You are on page 1of 3

Balance of Power adalah suatu upaya untuk menyeimbangkan kekuatan dan kekuasaan suatu negara

menjadi negara yang hegemon bagi negara yang lainnya, konsep Balance of Power sendiri merupakan
konsep yang dipegang oleh kaum realis yang memandang bahwa aktor yang paling penting adalah
negara. Realisme melihat anarki adalah kendala utama politik dunia dan tidak ada otoritas terpusat dan
sah untuk mengendalikan negara. Setiap negara sebagai aktor utama harus memastikan keberlanjutan
keberadaan dan keamanannya sebagai kepentingan nasional, dengan memaksimalkan kekuatan (power)
yang dimiliki, terutama kekuatan militer. Setiap negara melakukan hal yang sama yang akan menjurus
kepada situasi yang saling menyeimbangkan kekuatan antarnegara. Berdasarkan pandangan realisme
ini, dapat dijelaskan pandemi penyakit virus menular (COVID-19) mempengaruhi politik dunia. Melalui
pandemi, hubungan kekuasaan yang ada diverifikasi. Negara yang menempati posisi powerfull dalam
segala sumber, termasuk sistem kesehatannya telah menciptakan masyarakat yang lebih kuat dan kebal
terhadap wabah penyakit, dan dinamis dalam menghadapi persoalan pandemi. Negara ini akan
memperoleh bagian yang lebih besar dari power relatif selama pandemi. Sebaliknya yang terjadi bagi
negara yang miskin dan lemah dalam sumber daya tidak mampu mengurangi banyak efek dari fenomena
penyakit menular itu.

Namun kaum realis sendiri paham bahwa sifat manusia adalah greedy (rakus) . Dalam Balance of Power
konsep ini dilihat sudah sangat tidak berdaya (lemah) dalam membangun hubungan antar negara dan di
era tatanan dunia baru sekarang, negara memang harus saling bekerja sama untuk mewujudkan kondisi
yang lebih kondusif, karena perang hanya membuat kesengsaraan belaka. Dalam national interest
mereka menolak suatu kepemimpinan negara yang terlalu dominan baik di kawasan maupun
global,mengijinkan semua negara untuk mengembangkan identitas masing-masing dan menakankan
agar negara memiliki komunitas yang dapat membangun,tentu dengan pandangan yang sama,
walaupun tidak dipungkiri bahwa kepentingan negara berbeda-beda, namun komunitas sangat
membantu, karena Negara power belum tentu dapat mempertahankan “kekuasaannya” dalam sistem
internasional. Semua sumber daya yang dimiliki tidak menjamin keberhasilannya dalam mengukuhkan
posisinya sebagai super power. Sebaliknya yang terjadi pada beberapa negara kecil dan lebih lemah,
bahkan tidak diperhitungkan sebelumnya. Dengna sumber daya yang terbatas namun efektif dan tepat
penggunaannya, negara ini muncul sebagai pemenang dalam mengatasi virus yang menjadi pandemic ini
dibandingkan dengan negara-negara lain. Oleh karena itu pergeseran struktur kekuasaan dapat terjadi.

TEORI STABILITAS

Akan tetapi menurut teori stabilitas kontradiktif, negara dunia yang luas saat ini harus memiliki
pemimpin, kepemimpinan negara yang dominan untuk dapat menjaga aturan yang dibuat untuk
dipatuhi oleh semua negara, sistem hegemoni harus didukung oleh kekuatan negara-negara yang
memiliki kekuatan lebih. tetap stabil ketika satu negara-bangsa adalah dunia yang dominan

SPHERE OF INFLUENCE

Sphere of Influence, adalah klaim yang dilakukan oleh sebuah negara untuk secara eksklusif atau
sepenuhnya mengontrol sebuah daerah asing. Dengan kata lain, negara tersebut memiliki hegemoni di
dalam Sphere of Influence miliknya. Konsep ini lahir pada akhir abad ke 19 dimana para negara-negara
kuat memiliki kuasa atas kebijakan-kebijakan negara-negara di wilayah pengaruhnya. Sphere of
Influence memiliki batas ruang lingkup sehingga apabila ada negara lain yang mengintervensi Sphere of
Inluence suatu negara, maka konflik antar keduanya akan terjadi. Di dalam rivalitas AS-China, Asia
Tenggara menjadi medan konflik antara China dan AS dalam memperebutkan hegemoni di kawasan Asia
Tenggara. Hal ini tentu bukan yang diinginkan ASEAN, terutama oleh Indonesia yang tidak menyetujui
hegemoni satu kekuatan di Asia Tenggara.[ Encylopedia Britanica, Sphere of Influence: International
Relations, diakses pada tanggal 17

Oktober 2016 melalui https://www.britannica.com/topic/sphere-of-influence.]

BALANCE OF THREAT

Balance of Threat menjelaskan teori mengenai posisi negara yang lebih cenderung membuat aliansi
dengan kekuatan negara lain untuk menghadapi ancaman, menekankan semua negara untuk
mengembangkan identitas masing-masing dan menekankan bahwa negara memiliki komunitas yang
dapat membangun, tentunya dengan pandangan yang sama, walaupun tidak dipungkiri bahwa
kepentingan negara berbeda, tetapi masyarakat sangat membantu, daripada menghadapi ancaman
individu. Seperti halnya komunitas ASEAN, para pemimpin secara terbuka tentang situasi sekarang,
masalahnya dapat diselesaikan dengan kebebasan, tidak pernah benar-benar merasakan sampai kita
benang kebebasan kita terancam, sehingga regional sangat penting menjadi konsepsi dengan nilai-nilai
di bawah ancaman. dari pada harus menghadapi ancaman itu sendirian. Hal ini dapat dilihat dari
kerjasama antara Indonesia dan Singapura dalam mengahadapi ancaman mengenai virus covid 19.

Indonesia dan Singapura memiliki hubungan yang erat di berbagai bidang kerja sama, termasuk pada
saat masa pandemi virus covid-19. Indonesia mengirim 4.500 bed set kepada Singapura sebagai wujud
kerja sama kedua negara dalam memerangi virus covid-19. Pemerintah Singapura akan menggunakan
bed set itu untuk keperluan penyediaan sarana di fasilitas karantina darurat penanganan virus corona,
salah satunya di Singapore Expo.

Bantuan tersebut difasilitasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura, bed set
diserahkan secara simbolis di Bok Seng Logistic Tuas Avenue oleh Duta Besar Ngurah Swajaya kepada
Yayasan Temasek dan perusahaan konsultan infrastruktur Surbana Jurong. Sama halnya dengan
Indonesia, Singapura melalui Yayasan Temasek Singapura menyerahkan 3 juta masker untuk Kepulauan
Riau, Tentara Nasional Republik Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia . Kerja sama yang telah
terjalin membuahkan tidak hanya inisiatif bersama, tetapi juga bantuan yang telah disalurkan seperti
40.000 test kit berbasis RT PCR ke Jakarta, Bali, dan Batam, serta bantuan untuk petugas medis dalam
penanganan COVID-19 di Indonesia.

Selain penyerahan surgical masker tersebut, Singapura melalui Yayasan Temasek juga telah melakukan
kerja sama lainnya, diantaranya pengadaan untuk kebutuhan dukungan non-medis Singapura untuk
pembangunan sarana karantina, seperti 25 ribu set dipan dan kasur, pembelian reusable mask dan lain-
lain. Melalui kerja sama seperti ini, Dubes Ngurah Swajaya mengharapkan pemenuhan kebutuhan alat
kesehatan bisa ditanggulangi melalui kerja sama yang memanfaatkan potensi masing-masing negara.
Indonesia melalui KBRI-nya terus berkomunikasi terkait kebtuhan medis yang diperlukan singapura baik
medis maupun non medis, serta menjalin kerja sama dalam produksi medical supply di Indonesia

Lalu bagaimana dunia menanggapi tatanan dunia baru dalam pandemi ini?

Dikarenakan sistem kesehatan bersifat sementara, dampaknya pada tatanan dunia akan berlangsung
lama tetapi tidak ada negara yang akan rusak karena krisis pandemi dan masalah pandemi tidak dapat
mengubah konfigurasi internasional, artinya tidak dapat mengubah struktur kekuasaan di antara negara-
negara besar . konfigurasi dengan dua negara adidaya dan bahwa kedua negara ini memiliki kemampuan
internasional yang komprehensif.

You might also like