa, apabila nasabah tidak sanggup membayar utang, aset yang
diagunkan akan dilelang. (Djohan).

Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode etik
yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa
prinsip kode etik diantaranya yaitu :

1) Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak
mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga
dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap
masyarakat.
2) Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga
akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi.
3) Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak
lain.
4) Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya
sebagai akuntan publik telah melanggar etika profesi.
5) Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga
tidak menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional
yang relevan. 

You might also like